Bab Ii
Bab Ii
Belanda menyerah tanpa syarat kepada pasukan militer Jepang di Kalijati, yaitu
suatu lapangan terbang didekat kota Bandung dan sekaligus sebagai pusat
yang baru bagi rakyat. Ibarat “lepas dari mulut singa jatuh ke tangan buaya”,
Indonesia pun harus di-Nippon-kan. Dalam arti, pemerintah Jepang tidak hanya
akan melakukan ekspansi dan invasi, tetapi pemerintah Jepang akan menguasai
letak Indonesia yang strategis, penghubung dua lautan dan dua benua, Indonesia
1
Suhartono W. Pranoto, Revolusi Agustus Nasionalisme Terpasung dan Diplomasi
Internasional, (Yogyakarta: Lapera Pustaka Utama, 2001), hal. 8
19
memiliki sumber daya alam dan sumber daya manusia yang potensial. Bumi
oleh industri perang Jepang. Sedangkan penduduk Indonesia yang sangat padat
berperan sebagai penyedia sumber tenaga kerja dan sebagai daerah pemasaran
yang berjiwa muda akan diberi kesempatan untuk berkembang dimana saja,
setelah mendapat tempat berpijak yang kukuh dan menjalankan ekspansi jangka
adalah adanya semangat bushido dan prinsip hokka ichiu. Semangat bushido
adalah semangat yang dimiliki oleh prajurit Jepang yang meliputi kesetiaan dan
bakti kepada tuan/ pemimpinnya. Sedangkan prinsip hokka ichiu yaitu prinsip
seluruh dunia di bawah satu atap yakni di bawah kekuasaan Jepang. Hitoshi
kesan yang salah dari rakyat Indonesia mengenai prinsip hokka ichiu bahwa
Imamura, tindakan tekanan awal tidaklah perlu karena pemerintah Jepang sudah
mempunyai kekuatan yang luar biasa dan dapat menggunakannya secara unilateral
2
M. Yafis Lubis, “Perjuangan Umat Islam Indonesia Menentang Militerisme Jepang
1942-1945”, dalam Ilmu dan Budaya, No. I, Oktober 1991, Tahun XIV, hal. 27
3
Akira Nagazumi, Pemberontakan Indonesia Pada Mas Pendudukan Jepang, (Jakarta:
Yayasan Idayu Press, 1988), hal. 14
Kebijakan lunak tersebut diterapkan dengan memberikan prioritas dalam
pendudukan militernya. Jika pada zaman Hindia Belanda hanya ada satu
pemerintahan sipil saja, yang berkedudukan di Batavia (Jakarta), maka pada masa
1942, saat pemerintah Hindia Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang.
4
Sagimun M. D., Perlawanan Rakyat Indonesia Terhadap Fasisme Jepang, (Jakarta: Inti
Idayu Press, 1985), hal. 30-31
berkuasa di wilayah Hindia Belanda digantikan oleh panglima-panglima angkatan
terus tanpa hambatan, dan juga kekacauan dapat dicegah atau dibatasi.
Bagan I
Susunan Pemerintahan Militer Jepang di Indonesia
Gunshireikan
(Panglima Tentara)
Gunsheikan
(Kepala Pemerintah Militer)
Gunseikanbu
(Staf Pemerintah Militer)
Gunseibu
(Koordinator Pemerintahan Militer Setempat)
Keterangan:
pemerintahan yang disebut Gunshireikan dibentuk dan diduduki oleh kepala Staf
berubah nama menjadi Saiko Shikikan. Tugas Saiko Shikikan dibantu oleh pejabat
kepala staf tentara.5 Gunseikan di Pulau Jawa dibagi menjadi tiga yaitu di Jawa
Barat yag berpusat di Bandung, Jawa Tengah yang berpusat di Semarang dan
Industri dan Kerajinan Tangan), Katsubu (Departemen Lalu Lintas) dan Shihabu
Tokubetsu syi digunakan untuk sebutan daerah khusus Jakarta sedangkan syu
orang Jepang, dan di setiap kantor syu terdapat 10-15 pegawai Jepang yang
oleh seorang kucho yang berasal dari penduduk Indonesia. Strata di bawah ken
adalah kawedanan yang disebut gun yang dipimpin oleh seorang guncho. Unit
pemerintahan terendah adalah kecamaan yang disebut son dan dipimpin oleh
seorang soncho.7
pulau Jawa dan Madura dibagi menjadi 16 syuu. Daerah Jawa Barat dibagi
menjadi 5 suu, Jawa Tengah 5 syu, dan Jawa Timur 6 syu. Pembagian 5 syu di
Jawa Tengah tidak termasuk daerah Yogyakarta dan Surakarta, karena Surakarta
Jepang.
