Anda di halaman 1dari 3

Nama : ARIF SETIAWAN

NPM : 2010103010106

No absen : 37

KONSEP NEGARA IDEAL

1. Sokrates
Socrates adalah seorang filosof dengan coraknya sendiri. . Ajaran filosofinya tak
pernah dituliskannya, melainkan dilakukannya dengan perbuatan, dengan cara
hidup. Socrates tidak pernah menuliskan filosofinya. Jika ditilik benar-benar, ia
malah tidak mengajarkan filosofi, melainkan hidup berfilosofi. Bagi dia filosofi bukan
isi, bukan hasil, bukan ajaran yang berdasarkan dogma, melainkan fungsi yang
hidup. Filosofinya mencari kebenaran. Oleh karena ia mencari kebenaran, ia tidak
mengajarkan. Ia bukan ahli pengetahuan, melainkan pemikir. kebenaran itu tetap
dan harus dicari.
Tujuan filosofi Socrates ialah mencari kebenaran yang berlaku untuk selama-
lamanya. Di sini berlainan pendapatnya dengan guru-guru sofis, yang mengajarkan,
bahwa semuanya relatif dan subyektif dan harus dihadapi dengan pendirian yang
skeptis. Socrates berpendapat, bahwa dalam mencari kebenaran itu ia tidak memikir
sendiri, melainkan setiap kali berdua dengan orang lain, dengan jalan tanya jawab.
Orang yang kedua itu tidak dipandangnya sebagai lawannya, melainkan sebagai
kawan yang diajak bersama-sama mencari kebenaran. Kebenaran harus lahir dari
jiwa kawan bercakap itu sendiri. Ia tidak mengajarkan, melainkan menolong
mengeluarkan apa yang tersimpan di dalam jiwa orang. Sebab itu metodenya
disebut maieutik. Socrates mencari kebenaran yang tetap dengan tanya-jawab sana
dan sini, yang kemudian dibulatkan dengan pengertian, maka jalan yang
ditempuhnya ialah metode induksi dan definisi. Kedua-duanya itu bersangkut-paut.
Induksi yang menjadi metode Socrates ialah memperbandingkan secara kritis. Ia
tidak berusaha mencapai dengan contoh dan persamaan, dan diuji pula dengan
saksi dan lawan saksi.
Dalam Konteks Negara, Sokrates berpendapat paling tidak ada 4 hal yang dapat
mewujudkan suatu negara menjadi ideal.
• Adanya negara merupakan keharusan dan kewajiban untuk memfasilitasi
hidup orang banyak, karena adanya kodrat manusia untuk hidup Bahagia.
• Tugas negara adalah mewujudkan keadilan bagi setiap orang, melalui
pemerintahan yang tidak asal jadi.
• Konsep keadilan yang dimaksudnya adalah pada dasarnya semua orang
memiliki kesadaran hukum dan keadilan. Sedangkan ketamakan dan
kejahatan datang dalam waktu yang sekejap dan dapat menutup seluruh
potensi kebaikan
• Negara wajib untuk menegakkan keadilan dan hukum dengan landasan
bahwa negara tidak dapat digunakan hanya untuk beberapa golongan
tertentu.

2. Plato
Plato dilahirkan di Athena, sekitar tahun 427 SM, dari sebuah keluarga
terpandang di negerinya. Semasa muda, Plato mempelajari filsafat dari seorang
filsuf terkenal, Socrates. Pada 399 SM, ketika Socrates berusia 70 tahun, ia diadili
atas tuduhan yang tidak jelas, seperti ketidaktaatan akan kebijakan pemerintah dan
merusak kaum muda Athena. Socrates divonis mati oeh pengadilan. Oleh Plato,
Socrates disebut sebagai orang paling bijak, adil, dan terbaik yang pernah
dikenalnya, maka wajar jika setelah kematiannya, Plato sangat muak terhadap
pemerintahan demokratik.
Plato kemudian memutuskan untuk pergi dari Athena dan berkelana ke berbagai
tempat selama 12 tahun. Tahun 387 SM, Plato kembali ke Athena untuk mendirikan
sebuah sekolah, bernama Academy. Sekolah itu beroprasi lebih dari 900 tahun dan
Plato menghabiskan sisa hidupnya di sana untuk mengajar dan menulis filsafat.
Murid paling terkenal yang pernah diajarkan oleh Plato adalah Aristoteles, yang
datang ke Academy ketika berusia 17 tahun.
Plato menulis sekitar 36 buku yang bertemakan politik, etika, metafisika, dan
teologi. Salah satu karya terkenalnya adalah Republic, yang mewakili konsep
masyarakat ideal menurut pemikirannya. Bentuk pemerintah terbaik menurut Plato
adalah aristokrasi. Bukan aristokrasi turun-temurun, atau monarki, melainkan
sebuah aristokrasi kepiawaian. Bentuk aristokrasi kepiawaian memungkinkan
kekuasaan berada di tangan orang-orang terbaik dan paling bijak di negerinya.
Orang-orang tersebut dipilih bukan melalui pemungutan suara, tetapi melalui proses
seleksi yang ketat. Mereka yang telah terpilih menjadi anggota kelas wali
(pemimpin), harus memasukkan anggota tambahan ke jajaran mereka berdasarkan
kepiawaiannya.
Orang-orang yang telah menunjukkan kepiawaian dalam menguasai prinsip-
prinsip teoritis di usia 35 tahun, akan mendapatkan pendidikan tambahan selama 15
tahun. Pendidikan tambahan itu terdiri dari banyak pengalaman kerja praktik untuk
melihat seberapa besar mereka mampu menerapkan teori ke kehidupan nyata.
Mereka yang benar-benar menunjukkan minat pada tugas menjaga kesejahteraan
publik yang akan menjadi seorang wali. Setiap orang yang telah terpilih menjadi wali
tidak boleh menjadi kaya. Mereka hanya diperbolehkan memiliki harta benda
minimal, tanpa tanah dan rumah pribadi. Para kelas wali ini hanya boleh berkeluarga
dengan kalangan mereka sendiri. Kompensasi yang diberikan bagi para wali ini
bukanlah kekayaan material, melainkan kepuasaan diri untuk melayani publik.
3. Perbedaan pemikiran Socrates dan Plato
Walaupun dalam dialog-dialog pada masa keduanya hidup, pemikiran dua tokoh
ini sangat berbeda.
a. Sokrates
• Sokrates, tidak menyebut pihak mana yang dapat memimpin suatu negara.
Hanya saja, sistem atau mekanisme pemilihannya harus disepakati dan
disetujui semua orang
• Dalam menjalankan kenegaraan, pemerintah yang terpilih harus menegakkan
hukum dan keadilan tanpa memandang golongan dari seorang individu.
• Negara hadir untuk semua orang
• Negara tidak boleh menjadi alat membahagiakan pihak tertentu

b. Plato
• Pada dasarnya tidak ada konsep negara ideal, karena keidealan hanya ada
dalam pikiran-pikiran manusia
• Namun yang bertugas untuk menyempurnakan sutu negara dibebankan pada
pemimpin yang ada
• Bentuk pemerintahan yang paling baik untuk mengelola negara adalah
aristokrasi.
• Menentukan pihak-pihak tertentu dalam memimpin negara adalah pemikiran
plato yang bertolak belakang dengan sokrates. Pada akhirnya plato membuat
jarak kelas dan golongan untuk memimpin suatu negara.

Anda mungkin juga menyukai