Anda di halaman 1dari 23

Kasus Geriatri

Nama : Ny. S

No. RM : 001.664

TTL : 15 Maret 1949

Jenis Kelamin : Perempuan

MRS : IGD/15 Februari 2018 pukul 23.30

Keluhan : Nyeri ulu hati sejak 1 hari yang SMRS, Mual (+), BAB/BAK

(baik), sesak nafas (-), demam (-), pusing saat berjalan (+)

RPD : HT (+), DM (-), Jantung (+), stroke (-)

Data Klinik Pasien :

15/2 16/2 17/2 18/2 19/2


KU CM CM
TD 149/101 150/100 170/100 160/90 160/90
HR 100x 84x 88x 84x 84x
RR 20x 20x 24x 20x 21x

Data Lab Pasien :

Nilai Normal 16/2 17/2 18/2


Hb 12-16g/dl 12,6 g/dl
Hct 37-48% 37,6%
Leukosit 4000-11.000 10.940
sel/mm3 sel/mm3
Trombosit 150.000- 297.000
400.000 sel/mm3
sel/mm3
Ureum 15-40 mg/dl 33 mg/dl
Kreatinin 0,5-1,5 mg/dl 0,8 mg/dl
Asam Urat 2,5-5,6 mg/dl 7,6 mg/dl
GDS <150 mg/dl 217 mg/dl
SGOT 12-38 U/L 18 U/L
SGPT 7-41 U/L 15 U/L
Kolesterol <200 mg/dl 199 mg/dL
total
Trigliserida <150 mg/dl 127 mg/dL
HDL <100 mg/dl 62,4 mg/dL
LDL >60 mg/dl 111 mg/dL
CK/NAC <167 80 U/L
Troponin Negatif
CKMB <25 U/L 15 U/L
LDH 115-221 U/L 278 U/L
GDP 80-100 mg/dl 153 mg/dL
GD2PP 100-120 204 g/dL
mg/dl

Terapi yang di dapatkan :

Nama Obat Dosis Aturan 15/2 16/2 17/2 18/2 19/2


Pakai
ISDN 5mg 3x1/ 2    
tab
Klopidogrel 75mg 0-0-1   
Braxidin 1-1-1   
Diazepam 2mg 0-0-1   
Metformin 500mg 1-0-1    
Allopurinol 300mg 0-1-0   
Bisoprolol 5mg 0-0-1/2    
Candesartan 8mg 0-1-0  
Pantoprazole 40mg 1-0-0   
Amlodipin 5mg 1-0-1  
Glimepirid 2mg ½-0-0 
Ondansetron 4mg/2ml 1-1-0  
SOAP

Subjective Objective Assessment Plan


Mual, nyeri ulu TD : 149/101, 1. Hipertensi stage Rawat inap hingga
hati, pusing saat 150/100, II stabil.
berjalan 170/100, 2. DM tipe II
160/90, 160/90 : 3. Hiperurisemia Infus RL 100 TPM
RPD : HT (+) tanggal 15/2 – ARB : Valsartan
Jantung (+) 19/2 tab 80 mg p.o
GDS : 217mg/dl Metformin 500 mg
(16/2) p.o 2 x 1 dc
meningkat
Lansoprazole vial
GDP : 153mg/dl 30mg 1x1 inj
(18/2) (pagi)
meningkat
-> Aquades 5ml
GD2PP :
204mg/dl (18/2) Allopurinol 100
meningkat mg 1x1