Yogyakarta dengan nama Surakarta Kochi dan Yogyakarta Kochi,8 yang pada
raja).9 Penguasaan daerah Kochi tersebut mendapat sebutan Ko, yaitu Surakarta
7
Aiko Kurasawa, Mobilitas dan Kontrol: Studi Tentang Perubahan Sosal di Pedesaan
Jawa, (Jakarta: Gramedia, 1993), hal. xxviii-xxix
8
Penjelasan UU No.27 dan 28, dalam Kan Po No.2, 10 September 1942
9
George D. Larson, Masa Menjelang Revolusi: Kraton dan Kehidupan Politik di
Surakarta Tahun 1912-1942, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1998), hal. 1
Ko, Mangkunegaran Ko, Yogyakarta Ko, dan Paku Alam Ko.
Kochi digantikan dengan Kochi Jimu Kyoku (Kantor Urusan Kochi). Sehingga
untuk daerah Surakarta Kochi berada di bawah pimpinan seorang Kochi Jimu
Kyoku Chokan (Pembesar Urusan Kochi). Adapun tugas Kochi Jimu Kyoku
kerajaan dan mempunyai andil besar dalam penanganan urusan yang berkaitan
(Kochi) oleh Jepang dimaksudkan agar kedua penguasa kota ini bersedia bekerja
tersebut bermuara pada suatu keinginan agar kedua penguasa kraton di Surakarta
terbagi dalam dua wilayah yaitu Kasunanan dan Mangkunegaran, yang pada masa
Solo Kochi, sedangkan sebagian lain adalah milik Mangkunegaran Kochi. Solo
Kochi terdiri dari Klaten Ken, Boyolali Ken, Sragen Ken, dan sebagian Wonogiri
Kochi Jimu Kyoku Chokan. Dengan demikian, Chokan Surakarta Kochi dapat
Surakarta. Segala urusan yang berhubungan dengan rumah tangga Solo Kochi dan
nama-nama gelar tradisional dan lain-lain masih boleh diurus oleh Solo Kochi
12
Takashi Siraishi, Zaman Bergerak: Radikalisme Rakyat di jawa 1912-1926, (Jakarta:
Pustaka Utama Grafiti, 1997), hal. 3
13
Julianto Ibrahim, op. cit., hal 61
B. Pembentukan Boui Engo Kai
kepada Amerika dan Inggris. Pernyataan perang tersebut didasarkan atas beberapa
Sedunia), adanya imperialisme Barat yang menyebabkan dasar hidup Jepang tidak
akan mungkin diwujudkan, dan menurut pihak Jepang hanya peperanganlah yang
dan persenjataan merupakan peralatan perang yang sangat penting bagi Jepang.
