Anda di halaman 1dari 61

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS

GAGAL GINJAL KRONIK DI RUANG HEMODIALISA RSUD dr. DORIS


SYLVANUS PALANGKA RAYA

Oleh :
NIA RAHMAWATI
2018.C.10a.0944

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN 2021
Kata Pengantar

Puji syukur  kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkah rahmat dan hidayahNya jugalah penyusunan laporan ini dapat terselesaikan
dalam bentuk yang sederhana.
Walaupun dalam penyusunan laporan ini memenuhi banyak kendala yang
dihadapi namun berkat dukungan dan motivasi dari semua pihak sehingga penulis
dapat menyelesaikan laporan ini.
Didalam menyelesaikan laporan ini masih banyak hambatan dan kendala
yang dihadapi, namun berkat dukungan dan kerja sama yang baik dari semua
pihak hingga penulis dapat menyelsaikan laporan ini tepat pada waktunya. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang
terlibat.
LEMBAR PERSETUJUAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama : NIA RAHMAWATI
NIM 2018.C.10a.0944
Program Studi : Sarjana Keperawatan
Judul : Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Diagnosa Gagal
Ginjal Kronik Di Ruang Hemodialisa RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya

Telah melaksanakan Laporan dan asuhan keperawatan Individu sebagai


persyaratan untuk menyelesaikan Praktik Pra Klinik 4 Keperawatan Program Studi
Sarjana Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

PEMBIMBING PRAKTEK

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Isna Wiranti, S.Kep., Ners. Mulyadi, S.Kep., Ners

LEMBAR PENGESAHAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama : NIA RAHMAWATI
NIM 2018.C.10a.0944
Program Studi : Sarjana Keperawatan
Judul : Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Diagnosa Gagal
Ginjal Kronik Di Ruang Hemodialisa RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya

Telah melaksanakan Laporan dan asuhan keperawatan Individu sebagai


persyaratan untuk menyelesaikan Praktik Pra Klinik 4 Keperawatan Program Studi
Sarjana Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

PEMBIMBING PRAKTEK

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Isna Wiranti, S.Kep., Ners. Mulyadi, S.Kep., Ners

DAFTAR ISI
COVER
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR PERSETUJUAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN...............................................................................
1.1 Latar Belakang............................................................................................
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................
1.3 Tujuan Penulisan........................................................................................
1.4 Manfaat Penulisan......................................................................................
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................
2.1 Konsep Penyakit.......................................................................................
2.1.1 Definisi.............................................................................................
2.1.2 Anatomi Fisiologi.............................................................................
2.1.3 Etiologi.............................................................................................
2.1.4 Klasifikasi.........................................................................................
2.1.5 Patofisiologi (WOC).........................................................................
2.1.6 Manifestasi Klinis (Tanda dan Gejala).............................................
2.1.7 Komplikasi........................................................................................
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang....................................................................
2.1.9 Penatalaksanaan Medis.....................................................................
2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan..........................................................
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN............................................................
3.1 Pengkajian Keperawatan............................................................................
3.2 Diagnosa Keperawatan...............................................................................
3.3 Intervensi Keperawatan..............................................................................
3.4 Implementasi Keperawatan........................................................................
3.5 Evaluasi Keperawatan................................................................................
Daftar Pustaka