Asam urat :
7,6mg/dl,
meningkat

LDH : 278u/l,
meningkat
PATOFISIOLOGI PENYAKIT

1. Hipertensi

Patofisiologi Hipertensi Pada Lanjut Usia


Baik tekanan darah sistolik (TDS) maupun tekanan darah diastolik (TDD)
meningkat sesuai dengan meningkatnya umur. TDS meningkat secara progresif
sampai umur 70-80 tahun, sedangkan TDD meningkat sampai umur 50-60 tahun
dan kemudian cenderung menetap atau sedikit menurun. Kombinasi perubahan ini
sangat mungkin mencerminkan adanya pengkakuan pembuluh darah dan
penurunan kelenturan (compliance) arteri dan ini mengakibatkan peningkatan
tekanan nadi sesuai dengan umur.1
Seperti diketahui, tekanan nadi merupakan prediktor terbaik dari adanya
perubahan struktural di dalam arteri. Mekanisme pasti hipertensi pada lanjut usia
belum sepenuhnya jelas. Efek utama dari kekakuan normal terhadap sistem
kardiovaskuler meliputi perubahan aorta dan pembuluh darah sistemik. Penebalan
dinding aorta dan pembuluh darah besar meningkat dan elastisitas pembuluh
darah menurun sesuai umur. Perubahan ini menyebabkan penurunan kelenturan
aorta dan pembuluh darah besar dan mengakibatkan peningkatan TDS. Penurunan
elastisitas pembuluh darah menyebabkan peningkatan resistensi vaskuler perifer. 1
Sensitivitas baroreseptor juga berubah dengan umur. Perubahan
mekanisme refleks baroreseptor mungkin dapat menerangkan adanya variabilitas
tekanan darah yang terlihat pada pemantauan terus menerus. Penurunan
sensitivitas baroreseptor juga menyebabkan kegagalan refleks postural, yang
mengakibatkan hipertensi pada lanjut usia sering terjadi hipotensi ortostatik.
Perubahan keseimbangan antara vasodilatasi adrenergik-α dan vasokonstriksi
adrenergik-α akan menyebabkan kecenderungan vasokontriksi dan selanjutnya
mengakibatkan peningkatan resistensi pembuluh darah perifer dan tekanan darah.
Resistensi Na akibat peningkatan asupan dan penurunan sekresi juga berperan
dalam terjadinya hipertensi. 1
2. DM

Ada beberapa bukti yang menunjukkan bahwa diabetes tipe 2 pada


orang tua dewasa memiliki predisposisi genetik yang kuat. Pasien usia
lanjut dengan riwayat keluarga diabetes lebih mungkin mengembangkan
penyakit saat mereka menua. Prevalensi diabetes meningkat pada
kelompok etnis tertentu, menyiratkan bahwa faktor genetik memainkan
peran penting. Pada kembar identik tua, prevalensi diabetes meningkat
secara nyata pada saudara kandung dari pasien yang terkena . Selain itu,
dalam pasangan saudara kandung yang tidak sesuai untuk diabetes,
saudara kandung nondiabetes jelas memiliki bukti metabolisme glukosa
yang tidak teratur.

Beberapa faktor lain berkontribusi terhadap tingginya prevalensi


diabetes pada populasi lansia . Ada sejumlah perubahan yang berkaitan
dengan usia dalam metabolisme karbohidrat (seperti perubahan dalam
pelepasan insulin yang diinduksi oleh glukosa dan resistensi terhadap
pelepasan glukosa yang dimediasi insulin) yang berinteraksi dengan latar
belakang genetik untuk menjelaskan peningkatan progresif dalam kejadian
diabetes dengan penuaan. Faktor gaya hidup juga penting. Individu yang
mengalami obesitas (terutama jika distribusi lemak tubuh adalah pusat),
yang mengkonsumsi makanan yang tinggi lemak jenuh dan rendah
karbohidrat kompleks, atau yang tidak aktif lebih mungkin untuk
mengembangkan diabetes saat mereka bertambah tua. Kadar testosteron
yang lebih rendah pada pria dan nilai yang lebih tinggi pada wanita juga
tampaknya menjadi faktor risiko untuk pengembangan diabetes pada orang
tua, meskipun signifikansi mekanistik kelainan ini tidak pasti.

