Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI

(P1 PEMBUATAN SIMPLISIA )


Tanggal Praktikum: 8 Maret 2021

Pengampu : apt. Devi Nisa H., M.Sc.

Disusun oleh :

Gol,Kelompok/Kelas: 3A/B

Neni Yuli Sulistiani 20105011066


Siti Aminah 20105011068
Cindy Aurelia Vernanda 20105011069

LABORATORIUM FARMAKOGNOSI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS WAHID HASYIM
SEMARANG
MARET 2021
A. Tujuan
Pada akhir praktikum diharapkan mahasiswa dapat memahami dan melakukan
pembuatan simplisia.

B. Dasar Teori
Proses pembuatan simplisia merupakan proses kelanjutan setelah bahan baku
simplisia selesai dipanen. Penyiapan bahan baku ini dapat mempengaruhi mutu simplisia.
Proses ini juga harus hati-hati dan terukur agar mampu mempertahankan kualitas dari
bahan baku yang digunakan. Proses harus dilakukan secara benar mulai dari penyiapan
bahan bakuhingga tahap akhir yaitu tahap pengemasan dan penyimpanan produk.
Sumber simplisia nabati adalah tanaman obat (tanaman utuh, bagian tanaman atau
eksudat tanaman). Bagian-bagian tanamanobat yang biasa dimanfaatkan sebagai
simplisia dapat berasal dari akar, bunga, buah, kulit kayu, daun, biji, ataupun bagian-
bagian lainnya. Tanaman ini bisa diperoleh dari tumbuhan liar atau berupa tanaman
budidaya. Jika ditelusuri proses yang lazim terjadi pada saat tumbuhan masih hidup,
terjadi proses metabolisme yang melibatkan berbagai enzim dalam sel tumbuhan.
Keseragaman senyawa aktif, keamanan serta penggunaan dari tanaman obat agar terjamin
maka simplisia harus memenuhi syarat minimal. Persyaratan minimal tersebut salah
satunya adalah proses pembuatan simplisia termasuk cara penyimpanan bahan baku
simplisia (Depkes RI, 1985). Proses penyiapan maupun pembuatan simplisia harus
menghasilkan produk yang bersih dan steril dari beragam kandungan yang
membahayakan maupun steril dari kontaminasi.
Pada umumnya pembuatan simplisia melalui tahapan yaitu pengumpulan bahan
baku, sortasi basah, pencucian, perajangan, pengeringan, sortasi kering, pengepakan,
penyimpanan dan pemeriksaan mutu. Pengumpulan bahan baku dilakukan pada saat kita
akan mengambil bahan tanaman obat dari tempatnya ditumbuhkan, setelah itu dilakukan
proses sortasi
a. Sortasi Basah / Penyortiran segar

Penyortiran segar dilakukan setelah selesai panen dengan tujuan untuk memisahkan
kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing lainnya, bahan yang tua dengan yang muda atau
bahan yang ukurannya lebih besar atau lebih kecil. Bahan nabati yang baik memiliki
kandungan campuran bahan organik asing tidak lebih dari 2%. Bahan- bahan asing dapat
berupa tanah, kerikil, rumput, batang, daun, akar yang telah rusak, serta bahan baku
simplisia yang telah rusak. Proses penyortiran pertama bertujuan untuk memisahkan
bahan yang busuk atau bahan yang muda dan yang tua serta untuk mengurangi jumlah
pengotor yang ikut terbawa dalam bahan. Bahan pengotor seperti tanah mengandung
bermacam-macam mikroba dalam jumlah tinggi, oleh karena itu pembersihan simplisia
dari tanah yang terikut dapat mengurangi jumlah mikroba awal. Proses ini sangat penting
karena akan mempengaruhi kualitas bahan baku simplisia yang akan diproses lebih
lanjut. Metode sortasi seringkali dilakukan secara manual dengan mengandalkan indera
manusia dalam menentukan kelayakan maupun tingkat kebersihan bahan simplisia.

b. Pencucian
Proses pencucian merupakan tahapan lebih lanjut dari tahap sortasi basah.
Pencucian merupakan proses yang bertujuan menghilangkan tanah, bahan-bahan
pengotor lain dan mengurangi mikroba-mikroba yang melekat pada bahan simplisia.
Pencucian harus segera dilakukan setelah panen karena dapat mempengaruhi mutu bahan.
Pencucian dapat menggunakan air bersih seperti mata air, sumur, atau PAM. Penggunaan
air kotor menyebabkan jumlah mikroba pada permukaan bahan simplisia dapat bertambah
dan air yang terdapat pada permukaan bahan tersebut dapat mempercepat pertumbuhan
mikroba. Bakteri yang umum terdapat dalam air adalah Pseudomonas, Proteus,
Micrococcus, Bacillus, Streptococcus, Enterobacter dan Escherichia.

