Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN TUTORIAL

BLOK SISTEM REPRODUKSI

Disusun Oleh:

Grace Tabita Ginting 219 210 032

Grup Tutor A4

Diketahui Oleh:

Fasilitator

dr. Budi Darmanta Sembiring, M.Kes (ClinPath), Sp. PK

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA

2021/2022
KATA PENGANTAR

1
Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat
dan karunia-nya yang telah diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan hasil laporan
tutorial Blok Sistem Reproduksi ini sesuai dengan waktu yang ditentukan.
Dalam penyusunan laporan tutorial Blok Sistem Reproduksi ini, penulis menyadari
sepenu ya banyak terdapat kekurangan di dalam penyajiannya. Hal ini disebabkan terbatasnya
kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki, penulis menyadari bahwa tanpa adanya
bimbingan dan bantuan dari semua pihak tidaklah mungkin hasil laporan tutorial Blok Sistem
Reproduksi ini dapat diselesaikan sebagaimana mestinya.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan
laporan dengan baik.
2. dr. Budi Darmanta Sembiring, M.Kes (ClinPath), SpPK selaku dosen atas segala masukkan,
bimbingan dan kesabaran dalam menghadapi segala keterbatasan penulis.
Akhir kata, segala bantuan serta amal baik yang telah diberikan kepada penulis,
mendapatkan balasan dari Tuhan, serta laporan Tutorial Blok Sistem Reproduksi ini dapat
bermanfaat bagi penulis khususnya, dan para pembaca umumnya.

Medan, 27 September 2021

Grace Tabita Ginting

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ..........................................................................................................2

Daftar Isi ...................................................................................................................3

Pemicu .....................................................................................................................4

I. Klarifikasi Istilah .........................................................................................4

II. Identifikasi Masalah ....................................................................................4

III. Analisa Masalah ..........................................................................................4

IV. Kerangka Konsep ........................................................................................6

V. Learning Objective .....................................................................................7

VI. Pembahasan .................................................................................................8

VII. Kesimpulan ..................................................................................................14

Daftar Pustaka .............................................................................................15

3
PEMICU
Seorang wanita usia 28 tahun dibawa keluarganya ke UGD dengan keluhan marah-marah,
berteriak, gaduh gelisah. Dari wawancara didapat halusinasi pendengaran dan halusinasi
penglihatan. Keadaan ini dimulai dengan tak bisa tidur sejak 1 minggu yang lalu. Wanita ini baru
2 minggu yang lalu melahirkan.
I. Klarifikasi Istilah

II. Identifikasi masalah


1. Pasien marah-marah, berteriak, gaduh gelisah
2. Pasien berhalusinasi pendengaran dan pengliatan
3. Tidak bisa tidur sejak 1 minggu lalu
4. Baru 2 minggu lalu melahirkan

III. Analisa masalah


1. Perubahan hormon. Pada saat hamil, level hormon estrogen dan progesteron
meningkat. Setelah melahirkan, level kedua hormon itu menurun drastis
2. - Terjadinya perubahan kadar hormon, metabolisme, sirkulasi darah, serta retensi air
dalam tubuh pasca persalinan
- Riwayat bipolar atau skizofrenia
3. Perubahan hormon pasca melahirkan, merasa cemas, khawatir setiap saat, dan stres
berlebihan

4
IV. Kerangka Konsep

Wanita

28 tahun

Pasien tidak bisa tidur Pasien baru


Pasien marah-marah, Pasien berhalusinasi sejak 1 minggu yang melahirkan 2 minggu
berteriak, gaduh, dan penglihatan dan lalu yang lalu
gelisah pendengaran

Adanya perubahan  Terjadinya perubahan Perubahan hormon


hormon estrogen kadar hormon, pasca melahirkan dapat
yang cepat sehingga metabolisme, sirkulasi menyebabkan pasien
dapat menyebabkan darah, serta retensi air merasa cemas, khawatir
perubahan mood dalam tubuh pasca setiap saat, dan stres
pada pasien persalinan berlebihan
 riwayat bipolar atau
skizofrenia

DD : 1. Psikosis post
partum

2. baby blues sindrom

3. Depresi postpartum

5
V. Learning Objective
1. Definisi dan etiologi dari dd
2. Manifestasi klinis psikosis postpartum
3. Faktor risiko psikosis postpartum
4. Cara menegakkan diagnosa
5. Tatalaksana psikosis postpartum
6. Edukasi pada pasien psikosis postpartum