Sejumlah penelitian telah secara hati-hati mengevaluasi


metabolisme glukosa pada pasien setengah baya dengan diabetes tipe 2 .
Studi-studi ini menunjukkan bahwa pasien memiliki beberapa kelainan
metabolik, termasuk peningkatan produksi glukosa hati puasa, perubahan
pelepasan insulin yang diinduksi oleh glukosa, dan resistensi yang ditandai
terhadap pelepasan glukosa yang dimediasi insulin. Baru-baru ini, peneliti
juga telah secara hati-hati menilai perubahan metabolik pada subjek yang
lebih tua atau lebih kurus dengan diabetes tipe 2. Berbeda dengan pasien
yang lebih muda, produksi glukosa hati berada dalam kisaran normal pada
pasien usia lanjut. Lean pasien yang lebih tua dengan diabetes tipe 2
memiliki penurunan yang ditandai dalam sekresi insulin yang berkurang
glukosa, tetapi relatif normal insulin-dimediasi pembuangan glukosa.
Baru-baru ini disarankan bahwa penderita diabetes lansia yang kurus
memiliki sindrom antara diabetes tipe 1 dan 2, yang mungkin dianggap
sebagai diabetes tipe 1 1/2 . Sebaliknya, pasien obesitas yang lebih tua
memiliki sekresi insulin yang diinduksi glukosa yang normal, tetapi
ditandai resistensi terhadap insulin-mediated glucose disposal. Tumor
necrosis factor α (TNF-α) adalah sitokin yang diproduksi oleh adiposit
yang diyakini berkontribusi terhadap resistensi insulin yang terlihat pada
pasien diabetes yang lebih muda. Yang menarik, ada korelasi kuat antara
kadar TNF-α dan resistensi insulin pada pasien usia lanjut dengan diabetes
, meskipun relevansi terapeutik temuan ini tidak jelas. Data yang
dijelaskan sebelumnya menunjukkan bahwa diabetes pada orang tua secara
metabolik berbeda dan mungkin memerlukan pendekatan terapeutik yang
berbeda daripada yang biasa diterapkan pada pasien setengah baya.

Cacat metabolik lainnya baru-baru ini didefinisikan pada pasien


usia lanjut dengan diabetes. Serapan glukosa pada pria terjadi melalui
mekanisme yang diperantarai insulin dan non-insulin-mediated . Pada
subjek normal, sekitar 50% dari ambilan glukosa setelah makan terjadi
sebagai hasil dari pengambilan glukosa non-insulin-mediated (NIMGU).
Pada subjek yang lebih muda dengan kondisi resisten insulin, NIMGU
mungkin bertanggung jawab untuk proporsi yang lebih besar dari
pembuangan glukosa postprandial. Studi yang telah mengevaluasi
pengambilan glukosa non-insulin-mediated pada pasien paruh baya
dengan diabetes telah menghasilkan hasil yang bertentangan . Baru-baru
ini, kami menunjukkan bahwa pengambilan glukosa non-insulin-mediated
secara signifikan terganggu pada pasien usia lanjut dengan diabetes .
Intervensi yang mungkin meningkatkan NIMGU saat ini sedang diuji
dalam uji klinis, dan intervensi ini akhirnya mungkin terbukti memiliki
relevansi terapeutik yang penting untuk orang dewasa yang berusia lanjut.

Telah diketahui bahwa penyakit yang ditandai oleh resistensi


insulin (seperti hipertensi, obesitas, dan diabetes tipe 2) berhubungan
dengan disfungsi endotel dan peningkatan kejadian aterosklerosis . Insulin
dikenal untuk menstimulasi aliran darah melalui mekanisme yang
bergantung pada endotelium. Vasodilatasi bermediasi insulin dapat
terganggu pada subjek yang lebih muda dengan penyakit yang ditandai
dengan resistensi insulin, meskipun datanya masih kontroversial. Ini juga
telah tersirat bahwa aliran darah yang diperantarai insulin mungkin
merupakan komponen penting dari ambilan glukosa yang diperantarai
insulin, meskipun penelitian pada subjek normal dan pasien yang lebih
muda dengan penyakit yang ditandai dengan resistensi insulin telah
kembali menghasilkan hasil yang bertentangan. Baru-baru ini, kami
menunjukkan bahwa aliran darah insulin-mediated terganggu dengan
penuaan normal, dan ada gangguan yang lebih besar pada parameter ini
pada pasien usia lanjut dengan diabetes. Meskipun peran perubahan dalam
vasodilatasi insulin-mediated dalam resistensi insulin yang terjadi dengan
penuaan dan diabetes tidak pasti, jelas bahwa pengurangan vasodilatasi
yang dimediasi insulin adalah penanda disfungsi endotel pada pasien usia
lanjut dengan diabetes. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk
menentukan apakah meningkatkan vasodilatasi insulin-mediated akan
mengubah resistensi insulin, meningkatkan fungsi endotel, atau
mengurangi risiko kejadian aterosklerotik pada populasi ini.