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ginjal merupakan salah satu organ penting pada tubuh manusia yang
berfungsi mempertahankan homeostasis dengan cara mengatur keseimbangan
cairan dan elektrolit (Baradero dkk, 2018). Gagal ginjal kronik adalah kerusakan
ginjal yang terjadi apabila kedua ginjal mengalami kerusakan secara progresif dan
irreversible yang disebabkan karena adanya eksaserbasi nefritis, obstruksi saluran
kemih, kerusakan vaskuler akibat penyakit sistemik (diabetes mellitus, hipertensi)
dan membentuk jaringan parut pada pembuluh darah (Baradero dkk, 2018). Selain
itu dapat ditandai dengan peningkatan ureum kreatinin dan penurunan laju filtrasi
glomerulus (Baradero dkk, 2018).Seseorang dengan masalah gagal ginjal kronik
yang sudah mengalami gangguan fungsi ginjal biasanya harus menjalani terapi
pengganti ginjal atau hemodialisa. Hemodialisa merupakan terapi jangka panjang
yang biasa dilakukan pada penderita gagal ginjal kronis. Hemodialisis berperan
sebagai penyaring untuk membuang toksin yang ada dalam darah. Namun
demikian, terapi hemodialisa tidak dapat menyembuhkan gangguan ginjal pada
pasien. Pada pasien gagal ginjal kronik cenderung memiliki kualitas tidur yang
kurang baik, dimana kualitas tidur adalahukuran dimana seseorang itu mendapat
kemudahan dalam memulai tidur dan untuk mempertahankan tidur, kualitas tidur
seseorang dapat digambarkan dengan lama waktu tidur, dan keluhan–keluhan yang
dirasakan saat tidur ataupun sehabis bangun tidur. Kebutuhan tidur yang cukup
ditentukan selain oleh faktor jumlah jam tidur (kuantitas tidur), juga oleh faktor
kedalaman tidur (kualitas tidur). Oleh karena itu, pada pasien dengan gagal ginjal
kronik masih sering terjadi komplikasi yaitu hipotensi, nyeri dada, gangguan
keseimbangan dialisis, kram otot, mual muntah, dan gangguan tidur. Seperti yang
ditemukan saat melakukan Praktik Pra Klinik 3 di ruang Hemodialisa RSUD
dr.Doris Sylvanus Palangka Raya bahwa mayoritas pasien Gagal Ginjal Kronik
yang menjalani hemodialisamengalami gangguan tidur.
Berdasarkan data dari RISKESDAS (Riset Kesehatan Dasar)
menunjukkan, pada tahun 2018 prevalensi gagal ginjal kronik berdasarkan
diagnosa dokter pada usia ≥ 15 tahun di Indonesia yaitu sebagai berikut usia 15-24
tahun 1,33%, usia 25-34 tahun 2,28%, usia 35-44 tahun 3,31%, usia 45-54 tahun
5,64%, usia 55-64 tahun 7,21%, usia 65-74 tahun 8,23% dan usia ≥ 75 tahun
7,48%. Di Indonesia jumlah penderita gagal ginjal kronik sekitar 300.000 orang
dan yang menjalani terapi sebanyak 25.600 dan sisanya tidak tertangani.
Berdasarkan hasil penelitian terkait oleh Ana Nurhidayati tahun 2017 didapatkan
bahwa kualitas tidur pasien gagal ginjal kronik yang menjalanihemodialisa di RS
PKU Muhammadiyah Gombong berdasarkan faktor penyakit berkategori buruk 53
responden (86,9%), faktor latihan dan kelelahan berkategori buruk 53 resonden
(86,9%), faktor stres berkategori buruk 52 resonden (85,2%), faktor nutrisi
berkategori buruk 55 responden (90,2%), dan faktor lingkungan berkategori buruk
58 resonden (95,1%). Dari data yang didapat jumlah pasien yang menjalani
hemodialisa di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya pada tahun 2016
(Januari-Desember) sebanyak 302 pasien, tahun 2017 (Januari-Desember)
sebanyak 364 pasien, dan tahun 2018 (Januari-Desember) sebanyak 311
pasien.Jumlah penderita gagal ginjal meningkat setiap tahunnya.Berdasarkan hasil
