Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN TUTORIAL

BLOK SISTEM REPRODUKSI

Disusun Oleh:

Maria Immaculata Esteria Nainggolan 219 210 031

Grup Tutor A4

Diketahui Oleh:

Fasilitator

dr. Budi Darmanta Sembiring, M.Kes (ClinPath), SpPK

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA

2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat
dan karunia-nya yang telah diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan hasil laporan
tutorial Blok Sistem Reproduksi ini sesuai dengan waktu yang ditentukan.
Dalam penyusunan laporan tutorial Blok Sistem Reproduksi ini, penulis menyadari
sepenu ya banyak terdapat kekurangan di dalam penyajiannya. Hal ini disebabkan terbatasnya
kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki, penulis menyadari bahwa tanpa adanya
bimbingan dan bantuan dari semua pihak tidaklah mungkin hasil laporan tutorial Blok Sistem
Reproduksi ini dapat diselesaikan sebagaimana mestinya.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan
laporan dengan baik.
2. dr. Budi Darmanta Sembiring, M.Kes (ClinPath), SpPK selaku dosen atas segala masukkan,
bimbingan dan kesabaran dalam menghadapi segala keterbatasan penulis.
Akhir kata, segala bantuan serta amal baik yang telah diberikan kepada penulis,
mendapatkan balasan dari Tuhan, serta laporan Tutorial Blok Sistem Reproduksi ini dapat
bermanfaat bagi penulis khususnya, dan para pembaca umumnya.

Medan, 27 September 2021

Maria Immaculata E. Nainggolan


DAFTAR ISI

Kata Pengantar ..........................................................................................................2

Daftar Isi ...................................................................................................................3

Pemicu .....................................................................................................................4

I. Klarifikasi Istilah .........................................................................................4

II. Identifikasi Masalah ....................................................................................4

III. Analisa Masalah ..........................................................................................4

IV. Kerangka Konsep ........................................................................................6

V. Learning Objective .....................................................................................7

VI. Pembahasan .................................................................................................8

VII. Kesimpulan ..................................................................................................

Daftar Pustaka .............................................................................................


PEMICU
Seorang wanita usia 28 tahun dibawa keluarganya ke UGD dengan keluhan marah-marah,
berteriak, gaduh gelisah. Dari wawancara didapat halusinasi pendengaran dan halusinasi
penglihatan. Keadaan ini dimulai dengan tak bisa tidur sejak 1 minggu yang lalu. Wanita ini baru
2 minggu yang lalu melahirkan.
I. Klarifikasi Istilah

II. Identifikasi masalah


1. Pasien marah-marah, berteriak, gaduh gelisah
2. Pasien berhalusinasi pendengaran dan pengliatan
3. Tidak bisa tidur sejak 1 minggu lalu
4. Baru 2 minggu lalu melahirkan

III. Analisa masalah


1. Perubahan hormon. Pada saat hamil, level hormon estrogen dan progesteron
meningkat. Setelah melahirkan, level kedua hormon itu menurun drastis
2. - Terjadinya perubahan kadar hormon, metabolisme, sirkulasi darah, serta retensi air
dalam tubuh pasca persalinan
- Riwayat bipolar atau skizofrenia
3. Perubahan hormon pasca melahirkan, merasa cemas, khawatir setiap saat, dan stres
berlebihan
IV. Kerangka Konsep

Wanita

28 tahun

Pasien tidak bisa tidur Pasien baru


Pasien marah-marah, Pasien berhalusinasi sejak 1 minggu yang melahirkan 2 minggu
berteriak, gaduh, dan penglihatan dan lalu yang lalu
gelisah pendengaran

Adanya perubahan  Terjadinya perubahan Perubahan hormon


hormon estrogen kadar hormon, pasca melahirkan dapat
yang cepat sehingga metabolisme, sirkulasi menyebabkan pasien
dapat menyebabkan darah, serta retensi air merasa cemas, khawatir
perubahan mood dalam tubuh pasca setiap saat, dan stres
pada pasien persalinan berlebihan
 riwayat bipolar atau
skizofrenia

DD : 1. Psikosis post
partum

2. baby blues sindrom

3. Depresi postpartum
V. Learning Objective
1. Definisi dan etiologi dari dd
2. Manifestasi klinis psikosis postpartum
3. Faktor risiko psikosis postpartum
4. Cara menegakkan diagnosa
5. Tatalaksana psikosis postpartum
6. Edukasi pada pasien psikosis postpartum