Pada saat pencucian harus diperhatikan air cucian dan air bilasannya, jika masih terlihat
kotor maka perlu diulangi proses pencucian dan pembilasan sekali atau dua kali lagi. Perlu
diperhatikan bahwa pencucian harus dilakukan dalam waktu yang sesingkat mungkin
untuk menghindari larut dan terbuangnya zat yang terkandung dalam bahan. Selain itu,
kesadahan air juga berpengaruh terhadap pencucian. Bila airnya sadah maka dapat
ditambahkan natrium karbonat atau tri-natrium-fosfat. Kadang-kadang bahan simplisia
dicuci dengan PK (Kalium Permanganat) 10% sebagai desinfektan, tawas dan kaporit.
Tapi mencuci dengan zat tersebut perlu dipertimbangkan bagaimana kandungan dan
kualitas bahan simplisia setelah itu.
Proses pencucian dapat dibantu dengan menggunakan sikat. Sebaiknya digunakan
sikat yang lunak, kekerasan rambut sikat harus cukup untuk menghilangkan kotoran tanpa
merusak bahan simplisia. Penyikatan yang tidak tepat atau berlebihan dapat
mengakibatkan kerusakan pada kulit. Pada bahan simplisia berupa akar, batang dan buah
dapat dikupas kulit luarnya untuk mengurangi jumlah mikroba. Namun perlu diperhatikan
pula kebersihan pisaunya. Bila proses pencucian dilakukan dengan sebaik- baiknya maka
kadar mikroba dapat berkurang hingga 40%-50%. Berikut ini adalah cara-cara pencucian
untuk masing-masing bagian tanaman yang akan dijadikan simplisia:
1. Pencucian rimpang
Rimpang dibersihkan dari akar, batang, dan daunnya, lalu dibawa ke tempat
pencucian. Rimpang direndam dalam bak pencucian selama 2–3 jam. Selanjutnya,
rimpang dicuci sambil disortasi. Setelah bersih, rimpang segera ditiriskan dalam
rak peniris selama kurang lebih satu hari. Penirisan sebaiknya dilakukan di dalam
ruangan atau di tempat yang tidak terkena sinar matahari langsung.
2. Pencucian daun
Daun-daun yang telah dipetik dan disortasi selanjutnya dicuci dengan air bersih
sampai benar-benar bersih dengan menggunakan air mengalir. Daun yang telah
bersih ditempatkan pada keranjang atau bakul bambu dan segera ditiriskan di
tempat teduh.
3. Pencucian korteks dan kayu
Potongan-potongan cabang atau batang hasil pemanenan dicuci dengan air bersih.
Bila perlu, kulit luarnya dikelupas menggunakan benda kasar atau pisau.
Kemudian simplisia ditiriskan di tempat teduh hingga bahan tersebut bebas dari
air bekas cucian.
4. Pencucian bunga
Bunga-bunga yang sudah terkumpul dibawa ke tempat pencucian, lalu dicuci
dengan air bersih. Setelah dicuci harus segera ditiriskan dengan cara diangin–
anginkan di tempat teduh sampai air bekas cucian hilang. Selanjutnya, dihilangkan
tangkai bunga dan daun yang terikut saat panen.