survey yang dilakukan peneliti pada tanggal 28 April 2020 di ruang Hemodialisa
RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya dari sebelas pasien yang dilakukan
wawancara, didapatkan bahwa sebanyak 8 pasien mengalami gangguan
tidur,sedangkan pada 3 orang pasien tidak mengalami gangguan tidur.
Pasien gagal ginjal kronik akan mengalami beberapa gangguan, salah
satunya gangguan keseimbangan cairan elektrolit. Komplikasi gagal ginjal yang
serius, antara lain seperti hiperkalemia, perikarditis dan kejang. Untuk menjaga
keseimbangan cairan dan elektrolit serta mencegah komplikasi, pasien gagal ginjal
kronik harus menjalani terapi hemodialisa. Setelah di hemodialisis bukan berarti
masalah pasien teratasi. Pada pasien yang menjalani hemodialisis juga mengalami
berbagai permasalahan dan komplikasi yang dapat terjadi salah satunya gangguan
tidur. Komplikasi hemodialisis juga dapat menimbulkan ketidaknyamanan, serta
meningkatkan stress dengan kata lain hemodialisis secara signifikan berdampak
atau mempengaruhi diri pasien diantaranya kesehatan fisik seperti
kelemahan.Pasien gagal ginjal kronik cenderung memiliki kualitas tidur yang
kurang baik, yang dapat disebabkan karena beberapa faktor antara lain yaitu faktor
penyakit, latihan dan kelelahan, stress psikologis, nutrisi, dan lingkungan. Dampak
dari kualitas tidur yang buruk adalah gangguan aktifitas sehari – hari, penurunan
kinerja, kurang konsentrasi dalam menjalankan aktifitas dan sulit membuat
keputusan. Kualitas tidur dapat dipengaruhi oleh gangguan tidur yang dialami
seseorang bergantung pada tercapainya frekuensi tidur dan lama durasi tidur yang
dialami pasien gagal ginjal kronik.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengangkat
masalah bagaimana cara memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan
Diagnosa Medis Gagal Ginjal Kronik dengan menggunakan pendekatan proses
keperawatan
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana pemberian asuhan keperawatan yang efektif dan efisien pada
pasien dengan Diagnosa Medis Gagal Ginjal Kronik di Ruang Hemodialisa RSUD
dr. Doris Sylvanus Palangka Raya?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mendapatkan gambaran tentang pelaksanaan asuhan keperawatan
pada dengan Diagnosa Medis Gagal Ginjal Kronik di RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mampu melakukan pengkajian keperawatan secara komprehensif pada
pasien dengan Diagnosa Medis Gagal Ginjal Kronik di RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya.
1.3.2.2 Mampu menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien dengan Diagnosa
Medis Gagal Ginjal Kronik di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
1.3.2.3 Mampu menyusun intervensi tindakan keperawatan pada pasien dengan
Diagnosa Medis Gagal Ginjal Kronik di RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya.
1.3.2.4 Mampu melaksanaan tindakan keperawatan pada pasien dengan Diagnosa
Medis Gagal Ginjal Kronik di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
1.3.2.5 Mampu mengevaluasi hasil tindakan yang dilaksanakan terhadap tindakan
pada pasien dengan Diagnosa Medis Gagal Ginjal Kronik di RSUD dr.
Doris Sylvanus Palangka Raya.
1.3.2.6 Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan pada pasien dengan
Diagnosa Medis Gagal Ginjal Kronik di RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya.