VI. Pembahasan Learning Objective


1. Definisi dan etiologi dari DD
 Psikosis Postpartum
a. Definisi
Gangguan jiwa yang serius, yang timbul karena penyebab organik atau
fungsional/ emosional dan menunjukan gangguan kemampuan berpikir ,
bereaksi secara emosional meningkat , berkomunikasi, menafsirkan kenyataan
dan bertindak sesuai dengan kenyataan. Psikosis merupakan gangguan
kepribadian yang menyebabkan ketidakmampuan menilai realita dengan
fantasi dirinya. Postpsrtum psikosis merupakan keadaan dimana wanita
mengalami tekanan jiwa yang sangat hebat yang bias menetap sampai
setahun. Gangguan kejiwaan ini juga bias selalu kambuh setiap pasca
melahirkan. Postpartum psikosis merupakan gangguan mental berat pasca
melahirkan yang memiliki gejala-gejala yang mirip dengan postpstum
depression ditambah penderita sering berkhayal, berhalusinasi dan bingung
hingga muncul pikiran ingin melukai bayinya dan dirinya sendiri, tanpa
menyadari bahwa pikiran-pikiran itu tidak masuk akal. Jadi resiko untuk
bunuh diri atau membunuh bayinya lebih besar dari pada postpartum
depression
b. Etiologi
Psikosis postpartum memiliki asal multifaktor yang kompleks. Faktor risiko
termasuk riwayat gangguan bipolar, riwayat psikosis postpartum pada
kehamilan sebelumnya, riwayat keluarga psikosis atau gangguan bipolar,
riwayat gangguan skizoafektif atau skizofrenia, dan penghentian obat psikiatri
selama kehamilan. Prevalensi keseluruhan lebih tinggi pada pasien yang
menderita gangguan afektif seperti bipolar satu, dua, dan kehamilan pertama
kali dengan keluarga sebelumnya atau riwayat pribadi gangguan bipolar satu
dianggap sebagai faktor risiko paling penting. Kurang tidur dan fluktuasi
hormonal setelah lahir, terutama penurunan kadar estrogen yang cepat, juga
dapat menimbulkan risiko; postulat sebelumnya mengusulkan bahwa
pengobatan dengan estradiol mungkin bermanfaat sebagai pengobatan
tambahan untuk wanita dengan psikosis dalam skizofrenia. Namun, penelitian
selanjutnya menemukan manfaat minimal pemberian estradiol profilaksis
pada wanita hamil dengan riwayat bipolar satu, bipolar dua, dan skizofrenia
untuk mencegah kekambuhan pada periode postpartum. Dalam satu penelitian
yang dilakukan pada wanita parous dengan gangguan bipolar, episode mania
yang memicu kurang tidur dianggap sebagai penanda penting untuk
menentukan kecenderungan untuk mengembangkan psikosis postpartum.
Kesimpulannya adalah bahwa wanita yang melaporkan kurang tidur yang
mengarah ke episode manik dua kali lebih mungkin untuk mengalami episode
psikosis postpartum di beberapa titik dalam hidup mereka.
 Baby blues sindrom
a. Definisi
Postpartum blues dapat terjadi begitu selesai proses kelahiran dan biasanya
akan hilang setelah beberapa hari sampai seminggu setelah melahirkan.
Seseorang yang baru melahirkan dapat terkena perubahan mood secara tiba-
tiba/ tak terduga, merasa sedih, menangis tak henti tanpa sebab, kehilangan
nafsu makan, tak tenang, gundah dan kesepian. Tidak ada perawatan khusus
untuk postpartum blues jika tidak ada gejala yang signifikan. Empati dan
dukungan keluarga serta staf kesehatan diperlukan. Jika gejala tetap ada lebih
dari dua minggu diperlukan bantuan professional. Namun apabila postpartum
blues ini tidak kunjung reda, keadaan ini dapat berkembang menjadi depresi
pasca melahirkan atau postpartum depression, itulah kenapa akan membantu
bila kita tidak menganggapnya sebagai kejadian yang tidak penting. Bentuk
paling hebat dari depresi postpartum yang tidak tetangani dengan baik akan
mengakibatkan postpartum psikosis
b. Etiologi
Baby Blues disebabkan oleh banyak hal, di antaranya bisa dari faktor biologi,
dan bisa dari faktor emosional. Pada saat bayi lahir, akan terjadi perubahan
kadar hormon secara tiba-tiba dalam tubuh ibu. Di mana kadar hormon itu ada