kesulitan dalam memenuhi kebutuhan minyak pelumas untuk pesawat terbang dan
pelumas yaitu dengan menanam tanaman jarak dan tanaman “iles-iles”. Untuk
yaitu suatu badan yang bertanggung jawab mengenai tanaman jarak dengan
1 14
Aiko Kurasawa, op.cit, hal. 52
mengeluarkan selebaran/ pamflet yang berisi seruan untuk menanam pohon
jarak.15 Selain itu pemerintah Jepang menciptakan Shidoin Jarak yaitu orang
diperoleh dari hutan oleh para pegawai dalam Kinrohoshi (kerja bakti) yang
pemerintah Jepang.17
diperalat dan dipaksa. Keadaan perang yang bertambah buruk bagi Jepang,
Pada akhir tahun 1943 Saiko Shikikan, dalam Sidang Chuo Sangiin,
1 15
Julianto Ibrahim, op.cit., hal. 69
1 16
Endang Rismiyati, Pengaruh Penanaman Jarak Terhadap Kehidupan Penduduk Pada
Masa Penjajahan Jepang di Surakarta, (Surakarta: Skripsi, 2005), hal. 36
1 17
Wawancara dengan KRT. Sumarso Pontjosoetjitro, Mangkunegaran Surakarta, 8 Mei
2006
1 18
Ruslan Abdulgani, Propaganda Djepang VI, Tanpa Kota Terbit, Penerbit dan Tahun
Terbit, hal. 5
menanyakan bagaimana cara dan usaha untuk memperkuat peperangan di Asia
prajurit Heiho dan Peta”. Atas dasar pertimbangan tersebut, maka pemerintah
Jepang melalui sidang Chuo Sangiin mengesahkan berdirinya suatu badan yang
mengurus dan melindungi prajurit Heiho dan Peta maupun keluarganya, serta
dalam barisan perang depan maupun barisan perang belakang.19 Badan tersebut
diberi nama Boui Engo Kai atau Badan Pembantu Prajurit yang resmi berdiri pada
pembangunan Asia Timur Raya dan pelantikan prajurit Peta se-Jawa dan Madura.
Adapun pokok maksud dan tujuan Boui Engo Kai (Badan Pembantu
”Tata Oesaha ini adalah daja oepaja dan perbaktian seloeroeh ra’jat
Indonesia jang bermaksoed lahit dan batin menjelenggarakan segala oesaha jang berarti
memperkoeat tenaga perang dengan djalan memperkoekoeh dan memperlindoengi
pradjoerit Pembela Tanah Air dan Heiho dan djoega anggota Keibodan dan anggota
rombongan lain-lain jang disahkan, jang tewas ataoe roesak badan dalam berboeat
djasa oentoek Pembelaan Tanah Air, jang semoeanja itoe dengan ringkas dinamakan
Boei Sensi (pahlawanpembelaan) serta keloearganja, agar kemenangan achir dan
peperangan soetji ini lekas tertjapai goena pembangoenan kema’moeran bersama di
Asia Timoer Raja”.
prajurit Heiho dan Peta baik latihan fisik maupun mental agar siap dalam
mengayomi dengan memberikan hak-hak istimewa bagi prajurit Heiho dan Peta
tujuan pemerintah Jepang dengan pembentukan Boui Engo Kai yaitu untuk
1 19
Pradjoerit, No. 5/ 8 Desember 1944, hal. 7
2 20
Pradjoerit, No.13, 30 Maret 1945, hal. 12
mencapai kemenangan Jepang dalam perang Asia Timur Raya.
Dalam pembentukan Boui Engo Kai pada hakekatnya terdapat dua tujuan
atau kepentingan yang berbeda antara pemerintah Jepang dengan tentara Heiho
dan Peta. Pemerintah Jepang dan rakyat Indonesia memiliki impian yang berbeda
walaupun dalam setiap kegiatan bekerja sama dengan baik. Menurut pemerintah
Jepang pembentukan Boui Engo Kai adalah merupakan salah satu alat propaganda
yang sangat efektif untuk mendapatkan simpati dan bantuan dari rakyat Indonesia
tentang Perang Asia Timur Raya Jepang. Doktrin-doktrin yang disampaikan berisi
pertempuran yang gagah berani dan rela berkorban baik jiwa maupun raga serta
adalah tentara yang paling hebat dan paling kuat di medan pertempuran.