5. Pencucian biji
Biji yang sudah diperoleh dicuci untuk menghilangkan kulit buah yang lunak.
Pencucian menggunakan bakul pencucian, setelah itu bahan ditiriskan.
6. Pencucian buah
Pencucian buah dilakukan dengan mencelupkannya dalam air bersih. Setelah itu,
ditiriskan sampai air mengering.
c. Perajangan
Perajangan atau pengecilan ukuran partikel dapat dilakukan secara manual dan
mekanik atau dengan menggunakan mesin. Manual dilakukan dengan menggunakan alat-
alat seadanya misalnya pisau, gunting atau blender. Manual hanya dapat dilakukan
apabila bahan jumlahnya sedikit atau terbatas, tidak terlalu keras dan biasanya ukuran
bahan tidak terlalu besar. Contohnya, rimpang-rimpangan (jahe, temulawak, kencur, dll),
buah-buahan yang memiliki kandungan air banyak (belimbing wuluh, mengkudu, dll),
serta daun-daunan. Cara manual ini masih menggunakan tenaga manusia. Kelebihan cara
ini adalah ketebalan perajangannya dapat dikontrol sesuai dengan kebutuhan.
Kekurangannya adalah tidak efisien, membutuhkan waktu yang lama, dan butuh tenaga
ekstra apabila bahannya keras. Proses perajangan bertujuan untuk mempermudah proses
pengeringan.
Mekanik atau menggunakan mesin perajang dengan ukuran yang biasanya besar
dilakukan apabila bahan jumlahnya besar, dapat untuk bahan yang keras atau tidak terlalu
keras dengan ukuran yang agak besar. Keuntungan cara ini adalah lebih cepat, efisien,
tidak membutuhkan tenaga manusia dan dapat merajang bahan dalam jumlah yang sangat
banyak. Kekurangannya adalah tidak bisa untuk bahan yang ukurannya terlalu kecil.
Selain itu sangat bergantung dengan adanya listrik.
Pada tahap perajangan, dapat terjadi kontaminasi terhadap bahan dengan alat yang
dipakai, yang bersinggungan secara langsung dengan bahan. Kontaminasi biasanya
terjadi akibat adanya reaksi antara bahan dengan logam dari alat perajangan. Kontaminasi
ini sangat berbahaya terhadap tubuh yang mengkonsumsi bahan tersebut karena bersifat
toksik. Apalagi jika logam telah berkarat. Bahan yang dirajang akan berubah warna
sebagian atau seluruhnya menjadi berwarna gelap. Hal ini dikarenakan adanya interaksi
antara senyawa yang terkandung dari bahan dengan logam perajang. Oleh karena itu
tanaman yang baru diambil jangan langsung dirajang tetapi dijemur dahulu di bawah sinar
matahari dalam keadaan utuh selama 1 hari.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemudahan atau kesukaran dalam
perajangan suatu bahan, antara lain:
1. Ukuran bahan
Semakin kecil ukuran bahan yang akan dirajang, perajangan akan semakin sulit.
Makin besar bahan, makin mudah perajangannya.
2. Kekerasan bahan
Apabila bahan yang akan dirajang terlalu keras, proses perajangannya makin
sukar. Makin keras suatu bahan maka waktu perajangannya makin lama.
3. Ketebalan bahan
Bahan yang mempunyai ketebalan ekstra, lebih sulit dalam perajangannya.
Membutuhkan waktu yang agak lama dibanding dengan bahan yang tipis.
4. Ketajaman alat perajang
Makin tajam alat perajang, makin mudah melakukan perajangan. Alat perajang
yang tajam dapat dengan mudah merajang bahan yang keras dan tebal.
Makin tipis hasil rajangan akan mempercepat waktu pengeringan karena air akan
lebih mudah menguap. Akan tetapi, irisan yang terlalu tipis dapat menyebabkan
berkurangnya atau hilangnya zat berkhasiat yang mudah menguap. Sedangkan jika terlalu
tebal, maka pengurangan kadar air dalam bahan agak sulit dan memerlukan waktu yang
lama dalam penjemuran dan kemungkinan besar bahan mudah ditumbuhi oleh jamur.