yang turun dengan cepat, dan ada pula yang naik dengan pesatnya. Nah
perubahan kadar hormorhormon dalam waktu singkat dan tiba-tiba inilah
salah satu pemicu timbulnya Baby Blues. Banyak ibu-ibu hamil tidak tahu,
dan tidak mempersiapkan diri untuk menghadapi kelelahan pada saat
melahirkan. Rasa lelah yang berlebihan yang dialami ibu pada saat melahirkan
juga merupakan salah satu faktor penyebab timbulnya Baby Blues. Dari
beberapa kasus juga ditemui ada ibu-ibu ini sebetulnya dia tidak suka atau
tidak mau lagi untuk melahirkan. Dari banyak hasil pemeriksaan fisik
memang banyak ditemui penyebab Baby Blues ini adalah karena kelelahan,
keletihan yang dialami ibu pada saat proses persalinan. Selain itu juga ditemui
penyebab Baby Blues ini adalah karena kecemasan, kekhawatiran ibu untuk
tidak siap, tidak bisa, tidak mau, dan lain-lain untuk merawat bayinya sendiri.
 Depresi postpartum
a. Definisi
Sekitar 10% wanita setelah melahirkan mengalami post natal depression atau
postpartum depression. Gejala dari postpartum depresi ini yaitu merasa letih,
mudah putus asa, depresi, serangan panik, tidak tertarik untuk melakukan
hubungan seksual, sulit tidur walaupun sangat lelah, tegang, pikiran obsesif
dan tidak terkontrol, mempunyai rasa bersalah yang berlebihan terhadap
sesuatu. Penyebab kelainan ini juga belum diketahui secara pasti, tetaapi
seorang wanita akan lebih mungkin mengalami depresi postpartum jika secara
social dan emosional ia terisolasi atau mengalami peristiwa kehidupan yang
penuh dengan setres terhadap kondisi jiwanya , terutama selama masa-masa
kehamilan dan menjelang persalinan. Postpartum depression ini dapat terjadi
kapanpun di dalam jangka waktu satu tahun setelah melahirkan. Postpartum
depression ini memerlukan perawatan dokter melalui konsultasi, group
support dan pengobatan.
b. Etilogi
Berbagai faktor fisiologis dan psikososialditeliti dapat menjadi penyebab dari
depresipostpartum. Beberapa hal yang diduga menjadietiologi depresi
postpartumantara lain(Brummelte & Galea, 2016):
1. Neurologi postpartumDepresi postpartum secara mekanisme
biologiberhubungan dengan adanya gangguandepresif mayor. Secara
umum, depresiberintegritas dengan penyakit pada sirkuitneuron
dengan ditandai adanya penguranganvolume otak. Pengurangan ini
terjadi padaseseorang yang mengalami gejala depresimayor. Semakin
lama seseorang mengalamigejala tersebut, maka akan semakin
berkurangvolume otaknya. Jumlah yang berkurang yaituprotein otak
yang berfungsi mencetuskanpertumbuhan neuron dan formasi
sinaps.Adanya stres dan depresi dapat mengurangijumlah protein otak
tesebut. Penelitian jugamenunjukkan bahwa setelah
dilahirkannyaplasenta pada saat persalinan maka kadarestrogen dan
progesterone plasma dari sangibu mulai turun secara drastis. Kedua
hormontersebut memilki efek neural pada konsentrasipsikologis. Maka
dari itu, dengan adanyapenurunan drastis dari hormon tersebut
dapatberefek pada psikologis.
2. Gangguan AutoimunSelama persalinan, seorang ibu terpapar berbagai
antigen fetal. Suatu penelitian menduga bahwa akibat adanya paparan
tersebut berefek pada kondisi psikologis ibu.Seorang ibu menjadi
cenderung emosionalyang diduga asalnya dari gangguan
autoimuntersebut. Ketika seorang ibu melahirkan maka ia akan
mengalami masa adaptasi untuk perannyayang baru. Dengan adanya
peran baru tesebut, seorang ibu menjadi kekurangan waktutidurnya
karena harus menjaga bayinya. Aktivitas itu cenderung membuat ibu
menjadikelelahan atau fatigue sehingga bisa memicu terjadinya
depresi. Kurangnya waktu tidur menyebabkan hormone tidur yang
dihasilkandi kelenjar pineal otak menjadi berkurang. Hormon tersebut
adalah hormon melatonin. Terganggunya produksi hormon tersebut
merupakan kontributor terhadap depresi postpartum