Fenomena autoimun merupakan faktor penting yang berkontribusi


terhadap defisiensi insulin yang terjadi pada pasien yang lebih muda
dengan diabetes tipe 1 . Faktor autoimun juga dapat berperan dalam
defisiensi insulin yang terjadi pada pasien lansia kurus dengan diabetes,
tetapi datanya saling bertentangan. Investigasi lebih lanjut diperlukan
untuk menyelesaikan masalah ini.

Abnormalitas molekuler yang terjadi pada pasien usia lanjut


dengan diabetes belum sepenuhnya dijelaskan . Gen glucokinase adalah
sensor glukosa sel β. Secara teoritis, perubahan pada gen ini dapat
menjelaskan defek pada sekresi insulin, tetapi tidak jelas apakah fungsi
gen ini terganggu pada lansia dengan diabetes. Aktivitas tirosin kinase
reseptor insulin dalam otot rangka telah dilaporkan diubah pada pasien
usia lanjut dengan diabetes dan resistensi insulin, tetapi tidak pasti apakah
ini adalah penyebab atau hasil dari peningkatan kadar glukosa pada pasien
ini.
3. Hiperuresemia
Purin adalah protein yang termasuk dalam golongan nukleo-
protein. Selain didapat dari makanan, purin juga berasal dari
penghancuran sel-sel tubuh yang sudah tua. Pembuatan atau sintesis
purin juga bisa dilakukan oleh tubuh sendiri dari bahan - bahan seperti
CO2, glutamin, glisin, asam urat, dan asam folfat. Diduga metabolit
purin diangkut ke hati, lalu mengalami oksidasi menjadi asam urat.
Kelebihan asam urat dibuang melalui ginjal dan usus.

Manusia mengubah adenosin dan guanosin menjadi asam urat.


Adenosin mula-mula diubah menjadi inosin oleh adenosin deaminase.
Selain pada primata tingkat tinggi, uratase (uricase) mengubah asam urat
menjadi alatoin, suatu produk yang larut air pada mamalia. Namun,
karena manusia tidak memiliki uratase, produk akhir metabolisme
purin adalah asam urat. Ketika kadar asam urat serum melebihi batas
kelarutannya, terjadilah kristalisasi natrium urat di jaringan lunak dan
sendi sehingga menimbulkan reaksi inflamasi, artritis gout.
OBAT-OBATAN

1. Ringer Laktat

RINGER LAKTAT merupakan larutan infus untuk memelihara


keseimbangan atau mengganti elektrolit dan cairan tubuh. Kalsium
merupakan zat yang penting bagi integritas fungsional sistem saraf, otot
dan tulang. Kalsium berperan dalam mengatur fungsi jantung, fungsi
ginjal, respirasi, koagulasi darah, permeabilitas kapiler dan membran sel.
Kalsium juga membantu dalam pelepasan dan penyimpanan
neurotransmitter dan hormon, peningkatan asam amino, absorpsi vitamin
B12 dan sekresi lambung. Kalium berfungsi untuk memelihara fungsi ginjal
dan keseimbangan asam-basa. Konsentrasi kalium intrasel yang tinggi
dibutuhkan untuk proses metabolisme sel. Natrium berfungsi membantu
memelihara keseimbangan cairan tubuh. Klorida merupakan anion
terpenting dalam memelihara keseimbangan elektrolit.

INDIKASI

RINGER LAKTAT diindikasikan untuk pengobatan kekurangan cairan


dimana rehidrasi secara oral tidak mungkin dilakukan.

KONTRA-INDIKASI

Hipernatremia.

INTERAKSI OBAT

Preparat Kalium dan Kalsium akan meningkatkan efek digitalis.


