Anda di halaman 1dari 7

1.

Eksepsi adalah salah satu istilah yang digunakan dalam proses hukum dan peradilan yang berarti
penolakan/keberatan yang disampaikan oleh seorang terdakwa, disertai dengan alasan-alasannya
bahwa dakwaan yang diberikan kepadanya dibuat tidak dengan cara yang benar dan tidak menyangkut
hal tentang benar atau tidak benarnya sebuah tindak pidana yang didakwakan.

Adapun macam-macam ekspesi :

- Eksepsi kewenangan absolut adalah bantahan Tergugat mengenai Penggugat dinilai salah
mendaftarkan gugatannya di pengadilan yang tidak berwenang mengadili perkara yang bersangkutan.
Ini berkaitan dengan pembagian lingkungan peradilan dan peradilan khusus. Contohnya : dalam kasus
mengenai sengketa pembagian warisan orang yang beragama Islam yang diajukan ke pengadilan negeri
(peradilan umum). Tergugat mengajukan eksepsi bahwa pengadilan negeri tidak berwenang mengadili
perkara warisan bagi yang beragama Islam sebab itu berada dalam yurisdiksi pengadilan agama. Eksepsi
kewenangan absolut dapat diajukan kapanpun selama proses pemeriksaan dimulai sampai dengan
sebelum putusan dijatuhkan pada tingkat pertama (PN).

- eksepsi kewenangan relatif adalah bantahan Tergugat yang menyatakan Penggugat salah
mendaftarkan gugatannya di pengadilan yang tidak berwenang mengadili perkara yang bersangkutan.
Tetapi yang berwenang adalah pengadilan lain dalam lingkungan pengadilan yang sama. Contohnya :
Tergugat dalam hal ini berdomisli di Jakarta Selatan, namun gugatan diajukan di Pengadilan Jakarta
Pusat, yang seharusnya gugatan tersebut diajukan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

2.

kepada Yth:

Ketua Pengadilan Negeri Bandar Lampung

Jl. Raden Intan II, Teluk Betung, Bandar Lampung.

Perihal : Gugatan Perbuatan Melawan Hukum dan Tuntutan Kerugian

Lampiran : Surat Kuasa Khusus

Dengan Hormat,

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya:

Rahmat Ramdani,S.H., Advokat pada Law Sikam Firm & Patners beralamat di JL. Krakatau Raya,
Sukabumi Bandar Lampung. Berdasarkan Surat Kuasa Khusus pada tanggal 29 Mei 2018, bertindak untuk
dan atas nama:
Nama : Harist Fadillah, SH

Kewarganegaran : Indonesia

Alamat : Jl. Endro Suratmin, Sukarame, Bandar Lampung

Pekerjaan : Pengacara

Agama : Islam

Dalam hal ini memilih tempat kediaman hukum (domisili) di kantor kuasanya diatas, yang selanjutnya
disebut sebagai PENGGUGAT.

Dengan ini penggugat hendak mengajukan gugatan terhadap:

Nama : Ilham Karuna Roza, S.Sos

Kewarganegaraan : Indonesia

Alamat : Jl. Nitiuda, Rajabasa, Bandar Lampung

Pekerjaan : Teknik Sipil

Agama : Islam

Yang selanjutnya disebut sebagai TERGUGAT I

Adapun yang menjadi alasan dan dasar gugatan perbuatan melawan hukum ini adalah sebagai berikut:

1. Kerugian akibat Pembangunan Proyek Jalan Tol

Berdasarkan alasan- alasan tersebut diatas, Kami mohon Ketua Pengadilan Negeri Bandar Lampung
memutuskan sebagai berikut:

PRIMAIR:

1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;

2. Menyatakan Tergugat I telah melakukan perbuatan melawan hukum terhadap Penggugat;

3. Menghukum Tergugat I, secara tanggung renteng untuk membayar ganti rugi kepada Penggugat
dengan perincian sebagai berikut:

- Kerugian materiil sebesar Rp 10..000.000,- (sepuluh juta rupiah);


- Kerugian immateriil sebesar Rp. 30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah);

4. Menghukum Para Tergugat untuk menyampaikan permohonan maaf kepada Penggugat melalui surat
kabar, minimal dalam 3 (tiga) surat kabar antara lain: Lampung Post, Lampung Geh, dan Radar Lampung.

