Anda di halaman 1dari 7

Nama : Florentina Lisa Pratama

Kelas/NIM : A3/131911133125
Resume TM 4 Tropik Infeksi
“Asuhan Keperawatan yang Disebabkan oleh Campak dan Vericella”
I. Campak
1. Definisi
Campak atau morbili atau measles adalah penyakit menular yang disebabkan
oleh virus campak yang termasuk golongan Paramyxovirus yang berada di dalam
sekret nasofaring dan di dalam darah (Arianto et al., 2018). Campak adalah infeksi
yang umum terjadi pada anak dan ditularkan melalui droplet (Mariz, 2013). Virus
campak juga dapat ditularkan melalui air borsne sebagai nucleus droplet aerosol
(Giarsawan, 2012). Penyakit campak sangat berbahaya karena dapat menyebabkan
kecacatan, dan kematian yang disebabkan oleh komplikasi, seperti radang
paru/pneumonia, radang telinga/otitis media, ensefalitis, subacute sclerosing
panencephalitis, bronkopneumonia, diare berat, gizi buruk, dan penanganan yang
terlambat (Giarsawan, 2012; Yani, Yuniastini and Fitriana, 2015; Xu et al., 2021).
Pada tahun 2013 terjadi 145.700 kematian yang disebabkan oleh campak di
seluruh dunia (berkisar 400 kematian setiap hari atau 16 kematian tiap jam) pada
sebagaian besar anak kurang dari 5 tahun. berdasarkan laporan Depkes RI tahun 2014
(dalam (Halim, 2016)) menyebutkan bahwa sebagian besar kasus campak adalah
anak-anak usia pra sekolah dan usia SD. Selama periode 4 tahun, kasus campak lebih
banyak terjadi pada kelompok umur 5-9 tahun (3591 kasus) dan pada kelompok umur
1-4 tahun (3383 kasus). Meskipun angka kejadian campak pada anak tergolong besar,
masyarakat Indonesia cenderung masih beranggapan bahwa anak yang terkena
campak adalah hal yang biasa dan wajar (Yani, Yuniastini and Fitriana, 2015).
Sedangkan keadaaan di Amerika termasuk Canada dan USA sejak tahun 2000,
penyakit campak sudah dianggap sebagai penyakit yang tereliminasi. Hal ini
disebabkan oleh massifnya vaksin campak yang dilakukan di negara tersebut. Namun,
campak tetaplah dapat menjadi ancaman bahkan pada negara-negara yang telah
mengeliminasi penyakit campak. Hal ini berkaitan dengan kejadian infeksi impor dari
negara-negara endemik yang dapat menyebabkan penyebaran wabah lokal karena
kesenjangan dalam sistem kekebalan. (Xu et al., 2021).
2. Etiologi
Campak adalah penyakit virus akut yang disebabkan oleh RNA virus genus
Morbillivirus famili Paramyxoviridae.Virus ini dari famili yang sama dengan virus
gondongan (mumps), virus parainfluenza, virus human metapneumovirus, dan RSV
(Respiratory Syncytial Virus).
3. Faktor Risiko
Faktor Risiko terjadinya campak adalah imunodefisiensi, malnutrisi,
kesenjangan status vaksinasi, dan defisiensi vitamin A (Mariz, 2013). Menurut
(Arianto et al., 2018) faktor risiko host yang diduga berpengaruh terhadap kejadian
campak pada balita adalah faktor anak meliputi status imunisasi, umur saat imunisasi,
status gizi, riwayat kontak, riwayat penyakit campak, pemberian vitamin A. Kedua
adalah faktor ibu meliputi tingkat pendidikan ibu, tingkat pengetahuan ibu, dan
pendapatan. Selanjutnya adalah faktor lingkungan meliputi keadaan lingkungan
rumah.