2. ARB: Valsartan

Sifat farmakodinamik: Horman aktif dari RAAS adalah angitensin II, yang
dibentuk dari angiotensin I melalui kerja ACE. Angiotensin II terikat pada
resepto-reseptor yang spesifik pada membrane sel berbagai macam jaringan. Ia
memiliki efek fisiologis yang sangat luas, termasuk yang terutam adalah
keterlibatannya baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap pengaturan
terkanan darah. Sebagai vasokonstriktor yang kuat, angiotensin II berpengaruh
langsung dalam meningkatkan tekanan darah. Sebagai tambahan, ia memicu
retensi natrium dan merangsang sekresi aldosteron. Valsartan adalah antagonis
reseptor angiotensin II yang kuat, spesifik dan aktif dengan pemberian secara oral.
Ia bekerja secara selektif pada reseptor subtipe AT I yang bertanggung jawab
terhadap kerja angiotensin II yang telah diketahui. Reseptor subtipe AT 2 tidaklah
berhubungan dengan efek kardiovaskular. Valsartan tidak menghambat ACE,
yang mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II dan memecah bradikinin
oleh karena tidak mempengaruhi ACE dan tidak memiliki potensiasi terhadap
bradikinin atau substansi P, antagonis angiotensin II tidaklah berhubugan dengan
batuk. Penghentian mendadak tidak menimbulkan hipertensi balik atau kejadian-
kejadian yang merugikan lainnya.

Sifat famakokinetik:

Absorpsi valsatan setelah pemberian oral adalah cepat, walaupun jumlah yang di
absorpsi bervariasi. Bioavaibilitas absoult rata-rata sebesar 23%. Obat ini
menunjukkan kinetika penghancuran multieksponensial sekitar 9 jam. Tidak
terdapat perubahan pada kinetika valsartan dalam pemberian ulanda dan terdapa
sedikit akumulasi jika obat diberikan sekali sehari. Konsentrasi plasma pada pria
dan wanita ditemukan sama. Valsartan terikat kuat dengan protein serum (94-
95%) terutama albumin serum. Volume distribusi dalam keadaan stabil adalah
rendah (sekitar 171). Bersihan plasma relatif lambat ( sekitar 2 L/jam), jika
dibandingkan dengan arus darah hepatik. Setelah pemberian secara oral 83% obat
dieksresikan melalui feses dan 13 persen melalui urin, sebagian besar dalam
bentuk yang tidak berubah.

Indikasi: 
hipertensi (dapat digunakan tunggal maupun dikombinasi dengan obat
antihipertensi lain); gagal jantung pada pasien yang tidak dapat mentoleransi obat
penghambat ACE (penghambat enzim pengubah angiotensin).

Peringatan: 
Gangguan fungsi hati ringan sampai sedang; gangguan fungsi ginjal
Interaksi: 
Penggunaan bersama dengan penghambat ACE dan beta bloker tidak dianjurkan.

Kontraindikasi: 
Gangguan fungsi hati berat, sirosis, obstruksi empedu, menyusui
Efek Samping: 
Kelelahan, jarang diare, sakit kepala, mimisan; trombositopenia, nyeri sendi,
nyeri otot, gangguan rasa, neutropenia.
Dosis: 
Hipertensi, lazimnya 80 mg sekali sehari; jika diperlukan (pada pasien yang
tekanan darahnya tidak terkontrol) ditingkatkan hingga 160 mg sehari atau
ditambahkan pemberian diuretika; tidak diperlukan penyesuaian dosis untuk
pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau pada pasien dengan gangguan fungsi
hati tanpa kolestasis.

Gagal jantung, dosis awal 40 mg dua kali sehari. Penyesuaian dosis hingga 80 mg
dan 160 mg dua kali sehari harus dilakukan pada dosis tertinggi yang dapat
ditoleransi oleh pasien; pertimbangan untuk menguragi dosis harus dilakukan
pada pasien yang juga menerima diuretika; dosis maksimal yang diberikan pada
uji klinik adalah 320 mg pada dosis terbagi.
3. Metformin