5. Menyatakan sah dan berharga sita jaminan (conservatoir beslag) yang diletakkan atas barang
bergerak dan tidak bergerak berupa tanah dan bangunan berikut isinya yang terletak di Bandar
Lampung;

6. Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng untuk membayar uang paksa (dwangsom)
sebesar Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah) setiap hari keterlambatan melaksanakan isi putusan ini;

7. Menyatakan putusan ini dapat dijalankan terlebih dahulu meskipun ada upaya hukum banding, verzet
maupun kasasi;

8. Menghukum Para Tergugat untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara aquo .

SUBSIDER :

Apabila Mejelis Hakim yang memeriksan dan mengadili perkara ini berpendapat lain mohon dapat
memberikan putusan yang seadil- adilnya ( Ex Aequo Et Bono ).

Demikian gugatan ini Kami ajukan, atas perhatian dan dikabulkannya gugatan ini diucapkan terima kasih.

Hormat Kami,

Kuasa Hukum Penggugat:

Rahmat Ramdani, S.H

3. Macam-Macam Bentuk Putusan Hakim ditinjau dari berbagai aspek

Dilihat dari aspek kehadiran para pihak :

- Putusan gugatan gugur, yaitu Putusan yang dijatuhkan jika penggugat tidak datang pada hari sidang
yang ditentukan, atau tidak menyuruh wakilnya untuk menghadiri padahal telah dipanggil dengan patut.
Hakim dapat menjatuhkan putusan /menggugurkan gugatan penggugat dan penggugat dihukum
membayar biaya perkara.

- Putusan Verstek, yaitu apabila pada sidang pertama pihak tergugat tidak datang menghadiri
persidangan tanpa alasan yang sah, padahal sudah dipanggil oleh juru sita secara patut sedangkan
penggugat hadir dan mohon putusan, dengan ini menurut Pasal 125 Herzien Indlandsch Reglement
menegaskan bahwa putusan verstek adalah putusan bahwa gugatan diterima tanpa kehadiran tergugat.

- Putusan contradictoir, yaitu Putusan akhir ditinjau dari segi kehadiran para pihak pada saat putusan
diucapkan. Terdapat dua jenis putusan contradictoir:

1. Pada saat putusan diucapkan, para pihak hadir.

2. Pada saat putusan diucapkan, salah satu pihak tidak hadir.

Dililhat dari saat penjatuhan vonisnya :

- Putusan sela atau disebut juga putusan sementara atau ada juga yang menyebutnya dengan incidental
vonnis atau putusan insidentil. Bahkan disebut juga tussen vonnis yang diartikan putusan antara yaitu
putusan yang dijatuhkan masih dalam proses pemeriksaan perkara dengan tujuan untuk memperlancar
jalannya pemeriksaan, yang tidak mengakhiri pemeriksaan, tetapi akan berpengaruh terhadap arah dan
jalannya pemeriksaan.

- Putusan akhir (end vonnis) atau dalam common law sama dengan final judgement diambil dan
dijatuhkan pada akhir atau sebagai akhir pemeriksaan perkara pokok. Putusan ini merupakan tindakan
atau perbuatan hakim sebagai penguasa atau pelaksana kekuasaan kehakiman untuk menyelesaikan
dan mengakhiri sengketa yang terjadi di antara pihak yang berperkara.

Dilihat dari sifatnya.

- Putusan deklarator atau deklaratifatau (declatoir vonnis) adalah pernyataan hakim yang tertuang
dalam putusan yang dijatuhkannya. Pernyataan itu merupakan penjelasan atau penetapan tentang
sesuatu hak atau titel maupun status. Pernyataan itu dicantumkan dalam amar atau diktum putusan.