Contohnya, ketebalan perajangan untuk rimpang temulawak sebesar 7-8 mm, sedangkan
jahe, kunyit dan kencur sebesar 3 - 5 mm.
Perajangan atau memperkecil ukuran dari suatu bahan dapat dilakukan dengan
berbagai macam cara sesuai dengan bahan yang akan dirajang atau sesuai kebutuhannya.
Contohnya, cara merajang rimpang sebaiknya agak miring sehingga diperoleh diameter
permukaan yang lebih besar. Hal ini sangat berpengaruh terhadap keefektifan dan
kecepatan pengeringan bahan. Dengan memperbesar diameter permukaan bahan akan
berpengaruh terhadap pengeringan bahan tersebut.
d. Pengeringan
Tujuan pengeringan ialah untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak
atau membusuk sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lama. Bila kadar air
berkurang dan reaksi enzimatik bisa dihentikan maka proses penurunan mutu atau
perusakan simplisia dapat dicegah. Air yang masih tersisa dalam simplisia pada kadar
tertentu merupakan media pertumbuhan kapang dan jasad renik lainnya. Enzim tertentu
dalam sel, masih dapat bekerja menguraikan senyawa aktif sesaat setelah sel mati dan
selama bahan simplisia tersebut masih mengandung kadar air tertentu. Pada tumbuhan
yang masih hidup pertumbuhan kapang dan reaksi enzimatik yang merusak itu tidak
terjadi karena adanya keseimbangan antara proses-proses metabolisme, yakni proses
sintesis transformasi dan penggunaan isi sel. Keseimbangan ini hilang segera setelah sel
tumbuhan mati.
Pada jenis bahan simplisia tertentu, setelah panen dapat langsung dikeringkan.
Proses ini dilakukan pada bahan simplisia yang mengandung senyawa aktif yang mudah
menguap. Penundaan proses pengeringan akan menurunkan kadar senyawa aktif tersebut
dan berarti menurunkan mutu simplisia. Meskipun banyak bahan simplisia yang masih
dapat ditunda pengeringannya, akan tetapi prinsipnya, pengeringan sebaiknya dilakukan
segera setelah pengumpulan. Pengeringan simplisia dilakukan dengan menggunakan
sinar matahari atau menggunakan suatu alat pengering. Hal-hal yang perlu diperhatikan
selama proses pengeringan adalah suhu pengeringan, kelembaban udara, aliran udara,
waktu pengeringan dan luas permukaan bahan. Pada pengeringan bahan simplisia tidak
dianjurkan menggunakan alat dari plastik.
Cara pengeringan yang salah atau menggunakan suhu pengeringan yang terlalu
tinggi dapat mengakibatkan terjadinya ”Face Hardening”, yakni bagian luar bahan sudah
kering sedangkan bagian dalamnya masih basah. Hal ini dapat disebabkan oleh irisan
bahan simplisia yang terlalu tebal, suhu pengeringan yang terlalu tinggi, atau oleh suatu
keadaan lain yang menyebabkan penguapan air permukaan bahan jauh lebih cepat
daripada difusi air dari dalam ke permukaan tersebut, sehingga permukaan bahan menjadi
keras dan menghambat pengeringan selanjutnya. Face Hardening dapat mengakibatkan
kerusakan atau kebusukan di bagian dalam bahan yang dikeringkan. Namun, proses
pengeringan juga tidak dapat menggunakan suhu yang terlalu rendah karena proses
pengeringan akan berjalan lambat sehingga menjadikan bahan berpotensi ditumbuhi
jamur. Hal ini disebabkan karena laju pengeringan tidak seimbang dengan potensi
kehadiran dan kecepatan tumbuh kembang beragam jenis mikroba yang memanfaatkan
kandungan air pada bahan simplisia sebelum dikeringkan secara tuntas.
Suhu pengeringan tergantung kepada bahan simplisia dan cara pengeringannya.
Bahan simplisia dapat dikeringkan pada suhu 30o sampai 90oC, tetapi suhu yang terbaik
adalah tidak melebihi 60 oC. Bahan simplisia yang mengandung senyawa aktif yang tidak