4. Manifestasi Klinis
Penyakit campak memiliki gejala khas yaitu terdiri dari 3 stadium yang masing-
masing memiliki ciri khusus. Stadium prodormal berlangsung kira-kira 4-5 hari
dengan gejala demam, malaise, batuk, fotofobia, konjungtivitis. Stadium erupsi yang
berlangsung 4-7 hari setelah stadium prodormal ditandai dengan timbulnya bercak
koplik dan ruam yang muncul dari belakang telinga menyebar ke wajah, badan,
lengan, dan kaki. Stadium konvalensi atau stadium akhir ditandai dengan erupsi yang
mulai menghilang (Mariz, 2013).
5. Pemeriksaan (Halim, 2016)
a. Anamnesis berupa demam, batuk, pilek, mata merah, dan ruam yang mulai
timbul dari belakang telinga sampai ke seluruh tubuh.
b. Pemeriksaan fisik berupa suhu badan tinggi (>38C), mata merah, dan ruam
makulopapular.
c. Pemeriksaan penunjang: pemeriksaan darah berupa leukopenia dan
limfositopenia. Pemeriksaan imunoglobulin M (IgM) campak juga dapat
membantu diagnosis dan biasanya sudah dapat terdeteksi sejak hari pertama
dan ke-2 setelah timbulnya ruam. IgM campak ini dapat tetap terdeteksi
setidaknya sampai 1 bulan sesudah infeksi.
6. Komplikasi
Komplikasi umumnya terjadi pada anak risiko tinggi, yaitu
a. Usia < 1 tahun
b. Malnutrisi (marasmus atau kwasiorkor)
c. Permukiman padat penduduk yang lingkungannya kotor
d. Anak dengan gangguan imunitas, contoh: anak dengan HIV, malnutrisi,
keganasan
e. Anak dengan defisiensi vitamin
Komplikasi dapat terjadi multiorgan, antara lain:
a. Saluran pernapasan: bronkopneumonia, laringotrakeobronkitis
b. Saluran pencernaan: diare yang dapat diikuti dengan dehidrasi
c. Telinga : otitis media
d. Susunan saraf pusat:
 Ensefalitis akut: gejala berupa demam, nyeri kepala, letargi, dan
perubahan status mental yang biasanya muncul antara hari ke-2 sampai
ke-6 setelah munculnya ruam. Umumnya gejala ini dapat sembuh
sendiri, tetepi 15% kasus terjadi perburukan kondisi dengan waktu
yang cepat dalam 24 jam. Gejala sisa dapat berupa kehilangan
pendengaran, gangguan perkembangan, kelumpuhan, dan kejang
berulang.
 Subacute sclerosing panenchephalitis (SSPE) adalah suatu proses
degeneratif SSP yang disebabkan infeksi persisten virus campak. SSPE
timbul beberapa tahun setelah infeksi (umumnya umur 7 tahun).
penderita mengalami perubahan tingkah laku, retardasi mental, kejang
mioklonik, dan gangguan motorik.
 Mata : keratitis
 Sistemik: septikemia karena infeksi bakteri sekunder
7. Pencegahan
Pencegahan dilakukan dengan vaksinasi campak ataupun vaksinasi MMR
(Measles, Mumps, Rubella). Sesuai jadwal imunisasi rekomendasi IDAI tahun 2014,
vaksin campak diberikan pada usia 9 bulan. Selanjutnya, vaksin penguat dapat
diberikan pada usia 2 tahun. Apabila vaksin MMR diberikan pada usia 15 bulan, tidak
perlu vaksinasi campak pada usia 2 tahun. Selanjutnya, MMR ulangan diberikan pada
usia 5-6 tahun.13 Dosis vaksin campak ataupun vaksin MMR 0,5 mL subkutan.
Imunisasi ini tidak dianjurkan pada ibu hamil, anak dengan imunodefisiensi
primer, pasien tuberkulosis yang tidak diobati, pasien kanker atau transplantasi organ,
pengobatan imunosupresif jangka panjang atau anak immunocompromised yang
terinfeksi HIV. Anak terinfeksi HIV tanpa imunosupresi berat dan tanpa bukti
kekebalan terhadap campak, bisa mendapat imunisasi campak.