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Teoritis
Untuk menambah wawasan dalam mengetahui bagaimana Asuhan
Keperawatan pada pasien dengan Diagnosa Medis Gagal Ginjal Kronik.
1.4.2 Praktis
1.4.2.1 Bagi Mahasiswa
Hasil asuhan keperawatan ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan
serta pemahaman mahasiswa tentang Asuhan Keperawatan pada pasien dengan
Diagnosa Medis Gagal Ginjal Kronik di Ruang Hemodialisa RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya.
1.4.2.2 Bagi Institusi RSUD dr. Doris Sylvanus
Hasil penulisan asuhan keperawatan ini diharapkan dapat dijadikan
masukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dalam penegakan
asuhan keperawatan pada pasien dengan Diagnosa Medis Gagal Ginjal Kronik di
Ruang Hemodialisa.

1.4.2.3 Bagi Akademik STIKES Eka Harap


Hasil penulisan asuhan keperawatan ini dapat digunakan sebagai informasi
dan masukan bagi pendidikan sebagai bahan referensi untuk penulisan berikutnya.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Gagal Ginjal Kronik


2.1.1 Definisi
Gagal ginjal kronik adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan
metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur
ginjal yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolik (toksik
uremik) di dalam darah (Muttaqin dan Kumalasari,2019:166)
Gagal ginjal kronis atau penyakit ginjal tahap akhir merupakan gangguan fungsi
ginjal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,
menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah)
(Suharyanto,2018:183).

2.1.2 Anatomi Fisiologi


Manusia memiliki sepasang ginjal.Dua ginjal terletak pada dinding posterior
abdomen, diluar rongga peritoneum. Sisi medial setiap ginjal merupakan daerah
lekukan yang disebut hilum tempat lewatnya arteri dan vena renalis, cairan
limfatik, suplai saraf , dan ureter yang membawa urine akhir dari ginjal ke
kandung kemih, tempat urine disimpan hingga dikeluarkan. Ginjal dilengkapi oleh
kapsul fibrosa yang keras untuk melindungi struktur dalamnya yang rapuh.Posisi
ginjal kanan sedikit lebih rendah dari posisi ginjal kiri karena ginjal kanan tertekan
oleh organ hati.Kedua ginjal terletak di sekitar vertebra T12 hingga L3, sebagian
dari bagian atas ginjal terlindungi oleh iga ke sebelas dan dua belas.
Bentuk makroskopis ginjal pada  orang dewasa, bentuknya seperti kacang
polong dengan ukuran panjang ginjal adalah sekitar 12 sampai 13 cm (4,7 hingga
5,1 inci), lebarnya 6 cm (2,4 inci), tebalnya 2,5 cm (1 inci), dan beratnya sekitar
125- 150 gram, kira-kira seukuran kepalan tangan. Masing-masing ginjal manusia
terdiri dari kurang lebih satu juta nefron, masing-masing mampu membentuk
urine. Ginjal tidak dapat membentuk nefron baru. Oleh karena itu, pada trauma
ginjal, penyakit ginjal, atau proses penuaan yang normal akan terjadi penurunan
jumlah nefron secara bertahap.
Dibawah ini terdapat gambar tentang anatomi fisiologi ginjal

Gambar II.1
Anatomi Ginjal
(Sumber: Smeltzer, 2018:1365)

Bentuk makroskopis ginjal pada  orang dewasa, bentuknya seperti kacang


polong dengan ukuran panjang ginjal adalah sekitar 12 sampai 13 cm (4,7 hingga
5,1 inci), lebarnya 6 cm (2,4 inci), tebalnya 2,5 cm (1 inci), dan beratnya sekitar
125- 150 gram, kira-kira seukuran kepalan tangan. Masing-masing ginjal manusia
terdiri dari kurang lebih satu juta nefron, masing-masing mampu membentuk
urine. Ginjal tidak dapat membentuk nefron baru. Oleh karena itu, pada trauma
ginjal, penyakit ginjal, atau proses penuaan yang normal akan terjadi penurunan
jumlah nefron secara bertahap. Setiap nefron terdiri dari glomerulus dan tubulus.
Glomerulus terdiri dari sekumpulan kapiler glomerulus yang dilalui
sejumlah besar cairan yang difiltrasi dari darah. Glomerulus tersusun dari suatu
jaringan kapiler glomerulus yang bercabang dan beranastomosis, yang mempunyai
tekanan hidrostatik tinggi (kira-kira 60 mmHg) bila dibandingkan dengan kapiler
lainnya. Kapiler glomerulus dilapisi oleh sel- sel epitel, dan keseluruhan
glomerulus dibungkus dalam kapsula bowman. Sedangkan tubulus merupakan
tempat cairan hasil filtrasi diubah menjadi urin dalam perjalanannya menuju pelvis
ginjal. Meskipun setiap nefron mempunyai semua komponen seperti yang
digambarkan diatas, tetapi tetap terdapat beberapa perbedaan, bergantung pada
seberapa dalam letak nefron pada massa ginjal. Nefron yang memiliki glomerulus
dan terletak di korteks sisi luar disebut nefon kortikal; nefron tersebut mempunyai
ansa henle pendek yang hanya sedikit menembus ke dalam medula. Kira-kira20-
30% nefron mempunyai glomerulus yang terletak di korteks renal sebelah dalam
dekat medula, dan disebut nefron jukstamedular; nefron ini mempunyai ansa henle
yang panjang dan masuk sangat dalam ke medula.