2. Manifestasi klinis psikosis postpartum


Dalam sebagian besar kasus, onsetnya cepat dan dalam dua minggu pertama
pascapersalinan. PP memiliki usia onset rata-rata 26 tahun. Dini Manifestasi termasuk
gejala seperti: insomnia, perubahan suasana hati, pikiran obsesif tentang bayi, dan
kemudian delusi, halusinasi, perilaku tidak teratur, agitasi psikomotor, penolakan
makanan, katatonia, dan suasana hati yang parah perubahan. Temuan psikotik yang tidak
biasa sering dalam bentuk referensi, penganiayaan, kecemburuan, waham kebesaran yang
tidak sesuai dengan suasana hati. Delusi seringkali memiliki karakter yang aneh. "Gejala
lini pertama Schneiderian" relatif jarang. Halusinasi taktil dan visual yang menunjuk ke
sindrom organik dapat dilihat. Berat gejala suasana hati seperti depresi, mania atau
episode campuran sering diamati. Afektif fenomenologi tampaknya menjadi fitur dari
gangguan dan lebih sering terjadi pada PP daripada lainnya gangguan psikotik (10).
Selain afektif gejala, pada saat yang sama seperti delirium yang aneh gejala juga dapat
terlihat. Terkadang tidak biasa gejala kognitif seperti disorientasi, kebingungan dapat
diamati pada pasien. Karena disorganisasi kognitif, pasien mungkin mengabaikan bayi
baru lahir dan/atau praktik berbahaya mungkin timbul sementara mereka memenuhi
kebutuhan bayi. Keyakinan dan pemikiran aneh tentang kelahiran atau bayi dapat dilihat.
Dalam sebuah penelitian, disebutkan bahwa 28- 35% dari wanita yang dirawat dengan PP
diagnosis memiliki delusi tentang bayi mereka, tapi hanya 9% dari mereka yang memiliki
pemikiran penganiayaan tentang bayi mereka (12). Telah dilaporkan bahwa risiko bunuh
diri meningkat 70 kali lipat pada tahun pertama setelah lahir. Bunuh diri adalah penyebab
penting dari kematian ibu dan bunuh diri lengkap telah dilaporkan pada 2 dari 1000
wanita PP. Upaya bunuh diri mungkin agresif dan ireversibel. Meski jarang, prevalensi
bayi pembunuhan, yang merupakan gambaran paling dramatis, telah telah dilaporkan
menjadi 4% dan dikaitkan dengan penolakan kehamilan. Dalam sebuah penelitian 16
kasus pembunuhan bayi diperiksa dan itu melaporkan bahwa ibu-ibu ini terpengaruh oleh
gejala disosiatif. Pasien ini menyangkal graviditas dan nyeri kelahiran; biasanya memiliki
disosiatif halusinasi, amnesia pendek dan depersonalisasi. Untuk alasan ini, hati-hati
terhadap pikiran bunuh diri atau pembunuhan bayi dibenarkan dan tindakan darurat dan
tindakan untuk memastikan keselamatan pasien harus diperhatikan.

3. Faktor risiko psikosis postpartum


Sementara beberapa wanita dapat mengalami psikosis pascapersalinan tanpa faktor risiko,
ada beberapa faktor yang diketahui meningkatkan risiko wanita untuk kondisi tersebut.
Mereka termasuk:
1. Riwayat gangguan bipolar
2. Riwayat psikosis postpartum pada kehamilan sebelumnya
3. Riwayat gangguan skizoafektif atau skizofrenia
4. Riwayat keluarga psikosis postpartum atau gangguan bipolar
5. Kehamilan pertama
6. Penghentian obat psikiatri untuk kehamilan
Penyebab pasti dari psikosis postpartum tidak diketahui. Dokter mengetahui bahwa
semua wanita pada masa nifas mengalami fluktuasi kadar hormon. Namun, beberapa
tampaknya lebih sensitif terhadap efek kesehatan mental dari perubahan hormon seperti
estrogen, progesteron, dan/atau hormon tiroid. Banyak aspek kesehatan lain yang dapat
memengaruhi penyebab psikosis pascapersalinan, termasuk faktor genetik, budaya, dan
lingkungan serta biologis. Kurang tidur juga dapat berperan.