- Putusan konstitutif atau (constitutief vonnis) adalah putusan yang memastikan suatu keadaan hukum,
baik yang bersifat meniadakan suatu keadaan hukum maupun yang menimbulkan keadaan hukum baru.

- Putusan kondemnator atau (condemnatoir) adalah putusan yang memuat amar yang menghukum
salah satu pihak yang berperkara. Putusan yang bersifat kondemnator merupakan bagian yang tidak
terpisah dari amar deklaratif atau konstitutif Oleh karena itu dapat dikatakan amar kondemnator adalah
asesor (tambahan) dengan amar deklarator atau konstitutif, karena amar tersebut tidak dapat berdiri
sendiri tanpa didahului amar deklaratif yang menyatakan bagaimana hubungan hukum di antara para
pihak. Sebaliknya amar yang bersifat deklaratif dapat berdiri sendiri tanpa amar putusan kondemnator.

4. Upaya Hukum Biasa

A. Perlawanan/verzet

Suatu upaya hukum terhadap putusan di luar hadirnya tergugat (putusan verstek). Dasar hukum verzet
dapat dilihat di dalam pasal 129 HIR. Verzet dapat dilakukan dalam tempo/tenggang waktu 14 hari
(termasuk hari libur) setelah putusan putusan verstek diberitahukan atau disampaikan kepada tergugat
karena tergugat tidak hadir. Syarat verzet adalah (pasal 129 ayat (1) HIR):

1. keluarnya putusan verstek

2. jangka waktu untuk mengajukan perlawanan adalah tidak boleh lewat dari 14 hari dan jika ada
eksekusi tidak boleh lebih dari 8 hari; dan

3. verzet dimasukan dan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri di wilayah hukum dimana penggugat
mengajukan gugatannya.

B. Banding

Adalah upaya hukum yang dilakukan apabila salah satu pihak tidak puas terhadap putusan Pengadilan
Negeri. Dasar hukumnya adalah UU No 4/2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang Pokok
Kekuasaan dan UU No 20/1947 tentang Peradilan Ulangan. Permohonan banding harus diajukan kepada
panitera Pengadilan Negeri yang menjatuhkan putusan (pasal 7 UU No. 20/1947). Urutan banding
menurut pasal 21 UU No 4/2004 jo. pasal 9 UU No 20/1947 mencabut ketentuan pasal 188-194
HIR,yaitu:

1. ada pernyataan ingin banding

2. panitera membuat akta banding

3. dicatat dalam register induk perkara

4. pernyataan banding harus sudah diterima oleh terbanding paling lama 14 hari sesudah pernyataan
banding tersebut dibuat.

5. pembanding dapat membuat memori banding, terbanding dapat mengajukan kontra memori
banding.

C. Kasasi

Menurut pasal 29 dan 30 UU No 14/1985 jo. UU No 5/2004 kasasi adalah pembatalan putusan atas
penetapan pengadilan dari semua lingkungan peradilan dalam tingkat peradilan akhir.

Putusan yang diajukan dalam putusan kasasi adalah putusan banding. Alasan yang dipergunakan dalam
permohonan kasasi yang ditentukan dalam pasal 30 UU No 14/1985 jo. UU No. 5/2004 adalah:

1. tidak berwenang (baik kewenangan absolut maupun relatif) untuk melampaui batas wewenang;

2.salah menerapkan/melanggar hukum yang berlaku;

3. lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam
kelalaian dengan batalnya putusan yang bersangkutan.

• Upaya Hukum Luar Biasa


a. Peninjauan kembali (request civil)

Apabila terdapat hal-hal atau keadaan-keadaan yang ditentukan dengan undang-undang, terhadap
putusan pengadilan yang telah berkekuatan huikum tetap dapat dimintakan peninjauan kembali kepada
Mahkamah Agung dalam perkara perdata dan pidana oleh pihak-pihak yang berkempentingan. [pasal
66-77 UU no 14/1985 jo. UU no 5/2004]

Alasan-alasan peninjauan kembali menurut pasal 67 UU no 14/1985 jo. UU no 5/2004, yaitu:

a. ada novum atau bukti baru yang diketahui setelah perkaranya diputus yang didasarkan pada bukti-
bukti yang kemudian oleh hakim pidana yang dinyatakan palsu;

b. apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada
waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemuksn;

c. apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut/lebih daripada yang dituntut;

d. apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-
sebabnya;

e. apabila dalam satu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim/suatu kekeliruan yang nyata.

Tenggang waktu pengajuan 180 hari setelah putusan berkekuatan hukum tetap. (pasal 69 UU 14/1985).
Mahkamah Agung memutus permohonan peninjauan kembali pada tingkat pertama dan terakhir (pasal
70 UU no 14/1985).

b. Perlawanan pihak ketiga (denderverzet)

Terjadi apabila dalam suatu putusan pengadilan merugikan kepentingan dari pihak ketiga, maka pihak
ketiga tersebut dapat mengajukan perlawanan terhadap putusan tersebut. Dasar hukumnya adalah 378-
384 Rv dan pasal 195 (6) HIR.

Dikatakan sebagai upaya hukum luar biasa karena pada dasarnya suatu putusan hanya mengikat pihak
yang berperkara saja (pihak penggugat dan tergugat) dan tidak mnegikat pihak ketiga (tapi dalam hal ini,
hasil putusan akan mengikat orang lain/pihak ketiga, oleh sebab itu dikatakan luar biasa).

Denderverzet diajukan ke Pengadilan Negeri yang memutus perkara tersebut pada tingkat pertama.

5. - Voeging, yaitu ikut sertanya pihak ketiga dalam suatu perkara perdata atas dasar inisiatif sendiri
untuk membela salah satu kepentingan pihak penggugat atau pihak tergugat.

- Tussenkomst, yaitu ikut sertanya pihak ketiga dalam suatu perkara perata atas dasar inisiatif sendiri,
tetapi tidak memihak atau membela salah satu pihak baik itu dari penggugat maupun tertugat, namun
untuk membela kepentingannya sendiri.
- Vrijwaring, yaitu ikut sertanya pihak ketiga dalam pemeriksaan perkara perdata karena ditarik oleh
salah satu pihak untuk ikut menanggungnya.

Perbedaan nya, pada intervensi bentuk voeging (menyertai) yakni pihak ketiga mencampuri sengketa
yang sedang berlangsung antara penggugat dan tergugat dengan bersikap memihak kepada salah satu
pihak, biasanya pihak tergugat dan dimaksudkan untuk melindungi kepentingan hukumnya sendiri
dengan jalan membela salah satu pihak yang bersengketa.

Beda halnya dengan Tussenkomst (menengahi), pihak yang mengintervensi tidak ada keberpihakannya
kepada salah satu pihak, baik tergugat maupun penggugat. Berdasarkan aturan hukum acara perdata,
mestinya pihak yang mengintervensi dalam tussenkomst, dapat mengajukan tuntutan sendiri kepada
masing-masing pihak tanpa mencampurinya. Namun dengan penerapan Penyederhanaan perkara dan
mencegah adanya putusan yang saling bertentangan, maka pihak ketiga ini dapat menjadi pihak yang
juga melakukan tuntutan kepada kedua pihak yang sedang berperkara itu.

Sedangkan, vrijwaring juga dianggap sebagai pihak ketiga, namun keterlibatannya bukan karena pihak
ketiga itu yang berkepentingan, melainkan karena dianggap sebagai penanggung (garantie) oleh salah
satu pihak, biasanya tergugat, sehingga dengan melibatkan pihak ketiga itu akan dibebaskan dari pihak
yang menggugatnya akibat putusan tentang pokok perkara.

Anda mungkin juga menyukai