NPM : 130210190050
ANTISEPTIK DAN DESINTIFEKTAN
1. Antiseptika
Antiseptika adalah semua senyawa yang dapat membunuh atau mencegah pertumbuhan
jasad renik (mikroorganisme). Antiseptika biasanya dikenakan terhadap jaringan tubuh
yang hidup. Kadar antiseptika yang digunakan biasanya rendah, untuk menghindari
kerusakan jaringan. Kadar yang tinggi dapat membunuh sel-sel kuman maupun jaringan
individu yang terkena. Dalam konsentrasi yang rendah antiseptika mungkin hanya
menghambat perkembang biakan jasad renik (bakteriostatik).
2. Aseptik
Sifat cara penggunaan di dalam kedokteran hingga pencemaran oleh jasad renik atau
kuman dapat dihindari.
3. Desinfektansia
la senyawa yang dapat mencegah infeksi dengan penghancuran atau pelarutan jasad
renik yang patogen (dapat menyebabkan sakit). Desinfektansia biasanya digunakan untuk
barang-barang yang tidak hidup. Ex : ruang operasi, kendang, alat-alat dll
Antiseptika harus memiliki sifat antibakterial yang luas, tidak mengiritasi jaringan
hewan atau manusia, sifat meracunnya rendah, mempunyai daya tembus yang tinggi, masih
aktif meskipun di sekitarnya ada cairan tubuh, darah, nanah dan jaringan yang mati, tidak
mengganggu proses kesembuhan, tidak merusak alat-alat operasi, tidak menyebabkan
warna yang mengganggu pada jaringan yang dioperasi dan harganya relative murah.
Desinfektansia, selain sifat-sifat yang disebutkan di atas, juga harus mampu menembus
rongga-rongga, liang-liang, maupun lapisan jaringan organik, sehingga memiliki efek
mematikan jasad renik lebih tinggi. Desinfektansia juga harus dapat dicampur dengan
bangsanya sabun maupun senyawa-senyawa kimia yang lain yang digunakan di dalam
desinfeksi. Desinfektansia juga harus memiliki stabilitas untuk jangka yang panjang serta
harganya harus murah, karena biasanya diperlukan dalam jumlah yang besar.
Faktor-faktor yang mempengaruhi daya guna antiseptika dan desinfektansia meliputi
kadar obat, waktu persentuhan jasad renik obat, jumlah jasad renik, dan tempat jasad renik
tersebut berkembang. adanya tempat berbiak kuman yang berupa protein, ataupun
rerutunhan,mungkin akan dapat menghambat kerja obat-obat antiseptic & desinfektansia.
Biasanya, makin tinggi suhu ruangan, sampai pada batas- batas tertentu, sifat antibakterial
kebanyakan antiseptika dan desinfektansia juga makin meningkat.
Dalam peternakan sapi perah antiseptika digunakan untuk mencegah penyakit radang
ambing atau mastitis. Larutan antiseptika juga digunakan untuk mencuci alat-alat yang
berhubungan dengan proses pengolahan susu, misalnya kaleng susu, botol, ember, tangki, dan
sebagainya. Kadang-kadang desinfeksi dilakukan dengan jalan penyemprotan air panas,a tau
larutan desinfektansia di dalam air panas, ke dalam ruangan-ruangan pengelolaan air susu dan
daging, atau langsung ke dalam kandang-kandang di dalam suatu peternakan. Sanitizer juga
sering digunakan untuk mengurangi jumlah kuman di dalam ruangan-ruangan pengolahan air
susu maupun daging (sediaan khlor dan amonium kuarterner).
Macam-macam Antiseptika dan Desinfektansia :
A. Secara fisis
Yang penting adalah penggunaan panas dan sinar. Panas dapat berasal dari yang
dilewatkan melalui pemanas, atau dari air yang dipanaskan, kemudian disemprotkan ke
tempat yang disucihamakan. Jenis sinar yang dipakai dalam sterilisasi adalah sinar
ultraviolet dan sinar gamma.
B. Secara kimiawi
1. Asam anorganik
a. HCl dan H,SO 0,1-1 N telah dipakai untuk desinfeksi ruangan yang
tercemar tinja. Keduanya korosif, hingga tidak lazim dianjurkan.
b. Asam borat 2-5% digunakan untuk jaringan kulit. Asam ini tidak
merangsang jaringan, akan tetapi daya mematikan jasad reniknya tidak
besar.
2. Asam organik
a. Asam salisilat dan bensoat banyak dipakai untuk salep. Selain bersifat
germisid lemah juga bersifat melunakkan lapisan tanduk dan dapat
membunuh jamur.
3. Alkali
a. Larutan soda 2% dalam air panas atau mendidih dipakai untuk
desinfeksi kandang ayam. Larutan 5% dapat mematikan spora kuman.
Soda yang pekat bersifat kaustik, hingga perlu pengamanan waktu
menangani selain itu soda juga merusak cat, politur dan tekstil.
b. CaO atau gamping
Bila ditambah air gamping akan membebaskan panas dan
terbentuk Ca(OH), yang bersifat melarut kuman-kuman. Gamping
banyak dipakai untuk lantai maupun halaman. Kalau kebanyakan akan
merusak kuku (babi, kambing, sapi) maupun kulit. Gamping tidak bisa
membunuh spora kuman anthrax dan clostridium.
c. Ca(OH)2
Larutan Ca(OH), di dalam air (1:4) menghasilkan milk of lime,
digunakan untuk desinfeksi lantai yang tercemar tinja. Untuk
mencapai hasil baik larutan tersebut harus digunakan minimum
selama dua jam.
d. Larutan CaO-belerang
Larutan ini dipakai sebagai pembunuh parasit, dan dihasilkan
dengan mencampur larutan CaO dengan belerang, yang kemudian
direbus.
Cao + H,O>Ca(OH),
1. Waktu kontak jasad renik dengan desinfektansia. Tidak sembarang desinfektan dapat
membunuh jasad renik seketika. Untuk itu waktu kontak yang cukup, yang lamanya
sangat bervariasi, diperlukan untuk persentuhan dengan jasad renik.
2. Desinfektan dalam bentuk larutan biasanya lebih efektif dari pada yang berbentuk
emulsi, serbuk, aerosol atau gas.
3. Sampai tingkatan tertentu, desinfektan yang dipanaskan lebih efektif daripada yang
dingin, dan mampu menembus kotoran maupun sisa- sisa jaringan organik.
4. Tempat yang relatif bersih lebih gampang didesinfeksi daripada tempat yang penuh
sampah atau kotoran hewan. Untuk itu bersihkan dahulu kotoran tersebut, yang kalau
bisa dibakar atau ditanam, dan baru didesinfeksi.
5. Adanya sinar ultraviolet sangat membantu untuk mematikan jasad renik. Karena
sinar tersebut mampu membunuh kuman, perlu diusahakan agar sinar matahari pagi
dapat masuk ke dalam kandang.
6. Panas yang berasal dari sumber panas atau air yang dipanaskan, juga untuk
desinfeksi. Cairan atau air panas lebih efektif dan udara panas.
7. Untuk desinfeksi kulit usahakan kulit tersebut bebas dari rambut, kotoran, maupun
sisa-sisa radang.
10. Apabila desinfeksi dengan suatu desinfektan telah dilakukan, dan ternyata pada
suatu saat tidak efektif lagi, yang mungkin disebabkan
REFERENSI :
Subronto , & Tjahajati, I. (2018). Ilmu Penyakit ternak (mammalia). Yogyakarta : GADJAH
MADA UNIVERSITY PRESS.