6
VI. Pembahasan Learning Objective
1. Definisi dan etiologi dari dd
 Psikosis post partum
Postpartum psikosis merupakan gangguan mental berat pasca melahirkan
yang memiliki gejala-gejala yang mirip dengan postpstum depression
ditambah penderita sering berkhayal, berhalusinasi dan bingung hingga
muncul pikiran ingin melukai bayinya dan dirinya sendiri, tanpa menyadari
bahwa pikiran-pikiran itu tidak masuk akal. Jadi resiko untuk bunuh diri atau
membunuh bayinya lebih besar dari pada postpartum depression. (H.
Budhyastuti, 2011 : 322)
Etiologi
 Psikosis postpartum memiliki asal multifaktor yang kompleks. Faktor risiko
termasuk riwayat gangguan bipolar, riwayat psikosis postpartum pada
kehamilan sebelumnya, riwayat keluarga psikosis atau gangguan bipolar,
riwayat gangguan skizoafektif atau skizofrenia, dan penghentian obat psikiatri
selama kehamilan. Prevalensi keseluruhan lebih tinggi pada pasien yang
menderita gangguan afektif seperti bipolar satu, dua, dan kehamilan pertama
kali dengan keluarga sebelumnya atau riwayat pribadi gangguan bipolar satu
dianggap sebagai faktor risiko paling penting. Kurang tidur dan fluktuasi
hormonal setelah lahir, terutama penurunan kadar estrogen yang cepat, juga
dapat menimbulkan risiko; postulat sebelumnya mengusulkan bahwa
pengobatan dengan estradiol mungkin bermanfaat sebagai pengobatan
tambahan untuk wanita dengan psikosis dalam skizofrenia. Namun, penelitian
selanjutnya menemukan manfaat minimal pemberian estradiol profilaksis
pada wanita hamil dengan riwayat bipolar satu, bipolar dua, dan skizofrenia
untuk mencegah kekambuhan pada periode postpartum. Dalam satu penelitian
yang dilakukan pada wanita parous dengan gangguan bipolar, episode mania
yang memicu kurang tidur dianggap sebagai penanda penting untuk
menentukan kecenderungan untuk mengembangkan psikosis postpartum.
Kesimpulannya adalah bahwa wanita yang melaporkan kurang tidur yang

7
mengarah ke episode manik dua kali lebih mungkin untuk mengalami episode
psikosis postpartum di beberapa titik dalam hidup mereka.
 Baby blues syndrome
Baby Blues Syndrome merupakan sindrom gangguan mood ringan yang
sering tidak dipedulikan oleh ibu pascsa melahirkan, keluarganya atau petugas
kesehatan yang pada akhirnya Baby Blues Syndrome dapat berkembang
menjadi depresi bahkan psikosis yang dapat berdampak buruk yaitu ibu
mengalami masalah hubungan perkawaninan bahkan dengan keluarganya dan
tumbuh kembang anaknya. Gejala Baby Blues Syndrome menurut Mansyur
(2009) meliputi menangis, perubahan perasaan, cemas, khawatir megenai sang
bayi, kesepian, penurunan gairah seksual.

Etiologi

Beberapa hal yang disebutkan sebagai penyebab terjadinya Baby Blues


a. Perubahan hormonal.
Pasca melahirkan terjadi penurunan kadar estrogen dan progesterone yang
drastis, dan juga disertai penurunan kadar hormon yang dihasilkan oleh
kelenjar tiroid yang menyebabkan mudah lelah, penurunan mood, dan
perasaan tertekan.
b. Fisik
Kehadiran bayi dalam keluarga menyebabkan perubahan ritme kehidupan
sosial dalam keluarga, terutama ibu. Mengasuh si kecil sepanjang siang dan
malam sangat menguras energi ibu, menyebabkan berkurangnya waktu
istirahat, sehingga terjadi penurunan ketahanan dalam menghadapi masalah.
c. Psikis
Kecemasan terhadap berbagai hal, seperti ketidakmampuan dalam
mengurus si kecil, ketidakmampuan mengatasi dalam berbagai permasalahan,
rasa tidak percaya diri karena perubahan bentuk tubuh dan sebelum hamil
serta kurangnya perhatian keluarga terutama suami ikut mempengaruhi
terjadinya depresi.
d. Sosial

