Anda di halaman 1dari 8

1.

Pengertian

Kanker serviks adalah kanker yang tumbuh pada sel-sel di leher rahim. Kanker ini umumnya berkembang
perlahan dan baru menunjukkan gejala ketika sudah memasuki stadium lanjut. Oleh sebab itu, penting
untuk mendeteksi kanker serviks sejak dini sebelum timbul masalah serius.

Serviks atau leher rahim adalah bagian rahim yang terhubung ke vagina. Fungsinya adalah untuk
memproduksi lendir yang membantu menyalurkan sperma dari vagina ke rahim saat berhubungan
seksual. Serviks juga berfungsi melindungi rahim dari bakteri dan benda asing dari luar.

Kanker serviks atau kanker leher rahim adalah salah satu jenis kanker yang paling sering terjadi pada
wanita. Berdasarkan penelitian pada tahun 2020, ada lebih dari 600.000 kasus kanker serviks dengan
342.000 kematian di seluruh dunia.

2. Penyebab

Penyebab kanker serviks hingga saat ini masih belum diketahui. Namun, penelitian menunjukkan, lebih
dari 99% kasus kanker serviks terkait dengan HPV (human papilloma virus). HPV adalah kelompok virus
yang menginfeksi leher rahim. Virus ini umumnya menular melalui hubungan seksual. Namun, tidak
semua HPV menyebabkan kanker serviks. Dari 100 lebih tipe virus HPV, hanya 15 tipe yang terkait
dengan kanker serviks, terutama HPV 16 dan HPV 18.

Seseorang akan lebih berisiko tertular infeksi HPV dan mengalami kanker serviks jika:

a. Mulai berhubungan seks di usia dini


b. Memiliki lebih dari satu partner seksual
c. Memiliki daya tahan tubuh lemah (misalnya akibat HIV/AIDS)
d. Menderita infeksi menular seksual, seperti gonore, klamidia, dan sifilis

Infeksi HPV sebenarnya dapat sembuh dengan sendirinya. Namun, pada sebagian wanita, infeksi HPV
memicu kondisi pra-kanker yang disebut dengan displasia serviks. Jika tidak segera ditangani, kondisi
pra-kanker ini bisa berkembang menjadi kanker dalam 5–30 tahun.

Selain infeksi HPV, ada beberapa faktor lain yang diketahui bisa meningkatkan risiko seseorang
mengalami kanker serviks, yaitu:

a. Merokok
b. Mengonsumsi pil KB selama 5 tahun atau lebih
c. Melahirkan lebih dari 5 anak atau melahirkan di bawah usia 17 tahun
d. Mengonsumsi obat pencegah keguguran (dietilstilbestrol) dalam masa kehamilan
3. Gejala

Kanker serviks umumnya baru memunculkan gejala saat sudah memasuki stadium lanjut. Keluhan yang
dialami penderita kanker serviks bisa berupa:
a. Perdarahan melalui vagina di luar masa menstruasi, setelah berhubungan intim, atau setelah
menopause
b. Keluar cairan berbau tidak sedap dari vagina yang kadang bercampur darah
c. Timbul rasa sakit tiap berhubungan seksual
d. Nyeri panggul

Bila kanker semakin menyebar ke jaringan di sekitarnya, dapat muncul beberapa gejala lain, yaitu:

a. Sulit buang air kecil


b. Terdapat darah dalam urine (hematuria)
c. Pembengkakan pada kaki
d. Diare
e. Buang air besar berdarah
f. Mual dan muntah
g. Kehilangan selera makan
h. Penurunan berat badan
i. Perut membengkak
j. Tubuh mudah lelah
k. Kejang

4. Diagnosis kanker serviks

Deteksi kanker serviks sejak dini dapat meningkatkan kemungkinan keberhasilan pengobatan. Oleh
sebab itu, dokter akan menganjurkan skrining kanker serviks sejak usia 21 tahun.

a. Skrining Kanker Serviks

Ada dua metode yang umum digunakan sebagai deteksi dini atau skrining kanker serviks, yaitu:

b. Pemeriksaan IVA

Pemeriksaan IVA (inspeksi visual asam asetat) adalah skrining kanker serviks yang mudah, cepat, dan
murah. Pemeriksaan ini dilakukan dengan terlebih dulu membuka vagina menggunakan alat khusus yang
dinamakan spekulum (cocor bebek).