8. Pencegahan dan strategi global (Orenstein et al., 2018)
a. Pemantauan penyakit menggunakan surveilans yang efektif dan upaya
evaluasi terprogram untuk memantau kemajuan
b. Mencapai dan mempertahankan tingkat kekebalan populasi yang tinggi
dengan mencapai cakupan vaksinasi dengan dua dosis vaksin campak.
c. Kembangkan dan pertahankan kesiapsiagaan wabah dan tanggapi cepat untuk
wabah, dan kelola kasus wabah dengan baik
d. Berkomunikasi dan terlibat dalam membangun kepercayaan publik terkait
imunisasi
e. Melakukan penelitian dan pengembangan yang diperlukan untuk mendukung
percepatan vaksinasi dan pengembangan alat diagnostik.
II. Vericella
1) Definisi
Vericella (cacar air/chicken pox) merupakan eksantema vesikular yang sangat
menular akibat akibat infeksi akut primer eksogen dari virus varisela zoster (VVZ) pada
individu yang rentan yang mengenai kulit dan mukosa. Varisela lebih sering menyerang
anak-anak dengan usia kurang dari 10 tahun (Wijanarko, 2021). Infeksi Vericella yang
meninfeksi anak-anak disebut dengan chicken pox (Foucher and Pillon, 2019).
2) Etiologi dan Faktor risiko
Infeksi dengan Varicella Zoster Virus (VZV) menyebabkan dua kondisi klinis
yang berbeda. Infeksi VZV primer menyebabkan varicella atau cacar air, penyakit ruam
menular yang biasanya terjadi pada anak-anak. Zoster lokal hanya menular setelah
ruam meletus dan sampai lesi menjadi krusta. Zoster kurang menular dibandingkan
varicella. VZV dapat aktif kembali secara klinis beberapa dekade setelah infeksi awal
untuk menyebabkan herpes zoster atau herpes zoster, erupsi kulit yang terlokalisasi dan
umumnya menyakitkan yang paling sering terjadi pada orang dewasa yang lebih tua.
Sekitar 1 juta kasus baru zoster terjadi di Amerika Serikat setiap tahunnya. Sekitar satu
dari tiga orang dalam populasi umum akan mengembangkan zoster selama hidup
mereka. Komplikasi umum dari zoster adalah Post Herpetic Neuralgia (PHN), suatu
kondisi nyeri kronis yang dapat berlangsung berbulan-bulan atau bahkan bertahun-
tahun.
Faktor risiko infeksi VZV adalah:
 Populasi usia >10 tahun
 Seseorang dengan kanker darah dan tumor
 Zooster dapat muncul setelah adanya trasnplantasi organ.
3) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan dengan pemeriksaan Tzank Smear, PCR, dan
kultur VVZ, pemeriksaan serologi.
4) Pengobatan
Varisela dapat diobati dengan penggunaan antivirus asiklovir, valasiklovir, dan
famsiklovir.
Pengobatan pada chicken pox (cacar air) pada anak dapat dilakukan dengan
melakukan perawatan, sebagai berikut (Foucher and Pillon, 2019) :
 Memberikan pengobatan sesuai gejala yang dirasakan anak.
 Mengatasi rasa gatal yang dirasakan anak. Anak akan sering merasakan gatal
dan keinginan besar untuk menggaruknya, oleh karena itu perlu dipastikan
bahwa kuku jari anak selalu pendek dan bersih untuk menghindari adanya luka
bekas garukan dan infeksi lebih lanjut. Selain itu, gunakan antiseptik dan
desinfektan untuk membersihkan tangan anak setelah menggaruk. Untuk
mengatasi rasa gatal maka gunakan krim calamine untuk meredakan rasa gatal
yang timbul.