4. Cara menegakkan diagnosa


Psikosis post partum
Postpartum psikosis merupakan gangguan mental berat pasca melahirkan yang memiliki
gejala-gejala yang mirip dengan postpstum depression ditambah penderita sering
berkhayal, berhalusinasi dan bingung hingga muncul pikiran ingin melukai bayinya dan
dirinya sendiri, tanpa menyadari bahwa pikiran pikiran itu tidak masuk akal. Jadi resiko
untuk bunuh diri atau membunuh bayinya lebih besar dari pada postpartum depression.
Gejala Psikosis Post Partum
Tahap terakhir ditandai dengan gejala yang berlangsung lebih lama dan serius, seperti:
a. Kebingungan dan disorientasi
b. Pikiran obsesif terhadap bayi
c. Halusinasi dan delusi
d. Gangguan tidur
e. Paranoia
f. Mencoba menyakiti diri sendiri ataupun bayi
Psikosis postpartum berisiko menyebabkan perilaku dan pikiran yang membahayakan,
sehingga harus segera diatasi dengan baik.

5. Tatalaksana psikosis postpartum


Identifikasi penyakit yang tepat waktu sangat penting karena merupakan keadaan darurat
psikiatri. Psikosis postpartum biasanya memiliki onset yang tiba-tiba tetapi merupakan
penyakit yang singkat dan terbatas yang merespon dengan cepat terhadap pengobatan.
Ibu yang berisiko membahayakan diri sendiri atau bayinya memerlukan rawat inap
segera. Tidak ada pedoman saat ini untuk mengelola psikosis postpartum, dan
manajemen tergantung pada penyebabnya. Setelah penyebab organik telah
dikesampingkan, obat untuk mengontrol psikosis akut dapat dimulai. Ini termasuk
penstabil mood, antipsikotik atipikal, dan obat antiepilepsi. Obat-obatan umum dari kelas
ini termasuk lithium, natrium valproat, lamotrigin, karbamazepin, benzodiazepin,
quetiapine, olanzapine, dll.

Meskipun pengobatan profilaksis untuk wanita dengan gangguan bipolar selama


kehamilan adalah rekomendasi untuk wanita dengan risiko tinggi kambuh, manfaat dan
risiko perlu didiskusikan dengan cermat. Lithium telah menjadi pilihan pengobatan
standar untuk depresi bipolar dan postpartum tepat setelah melahirkan pada pasien
dengan riwayat gangguan bipolar atau episode terisolasi sebelumnya dari psikosis
postpartum. Penggunaan lithium selama kehamilan kontroversial karena memiliki risiko
yang signifikan untuk malformasi kongenital, yaitu anomali Ebstein dan berat lahir janin
rendah. Beberapa penelitian menyarankan penggunaan lithium profilaksis dan penstabil
mood lainnya, tepat setelah melahirkan pada pasien dengan riwayat gangguan bipolar.
Saran adalah jika pasien sebelumnya stabil pada lithium (dihentikan selama kehamilan)
bahwa itu dimulai kembali segera setelah pasien melahirkan untuk mencegah
kekambuhan.

Untuk wanita dengan riwayat psikosis postpartum sebelumnya, rekomendasinya adalah


profilaksis lithium tingkat target terapeutik tinggi (nol koma delapan hingga satu
mmol/liter) untuk mencegah episode berikutnya. Dalam hal ini, kadar lithium darah harus
diperoleh dua kali seminggu selama setidaknya dua minggu pertama pascapersalinan.
Wanita harus menjauhkan diri dari menyusui saat mengambil lithium karena dieliminasi
dalam ASI dan dapat menyebabkan tingkat paparan yang lebih tinggi pada bayi sebagai
sistem metabolisme dan mekanisme ekskresi obat yang terbelakang. Di sisi lain,
penggunaan SSRI, karbamazepin, natrium valproat, dan benzodiazepin kerja pendek
dianggap relatif aman selama menyusui. Menyusui tidak hanya menyebabkan ibu kurang
tidur dan kelelahan (yang selanjutnya dapat memperburuk gejalanya), tetapi oksitosin,
hormon yang mengatur menyusui, juga menyebabkan insomnia pada ibu menyusui.
Itulah mengapa penting untuk mendiskusikan pro dan kontra menyusui dengan pasien
dan keluarganya.