tahan panas atau mudah menguap harus dikeringkan pada suhu serendah mungkin,
misalnya 30o sampai 45oC, atau dengan cara pengeringan vakum yaitu dengan
mengurangi tekanan udara di dalam ruang atau lemari pengeringan sehingga tekanan kira-
kira 5 mmHg. Kelembaban juga tergantung pada bahan simplisia, cara pengeringan, dan
tahap-tahap selama pengeringan. Kelembapan akan menurun selama berlangsungnya
proses pengeringan. Beberapa model cara pengeringan bahan simplisia yaitu:
pengeringan alamiah (pengeringan dengan sinar mataharia atau diangin- anginkan), dan
pengeringan buatan (alat/ mesing pengering).
e. Sortasi kering
Merupakan tahapan sortasi setelah pengeringan. Proses ini sebenarnya merupakan
tahap akhir pembuatan simplisia. Penyortiran kering bertujuan untuk memisahkan benda-
benda asing yang terdapat pada simplisia, misalnya akar-akar, pasir, kotoran unggas,
bagian tanaman yang tidak diinginkan atau benda asing lainnya. Proses penyortiran
merupakan tahap akhir dari pembuatan simplisia kering sebelum dilakukan pengemasan,
penyimpanan atau pengolahan lebih lanjut. Setelah penyortiran simplisia ditimbang untuk
mengetahui rendemen hasil dari proses pasca panen yang dilakukan. Sortasi sangat
penting dalam kegiatan pasca panen. Fungsi sortasi adalah untuk memperoleh simplisia
seperti yang dikehendaki baik kemurnian maupun kebersihannya. Sortasi sekaligus
berperan untuk memilah bahan berdasarkan ukuran panjang, lebar, besar atau kecil
sehingga diperoleh ukuran yang seragam.
f. Pengepakan dan penyimpanan
Proses pengepakan dilakukan untuk mempertahankan mutu simplisia dalam
rentang waktu tertentu sebelum dilakukan proses lanjutan. Oleh karena itu, proses dan
cara penyimpanan simplisia harus disesuaikan dengan jenis simplisia yang akan dipak.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mempertahankan mutu dan kualitas simplisia
selama proses penyimpanan adalah (Sulistyani, 2018):
1. Cahaya, karena sinar dengan panjang gelombang tertentu dapat menyebabkan
reaksi kimia seperti isomerasi dan polimerasi.
2. Reaksi-reaksi kimia internal yang dapat terjadi di dalam simplisia seperti
fermentasi, polimerisasi, dan autooksidasi.
3. Oksidasi dari oksigen dalam udara, karena dapat menyebabkan oksidasi senyawa
aktif.
4. Dehidrasi, terjadi bila kelembaban di luar lebih kecil dari dalam simplisia.
5. Absorbsi air, dapat disebabkan karena simplisia yang
higroskopis menyerap air dari lingkungan.
6. Kontaminasi, misalnya debu, pasir, kotoran bahan asing
seperti minyak tumpah, organ binatang atau manusia, dan
fragmen wadah.
7. Serangga, dapat menimbulkan kerusakan dan pengotoran
simplisia dalam bentuk larva, sisa metamorfosis dan
lainnya.
8. Kapang, dapat menguraikan zat aktif atau menghasilkan
aflatoksin yang membahayakan konsumen.
g. Pemeriksaan mutu
Pemeriksaan mutu simplisia dilakukan pada saat proses
pembelian. Simplisia harus memenuhi persyaratan sebagaimana
yang telah ditetapkan baik di Farmakope Indonesia, Farmakope
Herbal Indonesia, Ekstra Farmakope Indonesia, maupun Materia
Medika Indonesia edisi terbaru. Persyaratan mutu yang tertera
dalam monografi simplisia antara lain susut pengeringan, kadar
abu total, kadar abu tidak larut asam, kadar sari larut air, kadar
sari larut etanol, dan kandungan kimia simplisia meliputi kadar
minyak atsiri dan kadar kurkuminoid (Depkes, 2008). Produk
obat-obat herbal yang berkualitas ditentukan salah satunya oleh
mutu dari bahan baku (simplisia).