 Menurunkan demam. Untuk menurunkan demam dapat digunakan antipiretik
antara lain: paracetamol, acetaminophen. Dapat ditambah dengan NSAID dan
antihistamin untuk mengurangi rasa nyeri dan pembengkakan akibat
komplikasi pada kulit
 Meningkatkan kenyamanan anak dengan mengenakan baju yang tipis, banyak
minum air dingin, mandi dan spray tubuh dengan air dingin, dan
mempertahankan sirkulasi ventilasi yang baik.
 Jika terdapat infeksi bakteri yang menyertai dapat ditambahkan amoxilin
sebagai obat minum anak.
5) Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan vaksinasi, varicella zoster
immunoglobuline, dan terapi antivirus profilaksis. Vaksinasi VVZ disarankan untuk
individu dengan usia >60 tahun. vaksinasi ini dapat menurunkan insiden terinfeksi VVZ
dan post herpetic neuralgia.
6) Pencegahan penyebaran
Penyebaran VVZ dapat dilakukan dengan mengedukasi seseorang yang telah
terinfeksi virus VVZ untuk menjaga jarak dan tidak mendekati kelompok rentan
infeksi, seperti: seseorang dengan immunocompromized, ibu hamil, anak-anak,
seseorang yang pernah terinfeksi chicken pox sewaktu kecil. Selain itu, seseorang yang
telah terinfeksi virus VVZ diharapkan untuk dapat tetap di rumah hingga ruam
mengering dan berubah menjadi krusta. Seseorang yang telah terinfeksi VVZ
diharapkan tidak menggunakan bersama-sama alat-alat pribadi, seperti handuk dan baju
(Wong and Levin, 2019).

IV. Diagnosis Keperawatan:


1. Gangguan Integritas Kulit
2. Risiko Infeksi
Daftar Pustaka
Arianto, M. et al. (2018) ‘Beberapa Faktor Risiko Kejadian Campak Pada Balita di Kabupaten
Sarolangun’, Jurnal Epidemiologi Kesehatan Komunitas, 3(1), p. 41. doi:
10.14710/jekk.v3i1.3127.
Foucher, G. and Pillon, F. (2019) ‘What is chicken pox?’, Actualites Pharmaceutiques,
58(590), pp. 59–60. doi: 10.1016/j.actpha.2019.09.015.
Giarsawan, N. I. W. S. A. A. E. Y. (2012) ‘Campak Di Wilayah Puskesmas Tejakula I
Kecamatan Tejakula Kabupaten Buleleng Tahun 2012’, Jurnal Kesehatan Lingkungan,
4(2), pp. 140–145.
Halim, R. G. (2016) ‘Campak pada Anak Ricky’, Campak pada Anak, 43(3), pp. 186–189.
Mariz, D. R. (2013) ‘Diagnosis dan Tatalaksana Morbili’, Medula, 4(237), pp. 4–9.
Orenstein, W. A. et al. (2018) ‘Measles and Rubella Global Strategic Plan 2012–2020 midterm
review’, Vaccine, 36(2018), pp. A1–A34. doi: 10.1016/j.vaccine.2017.09.026.
Wijanarko, M. S. P. (2021) ‘Varicella in Adults , Pregnancy , and Immunocompromised
Conditions’, Jurnal Kedokteran Meditek, 27(1), pp. 81–87.
Wong, V. and Levin, T. (2019) ‘Nursing and Health Care Research Brief Report Epidemiology
of Herpes Zoster’, 02(07), pp. 8–10. doi: 10.29011/IJNHR-1104.1001104.
Xu, J. et al. (2021) ‘Effect of early measles vaccination on long-term protection: A systematic
review’, Vaccine. The Author(s), 39(22), pp. 2929–2937. doi:
10.1016/j.vaccine.2021.04.012.
Yani, S. L., Yuniastini and Fitriana (2015) ‘HUBUNGAN STATUS IMUNISASI CAMPAK
DENGAN KEJADIAN CAMPAK’, Jurnal Keperawatan, XI(2), pp. 258–261. doi: ISSN
1907 - 0357.

Anda mungkin juga menyukai