Setelah itu, dokter akan mengoleskan larutan asam asetat dengan kadar 3–5% ke permukaan serviks.
Pada pasien dengan kondisi pra-kanker serviks, permukaan serviks akan terlihat putih setelah diolesi
oleh asam asetat. Makin tinggi stadium pra-kanker pada pasien, makin jelas pula warna putih di serviks
pasien.

c. Pap smear

Prosedur ini dilakukan dengan membuka vagina menggunakan spekulum. Setelah itu, dokter akan
mengambil sampel sel dari leher rahim dengan mengikis jaringan serviks menggunakan sikat khusus.
Selanjutnya, sampel sel yang diambil tadi diteliti di laboratorium. Melalui pap smear, keberadaan sel-sel
tidak normal yang dapat berkembang menjadi kanker dapat dideteksi.

d. Pemeriksaan HPV DNA

Sama seperti pap smear, dokter akan menggunakan spekulum untuk membuka vagina dan mengambil
sampel sel dari leher rahim untuk diperiksa di laboratorium. Bedanya, tes HPV DNA bertujuan
mendeteksi keberadaan virus HPV yang dapat memicu kanker serviks.

Wanita usia 21–29 tahun dianjurkan untuk menjalani pap smear tiap 3 tahun. Sementara, pada wanita
usia 30–65 tahun, disarankan untuk menjalani pap smear tiap 3 tahun atau tes HPV DNA tiap 5 tahun.
Bisa juga dengan menjalani kedua tes tersebut secara bersamaan tiap 5 tahun.

Pada wanita usia 65 tahun ke atas, mintalah saran dokter mengenai perlu tidaknya menjalani
pemeriksaan pap smear.

e. Diagnosis Kanker Serviks

Pada pasien yang hasil skriningnya menunjukkan dugaan kanker serviks dan pada pasien yang
mengalami gejala kanker serviks, dokter akan melakukan pemeriksaan berikut:

f. Biopsi jaringan serviks

Biopsi digunakan untuk melihat secara lebih detail kondisi jaringan serviks. Prosedur ini dilakukan
dengan kolposkopi, yaitu penggunaan alat pembesar yang terhubung dengan monitor. Sama seperti
pada skrining kanker serviks, kolposkopi dilakukan dengan membuka vagina menggunakan spekulum.

Setelah serviks terlihat jelas melalui monitor, dokter akan melakukan pengambilan jaringan serviks. Ada
beberapa metode yang dapat dilakukan, yaitu:

a) Punch biopsy, yaitu penggunaan alat tajam seperti gunting panjang untuk mengambil sebagian
kecil jaringan serviks yang dicurigai sebagai lesi kanker
b) Kuret endoserviks, yaitu pengambilan sampel jaringan pada saluran sempit di antara leher rahim
dan uterus dengan menggunakan sikat khusus
c) Biopsi kerucut, yaitu penggunaan alat khusus yang dapat mengambil jaringan serviks hingga ke
lapisan yang lebih dalam
d) Setelah dipastikan terdapat kanker pada serviks pasien, dokter akan melakukan sejumlah tes
lanjutan untuk mengetahui tingkat penyebaran (stadium) kanker, meliputi:
e) Tes darah, untuk memeriksa kondisi organ hati, ginjal, dan sumsum tulang
f) Sistoskopi, untuk memeriksa apakah kanker telah menyebar ke uretra dan kandung kemih
g) Proktoskopi, untuk melihat kemungkinan kanker serviks menyebar ke rektum (bagian akhir dari
usus besar yang terhubung ke anus)
h) Rontgen dada, untuk mengetahui kemungkinan kanker sudah menyebar ke paru-paru
i) MRI, CT scan, atau PET scan, untuk melihat ukuran tumor dan mengetahui tingkat penyebaran
kanker dengan lebih jelas
g. Stadium Kanker Serviks