(Maulita
C.N.,Dewi.A.K.M.,2021)

Pemanfaatan dan pengembangan tanaman obat menjadi


investasi besar bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia. Hal ini
karena obat herbal merupakan warisan budaya bangsa yang
menjadi ciri khas pengobatan tradisional Indonesia. Seiring
dengan kampanye diseluruh dunia yang menyerukan back to
nature, pengembangan obat dari bahan alam terus digalakkan.
(Michelia champaca L.)

Kebenaran pemilihan simplisia merupakan aspek penting


untuk pengembangan obat tradisional. Simplisia merupakan
bahan alami yang merupakan bahan dasar untuk pembuatan obat
tradisional (Manoi, 2006).

Identifikasi simplisia dilakukan sebagai identifikasi awal


untuk menentukan adanya komponen seluler yang spesifik dari
tanaman itu sendiri dan dapat digunakan sebagai pedoman
standarisasi bahan/simplisia (Dwiatmika dan Maria, 1999).

C. Alat dan Bahan

Alat :
 Pisau
 Ember Ukuran Sedang
 Talenan
 Tampah
 Blender

Bahan :
 Daun Sirsak : 557 gr
 Rimpang Temu Lawak : 1,035 gr
 Lobak : 1,260 gr

D. Cara kerja.
Siapkan tanaman yang akan digunakan untuk praktikum.

Lakukan sortasi basah pada tanaman tersebut

Cuci beberapa kali dengan air mengalir

Ditiriskan untuk sementara waktu agar air yang
menempel pada bahan tanaman hilang.

Tanaman yang telah ditiriskan tersebut dirajang atau
diiris tipis (rimpang, umbi, buah), dan dibiarkan dalam
keadaan utuh (daun, biji). Kemudian ditampung dulu di
tampah, sambil diangin-anginkan.

Pindahkan bahan tanaman tersebut ke dalam rak,
kemudian masukkan ke dalam oven.
Amati untuk beberapa hari kemudian hingga diperoleh
simplisia yang sudah siap disimpan untuk proses
berikutnya.

E. Hasil dan Pembahasan

Data Pengamatan Daun Sirsak

Nama Simplisia :
Daun Sirsak
(Annona muricata
L.)

Bobot Basah:
570 gr
Kadar Air:
9%

Berat akhir:
50gr

Susut Pengeringan = Berat sblm pemanasan - Berat akhir x


100%
Berat sblm pemanasan
= 570 gr – 50 gr x 100%
Susut Pengeringan: 570 gr
0,91% = 520 x 100 %
570
= 0,91%

Data Pengamatan Temulawak

Nama Simplisia :
Temulawak
(Curcumae
Rhizoma)
Bobot Basah:
1,035 gr

Kadar Air:
8,0%

Berat akhir:
0,060gr

Susut Pengeringan = Berat sblm pemanasan - Berat akhir x


100%
Berat sblm pemanasan
= 1,035 gr – 0,060gr x 100%
1,035gr
Susut
= 0,975 x 100 %
Pengeringan: 1,035
= 94,20%
94,20%

DATA PENGAMATAN LOBAK


GAMBAR Keterangan Keterangan

lobak (Raphanus Sativus)

Berat basah 1,260 kg

Kadar air 5,8%

Berat kering 0,070 kg

Rendemen Perhitungan susut kering


penyusutan B.sebelum pemanasan-
B.akhir x100%
Berat sebelum pemanasan
= 1,260kg - 0,070kg x100%
1,260kg
=1,19kg x 100%
1,260kg
=94,44%
Dokumentasi praktikum simplisia daun sirsak
F. Pembahasan
Proses penyortiran pertama atau sortasi basah bertujuan untuk
memisahkan bahan yang busuk atau bahan yang muda dan yang tua
serta untuk mengurangi jumlah pengotor yang ikut terbawa dalam
bahan. Bahan pengotor seperti tanah mengandung bermacam-macam
mikroba dalam jumlah tinggi, oleh karna itu pembersihan simplisia
dari tanah yang terikut dapat mengurangi jumlah mikroba awal.
Pencucian bertujuan menghilangkan tanah, bahan-bahan
pengotor lain dan mengurangi mikroba- mikroba yang melekat pada
bahan simplisia. Pada saat pencucian harus diperhatikan air cucian
dan air bilasnya, jika masih terlihat kotor maka perlu diulangi proses
pencucian dan pembilasan sekali atau dua kali serta pencucian harus
di air mengalir gunanya agar kotoran tidak mengendap dibagian
bawah wadah pencuci. Bila proses pencucian dilakukan dengan
sebaik-baiknya maka kadar mikroba dapt berkurang hingga 40%-
50%.
Perajangan atau pengecilan ukuran partikel dapat dilakukan
secara manual dan mikanik atau dengan menggunakan mesin. Pada
simplisia daun sirsak perajangan atau pengecilan ukuran partikel ini
tidak digunakan dikarnakan daun sirsak tidak terlalu tebal dan lebar
sehingga tidak memerlukan peranjangan lagi.
Pengeringan mempunya tujuan yaitu untuk mendapatkan
simplisia yang tidak mudah rusak atau membusuk sehingga dapat
disimpan dalam waktu yang lama. Bila kadar air berkurang dan reaksi
enzimatik bisa dihentikan maka proses penurunan mutu atau
perusakan pada simplisia dapat dicegah. Cara pengeringan yang salah
atau menggunakan suhu pengeringangan yang terlau tinggi dapat
mngeakibatkan terjadinya Face Hardening yaitu bagian luar bahan
sudah kering sedangkan bagian dalamnya masih basah. Face
hardening juga dapat mengakibatkan kerusakan atau kebusukan di
bagian dalam bahan yang dikeringkan. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa pengeringan menggunakan oven pada suhu
50oC memiliki kadar air paling rendah jika dibandingkan dengan
pengeringan sinar matahari langsung dan kering angin. Suhu
pengeringan yang digunakan mempengaruhi lama pengeringan,
semakin tinggi suhu pengeringan semakin cepat proses transpirasi
didalamnya. Hal ini ditunjukkan pada pengeringan menggunakan
oven dimana suhu yang digunakan lebih tinggi sehingga
mempengaruhi air dalam bahan, dan semakin singkat waktu yang
dibutuhkan untuk menjadikan kadar air paling rendah.
Kadar air merupakan parameter untuk menetapkan residu air
setelah proses pengeringan. Pada pengujian kadar air simplisia dan
ekstrak etanol daun leilem digunakan metode destilasi toluen, yang
pada prinsipnya menggunakan toluen jenuh air. Kadar air yang
diperoleh pada simplisia dan ekstrak masingmasing sesuai dengan
syarat mutu yaitu ≤ 10%. Ekstrak kental memilki kadar air antara 5 –
30%. Penentuan kadar air juga terkait dengan kemurnian ekstrak.
Kadar air yang terlalu tinggi (> 10%) menyebabkan tumbuhnya
mikroba yang akan menurunkan stabilitas ekstrak .
Sortasi kering merupakan tahapan sortasi setelah pengeringan.
Proses ini sebenarnya merupakan tahap akhir pembuatan simplisia.
Sortasi kering bertujuan untuk memisahkan benda-benda asing yang
terdapat pada simplisia, misalnya akar-akar, pasir, bagian tanaman
yang tidak diinginkan atau benda asing lainnya. Fungsi sortasi adalah
untuk meperoleh simplisia seperti yang dikehendaki baik kemurnian
maupun kebersihannya.

G. Kesimpulan
Pada praktikum kali ini percobaan simplisia dapat dapat disimpulkan
1. - Pembuatan simplisia dengan daun sirsak dilakukan melalui
proses sortasi basah, pencucian dengan air mengalir, pengeringan
dan sortasi kering.
- Pembuatan simplisia dengan lobak dilakukan melalui proses
sortasi basah, pencucian dengan air mengalir, proses
perajangan, pengeringan, dan sortasi kering.
- Pembuatan simplisia dengan temulawak dilakukan melalui
proses sortasi basah, pencucian dengan air mengalir,
perajangan, pengeringan, dan sortasi kering.
2. (+) Berat simplisia daun sirsak basah 0,570 kg dan setelah
pengeringan 0,050 kg
(+) Berat simplisia temulawak basah 1,035 kg dan setelah
pengeringan 0,060 kg.
(+) Berat simplisia lobak basah 1,260 kg dan setelah pengeringan
0,070 kg
3. Kadar air masing masing simplisia : daun sirsak 9,0% , lobak 5,8
%, dan temulawak 8,0%
H. Daftar Pustaka
Maulita C.N.,Dewi.A.K.M.,2021., buku petunjuk praktikum
famakognosi,laboratorium farmakognosi, universitas wahid hasyim,
semarang
Ariantari, N.P., N.L. Rustini, L. Tumewu, A.F. Hafid, dan A.
Widyawaruyanti. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia, Vol. 11 (1). P.
67-69

Anda mungkin juga menyukai