8
Perubahan gaya hidup dengan peran sebagai ibu baru butuh adaptasi. Rasa
keterikatan yang sangat pada si kecil dan rasa dijauhi oleh lingkunganjuga
berperan dalam depresi.
 Depresi postpartum
Depresi postpartum pertama kali ditemukan oleh Pitt pada tahun 1988. Pitt
Regina dkk (2001), depresi postpartum adalah depresi pasca persalinan yang
mulaiterjadi pada hari ketiga setelah melahirkan dan berlangsung sampai
berminggu-minggu atau bulan yang dikategorikan sebagai sindrom gangguan
mental ringandengan menunjukkan kelelahan, perasaan sedih, mudah marah,
gangguan tidur,gangguan nafsu makan, dan kehilangan libido (kehilangan
selera untuk berhubungandengan suami).

Etiologi

a) Faktor konstitusional.
Gangguan postpartum berkaitan dengan status paritas adalah
riwayat obstetri pasien yang meliputi riwayat hamil sampai bersalin serta
apakah adakomplikasi dari kehamilan dan persalinan sebelumnya dan
terjadi lebih banyak pada wanita primipara. Wanita primipara lebih umum
menderita blueskarena setelah melahirkan wanita primipara berada dalam
proses adaptasi, kalau dulu hanya memikirkan diri sendiri begitu bayi
lahir jika ibu tidak paham perannya ia akan menjadi bingung sementara
bayinya harus tetapdirawat.
b) Faktor fisik.
Perubahan fisik setelah proses kelahiran dan memuncaknya
gangguan mentalselama 2 minggu pertama menunjukkan bahwa faktor
fisik dihubungkandengan kelahiran pertama merupakan faktor penting.
Perubahan hormonsecara drastis setelah melahirkan dan periode laten
selama dua hari diantarakelahiran dan munculnya gejala. Perubahan ini
sangat berpengaruh padakeseimbangan. Kadang progesteron naik dan
estrogen yang menurun secaracepat setelah melahirkan merupakan faktor
penyebab yang sudah pasti.

9
c) Faktor psikologis.
Peralihan yang cepat dari keadaan dua dalam satu pada akhir
kehamilanmenjadi dua individu yaitu ibu dan anak bergantung pada
penyesuaian psikologis individu. Klaus dan Kennel (Regina dkk, 2001),
mengindikasikan pentingnya cinta dalam menanggulangi masa peralihan
ini untuk memulaihubungan baik antara ibu dan anak.
d) Faktor sosial.
Paykel dan Regina dkk (2001), mengemukakan bahwa pemukiman
yang tidak memadai lebih sering menimbulkan depresi pada ibu-ibu,
selain kurangnyadukungan dalam perkawinan

2. Manifestasi klinis
Dalam sebagian besar kasus, onsetnya cepat dan dalam dua minggu pertama
pascapersalinan. PP memiliki usia onset rata-rata 26 tahun. Dini Manifestasi termasuk
gejala seperti: insomnia, perubahan suasana hati, pikiran obsesif tentang bayi, dan
kemudian delusi, halusinasi, perilaku tidak teratur, agitasi psikomotor, penolakan
makanan, katatonia, dan suasana hati yang parah perubahan. Temuan psikotik yang
tidak biasa sering dalam bentuk referensi, penganiayaan, kecemburuan, waham
kebesaran yang tidak sesuai dengan suasana hati. Delusi seringkali memiliki karakter
yang aneh. "Gejala lini pertama Schneiderian" relatif jarang. Halusinasi taktil dan
visual yang menunjuk ke sindrom organik dapat dilihat. Berat gejala suasana hati
seperti depresi, mania atau episode campuran sering diamati. Afektif fenomenologi
tampaknya menjadi fitur dari gangguan dan lebih sering terjadi pada PP daripada
lainnya gangguan psikotik. Selain afektif gejala, pada saat yang sama seperti delirium
yang aneh gejala juga dapat terlihat. Terkadang tidak biasa gejala kognitif seperti
disorientasi, kebingungan dapat diamati pada pasien. Karena disorganisasi kognitif,
pasien mungkin mengabaikan bayi baru lahir dan/atau praktik berbahaya mungkin
timbul sementara mereka memenuhi kebutuhan bayi. Keyakinan dan pemikiran aneh
tentang kelahiran atau bayi dapat dilihat.

10
Dalam sebuah penelitian, disebutkan bahwa 28- 35% dari wanita yang dirawat
dengan PP diagnosis memiliki delusi tentang bayi mereka, tapi hanya 9% dari mereka
yang memiliki pemikiran penganiayaan tentang bayi mereka (12). Telah dilaporkan
bahwa risiko bunuh diri meningkat 70 kali lipat pada tahun pertama setelah lahir.
Bunuh diri adalah penyebab penting dari kematian ibu dan bunuh diri lengkap telah
dilaporkan pada 2 dari 1000 wanita PP. Upaya bunuh diri mungkin agresif dan
ireversibel. Meski jarang, prevalensi bayi pembunuhan, yang merupakan gambaran
paling dramatis, telah telah dilaporkan menjadi 4% dan dikaitkan dengan penolakan
kehamilan. Dalam sebuah penelitian 16 kasus pembunuhan bayi diperiksa dan itu
melaporkan bahwa ibu-ibu ini terpengaruh oleh gejala disosiatif. Pasien ini
menyangkal graviditas dan nyeri kelahiran; biasanya memiliki disosiatif halusinasi,
amnesia pendek dan depersonalisasi. Untuk alasan ini, hati-hati terhadap pikiran
bunuh diri atau pembunuhan bayi dibenarkan dan tindakan darurat dan tindakan
untuk memastikan keselamatan pasien harus diperhatikan.

3. Faktor risiko psikosis postpartum


Sementara beberapa wanita dapat mengalami psikosis pascapersalinan tanpa
faktor risiko, ada beberapa faktor yang diketahui meningkatkan risiko wanita untuk
kondisi tersebut. Mereka termasuk:
1. Riwayat gangguan bipolar
2. Riwayat psikosis postpartum pada kehamilan sebelumnya
3. Riwayat gangguan skizoafektif atau skizofrenia
4. Riwayat keluarga psikosis postpartum atau gangguan bipolar
5. Kehamilan pertama
6. Penghentian obat psikiatri untuk kehamilan
Penyebab pasti dari psikosis postpartum tidak diketahui. Dokter mengetahui
bahwa semua wanita pada masa nifas mengalami fluktuasi kadar hormon. Namun,
beberapa tampaknya lebih sensitif terhadap efek kesehatan mental dari perubahan
hormon seperti estrogen, progesteron, dan/atau hormon tiroid. Banyak aspek
kesehatan lain yang dapat memengaruhi penyebab psikosis pascapersalinan, termasuk

11
faktor genetik, budaya, dan lingkungan serta biologis. Kurang tidur juga dapat
berperan.

4. Cara menegakkan diagnosa


Menurut DSM-IV-TR, tidak ada kriteria bagi gangguan depresi dan psikosis pada
postpartum, namun diagnosis bisa ditegakkan apabila depresi dan psikosisyang terjadi
mempunyai hubungan dengan persalinan dan perlangsungannya hanyasementara.
Sedang menurut PPDGJ-III, maka pedoman diagnostik untuk gangguan psikiatrik
pada postpartum(F.53) yaitu:
F.53.1 Gangguan Mental dan Perilaku Berat yang Berhubungan dengan Masa Nifas
YTK Termasuk : psikosis masa nifas YTT.
Menurut Regina(2001) diluar negeri skrinning utnuk mendetekasi gangguanmood
depresi sudah merupakan acuan pelayanan pasca persalinan yang rutin dilakukkan.
Untuk skrinning depresi postpartum dapat dipergunakan kuesioner Edinburgh
Postnatal Depression Scale (EPDS) merupakan kuesioner dengan validitas yang
terujiyang dapat mengukur intensitas perubahan perasaan depresi selama tujuh hari
pasca persalinan. Pertanyaannya berhubungan dengan lailitas perasaan,kecemasan,
perasaan bersalah, keingginan bunuh diri, serta hal-hal lain yang terdapat pada
depresi post partum. Kuesioner EPDS (terlampir ) terdiri dari sepuluh pertanyaan di
mana setiap pertanyaan memiliki empat pilihan jawaban yang mempunyai nilai skor
dan harus dipilih satu sesuai gradasi perasan yang dirasakan ibu postpartum.
Pertanyaan harus dijawab oleh ibu sendiri oleh ibu dan rata dapatdiselesaikan dalam
waktu 5 menit. Jumlah skor dari sepuluh pertanyaan yangdiajukan dalam EPDS 30
skor, semakin besar jumlah skor gejala depresi semakin berat. Skor di atas 12
memiliki sensitifitas 86% dan nilai prediksi positif 73% utnuk mendiagnosis kejadian
depresi postpartum.

5. Tatalaksana psikosis postpartum


Psikosis postpartum merupakan suatu kondisi emergensi dan memerlukan
perhatian dan penanganan segera. Pasien mungkin akan membutuhkan terapi
obatuntuk jangka waktu tertentu, seperti haloperidol atau flufenazin, keduanya

12
diberikandalam dosis 2-5 mg per os 3 kali perhari. Bila agitasi maka pasien
membutuhkan anti psikotika berpotensi tinggi dan diberikan IM. Mood stabilizer
seperti lithium,valproid acid, carbamazepine digunakan sebagai terapi akut yang
dikombinasi denganobat anti psikotik dan benzodiapezine. Indikasi pemakaian ECT
sama seperti psikosis tanpa persalinan tetapidianjurkan ditunda sampai satu bulan
postpartum untuk menghindari terjadinya emboli.

6. Edukasi pada pasien psikosis postpartum


Seperti penyakit mental lainnya, psikosis postpartum tidak hanya mempengaruhi
ibu dan bayi tetapi memiliki dampak yang sama pada keluarga dan pengasuh. Sangat
penting bagi tim perawatan untuk dapat memahami besarnya tekanan fisik dan
emosional yang dialami pasangan dan anggota keluarga lainnya dan menjawab semua
pertanyaan dan kekhawatiran mereka dengan cara yang empatik. Pasien harus
diskrining untuk tanda-tanda penyakit mental selama kehamilan dan setelah
melahirkan. Wanita yang berencana untuk hamil, yang cenderung mengembangkan
psikosis pascamelahirkan harus diberi konseling dan diinformasikan tentang
perjalanan penyakit dan hasil dan risiko yang terkait dengan penyakit dan pilihan
pengobatan yang tersedia sehingga mereka dapat sampai pada keputusan yang tepat.

13
VII. Kesimpulan
Berdasarkan pemicu diatas OS diduga mengalami psikosis postpartum yang dapat
dilihat dari gambaran klinis yaitu marah-marah, berteriak, gaduh gelisah, berhalusinasi
pendengaran Dan penglihatan, tidak bisa tidur sejak 1 minggu lalu, dan juga OS baru
melahirkan 2 minggu lalu. Adapun tatalaksana yang diberikan adalah konseling oleh
psikologis kelompok Dan kombinasi antara psikoterapi perhatian dari keluarga Dan
olahraga. Edukasi yang diperlukan yaitu konseling dan informasi tentang perjalanan
penyakit, hasil dan risiko dan pengobatan yang terkait dengan penyakit.

14
DAFTAR PUSTAKA
American Psychiatric Association. 1994. DSM IV. Washington DC : American
Psychiatric Association
Bobak I.M., Lowdermilk, D.L., & Jensen, M.D., Perry, S.E. (2005). Buku Ajar
Keperawatan Maternitas. Edisi 4. Alih bahasa: Maria & Peter. Jakarta: EGC
Elvira., Sylvia D. (2006). Depresi pasca Persalinan. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Henderson & Jones. (2006). Buku Ajar Konsep Kebidanan (Essential Midwifery). Alih
bahasa Ria Anjarwati. Jakarta: EGC
H. Budhyastuti R. 2011. Having A Baby, Panduan Modern Kehamilan Yang Bahagia,
Sehat dan Cerdas. Bandung: Qanita
Mansur, H. 2009. Psikologi Ibu dan Anak untuk Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.
Pieter, H.Z. & Lubis, N.L. (2010). Pengantar Psikologi untuk Kebidanan, Jakarta:
Kencana
Regina, pudjibudojo, J. K & Malinton, P. K. (2001). Hubungan Antara Depresi
Postpartum dengan kepuasaan seksual pada ibu primpara. Anima Indonesian Pyschological
Journal. Vol. 16. No. 3. 300-314.
Supartini. (2004). Pelayanan Kesehatan bagi Ibu Hamil, Jakarta: EGC.
Wikjhosastro. (2007). Ilmu Kebidanan, Jakarta: Bina Pustaka.

15

Anda mungkin juga menyukai