2.1.2 Fisiologi
Pada manusia, ginjal merupakan salah satu organ yang memiliki fungsi vital
yang berfungsi untuk mengatur keseimbangan air dalam tubuh. Ginjal melakukan
fungsinya yang paling penting ini dengan cara menyaring plasma dan memisahkan
zat filtrat dengan kecepatan yang bervariasi, brgantung pada kebutuhan tubuh.
Kemudian zat- zat yang dibutuhkan oleh tubuh akan dikembalikan ke dalam darah
dan yang tidak dibutuhkan oleh tubuh akan dikeluarka melalui urine. Selain fungsi
yang telah dijelaskan, ginjal juga mempunyai fungsi multiple yang lainnya,
diantaranya yaitu mengeksresikan produk sisa metabolik dan bahan kimia asing,
pengaturan keseimbangan air dan elektrolit, pengaturan osmolalitas cairan tubuh
dan konsentrasi elektrolit, pengaturan tekanan arteri, pengaturan keseimbangan
asam-basa, sekresi, metabolisme, dan eksresi hormon serta untuk proses
glukoneogenesis.
Proses pembentukan urine juga dilakukan oleh nefron yang merupakan
bagian dari ginjal.  Proses pembentukan urine terjadi melalui tiga tahapan yaitu
filtrasi di glomerulus, reabsorpsi di tubulus dan eksresi di tubulus.
Dibawah ini adalah gambar sebuah nefron yang memperlihatkan struktur
glomerulus dan tubulus serta perannya dalam pembentukan urine.

Gambar nefron yang memperlihatkan struktur glomerulus dan tubulus


 (Sumber: Smeltzer, 2012: 1366)
Pada saat cairan, darah, serta zat-zat masuk ke dalam ginjal, semua bahan-
bahan itu akan difiltrasi di dalam glomerulus dan selanjutnya akan mengalir ke
dalam kapsula bowman dan masuk ke tubulus proksimal yang terletak di dalam
korteks ginjal. Dari tubulus proksimal, cairan akan mengalir ke ansa henle yang
masuk ke dalam medula renal, cairan masuk ke makula densa dan kemudian ke
tubulus distal, dari tubulus distal cairan masuk ke tubulus renalis arkuatus dan
tubulus koligentes kortikal dan masuk ke duktus yang lebih besar yaitu duktus
koligentes medula. Duktus koligentes bergabung membentuk duktus yang lebih
besar yang mengalir menuju pelvis renal melalui papila renal. Dari pelvis renal,
urine akan terdorong ke kandung kemih melalui saluran ureter dan dikeluarkan
melalui uretra.