Dari hasil pemeriksaan di atas, dokter dapat mengetahui stadium atau tingkat penyebaran kanker
serviks. Semakin tinggi stadium kanker, semakin luas pula penyebarannya. Berikut ini adalah stadium
pada kanker serviks:

 Stadium 1

Sel kanker tumbuh di permukaan leher rahim, tetapi belum menyebar ke luar rahim (karsinoma in situ).
Terdapat kemungkinan kanker sudah menyebar ke kelenjar getah bening di sekitarnya, tetapi belum
menyerang organ di sekitarnya. Ukuran kanker bervariasi, bahkan bisa lebih dari 4 cm.

 Stadium 2

Kanker sudah menyebar ke rahim atau ke bagian atas vagina, tetapi tidak sampai ke bagian bawah
vagina atau dinding panggul. Terdapat kemungkinan kanker sudah menyebar ke kelenjar getah bening
dan jaringan otot di sekitarnya, tetapi belum ke organ lain di sekitarnya. Ukuran kanker bervariasi,
bahkan bisa lebih dari 4 cm.

 Stadium 3

Kanker sudah menyebar ke bagian bawah vagina serta menekan saluran kemih dan menyebabkan
hidronefrosis atau gagal ginjal. Terdapat kemungkinan kanker sudah menyebar ke kelenjar getah bening
di sekitarnya, tetapi belum menyerang dinding panggul dan organ lain di sekitarnya.

 Stadium 4

Kanker telah menyebar ke organ lain, seperti kandung kemih, hati, paru-paru, usus, atau tulang.

Pengobatan kanker serviks meliputi bedah, kemoterapi, radioterapi, atau kombinasi dari ketiga terapi
tersebut. Metode pengobatan yang dipilih tergantung pada stadium kanker dan kondisi kesehatan
pasien. Berikut ini adalah penjelasannya:

5. Pengobatan
a. Bedah

Ada beberapa metode bedah yang dapat menangani kanker serviks, antara lain:

1. Pengangkatan jaringan tumor saja

Pengangkatan jaringan tumor dapat dilakukan dengan beberapa cara, misalnya:

Bedah laser, yang bertujuan menghancurkan sel kanker dengan menembakkan sinar laser melalui vagina

Cyrosurgery, yang bertujuan untuk membekukan dan menghancurkan sel kanker dengan menggunakan
nitrogen cair
Konisasi, yang bertujuan untuk mengangkat jaringan yang mengandung sel kanker menggunakan pisau
bedah, laser, atau kawat tipis yang dialiri listrik (LEEP) dalam bentuk kerucut. Metode ini biasanya dipilih
untuk kanker serviks stadium awal yang ukurannya kecil atau tidak dalam.

2. Trakelektomi radikal

Trakelektomi bertujuan untuk mengangkat serviks, vagina bagian atas, dan kelenjar getah bening di area
pinggul melalui laparoskopi. Pada trakelektomi, rahim tidak ikut diangkat, tetapi disambungkan ke
bagian bawah vagina. Oleh karena itu, pasien masih bisa memiliki anak setelah operasi ini.

3. Histerektomi

Histerektomi adalah bedah pengangkatan seluruh bagian rahim (uterus) dan leher rahim (serviks).
Pengangkatan bisa dilakukan melalui sayatan di perut (abdominal hysterectomy), melalui vagina (vaginal
hysterectomy), atau dengan laparoskopi (laparoscopic hysterectomy).

Pada kanker yang sudah menyebar luas, dokter juga akan mengangkat area vagina, serta ligamen dan
jaringan di sekitarnya. Selain itu, ovarium (indung telur), saluran indung telur, dan kelenjar getah bening
di sekitarnya juga akan diangkat. Prosedur ini disebut histerektomi radikal.

Perlu diketahui bahwa pasien yang menjalani histerektomi dapat mengalami menopause dini dan tidak
akan bisa memiliki anak setelah operasi ini.

4. Pelvic exenteration

Pelvic exenteration adalah operasi besar yang hanya disarankan jika kanker serviks kambuh kembali
setelah sempat sembuh. Operasi ini dilakukan jika kanker kembali ke daerah panggul, tetapi belum
menyebar ke area lain.

Pelvic exenteration diawali dengan pengangkatan kanker, vagina, kandung kemih dan rektum. Setelah
itu, dokter akan membuat stoma (lubang) di perut sebagai tempat keluar urine dan tinja. Kotoran yang
dibuang akan masuk ke dalam kantung kolostomi yang dipasang di stoma.

Setelah prosedur bedah selesai, dokter akan menggunakan kulit dan jaringan dari bagian tubuh lain
untuk membuat vagina baru.

5. Radioterapi

Radioterapi adalah metode pengobatan kanker yang menggunakan sinar X atau sinar proton dengan
radiasi tinggi untuk membunuh sel kanker.

Pada kanker serviks stadium awal, radioterapi bisa dilakukan sebagai terapi tunggal atau dijalankan
bersama prosedur bedah. Radioterapi juga dapat dikombinasikan dengan kemoterapi untuk
mengendalikan nyeri dan perdarahan pada kanker serviks stadium lanjut.

Radioterapi bisa diberikan dengan 3 cara, yaitu:


a) Menembakkan gelombang berenergi tinggi ke area panggul pasien untuk menghancurkan sel
kanker (radioterapi eksternal atau external beam radiation therapy; ERBT)
b) Memasukkan implan radioaktif melalui vagina untuk ditempatkan langsung di sel kanker atau di
dekatnya (radioterapi internal atau brakiterapi)
c) Mengombinasikan EBRT dan brakiterapi

EBRT umumnya dilakukan 5 hari selama 5 minggu. EBRT bisa diberikan sebagai terapi tunggal pada
pasien yang tidak dapat menjalani kemoterapi dan bedah, tapi juga dapat dikombinasikan dengan
pemberian obat kemoterapi dosis rendah, seperti cisplatin.

Brakiterapi dapat diberikan dalam dosis tinggi dan dosis rendah. Brakiterapi dosis rendah biasanya
diberikan selama beberapa hari, sementara brakiterapi dosis tinggi diberikan hanya selama beberapa
menit dengan pengulangan setidaknya 1 minggu sekali.

Perlu diketahui, radioterapi dapat menyebabkan kemandulan. Oleh sebab itu, dokter akan menyarankan
pasien untuk menjalani prosedur pengambilan sel telur sebelum radioterapi. Dengan begitu, pasien bisa
menjalani program bayi tabung di kemudian hari.

Selain itu, untuk mencegah menopause dini karena efek radiasi, ovarium dapat dipindahkan untuk
sementara ke area panggul yang tidak terkena radiasi. Prosedur ini disebut juga ovarian transposition.

6. Kemoterapi

Kemoterapi adalah pemberian obat antikanker dalam bentuk minum atau suntik. Obat ini dapat
memasuki aliran darah dan menyebar ke seluruh tubuh sehingga sangat efektif dalam membunuh sel
kanker di berbagai area tubuh.

Umumnya, kemoterapi dikombinasikan dengan radioterapi. Metode ini disebut juga kemoradiasi.
Contoh obat yang digunakan dalam kemoradiasi adalah cisplatin. Obat ini dapat diberikan setiap minggu
sebagai obat tunggal. Cisplatin bisa juga diberikan bersama 5-fluorouracil tiap 4 minggu selama pasien
menjalani radioterapi.

Kemoterapi juga digunakan untuk mengatasi kanker yang telah menyebar ke organ tubuh lain. Beberapa
jenis obat kemoterapi yang digunakan dalam kondisi ini adalah carboplatin, gemcitabine, atau paclitaxel.

Selain dikombinasikan dengan radioterapi, kemoterapi juga dapat diberikan sebagai terapi tunggal pada
kanker serviks stadium lanjut. Tujuannya adalah untuk menghambat penyebaran sel kanker dan
meredakan gejala yang dialami. Metode ini disebut juga kemoterapi paliatif.

Perlu diketahui, obat kemoterapi dapat merusak ginjal. Oleh sebab itu, penting bagi pasien yang
menjalani kemoterapi untuk melakukan tes darah secara berkala agar kondisi ginjal selalu terpantau.

7. Terapi Target
Terapi target adalah pemberian obat kemoterapi yang dapat secara spesifik menghambat pertumbuhan
tumor tanpa memberikan efek samping pada jaringan yang sehat. Jenis obat yang digunakan dalam
terapi target memiliki fungsi yang berbeda dengan obat kemoterapi biasa.

Salah satu contoh obat terapi target adalah bevacizumab yang tergolong dalam obat-obatan
penghambat angiogenesis. Obat ini bekerja dengan menghalangi proses pembentukan pembuluh darah
pada tumor, sehingga pertumbuhan tumor dapat terhambat dan tumor bisa mengecil.

8. Penanganan lanjutan setelah pengobatan kanker serviks

Setelah kanker berhasil diatasi atau diangkat, pasien perlu menjalani pemeriksaan lanjutan, terutama
pada vagina dan leher rahim (jika rahim belum diangkat). Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengawasi
kemungkinan sel kanker tumbuh kembali. Bila pemeriksaan menunjukkan hasil yang mencurigakan,
dokter akan melakukan biopsi.

Pasien disarankan menjalani pemeriksaan lanjutan tiap 3–6 bulan selama 2 tahun pertama setelah
pengobatan selesai, dilanjutkan 6–12 bulan sekali untuk 3 tahun berikutnya.

9. Penanganan kanker serviks pada masa kehamilan

Pengobatan kanker serviks pada masa kehamilan tergantung pada stadium kanker dan usia kehamilan.
Jika kanker serviks masih di stadium 1, dokter bisa melakukan konisasi atau trakelektomi radikal.

Bila kanker serviks sudah di stadium 2–4, pasien tidak boleh menjalani radioterapi atau bedah sampai
melahirkan. Sebagai gantinya, kemoterapi akan diberikan pada trimester kedua atau ketiga kehamilan.

6. Komplikasi

Komplikasi yang dapat timbul akibat kanker serviks bisa terjadi akibat kanker yang makin berkembang
atau akibat efek samping pengobatan kanker serviks itu sendiri. Beberapa komplikasi yang bisa terjadi
akibat kanker serviks adalah:

1. Limfedema, yaitu pembengkakan tungkai akibat penyumbatan pembuluh getah bening oleh
kanker
2. Penggumpalan darah akibat kanker yang menekan pembuluh darah di panggul
3. Perdarahan akibat kanker yang menyebar ke vagina, usus dan kandung kemih
4. Fistula (saluran yang terhubung secara tidak normal) antara vagina dan kandung kemih atau
vagina dan rektum
5. Nyeri hebat akibat kanker yang menyebar ke tulang, otot, dan ujung saraf
6. Kejang akibat kanker yang menyebar ke otak
7. Penumpukan urine di ginjal (hidronefrosis) yang bisa memicu gagal ginjal

Sedangkan komplikasi yang dapat terjadi akibat pengobatan kanker serviks antara lain:
1. Penyempitan vagina, infertilitas, dan menopause dini akibat radioterapi
2. Diare, rambut rontok, dan kerusakan ginjal akibat kemoterapi
3. Vagina kering, inkontinensia urine, dan tidak bisa memiliki anak akibat histerektomi

7. Pencegahan

Anda dapat melakukan beberapa langkah pencegahan guna mengurangi risiko terserang kanker serviks,
di antaranya:

1. Berhubungan seks secara aman. Gunakan kondom dan hindari berhubungan seksual dengan
berganti pasangan.
2. Menerima vaksin HPV. Vaksin HPV dapat diberikan pada wanita usia 9-26 tahun. Vaksin ini akan
lebih efektif bila diberikan sebelum aktif secara seksual.
3. Rutin menjalani pap smear. Menjalani pap smear secara rutin berdasarkan usia membuat
kondisi serviks selalu terpantau. Sehingga bila terdapat kanker, akan lebih mudah ditangani
sebelum berkembang lebih lanjut.
4. Tidak merokok.

Anda mungkin juga menyukai