Sisi lain dari tujuan pembentukan Boui Engo Kai menurut masyarakat
Indonesia adalah sebagai sarana dan prasarana untuk mendapatkan bekal ilmu
diterapkan untuk balik melawan Jepang. Tujuan yang kontras tersebut tidak
disadari oleh pemerintah Jepang. Sehingga dalam setiap kegiatan baik rapat-rapat
berlaku sebagai Boui Engo Kai Pusat. Djawa Boui Engo Kai membawahi Boui
Engo Kai di tingkat syu/ kochi. Kedudukan Boui Engo Kai di cabang syu
(karesidenan) setara dengan kedudukan Boui Engo Kai di cabang kochi yang
keduanya berkedudukan sebagai Boui Engo Kai Pusat Daerah. Di bawah Boui
Engo Kai tingkat syu/ kochi terdapat Boui Engo Kai tingkat ken/ shi (kabupaten),
Boui Engo Kai tingkat son (kecamatan),dan Boui Engo Kai tingkat ku (desa).
yang dapat dilihat dari potensi masyarakat Surakarta pada masa pendudukan
Kochi:
Bagan II
Pembagian Cabang Boui Engo Kai di Surakarta Kochi
Boui Engo Kai Surakarta Kochi
Surakarta dibagi menjadi dua wilayah yaitu Boui Engo Kai Solo Kochi dan Boui
Engo Kai Mangkunegaran Kochi. Boui Engo Kai Solo Kochi terdiri dari empat
Ken yaitu Kota Surakarta Ken, Sragen Ken, Klaten Ken, dan Boyolali Ken.
Mangkunegaran Ken, Wonogiri Ken, dan Karanganyar Ken. Pada setiap cabang
hiburan dan bidang tunjangan. Setiap bidang dalam cabang Ken boleh
mengadakan kegiatan tersendiri walaupun harus mendapatkan izin dari Boui Engo
Kai Pusat Daerah, kecuali bidang penerangan dan pengenjuran “semangat” yang
harus berada di bawah koordinasi Boui Engo Kai Pusat Daerah Surakarta Kochi.
khususnya. Masyarakat Surakarta yang tergabung dalam Boui Engo Kai menjadi
Surakarta membentuk suatu panitia kecil untuk mengkoordinir tentara Heiho dan
Peta yang ada guna melawan tentara Jepang. Pertempuran antara masyarakat
Surakarta dengan tentara Jepang disebabkan karena tentara polisi Jepang yang
Perang Asia Timur Raya-nya. Dengan kekuatan dan semangat yang dimiliki oleh
tentara Heiho dan Peta yang terdapat di Surakarta maka pada akhirnya
Surakarta. Sejak saat itu tentara Jepang di Surakarta telah musnah dan masyarakat
Indonesia pada umumnya dan Surakarta pada khususnya telah bebas dari
Kochi adalah dikeluarkannya Anggaran Dasar dan Peraturan Khusus Boui Engo
Kai dalam peringatan 1 tahun Djawa Boui Engo Kai tanggal 8 Desember 1944,
yang menjelaskan tentang perluasan cabang dan tujuan Boui Engo Kai21 yaitu:
a. Booei Engo Kai (Badan Pembantu Pradjoerit) memang satoe gerakan yang
melipoeti segala lapisan rakjat, dari kota sampai ke doesoen-doesoen
b. Booei Engo Kai (Badan Pembantoe Pradjoerit) tidak sadja satoe gerakan jang
mengoesahakan keloearga pradjoerit, malahan selaloe mengadjak rakjat
oemoem memikirkan pembelaan tanah airnja
c. Booei Engo Kai (Badan Pembantoe Pradjoerit) selaloe siap sedia memperkoeat
tali antara pradjoerit dan garis belakang
pemerintah Jepang mulai memperluas eksistensi Boui Engo Kai baik cabang
2 21
Pradjoerit, No.5,op.cit., hal. 8
organisasinya maupun anggotanya. Pemerintah Jepang memperintahkan
pembentukan Boui Engo Kai diseluruh syu/ kochi di Jawa yang salah satunya
Jepang juga menyatakan bahwa ”pembelaan tanah air” tidak hanya tanggung
jawab para prajurit Heiho dan Peta saja. Hal tersebut berarti bahwa semua lapisan
masyarakat harus mendukung kegiatan Boui Engo Kai baik di tingkat Surakarta
sedia mempererat tali antara prajurit dan garis belakang” adalah merupakan janji
Struktur kepengurusan dalam Boui Engo Kai di tingkat pusat/ Djawa Boui
Engo Kai dipimpin oleh seorang Gunseikan/ Kepala Pemerintahan Militer Jepang
adalah Syu Chokan dan di tingkat kochi yaitu Kochi Jimu Kyoku Chokan.
Sedangkan di tingkat shi/ ken dipegang oleh kentyo, dan tingkat gun/ son dan ku
pekerjaan Boui Engo Kai pada setiap bagian dan berhak mengajukan usul-usul
Kaityo (ketua), dalam menjalankan tugas dibantu oleh seorang fuku kaityo
menjalankan tugas-tugas harian kaityo dan hal-hal yang sudah ditentukan garis-
tindakan dan pekerjaan dari anggota, barisan pekerja dan pegawai pada masing-
masing bagian. Selain itu ketua bagian berhak menambah anggota bagian,
bagian harus mendapat ijin dari kaityo Boui Engo Kai di masing-masing syu/
kochi.
Di bawah Boui Engo Kai tingkat syu/ kochi adalah Boui Engo Kai cabang
ken yang menjadi perantara bagian-bagian dalam Boui Engo Kai di tingkat syu/
kochi dengan bagian-bagian Boui Engo Kai di cabang ken. Boui Engo Kai cabang
ken membawahi Boui Engo Kai di cabang gun/ kawedanan, son/ kecamatan, dan
ku/ desa. Penanggung jawab atas tertibnya pekerjaan dan tindakan dari bagian-
bagian Boui Engo Kai di cabang gun, son, dan ku adalah pengurus Boui Engo Kai
cabang ken. Pengurus cabang ken berhak mengadakan peraturan untuk semua
bagian-bagian Boui Engo Kai di cabang gun atau son, yang kemudian disahkan
2 22
Peratoeran Roemah Tangga Daerah, Arsip Mangkunegaran, No. 2693, tentang Badan
Pembantu Prajurit, 1944-1945
oleh Boui Engo Kai di tingkat syu/ kochi. Peraturan tersebut tidak boleh
menyimpang dari garis yang telah ditentukan oleh Boui Engo Kai di syu/ kochi.
Aktivitas Boui Engo Kai cabang ken di Surakarta Kochi dipimpin oleh
seorang kentyo (ketua cabang ken) yang kekuasaannya sangat terbatas. Dalam
dari ketua bagian masing-masing dan persetujuan Boui Engo Kai di tingkat syu/
kochi. Bagian-bagian dalam Boui Engo Kai cabang ken dipimpin dan diawasi oleh
bagian-bagian Boui Engo Kai di tingkat syu/ kochi melalui pengurus di cabang
ken. Susunan pengurus pada setiap cabang ken dipilih dan dilantik oleh Boui Engo
Kai di tingkat syu/ kochi. Adapun yang menjadi ketua bagian dan anggota bagian
pada cabang ken harus berasal dari anggota pengurus cabang ken.
Setiap Boui Engo Kai di cabang ken mempunyai hak untuk mengadakan
kegiatan seperti kegiatan pada bagian-bagian dalam Boui Engo Kai di tingkat syu/
diadakan langsung oleh Boui Engo Kai dari syu/ kochi. Pengurus cabang ken
pekerja dan menugaskan anggota, yang tentunya harus mendapat persetujuan dari
Apabila dalam Boui Engo Kai cabang terdapat keperluan yang sangat
cabang ken harus melaporkannya kepada Boui Engo Kai di syu/ kochi. Tetapi jika
dipandang perlu, pengurus Boui Engo Kai di syu/ kochi berhak merubah atau
Anggota pengurus Boui Engo Kai di cabang gun/ son wajib menjalankan perintah
dari Boui Engo Kai cabang ken. Dalam menjalankan tugas pengurus Boui Engo
Kai cabang gun/ son mendapat pengawasan dari kutyo (ketua di cabang gun/ son).
masing. Boui Engo Kai tingkat akhir adalah di cabang ku yang berperan sebagai
pembantu pengurus di cabang gun dan son. Tetapi Boui Engo Kai cabang ku juga
mempunyai hak untuk membentuk barisan pekerja yang harus mendapat ijin dari
Boui Engo Kai di Surakarta berada di bawah perintah dari Djawa Boui
Engo Kai di Jakarta. Boui Engo Kai Surakarta berlaku sebagai Boui Engo Kai
wilayahnya. Berikut susunan pengurus Boui Engo Kai Surakarta Kochi 25:
Penasehat : Gunseikan
Bidang-bidang:
2 24
Ibid.
2 25
Ibid.
Jabatan-jabatan bagi pengurus Boui Engo Kai pada umumnya dipegang
oleh para sentana dalem dan abdi dalem. Sentana dalem adalah para keluarga raja
yang terdiri dari para bangsawan dan pangeran, sedangkan sentana dalem adalah
para abdi kerajaan. Anggota dari Boui Engo Kai sendiri adalah para kawula dalem
atau rakyat yang tergabung dalam Heiho dan Peta yang pada umumnya tidak
Tujuan Jepang menempatkan para sentana dalem dan abdi dalem dalam
struktur kepengurusan Boui Engo Kai adalah agar pemerintah Jepang lebih mudah
dalam mengadakan perekrutan anggota, karena pada masa itu sentana dalem dan
abdi dalem mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi kehidupan masyarakat
Surakarta. Semua tugas yang diperintahkan oleh sentana dalem maupun abdi
dalem dianggap sebagai titah raja, yang apabila tidak dipatuhi maka mereka akan
Pada tanggal 21-22 Januari 1945 Boui Engo Kai di seluruh Jawa dan
keputusan tentang perubahan nama dari Badan Pembantu Prajurit menjadi Badan
pengurus Boui Engo Kai juga mengucapkan “Djandji Booei Engo Kai”28
bahwa:
Surakarta agar masyarakat Surakarta ikut bergabung ke dalam tentara heiho dan
Peta. Selain itu, secara otomatis tentara Heiho dan Peta dituntut untuk lebih siap
dan rela berkorban baik lahir maupun batin. Oleh karena itu besar harapan
sebuah dokumen yang ditulis oleh seksi operasi dari Staf Tentara Keenambelas
yang berada di bawah pimpinan Letnan Kolonel Miyamoto Sizuo, definisi resmi
Heiho adalah prajurit Indonesia yang berdinas di dalam tentara sebagai pembantu
Angkatan Darat Markas Besar Umum Kemaharajaan dengan nama Tairikushi 116
2 29
Catur Kenconorini, Romusha Pada Masa Pendudukan Jepang di Indonesia 1942-1945
(Pengalaman Romusha Asal Yogyakarta), (Surakarta: Skripsi, 2005), hal. 62
perintah No.650 yang memerintahkan tentara Selatan untuk segera menstabilisasi
militer yang disebut Peta (Boei Giyugun). Peta atau Pembela Tanah Air adalah
didasarkan atas usul Letnan Jenderal Kumakici yang diperkuat oleh Osamu Seirie
No.44 pada tanggal 3 Oktober 1943 mengenai pembentukan pasukan suka rela
Pelantikan tentara Peta secara resmi dilakukan oleh Saiko Shikikan pada tanggal 8
Engo Kai dengan mengikuti kesatuan Heiho dan Peta. Dalam perekrutan maupun
3 30
Ibid., hal. 63
3 31
Ibid., hal. 64
pendaftaran anggota Boui Engo Kai, Heiho dan Peta, pemerintah Jepang dibantu
oleh pangreh praja, tokoh masyarakat maupun tokoh-tokoh agama yang berada di
Surakarta. Tujuannya tidak lain agar masyarakat Surakarta lebih mudah untuk
pertemuan di Jakarta dan membuat tiga pasal keputusan yang berjudul ”Berdjihad
kemenangan. Dan pasal terakhir berisi tentang persamaan antara Perang Jepang
dengan Perang Suci Islam, yang berbunyi ”Dengan Nippon kita berdiri, dengan
Nippon kita Jatuh, di jalan Alloh untuk membinasakan tirani musuh”. Seruan-
seruan tersebut tentunya sangat menggugah hati masyarakat untuk ikut bergabung
SMP Bintang Laut Keprabon Surakarta. Maksud perekrutan prajurit Heiho dan
Peta di Surakarta maupun di daerah lain adalah agar masing-masing syu/ kochi
tentara Sekutu. Dengan dalih tersebut, pemerintah Jepang pada dasarnya berusaha
3 32
Harry J. benda, Bulan Sabit dan Matahari Terbit: Islam Indonesia Pada Masa
Pendudukan Jepang, (Jakarta: Pustaka Jata, 1985), hal. 318
3 33
Wawancara dengan Amat Asir, Semanggi Surakarta, 15 Mei 2006
Syarat-syarat untuk menjadi prajurit Heiho dan Peta adalah pemuda
Indonesia yang berusia 18-25 tahun, mempunyai badan yang sehat, berkelakuan
baik dan pendidikan minimal SD/SR. Setelah lulus mengikuti beberapa tes,
prajurit Heiho dan Peta menulis surat pernyataan kesediaan untuk bertugas di
mempunyai lima sifat prajurit sesuai dengan amanat Meiji Tenno,34 yaitu:
Pendidikan bagi prajurit Heiho dan Peta dilakukan dengan sangat keras
dan disiplin. Dalam satu hari prajurit hanya mempunyai waktu istirahat beberapa
jam saja. Jadwal latihan bagi prajurit yaitu mulai dari bangun tidur, dilanjutkan
dengan apel pagi, senam (taiso), MCK, makan pagi, latihan di lapangan
dilanjutkan dengan apel sore, dan latihan dalam ruangan berupa teori, diakhiri
dengan istirahat (tidur). Materi lain yang diberikan dalam latihan adalah tehnik
pesawat tepur. Apabila prajurit Heiho maupun Peta dalam masa pendidikannya
3 34
Pradjoerit, No. 7, 1 Januari 1945
3 35
Wawancara dengan Amat Asir, op.cit.
Waktu pendidikan militer bagi Heiho adalah 3-4 bulan, sedangkan
militer bagi Peta yang paling lama adalah Sudancho yaitu 3-5 bulan, sedangkan
pendidikan yang paling singkat adalah Daidancho yaitu 1-2 bulan. Oleh karena itu
para Sudancho lebih banyak memiliki ketrampilan dan kemahiran dalam bidang
Tempat latihan bagi prajurit Heiho pada umumnya berada di luar daerah
yaitu membantu prajurit Jepang dan Peta untuk mengamankan daerah asal
perekrutan. Sehingga tak heran jika menurut pemerintah Jepang, prajurit Heiho
dianggap lebih tangguh dari pada Tentara Peta karena kemampuan tentara Heiho
Dalam kesatuan Heiho terdapat tiga tingkat kepangkatan yaitu Joto Heiho
(Tingkat I), Nito Heiho (Tingkat II), Ito Heiho (Tingkat III).38 Sedangkan dalam
ulama, kaum pergerakan, pegawai pamong praja, penegak hukum dan sebagainya,
3 36
Sagimun M. D., log.cit
3 37
Wawancara dengan Sunarso, Surakarta, 1 Mei 2006
3 38
Wawancara dengan Amat Asir, op.cit.
yang berusia rata-rata 38 tahun. Komandan Kompi (Cudancho) dipilih dari
kalangan juru tulis, guru dan sebagainya, yang berusia rata-rata 31 tahun. Para
Shudancho dipilih dari kalangan pemuda sekolah lanjutan pertama atau sekolah
lanjutan atas yang berusia rata-rata 23 tahun. Sedangkan para Komandan Regu
(Bundanco) dan prajurit sukarela (Giyuhei) dipilih dari kalangan pemuda sekolah
dasar dan sekolah lanjutan pertama yang berumur rata-rata lebih muda dari pada
Shudancho.39
memenangkan Perang Asia Timur Raya. Ketika pada awal tahun 1943 keadaan
perang di Asia Timur Raya berbalik dari ofensif (menyerang) menjadi defensif
3 39
Sagimun M. D., op.cit., hal. 42