Terapi electroconvulsive (ECT) diakui sebagai sarana pengobatan dengan manfaat yang
luar biasa pada pasien dengan psikosis yang berhubungan dengan skizofrenia dan
gangguan skizoafektif refrakter terhadap farmakoterapi antipsikotik. ECT juga dianggap
sebagai intervensi yang aman dan efektif pada pasien dengan kekambuhan akut atau
eksaserbasi psikosis pada periode postpartum dengan risiko komplikasi minimal. Pasien
dengan riwayat gangguan bipolar yang stabil pada obat penstabil suasana hati sebelum
kehamilan yang menghentikan pengobatan selama kehamilan memiliki peningkatan
risiko kekambuhan pada periode perinatal atau pascanatal. Hampir semua kelas obat yang
digunakan sebagai terapi pemeliharaan menimbulkan risiko malformasi kongenital dan
komplikasi saraf lainnya pada janin yang sedang berkembang terutama selama dua belas
minggu pertama perkembangan.

Pasien dan keluarga harus membuat keputusan yang tepat, dengan hati-hati
mempertimbangkan risiko dan manfaat manajemen pengobatan selama kehamilan. Dari
pilihan farmakologis utama, lithium memiliki tingkat 2,8% menyebabkan malformasi
kongenital utama, valproat tertinggi pada 5 hingga 8%, dan carbamazepine 2 hingga 6%.
Adapun antipsikotik atipikal dan tipikal, risiko untuk menyebabkan malformasi
kongenital mayor tidak jelas karena tidak ada penelitian yang signifikan selama
kehamilan. Perawatan non-farmakologis seperti psikoterapi adalah pengobatan tambahan
yang baik bersama psikofarmakologi dan ECT memiliki rekam jejak sebagai cara yang
aman dan efektif untuk mengobati episode akut selama kehamilan bersama atau tanpa
obat psikiatri.

6. Edukasi pada pasien psikosis postpartum


Seperti penyakit mental lainnya, psikosis postpartum tidak hanya mempengaruhi ibu dan
bayi tetapi memiliki dampak yang sama pada keluarga dan pengasuh. Sangat penting bagi
tim perawatan untuk dapat memahami besarnya tekanan fisik dan emosional yang
dialami pasangan dan anggota keluarga lainnya dan menjawab semua pertanyaan dan
kekhawatiran mereka dengan cara yang empatik. Pasien harus diskrining untuk tanda-
tanda penyakit mental selama kehamilan dan setelah melahirkan. Wanita yang berencana
untuk hamil, yang cenderung mengembangkan psikosis pascamelahirkan harus diberi
konseling dan diinformasikan tentang perjalanan penyakit dan hasil dan risiko yang
terkait dengan penyakit dan pilihan pengobatan yang tersedia sehingga mereka dapat
sampai pada keputusan yang tepat.
VII. Kesimpulan
Berdasarkan pemicu diatas OS diduga mengalami psikosis postpartum yang dapat dilihat
dari gambaran klinis yaitu marah-marah, berteriak, gaduh gelisah, berhalusinasi
pendengaran Dan penglihatan, tidak bisa tidur sejak 1 minggu lalu, dan juga OS baru
melahirkan 2 minggu lalu. Adapun tatalaksana yang diberikan adalah konseling oleh
psikologis kelompok Dan kombinasi antara psikoterapi perhatian dari keluarga Dan
olahraga. Edukasi yang diperlukan yaitu konseling dan informasi tentang perjalanan
penyakit, hasil dan risiko dan pengobatan yang terkait dengan penyakit.
DAFTAR PUSTAKA
Bobak I.M., Lowdermilk, D.L., & Jensen, M.D., Perry, S.E. (2005). Buku Ajar Keperawatan
Maternitas. Edisi 4. Alih bahasa: Maria & Peter. Jakarta: EGC
Elvira., Sylvia D. (2006). Depresi pasca Persalinan. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Henderson & Jones. (2006). Buku Ajar Konsep Kebidanan (Essential Midwifery). Alih bahasa
Ria Anjarwati. Jakarta: EGC
Pieter, H.Z. & Lubis, N.L. (2010). Pengantar Psikologi untuk Kebidanan, Jakarta: Kencana
Supartini. (2004). Pelayanan Kesehatan bagi Ibu Hamil, Jakarta: EGC.
Wikjhosastro. (2007). Ilmu Kebidanan, Jakarta: Bina Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai