Anda di halaman 1dari 26

Materi Pendidikan

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah Tafsir Tarbawi

Dosen Pengampu: Sri Tuti Rahmawati, MA

Disusun Oleh:

Dira Fitri Azzahra (20312321)

Siti Siva Romdhonia (20312342)

Suwaibah Aslamiah (20312343)

FAKULTAS TARBIYAH

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

INSTITUT ILMU AL QURAN (IIQ) JAKARTA

TAHUN AKADEMIK 2021/2022


‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji syukur kepada Allah Swt., kami panjatkan atas limpahan Rahmat,
Hidayah serta Inayah-Nya, kami bisa menyelesaikan karya Ilmiyah berupa makalah yang
singkat dan sederhana ini. Solawat serta salam mudah-mudahan tetap tercurah kepada
junjungan kita Nabi akhir jaman, penolong umat, yaitu Baginda Muhammad Saw. yang telah
menunjukkan kita kepada jalan hidup lurus yang di ridhoi oleh Allah Swt., dengan ajarannya
agama Islam

Makalah ini dibuat dalam rangka untuk memenuhi tugas dari Ibu Dosen Mata Kuliah
Tafsir Tarbawi dengan judul Materi Pendidikan, Fakultas Tarbiyah Program Studi
Pendidikan Agama Islam (PAI) Institut Ilmu Al-Qur‟an (IIQ) Jakarta. Dalam kesempatan ini
penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dosen Pengampu
Ibu Sri Tuti Rahmawati,MA yang selalu kami harapkan keberkahannya dan semua pihak
yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.

Makalah ini masih belum sempurna, untuk itu perlu masukan dari semua pihak
terutama Sri Tuti Rahmawati, MA dan teman-teman Mahasiswi lainnya. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi penyusun sendiri umumnya para pembaca
makalah ini, apabila ada kekurangan dalam penulisan makalah ini Penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya. Terima kasih.

Jakarta, 09 September 2021


Daftar Isi
DAFTAR ISI

KATA PENGATAR .........................................................................................................

DAFTAR ISI .....................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................

A. Latar Belakang...................................................................................................
B. Tujuan Masalah ................................................................................................
C. Tujuan Masalah ................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................................

A. Tafsir Surat Al-Ghosyiyah Ayat 17-20.............................................................


B. Tafsir Surat Al-Araf Ayat 204...........................................................................
C. Tafsir Surat Al-Dzariyat Ayat 20-21.................................................................
D. Hadis-hadis Tentang Materi Pendidikan ..........................................................

BAB III PENUTUP ..........................................................................................................

A. Kesimpulan .......................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Al-Qur’an merupakan wahyu Allah Swt yang diturunkan kepada seluruh umat
manusia melalui nabi Muhammad Saw untuk menjadi petunjuk dalam menjalani
kehidupan ini Al-Qur’an yang berisi muatan ayat-ayat, yang dalam bentuk bahasa
Arab secara etimologisnya bermakna “tanda-tanda”1 Di samping al-Qur’an, ayat atau
tanda yang diberikan Allah Swt kepada makhluknya adalah dalam bentuk alam raya
dan dalam diri manusia itu sendiri. Al-Qur’an memperkenalkan dirinya dengan
berbagai ciri dan sifat. Salah satu diantaranya adalah bahwa ia merupakan kitab yang
keotentikannya dijamin oleh Allah Swt, dan ia adalah kitab yang selalu dipelihara.2

Sebagaimana firman Allah :

َ‫إِنَّا نَحْ نُ نَ َّز ْلنَا ٱل ِّذ ْك َر َوإِنَّا لَهۥُ لَ ٰ َحفِظُون‬

“Sesungguhnya Kami yang menurunkan al-Qur’an dan Kamilah pemelihara


pemeliharanya.” (Qs.al-Hijr : 9)

Demikianlah Allah menjamin keotentikan al-Qur’an, jaminan yang diberikan


atas dasar Kemahakuasaan dan Kemahatahuan-Nya, serta berkat upaya-upaya yang
dilakukan oleh makhluk-makhluk-Nya, terutama oleh manusia. Dengan jaminan ayat
diatas, setiap muslim percaya bahwa apa yang dibaca sebagai al-Qur’an tidak berbeda
sedikit pun dengan apa yang pernah dibaca oleh Rasulallah Saw, dan yang didengar
serta dibaca oleh para sahabat Nabi Saw. Sebagai kitab suci, al-Qur’an sebagai
petunjuk untuk umat secara keseluruhan hingga akhir zaman, diharapkan dapat
mengaktualisasikan dirinya dengan berbagai komunitas zaman yang dilaluinya. 3Di
sisi lain al-Qur’an dinyatakan sebagai bayyinah (penjelas atas segala sesuatu), busyra
(memberikan kabar gembira), furqan (pembeda) serta sebagai syifa (obat) bagi orang
yang bertaqwa. Jadi tidaklah berlebihan jika al-Qur’an dipandang sebagai mata air
yang senantiasa memancarkan ajaran-ajaran Islam, tidak akan pernah kering apalagi

1
Fariz Pari Syamsuri dan Kusmana, Pengantar Kajian Al-Qur’an, Pustaka Husna,
Jakarta, 2004, hlm 147
2
Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an (Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan
Masyarakat, Mizan, Bandung, 2013, hlm 27
3
Nasarudin Umar, Tafsir Sosial Mendialogkan Teks dengan Konteks, Elsaq Press,
Yogyakarta, 2005, hlm 9
habis,4yaitu dalam memberikan tuntunan manusia kepada kebahagiaan di dunia dan di
akhirat.

B. Rumusan Masalah
1. Tafsir surah al ghosyiyah ayat 17-20
2. Tafsir surah al a’raf ayat 204
3. Tafsir surah al dzariyat ayat 20-21
4. Hadis-hadis tentang materi pendidikan

C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui tentang tafsir surah al ghosyiyah ayat 17-20
2. Mengetahui tentang tafsir surah al a’raf ayat 204
3. Mengetahui tentang tafsir surah al dzariyat ayat 20-21
4. Mengetahui tentang hadis-hadis tentang materi pendidikan

BAB II
4
Nasr Hamid Abu Zaid, Tekstualitas Al-Qur’an Kritik Terhadap Ulumul Qur’an, terj
Khairon Nahdliyin, Yogyakarta, 2005, hlm 6
PEMBAHASAN

A. Tafsir surah Al Ghosyiyah ayat 17-20


Dalam urutan mush-hafi, surah al-Ghasyiyah merupakan surah yang ke-88.
surah ini turun sebelum Nabi Saw berhijrah dengan kata lain surah ini surah
Makkiyah. Diturunkan sesudah surah adz-Dzaariyaat dan sebelum surah al-Kahfi.
Nama” al-Ghasyiyah” di ambil dari kata al-Ghasyiyah yang terdapat pada ayat
pertama surah ini yang artinya pembalasan yang dahsyat, tetapi yang dimaksud
adalah hari kiamat. Surah ini adalah surah yang kerap kali dibaca oleh nabi pada
rakaat yang kedua pada sholat hari raya dan sholat jum’at.

Tema utama surah ini adalah uraian tentang hari kiamat dengan balasan dan
ganjaran bagi manusia. Dikemukakan juga tentang kecaman terhadap orang-orang
yang tidak menarik pelajaran dari ayat-ayat Allah yang terhampar di bumi dan dilangit5

ْ َ‫أَفَاَل يَنظُرُونَ إِلَى اإْل ِ بِ ِل َك ْيفَ ُخلِق‬


‫ت‬

ْ ‫َوإِلَى ال َّس َما ِء َك ْيفَ ُرفِ َع‬


‫ت‬

ِ ُ‫َوإِلَى ْال ِجبَا ِل َك ْيفَ ن‬


ْ َ‫صب‬
‫ت‬

ْ ‫ُط َح‬
‫ت‬ ِ ْ‫َوإِلَى اأْل َر‬
ِ ‫ض َك ْيفَ س‬

(17) Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana ia diciptakan?


(18)  Dan kepada langit, bagaimana ia ditinggikan?( 19 )   Dan kepada gunung-
gunung bagaimana ia ditegakkan?( 20 )   Dan kepada bumi bagaimana ia
dihamparkan?

۲۰-۱۷ ‫سورۃ الغا شيۃ‬

Maka tidakkah kamu memperhatikan ‫افال ينظرون‬

Unta ‫الی ابل‬

Bagaimana di ciptakan ‫كيف خلقت‬

Dan langit ‫سمآ‬


ّ ‫والی ال‬
Bagaimana ‫كيف‬

Di ciptakan ‫رفعۃ‬

5
M. Quraish Shihab, Tafsir Al Mishbah. Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an (Jakarta: lentera Hati,
2002), Hlm. 263
Dan gunung ‫والی الجبال‬

1. Tafsir Ibnu Katsir Surah Al Ghosyiyah ayat 17-20


Allah Swt. berfirman, memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya untuk
memperhatikan makhluk-makhluk-Nya yang menunjukkan akan kekuasaan dan
kebesaran-Nya.
ْ َ‫}أَفَال يَ ْنظُرُونَ إِلَى اإلبِ ِل َك ْيفَ ُخلِق‬
{‫ت‬
Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan? (Al-
Ghasyiyah: 17)
Karena sesungguhnya unta itu hewan yang menakjubkan dan bentuknya aneh.
Ia sangat kuat dan keras, tetapi sekalipun demikian ia jinak untuk angkutan yang
berat dan tunduk pada penuntun (pengendali) yang lemah. Dagingnya dapat
dimakan, bulunya dapat dimanfaatkan, dan air susunya dapat diminum.
Disebutkan unta secara khusus karena kebanyakan orang-orang Arab memakai
unta sebagai hewan kendaraan. Disebutkan bahwa Syuraih Al-Qadi pernah
mengatakan, "Marilah kita keluar untuk melihat unta bagaimana ia diciptakan, dan
bagaimana langit ditinggikan. Yakni bagaimana Allah Swt. meninggikannya dari
bumi dengan ketinggian yang tak terperikan ini," sebagaimana yang disebutkan
dalam ayat lain melalui firman-Nya:
ٍ ‫أَفَلَ ْم يَ ْنظُرُوا إِلَى السَّما ِء فَوْ قَهُ ْم َك ْيفَ بَنَيْناها َو َزيَّنَّاها َوما لَها ِم ْن فُر‬
‫ُوج‬
Dan kepada langit, bagaimana ia ditinggikan?
Maka apakah mereka tidak melihat akan langit yang ada di atas mereka,
bagaimana Kami meninggikannya dan menghiasinya dan langit itu tidak
mempunyai retak-retak sedikit pun? (Qaf: 6)
Adapun firman Allah Swt:
ِ ُ‫} َوإِلَى ْال ِجبَا ِل َك ْيفَ ن‬
ْ َ‫صب‬
{‫ت‬
Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? (Al-Ghasyiyah: 19)
Yakni dijadikan tegak dan berdiri kokoh untuk menjadi penyeimbang agar
bumi diam dan tidak mengguncangkan para penduduknya, kemudian Allah Swt.
menjadikan padanya banyak manfaat dan bahan-bahan mineral yang terkandung
di dalamnya.
ْ ‫ض َك ْيفَ ُس ِط َح‬
{‫ت‬ ِ ْ‫} َوإِلَى األر‬
Dan bumi bagaimana ia dihamparkan? (Al-Ghasyiyah: 20)
Yaitu dihamparkan, digelarkan, dan dijadikan sebagai tempat yang layak
untuk dihuni. Dan seorang Badui (kampung) dengan kecerdikan akalnya dapat
menyimpulkan melalui pemandangan yang disaksikan oleh mata kepalanya
sendiri, yaitu unta kendaraannya, langit yang ada di atasnya, gunung-gunung yang
terpampang di hadapannya, dan bumi yang menjadi tempat berpijaknya, bahwa
terciptanya semuanya itu berkat kekuasaan Penciptanya. Dia tiada lain adalah
Tuhan Yang Mahabesar, Yang Maha Pencipta, Yang Menguasai, dan Yang
mengatur semuanya. Dan bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah selain Dia.

Demikian pula Damam mengucapkan sumpahnya setelah mengajukan


beberapa pertanyaan kepada Rasulullah Saw., sebagaimana yang diriwayatkan
oleh Imam Ahmad. Disebutkan bahwa:

َ ِ ‫ ُكنَّا نُ ِهينَا أَ ْن نَسْأ َ َل َرسُو َل هَّللا‬:‫ال‬


ُ ‫صلَّى هَّللا‬ َ َ‫س ق‬ ٍ َ‫ ع َْن أَن‬،‫ت‬ ٍ ِ‫ ع َْن ثَاب‬،‫ َح َّدثَنَا ُسلَ ْي َمانُ بْنُ ْال ُم ِغي َر ِة‬،‫َح َّدثَنَا هَا ِش ُم بْنُ ْالقَا ِس ِم‬
‫ فَ َجا َء َر ُج ٌل ِم ْن أَ ْه ِل‬،ُ‫ فَ َكانَ يُ ْع ِجبُنَا أَ ْن يَ ِجي َء ال َّر ُج ُل ِم ْن أَ ْه ِل ْالبَا ِديَ ِة ْال َعاقِ ُل فَيَسْأَلُهُ َونَحْ نُ نَ ْس َمع‬،‫َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ع َْن َش ْي ٍء‬
َ َ‫ فَ َم ْن خَ ل‬:‫ال‬
‫ق ال َّس َما َء؟‬ َ َ‫ ق‬."َ‫"ص َدق‬ َ َ‫ ق‬.َ‫ك تَزعُم أَ َّن هَّللا َ أَرْ َسلَك‬
َ :‫ال‬ َ َّ‫ إِنَّهُ أَتَانَا رسولُك فزعَم لَنَا أَن‬،ُ‫ يَا ُم َح َّمد‬:‫ْالبَا ِديَ ِة فَقَا َل‬
َ َ‫ ق‬."ُ ‫ "هَّللا‬:‫ب هَ ِذ ِه ْال ِجبَا َل َو َج َع َل فِيهَا َما َج َع َل؟ قَا َل‬
:‫ال‬ َ َ‫ فَ َم ْن ن‬:‫ قَا َل‬."ُ ‫ "هَّللا‬:‫ض؟ قَا َل‬
َ ‫ص‬ َ ْ‫ق اأْل َر‬ َ َ‫ ق‬."ُ ‫ "هَّللا‬:‫قَا َل‬
َ َ‫ فَ َم ْن خَ ل‬:‫ال‬
‫س‬َ ‫ َو َز َع َم رسولُك أَ َّن َعلَ ْينَا خَ ْم‬:‫ال‬ َ َ‫ ق‬."‫ "نَ َع ْم‬:‫ آهللُ أَرْ َسلَكَ ؟ قَا َل‬،‫ب هَ ِذ ِه ْال ِجبَا َل‬ َ ْ‫ق ال َّس َما َء َواأْل َر‬
َ َ‫ض َون‬
َ ‫ص‬ َ َ‫فَبِالَّ ِذي خَ ل‬
‫ َو َز َع َم َرسُولُكَ أَ َّن‬:‫ال‬ َ َ‫ ق‬."‫ "نَ َع ْم‬:‫ال‬ َ ‫ آهَّلل ُ أَ َم َر‬،‫ك‬
َ َ‫ك بِهَ َذا؟ ق‬ َ َ‫ فَبِالَّ ِذي أَرْ َسل‬:‫ال‬ َ َ‫ ق‬."َ‫ص َدق‬َ " :‫ قَا َل‬.‫ت فِي يَوْ ِمنَا َولَ ْيلَتِنَا‬
ٍ ‫صلَ َوا‬
َ
‫ك أَ َّن‬
َ ُ‫ َو َز َع َم َرسُول‬:‫ قَا َل‬."‫ "نَ َع ْم‬:‫ال‬
َ َ‫ ق‬.‫ك بِهَ َذا؟‬َ ‫ آهَّلل ُ أَ َم َر‬،‫ك‬ َ َ‫ فَبِالَّ ِذي أَرْ َسل‬:‫ قَا َل‬."َ‫ص َدق‬
َ " :‫ال‬َ َ‫َعلَ ْينَا َز َكاةً فِي أَ ْم َوالِنَا؟ ق‬
‫ق اَل أَ ِزي ُد َعلَ ْي ِه َّن َواَل‬
ِّ ‫ َوالَّ ِذي بَ َعثَكَ بِ ْال َح‬:‫ ثُ َّم َولَّى فَقَا َل‬:‫ال‬
َ َ‫ ق‬."َ‫ص َدق‬ َ " :‫ قَا َل‬. ‫ت َم ِن ا ْستَطَا َع إِلَ ْي ِه َسبِياًل‬ ِ ‫َعلَ ْينَا َح ّج ْالبَ ْي‬
َ‫ق ليد ُخلَ ّن ْال َجنَّة‬
َ ‫ص َد‬ َ ‫ فَقَا َل النَّبِ ُّي‬.‫"أَ ْنقُصُ ِم ْنه َُّن َش ْيئًا‬.
َ ‫ "إِ َّن‬:‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬

Telah menceritakan kepada kami Hasyim ibnul Qasim, telah menceritakan


kepada kami Sulaiman ibnul Mugirah dan Sabit, dari Anas yang telah
mengatakan bahwa dahulu kami dilarang mengajukan pertanyaan mengenai
sesuatu masalah kepada Rasulullah Saw. Maka kala itu kami sangat senang
bila datang seorang lelaki Badui yang cerdas, lalu menanyakan kepada
Rasulullah Saw. beberapa masalah, maka kami mendengarkannya. Kemudian
datanglah seorang lelaki Badui, lalu bertanya, "Wahai Muhammad,
sesungguhnya telah datang kepada kami utusanmu dan mengatakan kepada
kami bahwa sesungguhnya engkau adalah utusan Allah?" Nabi Saw.
menjawab "Benar." Maka lelaki Badui itu bertanya, "Lalu siapakah yang
menciptakan langit?" Nabi Saw. menjawab, "Allah." Lelaki itu bertanya,
"Siapakah yang menciptakan bumi?" Nabi Saw. menjawab, "Allah." Lelaki itu
bertanya, "Siapakah yang memancangkan gunung-gunung ini dan yang
menciptakan segala sesuatu yang ada padanya?" Nabi Saw. menjawab,
"Allah." Lelaki Badui itu bertanya, "Maka demi Tuhan Yang telah
menciptakan langit, bumi, dan Yang telah memancangkan gunung-gunung ini,
apakah benar Allah telah mengutusmu?" Nabi Saw. menjawab, "Benar."
Lelaki itu bertanya, "Utusanmu mengira bahwa diwajibkan atas kami
mengerjakan salat lima waktu setiap harinya?" Nabi Saw. Menjawab,
”Benar." Lelaki itu bertanya, "Maka demi Tuhan Yang telah mengutusmu,
apakah Allah telah memerintahkan demikian kepadamu?" Nabi Saw.
menjawab, "Ya." Lelaki itu bertanya, "Dan utusanmu mengira bahwa kami
diwajibkan membayar zakat harta benda kami?" Nabi Saw. manjawab,
"Benar." Lelaki itu bertanya, "Maka demi Tuhan Yang telah mengutusmu,
apakah Allah yang memerintahkan demikian kepadamu?" Nabi Saw.
menjawab, "Ya." Lelaki Badui itu bertanya, "Dan utusanmu mengira bahwa
diwajibkan atas kami berhaji ke Baitullah bagi yang mampu mengadakan
perjalanannya?" Nabi Saw. menjawab, "Benar." Kemudian lelaki Badui itu
pergi dan berkata, "Demi Tuhan Yang telah mengutusmu dengan membawa
kebenaran, aku tidak akan menambahi sesuatu pun dari hal tersebut dan tidak
pula menguranginya barang sedikit pun." Maka Nabi Saw. bersabda: Jika dia
benar, niscaya dia masuk surga.

Imam Muslim telah meriwayatkan hadis ini dari Amr An-Naqid, dari Abun
Nadr alias Hasyim ibnul Qasim dengan sanad yang sama, dan Imam Bukhari
memberinya komentar. Imam Turmuzi dan Imam Nasai meriwayatkannya melalui
hadis Sulaiman ibnul Mugirah dengan sanad yang sama.

Imam Ahmad, Imam Bukhari, Imam Abu Daud, Imam Nasai, dan Imam Ibnu
Majah meriwayatkan hadis ini melalui Al-Lais ibnu Sa'd, dari Sa'id Al-Maqbari, dari
Syarik ibnu Abdullah ibnu Abu Namir, dari Anas dengan sanad yang sama secara
panjang lebar. Dan di akhir hadisnya disebutkan bahwa telah menceritakannya
kepadaku Dammam ibnu Sa’labah saudara lelaki Bani Sa'id ibnu Bakr.

Al-Hafiz Abu Ya'la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ishaq, telah
menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Ja'far, telah menceritakan kepadaku
Abdullah ibnu Dinar, dari Ibnu Umar yang telah menceritakan bahwa Rasulullah Saw.
sering menceritakan tentang seorang wanita yang hidup di masa Jahiliah yang berada
di atas sebuah bukit bersama anak laki-lakinya sedang menggembalakan ternak
kambing. Maka anaknya bertanya "Hai Ibu, siapakah yang telah menciptakan
engkau?" Ibunya menjawab, "Allah." Ia bertanya, "Siapakah yang menciptakan
ayahku?" Si ibu menjawab, "Allah." Ia bertanya, "Siapakah yang menciptakan
diriku?" Si ibu menjawab, "Allah." Si anak bertanya, "Siapakah yang menciptakan
langit?" Si ibu menjawab, "Allah." Si anak bertanya, "Siapakah yang menciptakan
bumi?" Si ibu menjawab, "Allah." Ia bertanya, "Siapakah yang menciptakan
gunung?" Si ibu menjawab, "Allah." Ia bertanya, "Siapakah yang menciptakan
kambing ini?" Si ibu menjawab, "Allah." Maka si anak berkata, "Sesungguhnya aku
benar-benar mendengar Allah mempunyai kedudukan yang penting di atas
segalanya," lalu ia menjatuhkan dirinya dari atas gunung itu sehingga tubuhnya
hancur. Ibnu Umar mengatakan, "Rasulullah Saw. sering menceritakan kisah ini
kepada kami." Ibnu Dinar mengatakan bahwa Abdullah ibnu Umar sering
menceritakan kisah ini kepada kami. Tetapi di dalam sanad hadis ini terdapat
kelemahan. Abdullah ibnu Ja'far yang disebutkan dalam sanad hadis ini adalah Al-
Madini, seorang yang dinilai lemah oleh putranya sendiri (yaitu Imam Ali ibnul
Madini) dan juga oleh yang lainnya.6

2. Kandungan surah Al Ghosyiyah

Di dalam surah Al Ghasyiyah dijelaskan tentang kecaman terhadap orang-orang


yang tidak mau mengambil pelajaran dari ayat-ayat Allah SWT yang diturunkan ke
muka bumi dan hamparan langit. Surah Al Ghasyiyah sebagaimana disebutkan Imam
An Nawawi dalam Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, bahwa surah Al Ghasyiyah dibaca
Rasulullah SAW saat sholat Ied, selain surah Al A’la. Surah Al Ghasyiyah ditujukan
kepada umat Rasulullah SAW tentang berita soal datangnya hari kiamat dan peristiwa
dahsyatnya.Pada saat kiamat datang nanti, banyak wajah manusia yang durhaka pada
hari itu tunduk, terhina karena malu terbongkar keburukannya dan ketakutan akan
siksa api neraka.Manusia-manusia itu berusaha keras untuk menghindari siksaan,
namun usaha mereka sia-sia. Sehingga mereka terpaksa menerima siksaan itu karena
saat di dunia tidak mau menjalankan perintah Tuhan Allah SWT. Surah Al Ghasyiyah

6
http://www.ibnukatsironline.com/2015/10/tafsir-surat-al-ghasyiyah-ayat-17-26.html (diakses pada tanggal
29 September 2021)
juga menjelaskan tentang orang-orang yang mendurhakai Allah SWT akan
dimasukkan ke dalam api neraka yang sangat panas. Ketika haus mereka diberi
minuman air mendidih. Ketika mereka lapar, mereka memohon agar diberi makanan.
Namun yang mereka dapat hanyalah pohon berduri yang bahkan binatang pun tak
mau memakannya.7

3. Asbabun nuzul surah Al Ghosyiyah

Imam Ibnu Jarir dan Imam Ibnu Abu Hatim kedua-duanya mengetengahkan
sebuah hadis melalui Qatadah, yang menceritakan bahwa ketika Allah
menggambarkan kenikmatan-kenikmatan yang terdapat di dalam surga, orang-orang
yang sesat merasa takjub terhadap hal tersebut. Maka Allah swt. menurunkan firman-
Nya, "Maka apakah mereka tidak memperhatikan binatang unta, bagaimana ia
diciptakan?" (Q.S. Al Ghaasyiyah, 17)8
Ketika orang-orang musyrik menginkari dan tidak mempercayai hari kebangkitan,
Allah Swt memberikan kritik argumentatif berupa teguran sekaligus perintah yang
menunjukkan kekuasaan Allah atas segala sesuatu berupa ciptaannya, seperti unta,
langit, bumi dan gunung. Allah memberikan teguran kepada mereka dengan
menggunakan sindirian kalimat tanya agar mereka dapat Permulaan ayat tersebut
menggunakan hamzah al istifham (kata tanya). Dalam konteks ayat ini, kata tanya
bermakna li al taqri’ wa al taubikh (teguran dan celaan). Teguran dan celaan ditujukan
kepada mereka yang mendustakan hari kiamat. Mereka mendapatkan teguran karena
tidak melakukan al nadzar kepada objek yang disebutkan pada ayat berikutnya
Teguran di atas dapat bermakna sebagai suatu perintah melakukan sesuatu yaitu al
nadzar yang berarti memikirkan atau merenungkan sesuatu dengan mata

Objek pertama yang perlu diperhatikan adalah bagaimana unta diciptakan. Alasan
umum mengapa hewan ini disebutkan secara khusus dalam proses al nadzar adalah
karena unta adalah hewan yang paling dekat dengan orang arab sebagai relevansi
dimana Alquran diturunkan. Banyak pakar kemudian melakukan penelitian tak
terkecuali para ulama yang menguraikan keistimewaan dan kelebihan dari seekor
unta. Unta adalah hewan yang kuat berjalan ber mil-mil dan kuat membawa beban

7
https://www.dream.co.id/your-story/kandungan-surah-al-ghasyiyah-dan-keutamaan-bila-membacanya-
2102092.html (diakses pada tanggal 30 September 2021)
8
Qsoft v.7.0.5 by alqurandata.com 2014 dan dapat dilihat juga Jalaluddin As-Suyuthi, Lubaabun Nuquul fii
Asbaabin Nuzuul,atau Sebab Turunnya Ayat Al-Qur’an, terj. Tim Abdul Hayyie (Jakarta,Gema Insani,2000), hal.
622
yang begitu berat. Daging dan susunya dapat dikonsumsi. Dalam perjalanan di padang
pasir, unta memiliki sistem perlindungan dari pasir yang sangat halus. Unta memiliki
punuk berupa gundukan lemak yang berfungsi sebagai cadangan makanan secara
berkala ketika berada dalam kondisi lapar dan perjalanan yang sukar ditemukan
makanan. Diman unta dapat bertahan tanpa air selama 3 pekan.
Tidaklah mereka memperhatikan langit,bagaimana ia ditinggikan tanpa adanya
tiang penyangga. Memperhatikan gunung yang dipancangkan dengan kuat sehingga
menjadi paku bumi dan menjada stablitas bumi agar tidak berguncang dan bergeser.
Kemudian memperhatikan bumi yang tidak dibentangkan begitu saja, namun juga
telah Allah siapkan isi-isinya, baik apa yang dikandung dan di atasnya, dapat
dimanfaatkan demi kemaslahatan umat manusia9

B. Tafsir surah al araf ayat 204

Surah al-A’raf yang berarti “Tempat Tertinggi” adalah salah satu dari tujuh
surat dalam al-Qur’an yang memilik banyak ayat atau disebut juga surah Assab’u
Ththiwaal (tujuh surat terpanjang). Surah al-A’rah diturunkan sebelum surah al-
An’am dan urutan dalam al-Qur’an surah tersebut adalah surah ke 7.  Surah al-A’raf
Memiliki 206 ayat yang kesemua ayat tersebut dianugrahkan kepada Nabi
Muhammad Saw sebelum Beliau hijrah ke Madinah atau tepatnya Beliau masih
berdomisil di Makkah, oleh sebab itu surah al-A’raf digolongkan ke dalam surah
Makkiyah.Dan penamaan surah al-A’raf tersebut diambil dari kata al-A’raf itu sendiri
yang terdapat pada ayat ke -46 dalam surah tersebut. Kata al-A’raf bermakna tempat
tertinggi yang berada pada batas antara surga dan neraka, yaitu tempat orang-orang
yang belum dapat memasuki surga dan mereka dapat menyaksikan kehidupan orang-
orang mukmin dalam surga dengan segala kenikmatan yang dianugrahkan kepada
mereka, dan juga mereka dapat melihat orang-orang kafir dalam neraka dengan segala
penyiksaan yang diberikan kepada mereka.
ِ ‫ئ ْالقُرْ آنُ فَا ْستَ ِمعُوا لَهُ َوأَ ْن‬
َ‫صتُوا لَ َعلَّ ُك ْم تُرْ َح ُمون‬ َ ‫َوإِ َذا قُ ِر‬

Dan apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah


dengan tenang agar kalian mendapat rahmat. (al araf:204)

‫ َو ِا َذا‬Dan jika

9
Al Quran Al Karim “The Wisdom”, (Al Mizan: Bandung, 2014), h. 1185
َ ‫ قُ ِر‬Dibacakan
‫ئ‬

ُ‫ ْالقُرْ ٰان‬Al quran

‫ فَا ْستَ ِمعُوْ ا‬Maka dengarkanlah

ٗ‫ لَه‬Lalu

ِ ‫ َو اَ ْن‬Diamlah
‫صتُوْ ا‬

‫ لَ َعلَّ ُك ْم‬Agar kamu

َ‫ تُرْ َح ُموْ ن‬Mendapat rahmat

1. Tafsir Ibnu Katsir Surah Al Araf ayat 204


Setelah Allah Swt. menyebutkan bahwa Al-Qur'an adalah bukti-bukti yang nyata
bagi manusia dan petunjuk serta rahmat bagi mereka, lalu Allah Swt. memerintahkan
agar mereka mendengarkannya baik-baik serta penuh perhatian dan tenang di saat Al-
Qur'an dibacakan, untuk mengagungkan dan menghormatinya. 10 janganlah seperti
yang sengaja dilakukan oleh orang-orang kafir Quraisy saat mendengarnya, seperti
yang disitir oleh Al-Quran, bahwa mereka berkata:

َ‫ال الَّ ِذ ْينَ َكفَرُوْ ا اَل تَ ْس َمعُوْ ا لِ ٰه َذا ْالقُرْ ٰا ِن َو ْال َغوْ ا فِ ْي ِه لَ َعلَّ ُك ْم تَ ْغلِبُوْ ن‬
َ َ‫لوق‬
َ

Janganlah kalian mendengar dengan sungguh-sungguh akan Al-Qur’an ini dan


buatlah hiruk pikuk terhadapnya. (Fushshilat: 26)
Keharusan ini bertambah kukuh dalam salat fardu bila imam membacanya
dengan suara keras, seperti yang disebutkan oleh Imam Muslim dalam kitab Sahih-
nya melalui hadis Abu Musa Al-Asy'ari r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw.
pernah bersabda:
ِ ‫ َوإِ َذا قَ َرأَ فَأ َ ْن‬،‫ فَإ ِ َذا َكب ََّر فَ َكبِّرُوا‬،‫إِنَّ َما ج ُِع َل اإْل ِ َما ُم لِي ُْؤتَ َّم ِب ِه‬
‫صتُوا‬
Sesungguhnya imam itu dijadikan hanyalah untuk diikuti. Maka apabila imam
bertakbir, bertakbirlah kalian; dan apabila imam membaca (Al-
Qur'an), dengarkanlah (bacaannya) dengan penuh perhatian dan tenang.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh para pemilik kitab Sunnah melalui
hadis Abu Hurairah. Hadis ini dinilai sahih oleh Muslim ibnul Hajjaj, tetapi ia sendiri
tidak mengetengahkan riwayat ini dalam kitabnya.
Ibrahim ibnu Muslim Al-Hajri telah meriwayatkan dari Abu Iyad, dari Abu Hurairah
10
https://tafsir.learn-quran.co/id/surat-7-al-a'raf/ayat-204 (diakses pada tanggal 14 September 2021)
yang mengatakan bahwa pada awal mulanya mereka sering berbicara dalam salat,
tetapi ketika ayat ini diturunkan, yaitu firman-Nya: Dan apabila dibacakan Al-
Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik (Al-A'raf: 204) dan ayat berikutnya, maka
mereka diperintahkan untuk tenang.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah
menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Ayyasy, dari Asim, dari Al-Musayyab
ibnu Rafi' yang mengatakan bahwa Ibnu Mas'ud pernah menceritakan, "Dahulu para
sahabat biasa mengucapkan salam di antara sesamanya dalam salat, "maka turunlah
ayat yang mengatakan: Dan apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah baik-
baik dan perhatikanlah dengan tenang agar kalian mendapat rahmat. (Al-A'raf: 204).
Ibnu Jarir mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib,
telah menceritakan kepada kami Al-Muharibi, dari Daud ibnu Abu Hindun, dari
Basyir ibnu Jabir yang mengatakan bahwa Ibnu Mas'ud ketika sedang salat
mendengar sejumlah orang ikut membaca Al-Qur'an bersama imam. Setelah Ibnu
Mas'ud selesai dari salatnya, ia mengatakan, "Ingatlah, sekarang sudah saatnya bagi
kalian untuk mengerti dan sudah saatnya untuk menggunakan pikiran. 'Dan apabila
dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik dan perhatikanlah dengan
tenang.' (Al-A'raf: 204) Seperti yang diperintahkan oleh Allah kepada kalian."
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abus Saib, telah
menceritakan kepada kami Hafs, dari Asy'as, dari Az-Zuhri yang mengatakan bahwa
ayat ini diturunkan berkenaan dengan seorang pemuda dari kalangan Ansar.
Disebutkan bahwa setiap kali Rasulullah Saw. membaca Al-Qur*an dalam salatnya,
maka pemuda itu ikut membacanya pula, lalu turunlah ayat ini: Dan apabila
dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik dan perhatikanlah dengan
tenang. (Al-A'raf: 204)
Imam Ahmad dan para pemilik kitabSunnah telah meriwayatkan melalui hadis
Az-Zuhri, dari Abu Aktamah Al-Laisi, dari Abu Hurairah, bahwa setelah Rasulullah
Saw. selesai dari salat yang keras bacaannya, beliau bersabda:

ُ ‫ َما لِي أُنَا َز‬:ُ‫ قَا َل ِإنِّي أَقُول‬.ِ ‫ نَ َع ْم يَا َرسُو َل هَّللا‬:ٌ‫هَلْ قَ َرأَ أَ َح ٌد ِم ْن ُك ْم َم ِعي آنِفًا؟ " قَا َل َر ُجل‬
‫ع ْالقُرْ آنَ ؟‬

"Apakah ada seseorang di antara kalian yang ikut membaca bersamaku?"


Seorang lelaki menjawab, "Ya saya wahai Rasulullah " Rasulullah Saw.
bersabda, "Sesungguhnya aku akan mengatakan, 'Saya tidak akan bersaing dalam
Al-Qur’an'.”
Maka sejak itu orang-orang berhenti dari kebiasaan membaca bersama Rasulullah
Saw. dalam salat yang keras bacaannya, yaitu sejak mereka mendengar hal tersebut
dari Rasulullah Saw. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan,  dan
dinilai sahih oleh Abu Hatim Ar-Razi.
Abdullah ibnul Mubarak telah meriwayatkan dan Yunus, dari Az-Zuhri yang
mengatakan bahwa orang yang berada di belakang imam tidak boleh ikut membaca
dalam salat yang bacaannya dikeraskan oleh imam. Bacaannya sudah cukup
ditanggung oleh bacaan imam, sekalipun imam tidak memperdengarkan bacaannya
kepada mereka. Tetapi mereka harus membaca dalam salat yang imam tidak
mengeraskan bacaannya padanya, yaitu dengan suara yang perlahan dan hanya dapat
didengar oleh mereka sendiri. Seseorang yang berada di belakang imam tidak layak
pula ikut membaca bersama imam dalam salat jahriyah-nya, baik dengan bacaan
perlahan maupun keras, karena sesungguhnya Allah Swt. telah berfirman: Dan
apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah
dengan tenang agar kalian mendapat rahmat. (Al-A'raf: 204). Menurut kami,
pendapat di atas merupakan pendapat segolongan ulama. Mereka mengatakan bahwa
makmum tidak wajib membaca dalam salat yang bacaannya dikeraskan oleh imam,
baik Fatihahnya maupun surat lainnya. Demikianlah menurut salah satu di antara dua
pendapat di kalangan mazhab Syafi'i. Pendapat ini merupakan qaul qadim  dari Imam
Syafi'i, sama dengan mazhab Imam Malik dan suatu riwayat dari Imam Ahmad ibnu
Hambal, karena berdasarkan dalil yang telah disebutkan di atas. Imam Syafi'i
dalam qaul jadid-nya  mengatakan.”Makmum hanya diperbolehkan membaca Al-
Fatihah saja. yaitu di saat imam sedang diam.”Pendapat ini dikatakan oleh sejumlah
sahabat dan tabi'in serta orang-orang sesudah mereka. Imam Abu Hanifah dan Imam
Ahmad mengatakan bahwa makmum sama sekali tidak wajib melakukan bacaan, baik
dalam salat sirriyyah maupun dalam salat jahriyyah  (salat yang pelan bacaannya dan
salat yang keras bacaannya), karena berdasarkan sebuah hadis yang mengatakan:
"ٌ‫" َم ْن َكانَ لَهُ إِ َما ٌم فَقِ َرا َءتُهُ لَهُ ِق َرا َءة‬
Barang siapa yang mempunyai imam, maka bacaan yang dilakukan oleh
imam merupakan bacaannya pula.
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam kitab Musnad-nya melalui
Jabir secara marfu'. Di dalam kitab Muwatta' Imam Malik hadis ini diriwayatkan
melalui Wahb ibnu Kaisan, dari Jabir secara mauquf, dan apa yang disebutkan di
dalam kitab Muwatta' ini lebih sahih. Masalah ini diketengahkan dengan penjabaran
yang lebih rinci pada bagian lain dari kitab ini. Imam Abu Abdullah Al-Bukhari telah
menulis suatu tulisan tersendiri yang membahas masalah ini secara rinci, tetapi pada
akhirnya ia memilih pendapat yang mewajibkan membaca bagi makmum dalam
salat jahriyyah  maupun salat sirriyyah.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan makna
firman-Nya: Dan apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik dan
perhatikanlah dengan tenang. (Al-A'raf: 204) Yakni dalam salat fardu. Hal yang
sama diriwayatkan dari Abdullah ibnu Mugaffal.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Humaid ibnu
Mas'adah, telah menceritakan kepada kami Bisyr ibnul Mufaddal, telah menceritakan
kepada kami Al-Jariri, dari Talhah ibnu Ubaidillah ibnu Kuraiz yang menceritakan
bahwa ia pernah melihat Ubaid ibnu Umair dan Ata ibnu Abu Rabah sedang
berbincang-bincang, sedangkan di dekat keduanya ada seseorang sedang membaca
Al-Qur'an. Maka ia berkata, "Mengapa kamu berdua tidak mendengarkan Al-Qur'an
yang akibatnya kamu berdua akan terkena ancaman?" Tetapi keduanya hanya
memandang ke arahku, kemudian melanjutkan obrolan lagi. Lalu ia mengulangi
tegurannya, tetapi mereka hanya memandang ke arahku, lalu melanjutkan obrolan
mereka. Ketika ia mengulangi teguran untuk ketiga kalinya, maka keduanya
memandang ke arahku, lalu mengatakan bahwa sesungguhnya hal yang disebutkan
oleh ayat berikut hanyalah jika dalam salat, yaitu firman-Nya: Dan apabila dibacakan
Al-Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik dan perhatikanlah dengan tenang. (Al-
A'raf: 204)
Hal yang sama diriwayatkan oleh Sufyan As-Sauri, dari Abu Hasyim Ismail
ibnu Kasir, dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan apabila
dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan
tenang. (Al-A'raf: 204) Yakni di dalam salat. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh
sejumlah orang, dari Mujahid. Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari As-Sauri, dari
Al-Lais, dari Mujahid yang mengatakan bahwa tidak apa-apa berbicara bila seseorang
membaca Al-Qur'annya di luar salat. Hal yang sama telah dikatakan oleh Sa'id ibnu
Jubair, Ad-Dahhak, Ibrahim An-Nakha*i, Qatadah, Asy-Sya'bi, As-Saddi, dan Abdur
Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam, bahwa yang dimaksud dengan perintah mendengarkan
bacaan Al-Qur'an adalah dalam salat. Syu'bah telah meriwayatkan dari Mansur yang
pernah mendengar Ibrahim ibnu Abu Hamzah bercerita bahwa ia pernah mendengar
Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan apabila dibacakan
Al-Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik dan perhatikanlah dengan tenang (Al-
A'raf: 204) Yakni dalam salat dan khotbah Jumat. Hal yang semisal telah
diriwayatkan oleh Ibnu Juraij, dari Ata. Hasyim telah mengatakan dari Ar-Rabi' ibnu
Sabih, dari Al-Hasan yang mengatakan bahwa hal tersebut bila berada di dalam salat
dan di saat sedang berzikir.
Ibnul Mubarak telah mengatakan dari Baqiyyah yang pernah mendengar Sabit
ibnu Ajlan mengatakan bahwa ia pernah mendengar Sa'id ibnu Jubair mengatakan
sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan apabila dibacakan Al-Qur’an, maka
dengarkanlah baik-baik dan perbaikanlah dengan tenang. (Al-A’raf: 204) Bahwa
kewajiban mendengarkan ini ialah dalam salat Hari Raya Kurban, Hari Raya Fitri,
hari Jumat, dan salat-salat yang imam mengeraskan bacaan Al-Qur’an padanya.
Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir, bahwa yang dimaksud dengan hal
tersebut ialah mendengarkan bacaan Al-Qur'an dalam salat dan khotbah, seperti yang
disebutkan oleh banyak hadis yang memerintahkan mendengarkan bacaan Al-Qur'an
dengan tenang di belakang imam dan di saat sedang khotbah.
Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari As-Sauri, dari Lais, dari Mujahid,
bahwa ia menganggap makruh bila imam sedang membaca ayat khauf atau ayat
rahmat, lalu ada seseorang di belakang imam mengucapkan sesuatu. Mujahid
mengatakan bahwa semuanya harus tetap diam. Mubarak ibnu Fudalah telah
meriwayatkan dari Al-Hasan, "Apabila engkau duduk mendengarkan Al-Qur’an,
maka perhatikanlah bacaannya dengan tenang."
‫ ع َْن أَبِي‬،‫ َع ِن ْال َح َس ِن‬،َ‫ َح َّدثَنَا َعبَّا ُد بْنُ َم ْي َس َرة‬،‫ َح َّدثَنَا أَبُو َس ِعي ٍد َموْ لَى بَنِي هَا ِش ٍم‬:ُ‫قَا َل اإْل ِ َما ُم أَحْ َمد‬
ْ َ‫ ُكتِب‬،ِ ‫ب هَّللا‬
‫ت‬ َ َ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ق‬
ِ ‫ " َم ِن ا ْستَ َم َع إِلَى آيَ ٍة ِم ْن ِكتَا‬:‫ال‬ َ ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ؛ أَ َّن َرس‬
َ ِ ‫ُول هَّللا‬ ِ ‫ َر‬،َ‫ه َُري َْرة‬
‫َت لَهُ نُورًا يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة‬
ْ ‫ َو َم ْن تَاَل هَا َكان‬،ٌ‫ضا َعفَة‬
َ ‫"لَهُ َح َسنَةٌ ُم‬.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id maula
Bani Hasyim, telah menceritakan kepada kami Abbad ibnu Maisarah, dari Al-Hasan,
dari Abu Hurairah r.a., bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Barang siapa
mendengarkan suatu ayat dari Kitabullah, maka dicatatkan baginya kebaikan yang
berlipat ganda. Dan barang siapa yang membacanya, maka ia mendapat
nur (cahaya) di hari kiamat.
Hadis diriwayatkan secara munfarid oleh Imam Ahmad.
2. Kandungan surah al araf ayat 204
Keimanan yang dijelaskan dalam surah al-A’raf, yaitu menjelaskan tata cara
meng-Esa-kan Allah Swt dalam berdoa dan peribadatan lainnya dengan
merendahkan diri kepada-Nya, karena hanya Allah Swt yang patut untuk
disembah dan dipertuhankan yang kekuasaannya meliputi seluruh alam semesta
dan memiliki Asmaul Husna dengan segala kesempurnaannya.
Hukum-hukum yang terdapat dalam surah al-A’raf diantaranya hukum
larangan mengikuti perbuatan dan kebiasaan yang buruk, kewajiban taat akan
segala aturan Allah Swt dan Rasul-Nya dan bantahan terhadapa orang-orang yang
mengharamkan penggunaan perhiasan yang memang sudah Allah Swt ciptakan
untuk dianugrahkan kepada umat manusia, dan lain sebagainya.Kisah-kisah dalam
surah al-A’rah diantaranya kisah akan pertentangan antara Nabi Adam As dan
Iblis, kisah Nabi Nuh As, Nabi Shaleh As, Nabi Syu’ab As dengan kaum-kaum
mereka, dan kisah perseteruan Nabi Musa As dengan seorang raja Mesir yang
lalim dan sombong yaitu Fir’aun.Dan hal-hal lain yang terdapat dalam surah al-
A’raf, yaitu menjelaskan tentang prilaku kesantunan seorang muslim dalam
berinteraksi dan bermasyarakat dengan yang lainnya, menjelaskan surga sebagai
balasan untuk orang-orang yang taat kepada-Nya dan Neraka untuk orang-orang
yang mengingkari-Nya, serta al-A’raf tempat antara keduanya, dan lain
sebagainya.

3. Asbabun nuzul surah al a’raf ayat 204


Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan lain-lain, yang bersumber dari Abu
Hurairah bahwa turunnya ayat ini (al-Araaf: 204) berkenaan dengan orang-orang
yang membaca al-Quran dengan nyaring di waktu shalat bermakmum pada Nabi.
Ayat ini memerintahkan untuk selalu mendengarkan dan memperhatikan bacaan
imam.11
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Abu Hurairah.
Diriwayatkan pula oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Abdullah bin
Mughaffal. Dan diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Ibnu
Masud. Bahwa ayat ini (al-Araaf: 204) turun berkenaan dengan orang-orang yang
bercakap-cakap di waktu shalat. Ayat ini melarang berbicara ketika dibacakan al-
Quran.

11
https://quranhadits.com/quran/7-al-a-raf/al-araf-ayat-204/ (diakses pada tanggal 29 September 2021)
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari az-Zuhri bahwa ayat ini (al-
Araaf: 204) turun berkenaan dengan seorang pemuda Anshar yang mengikuti
bacaan ayat-ayat al-Quran yang dibacakan Rasulullah, sebelum beliau selesai
membacanya. Ayat ini melarang mengganggu orang yang sedang membaca al-
Quran.
Diriwayatkan oleh Said bin Manshur di dalam Sunan-nya, dari Abu Mamar
yang bersumber dari Muhammad bin Kab bahwa ketika para shahabat mendengar
ayat al-Quran dari Rasulullah saw., merekapun mengulanginya sebelum
Rasulullah selesai membacanya. Maka turunlah ayat ini (al-Araaf: 204) yang
memerintahkan untuk mendengar dan memperhatikan bacaan Al Quran.
Menurut as-Suyuti, melihat riwayat-riwayat di atas, ayat ini (al-Araaf: 204)
adalah Madaniyyah,

C. Tafsir surah Adz dzariyat ayat 56

‫" الذاريات‬Angin Yang Menerbangkan") adalah surah ke-51 dalam al-Qur'an.


Surah ini tergolong surah Makkiyah yang terdiri atas 60 ayat. Dinamakan Adz-
Dzariyat yang berarti Angin Yang Menerbangkan diambil dari perkataan Adz-
Dzariyat yang terdapat pada ayat pertama surah ini.

َ‫ات لِ ْل ُموقِنِين‬ ِ ْ‫َوفِي اأْل َر‬


ٌ َ‫ض آي‬

ِ ‫َوفِي أَ ْنفُ ِس ُك ْم أَفَاَل تُ ْب‬


َ‫صرُون‬
Artinya: Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-
orang yang yakin(20)dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu
tidak memperhatikan?(21)

Dan di ‫ف‬
ِ ‫َو‬

‫أۡل‬
Bumi itu ِ ‫ٱ َ ۡر‬
‫ض‬

Tanda-tanda ‫ت‬ٞ َ‫َءا ٰي‬

Bagi orang yang yakin َ‫لِّ ۡل ُموقِنِين‬


Dan pada ‫َوفِ ٓي‬

Diri kalian sendiri ۚۡ‫أَنفُ ِس ُكم‬

Maka apakah tidak ‫أَفَاَل‬

Kamu memperhatikan ِ ‫تُ ۡب‬


َ‫صرُون‬

1. Tafsir Ibnu Katsir


Sesungguhnya Allah menciptakan jin dan manusia agar Allah memerintahkan
mereka untuk menyembah Allah, bukan karena Allah membutuhkan mereka, Ali Ibnu
Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a.:

‫اِالَّ لِيـَعْبُ ُدوْ ِن‬

Melainkan supaya mereka menyembah-Ku.(Adz-Dzariyat : 56)


Yakni agar mereka mengakui kehambaan mereka kepada-Ku, baik dengan
sukarela maupun terpaksa. Demikianlah menurut apa yang dipilih oleh Ibnu Juraij,
makna yang dimaksud ialah melainkan supaya mereka mengenal-Ku. Ar-Rabi’ Ibnu
Anas telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:

‫اِالَّ لِيـَعْبُ ُدوْ ِن‬

Melainkan supaya mereka menyembah-Ku.(Adz-Dzariyat : 56)


Yakni kecuali untuk beribadah, As-Saddi mengatakan bahwa sebagian dari
pengertian ibadah ada yang bermanfaat dan sebagian lainnya ada yang tidak
bermanfaat.12

Ibnu Katsir menafsirkan bahwa yang dimaksud ayat ini adalah bahwa di dunia
ini telah terdapat tanda-tanda yang semuanya itu menunjukkan keagungan Sang Maha
Pencipta dan kekuasaannya yang sangat luas, seperti bermacam-masam
tumbuhtumbuhan, hewan-hewan, padang-padang, gunung-gunung, gurun-gurun, dan
sungaisungai, dan perbedaan bahasa dan ras atau warna kulit pada manusia dan apa-
apa yang terdapat dalam diri manusia yaitu akal, pemahaman, harkat, dan

12
Al Imam Abu Fida Isma’il Ibnu Kasir Ad Dimasyqi, Tafsir Ibnu Kasir Juz 27, (Bandung: Sinar Baru
Algesindo, 2004), hal. 16
kebahagiaan.13
Adanya perbedaan dalam diri manusia inilah seharusnya membuat setiap manusia
harus memperhatikan dirinya sendiri baik itu bentuk fisik, yang berkaitan dengan
paras muka, jenis kelamin dan kejiwaan yang meliputi kecenderungan dan kekuatan
jiwanya serta berkaitan dengan intelektual yaitu akal, pemahaman, harkat dan
kesenangannya atas berbagai persoalan. Karena perbedaan dalam diri manusia
tersebut sangat penting kiranya manusia untuk memiliki konsep diri yang jelas baik
itu berkaitan dengan fisik, kejiwaan dan kadar intelektual yang dimilikinya. Dengan
mengetahui konsep diri yang jelas setiap individu akan mengetahui secara terfokus
apa yang dapat mereka kontribusikan, untuk kemudian dapat mengoptimalkan potensi
mereka yang telah dikaruniahi oleh Allah untuk menggapai kesuksesan dunia akhirat.

2. Kandungan Surah Adz dzariyat ayat 56


a. Tugas Utama Manusia Diciptakan Allah
Kandungan surat Az Zariyat ayat 56 yang pertama yaitu memberikan
informasi tentang tugas manusia, bahwa manusia diciptakan tidak lain hanya
untuk beribadah kepada Allah Swt. Pernyataan ini memberikan penegasan bahwa
ketika manusia diangkat sebagai khalifah di bumi, manusia tidak diperbolehkan
bertindak semau yang mereka diinginkannya. Perilaku manusia dituntun untuk
selalu sadar dan menjalin hubungan dengan Allah Swt (dengan beribadah).
b. Maksud dari Panggilan Al Insa (Manusia)
Ada beberapa panggilan oleh Allah Swt kepada manusia, antara lain : an-nas,
al-insa atau al-insan, dan al-basyar). Dalam ayat ini, kita mengetahui bahwa Allah
memanggil manusia dengan sebutan Al Insa, yang artinya menunjukkan panggilan
Allah Swt pada jiwa kemanusiaan manusia yang unik dibandingkan dengan
makhluk lain. Manusia berbeda dari hewan, tanaman, dan batu. Manusia
mempunyai akal dan hati. Manusia mempunyai emosi, nafsu, dan fitrah kesucian
jiwa. Dengan demikian, manusia mempunyai potensi untuk berbuat baik dan
berbuat buruk. Kedua potensi inilah yang dipanggil oleh Allah Swt. Selain itu,
melalui kata al-insa, Allah Swt ingin mengingatkan manusia yang dapat berbuat
baik dan buruk itu, bahwa dirinya diciptakan di dunia ini hanya untuk beribadah
kepada Allah Swt. Jadi, Allah mengingatkan manusia secara tidak langsung untuk

13
Paul J. Centi, Mengapa Rendah Diri, Alih Bahasa: A.M. Hardjana, (Yogyakarta: Kanisius,1993) hal.9
berlaku sebaik-baiknya dan menjauhi potensi buruk sesuai dengan tuntunan yang
telah Allah Swt. sediakan untuk manusia.

c. Manusia Wajib Beribadah kepada Allah Swt Selamanya


Beribadah kepada Allah Swt adalah keniscayaan dalam kehidupan manusia.
Beribadah kepada Allah Swt. memiliki dua tindakan nyata, satu tindakan dalam
kesadaran diri kita selaku manusia dan satu tindakan nyata dengan semua potensi
yang ada pada diri kita untuk menuruti keinginan Allah Swt. atas kita. Tindakan
dalam kesadaran adalah keimanan kita kepada Allah Swt. sebagai ilah yang kita
sembah dan rabb yang memiliki kekuasaan mutlak atas diri kita. Kesadaran ini
memberikan warna tauhid dalam diri kita sekaligus membebaskan jiwa kita dari
kemusyrikan. Inilah dasar dalam beribadah kepada Allah Swt. Kesadaran jiwa itu
selanjutnya mewujud dalam tindakan nyata untuk mengikuti tuntunan dan aturan
Allah Swt. dalam menjalani kehidupan. Kesadaran itu ada di sepanjang hidup kita
karena setiap tindakan kita adalah ibadah kepada Allah Swt. Dengan kata lain,
hidup kita adalah ibadah kepada Allah Swt. Beribadah kepada Allah Swt.
bukanlah semata menjalankan salat lima kali sehari atau berpuasa pada bulan
Ramadan. Beribadah kepada Allah Swt. seharusnya kita lakukan dalam setiap
tarikan napas kita. Setiap gerakan jari kita, setiap langkah kaki kita, setiap ucapan
yang keluar dari lisan kita seharusnya bernilai ibadah kepada Allah Swt. Dengan
demikian, kita beribadah kepada Allah Swt. saat menuntut ilmu. Kita beribadah
kepada Allah Swt. saat berjalan ke pasar dan sebagainya.
d. Surat Az Zariyat Ayat 56 Tidak Hanya Untuk Manusia
Hikmah isi kandungan surat Az Zariyat yang keempat yaitu, bahwa tidak
hanya manusia yang mempunyai kewajiban untuk beribadah kepada Allah Swt.
Akan tetapi, ada makhluk lain yang berkewajiban beribadah kepada Allah Swt,
yaitu makhluk jin. Bangsa jin adalah makhluk tak kasat mata yang diciptakan
Allah Swt dari nyala api. Sama halnya manusia, jin juga mempunyai hati nurani,
akal, emosi, bahkan kehidupan sosial. Mereka berkeluarga, bermasyarakat, dan
juga bernegara. Jin diciptakan Allah Swt juga beribadah kepada-Nya seperti
manusia. Hanya saja, syariat yang digunakan dalam ibadah mereka berbeda
dengan manusia (hanya Allah yang mengetahui). Ada sebagian pendapat yang
mengemukaan bahwa syariat beribadah para jin sama dengan manusia, yaitu
mengikuti ajaran yang disampaikan oleh para nabi manusia. Ada beberapa hadits
yang mendukung pendapat ini, salah satu hadits nabi yaitu : “bahwa ada
serombongan kaum jin yang datang menemui Nabi saw untuk belajar agama, Nabi
saw pun dengan senang hati menyampaikan pelajarannya. Hadits tersebut
menunjukkan bahwa kaum jin belajar syariat kepada manusia, jadi para jin juga
menggunakan syariat yang mereka pelajari tersebut. Akan tetapi, ada pendapat
lain yang mengemukakan bahwa para jin mempunyai syariat yang berbeda dengan
manusia, dengan alasan karakteristik manusia dan jin berbeda. Oleh karena itu,
Allah Swt seharusnya menurunkan syariat yang sesuai dengan karakteristik
14
bangsa jin.
3. Asbabun Nuzul Surah Adz dzariyat ayat 56
Asbabun Nuzul surat adz-Dzariyat ayat 56, yaitu Ketika para malaikat
mengetahui bahwa Allah SWT akan menciptakan khalifah di muka bumi. Allah SWT
menyampaikan perintah-Nya kepada mereka secara terperinci. Dia memberitahukan
bahwa Dia akan menciptakan manusia dari tanah. Maka ketika Dia
menyempurnakannya dan meniupkan roh di dalamnya, para malaikat harus bersujud
kepadanya. Yang harus dipahami bahwa sujud tersebut adalah sujud penghormatan,
bukan sujud ibadah, karena sujud ibadah hanya diperuntukkan kepada Allah SWT.15

D. Hadits-hadits tentang pendidikan


Hadits dan matan hadits
‫حدثنا حيىي بن أيوب وقتيبة يعين بن سعيد وابن حجر قالوا‬

‫حدثنا إمساعيل ىو بن جعرر عن العالء عن أبيو عن أيب ىريرة‬

‫أن رسول قال إذا مات اإلنتان انقطع عنو عملو‬

‫إال من ثالثة إال من صدقة جارية أو علم ينترع بو أو ولد صاح‬

‫يدعو لو‬.

(‫)رواه متلم‬

‫روي عن أيب غتان أيب حازم أخر َبن أبودمحمبن يوسف أالصبهاَن‬
‫أبنأأبوسعيدبن االعرايب ثناأبوبكردمحمبن عبيد املروروزي ثنا سعيد‬
14
https://www.muttaqin.id/2018/08/hikmah-kandungan-surat-az-zariyat-56-beribadah.html (diakses
pada tanggal 30 september 2021)
15
http://pa-jepara.go.id/berita-seputar-peradilan/177-drs-sobirin-m-h-tugas-dan-kewajiban (diakses pada
tanggal 30 September 2021)
‫بن منصور ثنا عبدالعزيزبن دمحم أخر َبن دمحمبن عجالن عن القعقاع‬
‫بن حكيم عن أيب صاحل عن أيب ىريرة هنع هلال يضر قال‪ :‬قال رسول هلال‬
‫ص‪.‬م‪ :‬اَّنا بعثت ألمت مكارم األخالق‪-‬‬

‫‪BAB III‬‬
‫‪PENUTUP‬‬

‫‪A. Kesimpulan‬‬
Keberadaan al-Qur’an sebagai sumber utama dalam pengembangan konsep
pendidikan Islam dapat dibuktikan dengan nyata serta akurat. Konsep pendidikan
Islam yang berdasarkan al-Qura’an tersebut dapat dikatakan lebih unggul
dibandingkan dengan konsep yang tidak berdasarkan al-Qur’an. Hal ini memang
sejalan dengan sifat ajaran Islam itu sendiri yang bersifat universal, integrated,
komprehensif, utuh dan berdaya tahan untuk jangka waktu yang tidak terbatas.

DAFTAR PUSTAKA
Fariz Pari Syamsuri dan Kusmana, Pengantar Kajian Al-Qur’an, Pustaka Husna,
Jakarta, 2004
Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an (Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan
Masyarakat), Mizan, Bandung, 2013
Nasarudin Umar, Tafsir Sosial Mendialogkan Teks dengan Konteks, Elsaq Press,
Yogyakarta, 2005
Nasr Hamid Abu Zaid, Tekstualitas Al-Qur’an Kritik Terhadap Ulumul Qur’an, terj
Khairon Nahdliyin, Yogyakarta, 2005

M. Quraish Shihab, Tafsir Al Mishbah. Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an


(Jakarta: lentera Hati, 2002)

http://www.ibnukatsironline.com/2015/10/tafsir-surat-al-ghasyiyah-ayat-17-26.html (diakses
pada tanggal 29 September 2021)

https://www.dream.co.id/your-story/kandungan-surah-al-ghasyiyah-dan-keutamaan-bila-
membacanya-2102092.html (diakses pada tanggal 30 September 2021)

Jalaluddin As-Suyuthi, Lubaabun Nuquul fii Asbaabin Nuzuul,atau Sebab Turunnya Ayat Al-Qur’an,
terj. Tim Abdul Hayyie (Jakarta,Gema Insani,2000)

Al Quran Al Karim “The Wisdom”, (Al Mizan: Bandung, 2014)

https://tafsir.learn-quran.co/id/surat-7-al-a'raf/ayat-204
https://quranhadits.com/quran/7-al-a-raf/al-araf-ayat-204/

Al Imam Abu Fida Isma’il Ibnu Kasir Ad Dimasyqi, Tafsir Ibnu Kasir Juz 27, (Bandung: Sinar Baru
Algesindo, 2004

Paul J. Centi, Mengapa Rendah Diri, Alih Bahasa: A.M. Hardjana, (Yogyakarta: Kanisius,1993)

https://www.muttaqin.id/2018/08/hikmah-kandungan-surat-az-zariyat-56-beribadah.html

http://pa-jepara.go.id/berita-seputar-peradilan/177-drs-sobirin-m-h-tugas-dan-kewajiban

Anda mungkin juga menyukai