4. PPI: Lansoprazole

Farmakokinetik
Lansoprazol adalah obat penghambat pompa proton yang selektif dan irreversible.
Pada lingkungan asam di sel parietal lambung, Lansoprazol dikonversi menjadi
turunan sulfenamid aktif yang  terikat dengan gugus sulfhidril dari (H+, K+)-
ATPase, yang juga dikenal sebagai pompa proton. Hambatan Lansoprazol pada
(H+, K+)-ATPase menyebabkan hambatan sekresi asam lambung. Efek
penghambatan sekresi asam lambung ini terkait dengan dosis obat.
Absorpsi
Bioavalibilitas
Diabsorpsi baik di saluran pencernaan (bioabailabilitas absolut > 80%). Puncak
konsentrasi plasma sekitar 1,7 jam setelah penggunaan oral.
Onset
Meningkatnya pH lambung antara 1 – 2  atau 2 – 3 jam setelah penggunaan obat
oral tunggal berdosis 30 atau 15 mg.
Durasi
Sekresi asam lambung normal setelah 1 – 3 hari setelah menghentikan obat.
Makanan
Absorpsi (puncak konsentrasi plasma( AUC) menurun sekitar 50% ketika
digunakan 30 menit setelah makan. Tidak ada efek substansial makanan sebelum
makan.

Distribusi
Pengikatan pada protein plasma
97%
Vd : 14-18 L

Metabolisme
Pada sel parietal secretori canaliculi, di transformasi menjadi 2 aktif sulfenamid
metabolit yang tidak Nampak pada system sirkulasi. Juga dimeabolisme pada hati
oleh CYP3A dan CYP2C19. Metabolit ditemukan di plasma dalam bentuk tidak
aktif.
Lansoprazole adalah campuran rasemik dengan isomer R- dan S-.  Klirens plasma
dari iromer-R (dexlansoprazole) lebih pelan dari Isomer –S, konsentrasi plasma
dari isomer-R Nampak lebih tinggi dari isomer S.

Eliminasi
Eksresi melalui feses sekitar 67%. Sisanya dieskresikan melalui urin; obat dalam
bentuk tidak berubah pada urin.
Waktu paruh :
< 2jam.

Indikasi

Ulkus Duodenum

Ulkus Lambung

Refluks Esofagitis

Efek Samping

Sakit kepala, diare, nyeri abdomen, dispepsia, mual, muntah, mulut kering,
konstipasi, kembung, pusing, lelah, ruam, utrikaria, pruritus.

Kontraindikasi

Hipersensitif terhadap Lansoprazole

Dosis

Dewasa : 30 mg 1x/hari
5. Allopurinol
ALGORITMA TERAPI

1. Hipertensi

Pengobatan hipertensi dalam hubungan dengan diabetes mellitus2


Rekomendasi
1. Orang dengan diabetes mellitus harus diobati untuk mencapai
SBP <130 mm Hg (Grade C) dan DBP <80 mm Hg (Grade A)
(tingkat target BP ini sama dengan ambang batas perawatan BP).
Terapi kombinasi menggunakan 2 obat lini pertama juga dapat
dianggap sebagai terapi awal hipertensi (Tingkat B) jika SBP
lebih besar 20 mmHg dari target atau jika DBP 10 mmHg lebih
besar dari target. Namun, kehati-hatian harus dilakukan pada
pasien di mana penurunan TD yang substansial lebih mungkin
atau kurang ditoleransi (misalnya, pasien usia lanjut dan pasien
dengan neuropati otonom). 2
2. Untuk orang dengan penyakit kardiovaskular atau ginjal,
termasuk mikroalbuminuria, atau dengan faktor risiko
kardiovaskular selain diabetes dan hipertensi, ACE inhibitor atau
ARB direkomendasikan sebagai terapi awal (Grade A).
3. Untuk orang dengan diabetes dan hipertensi tidak termasuk
dalam rekomendasi lain di bagian ini, pilihan yang tepat
termasuk (dalam urutan abjad) : ACE inhibitor (Grade A), ARB
(Grade B), dihydropyridine CCBs (Grade A), dan diuretik
thiazide / thiazide-like (Grade A).
4. Jika tingkat target BP tidak tercapai dengan monoterapi dosis
standar, terapi antihipertensi tambahan harus digunakan. Untuk
orang-orang yang terapi kombinasi dengan inhibitor ACE sedang
dipertimbangkan, CCB dihidropiridin lebih disukai daripada
diuretik tiazid / tiazid (Grade A). 2
2. DM

Lebih dari 65 penderita diabetes mewakili sekitar setengah dari


pasien yang mengunjungi dokter umum. Meskipun patogenesis diabetes
pada usia geriatrik dan muda sama, standar emas dan kondisi klinis sangat
bervariasi, membutuhkan pendekatan yang lebih individual. Dalam
konteks ini, tinjauan terbaru menunjukkan bahwa tidak ada bukti yang
jelas untuk target glikemik yang optimal pada pasien lansia dan bahwa
preferensi pasien dan beban farmakologis harus dipertimbangkan, dalam
pilihan terapi, bersama dengan kemungkinan risiko dan manfaatnya.
terkait dengan perawatan tunggal. Penelitian ini juga menunjukkan nilai
HbA1c antara 7,5% dan 9,0% sebagai target glikemik yang optimal pada
pasien lansia.

Khususnya pada pasien lanjut usia, onset hipoglikemia sering


dikaitkan dengan konsekuensi berat dan difasilitasi oleh beberapa faktor,
seperti polifarmasi dan risiko interaksi berikutnya, kesalahan yang
disebabkan oleh berkurangnya kemampuan menangani obat-obatan,
ketidakmampuan mengevaluasi hubungan antara karbohidrat yang dicerna
dan terapi, gejala langka dari neuropati dan reaksi adrenergik yang
berkurang. Hipoglikemia meningkatkan risiko absolut dengan usia, oleh
karena itu pada penderita diabetes lanjut usia sering lebih baik untuk
menghindari perawatan hipoglikemik intensif yang meningkatkan risiko
hipoglikemia sementara perawatan risiko hipoglikemia rendah harus
mendapat privilese, bahkan dengan mengorbankan kontrol glikemik yang
kurang optimal. Dalam konteks ini, metformin, obat yang tersedia di
pasaran sejak tahun 1950, saat ini dianggap sebagai pengobatan pilihan
pertama pada pasien lansia, meskipun banyak pilihan terapeutik lain yang
tersedia.

Tidak seperti obat-obatan secretagogue lainnya, metformin tidak


bertindak langsung pada sel-sel beta atau, oleh karena itu, pada pelepasan
insulin yang cepat, tetapi pada proses counter-regulatory yang
mengaktifkan kembali sensitivitas insulin jaringan. Untuk alasan ini, risiko
hipoglikemik yang terkait dengan obat ini sangat rendah. Metformin
terbukti efektif dalam mengurangi komplikasi mikro dan makrovaskular
yang disebabkan oleh diabetes, mempengaruhi tingkat gagal jantung
miokard dan kematian terkait diabetes dan global. Perlindungan
kardiovaskular langsung dimediasi oleh pengurangan tingkat trigliserida,
LDL kolesterol, berat badan dan tingkat plasmatik untuk beberapa molekul
inflamasi yang terlibat dalam beberapa proses yang terkait dengan penuaan
seluler dan karsinogenesis. Metformin juga dapat menentukan
pengurangan berat badan dan ini sangat penting pada orang tua, sering
dipengaruhi oleh sindrom metabolik, obesitas sentral, hipomobilitas dan di
bawah rezim pencernaan yang salah. Selain itu, ikatan minimal dengan
protein plasma dan tidak adanya metabolit aktif menurunkan risiko
interaksi farmakologis. Penting untuk dicatat, untuk menyimpulkan,
bahwa karena metformin bukan obat yang melepaskan insulin, tidak perlu
untuk mengadministrasinya sebelum makan, bahwa 80% efektivitas
maksimumnya diberikan dengan dosis harian 1.500 mg dan bahwa dapat
dengan mudah dikaitkan dengan obat antidiabetik lainnya.

Penggunaan metformin pada pasien lanjut usia dibatasi oleh


beberapa kontraindikasi seperti gagal ginjal, karena peningkatan risiko
asidosis laktik yang terkait dengan kondisi ini. Namun harus diingatkan
bahwa ini bukan kontraindikasi absolut dan bahwa asidosis laktat yang
diinduksi metformin sebenarnya merupakan komplikasi yang sangat
langka, diperkirakan sebagai 1 di atas 23.000-30.000 orang-tahun
sehubungan dengan 1 lebih dari 18.000-21.000 orang-tahun yang
menggunakan antidiabetik selain metformin. Namun, data literatur
menunjukkan bahwa bagian dari metformin ke obat hipoglikemik lain
meningkatkan risiko hipoglikemia atau gagal jantung pada pasien dengan
gagal ginjal. 7 Meta-analisis menunjukkan bahwa meskipun
pembukaannya berkurang karena adanya gagal ginjal, metformin tetap
dalam rentang terapeutik. hingga nilai bersihan lebih tinggi dari 30 ml /
menit tanpa mempengaruhi kadar laktat plasma. Menggunakan obat lebih
hati-hati pada pasien yang kompleks dan ketika faktor-faktor yang
berpotensi meningkatkan risiko asidosis laktat hadir, metformin karenanya
dapat mewakili pilihan terapeutik yang valid hingga tahap terakhir dari
gagal ginjal.

Mual, muntahan dan diare tetap merupakan efek samping yang


paling sering dikaitkan dengan obat, meskipun umumnya bersifat moderat
dan sementara. Pemberian postprandial, pengurangan dosis yang mungkin
dan formulasi pelepasan diperpanjang menentukan peningkatan yang rapi
dalam tolerabilitas obat. Efek anoreksinya juga harus dicatat, yang
merupakan bagian dari tindakan terapeutiknya dan membatasi
penggunaannya pada pasien lanjut usia yang kekurangan gizi atau kurang.
3. Hiperuresemia
Tujuan pengobatan pada penderita artritis gout adalah untuk
mengurangi rasa nyeri, mempertahankan fungsi sendi dan mencegah
terjadinya kelumpuhan. Terapi yang diberikan harus dipertimbangkan
sesuai dengan berat ringannya artrtitis gout. Penatalaksanaan utama pada
penderita artritis gout meliputi edukasi pasien tentang diet, lifestyle,
medikamentosa berdasarkan kondisi obyektif penderita, dan perawatan
komorbiditas.
Target terapi pada hiperuresemia adalah untuk mengurangi
keluhan dan gejala dimana kadar asam urat yang dituju adalah
sekurangkurangnya <6mg/dl atau 5mg/dl. Obat golongan xantin oksidase
inhibitor seperti alopurinol dan febuxostat direkomendasikan sebagai lini
pertama untuk pengobatan atau urate lowering therapy (ULT) pada
penderita artritis gout.
Dosis awal alopurinol yang diberikan sebaiknya tidak lebih dari
100 mg perhari dan dosis ini dikurangi apabila didapatkan CKD, namun
dosis pemeliharaan dapat mencapai 300 mg perhari walaupun menderita
CKD. Direkomendasikan untuk meningkatkan dosis pemeliharaan
alopurinol tiap 2 sampai 5 minggu untuk mendapatkan dosis yang efektif
bagi penderita artritis gout, untuk itu perlu dilakukan monitor kadar asam
urat tiap 2 sampai 5 minggu selama titrasi alopurinol.
Febuxostat merupakan obat golongan xantin oksidase inhibitor
yang direkomendasikan sebagai terapi hiperurisemia pada penderita artritis
gout yang memiliki kontraindikasi ataupun intoleransi terhadap alopurinol.
Febuxostat memiliki struktur yang berbeda dengan alopurinol, bersifat
lebih poten terhadap xantin oksidase dan tidak memiliki efek terhadap
enzim lain pada metabolisme purin dan pirimidin. Dosis yang disarankan
adalah 80 mg perhari, dan dapat ditingkatkan 120 mg perhari bila target
kadar asam urat tidak tercapai setelah 2 sampai 4 minggu.
Daftar Pustaka

1. Khanna D, Fitzgerald JD, Khanna PP, Bae S, Singh MK, Neogi T, et


al. 2012 American college of rheumatology guidelines for
management of gout. part 1: Systematic nonpharmacologic and
pharmacologic therapeutic approaches to hyperuricemia. Arthritis Care
Res. 2012;64(10):1431–46.

Anda mungkin juga menyukai