2.2 Etiologi
Begitu banyak kondisi klinis yang bisa menyebabkan terjadinya gagal
ginjal kronis. Akan tetapi, apapun sebabnya, respon yang terjadi adalah penurunan
fungsi ginjal secara progresif. Kondisi klinis yang memungkinkan dapat
mengakibatkan gagal ginjal kronik bisa disebabkan dari ginjal sendiri dan di luar
ginjal (Muttaqin dan Kumalasari,2012:166).
1) Penyakit dari ginjal :
(1) Penyakit pada saringan (glomerulus)
(2) Infeksi kuman; pyelonefritis, ureteritis
(3) Batu ginjal
(4) Trauma langsung pada ginjal
(5) Keganasan pada ginjal
(6) Sumbatan; batu, tumor, penyempitan atau striktur
2) Penyakit umum di luar ginjal :
(1) Penyakit sistemik; diabetes melitus, hipertensi, kolesterol tinggi
(2) Dislipidemia
(3) SLE
(4) Infeksi di badan; TBC paru, sipilis, malaria, hepatitis
(5) Pre eklamsi
(6) Obat-obatan
(7) Kehilangan banyak cairan yang
2.3 Patofisiologi
Pada awal perjalanannya, keseimbangan cairan, penanganan garam, dan
penimbunan produk sisa masih bervariasi dan bergantung pada bagian ginjal yang
sakit.Sampai fungsi ginjal turun kurang dari 25% normal, manifestasi klinis gagal
ginjal kronis mungkin minimal karena nefron-nefron lain yang sehat mengambil
alih fungsi nefron yang rusak. Nefron yang tersisa meningkatkan laju filtrasi,
reabsorbsi, dan sekresinya serta mengalami hipertrofi dalam proses tersebut.
Seiring dengan makin banyaknya nefron yang mati, nefron yang tersisa
menghadapi tugas yang semakin berat, sehingga nefron-nefron tersebut ikut rusak
dan akhirnya mati. Sebagian dari siklus kematian ini tampaknya berkaitan dengan
tuntutan pada nefron-nefron yang ada untuk meningkatkan reasorbsi protein.
Seiring dengan penyusutan progresif nefron, terjadi pembentukkan jaringan
parut dan penurunan aliran darah ginjal.Pelepasan renin dapat meningkat dan
bersama dengan kelebihan beban cairan, dapat menyebabkan hipertensi.Hipertensi
mempercepat gagal ginjal, mungkin dengan meningkatkan filtrasi (karena tuntutan
untuk reasorbsi) protein plasma dan menimbulkan stress oksidatif.Kegagalan
ginjal membentuk eritropoietin dalam jumlah yang adekuat sering kali
menimbulkan anemia dan keletihan akibat anemia berpengaruh buruk pada
kualitas hidup.Selain itu, anemia kronis dapat menyebabkan penurunan oksigenasi
jaringan di seluruh tubuh dan mengaktifkan refleks-refleks yang ditujukan untuk
meningkatkan curah jantung guna memperbaiki oksigenasi. Refleks ini mencakup
aktivasi susunan saraf simpatis dan peningkatan curah jantung.Akhirnya,
perubahan tersebut merangsang individu yang menderita gagal ginjal mengalami
gagal jantung kongestif sehingga penyakit ginjal kronis menjadi satu faktor risiko
yang terkait dengan penyakit jantung (Corwin, 2013:729).

2.4 Klasifikasi
Terdapat 5 stadium penyakit gagal ginjal kronis yang ditentukan melalui
penghitungan nilai Glomerular Filtration Rate (GFR). Untuk menghitung GFR
dokter akan memeriksakan sampel darah penderita ke laboratorium untuk melihat
kadar kreatinin dalam darah. Kreatinin adalah produk sisa yang berasal dari
aktivitas otot yang seharusnya disaring dari dalam darah oleh ginjal yang sehat.
Dibawah ini 5 stadium penyakit gagal ginjal kronis sebagai berikut :
1. Stadium 1, dengan GFR normal (> 90 ml/min)
2. Stadium 2, dengan penurunan GFR ringan (60 s/d 89 ml/min)
3. Stadium 3, dengan penurunan GFR moderat (30 s/d 59 ml/min)
4. Stadium 4, dengan penurunan GFR parah ( 15 s.d 29 ml/min)
5. Stadium 5, penyakit ginjal stadium akhir/ terminal (>15 ml/min)
Untuk menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT ( Clearance Creatinin
Test ) dapat digunakan dengan rumus :
Clearance creatinin ( ml/ menit ) = ( 140-umur ) x berat badan ( kg )
72 x creatini serum
Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85

Stadium 1
Seseorang yang berada pada stadium 1 gagal ginjal kronik (GGK) biasanya
belum merasakan gejala yang mengindikasikan adanya kerusakan pada ginjalnya.
Hal ini disebabkan ginjal tetap berfungsi secara normal meskipun tidak lagi dalam
kondisi tidak lagi 100 persen, sehingga banyak penderita yang tidak mengetahui
kondisi ginjalnya dalam stadium 1. Kalaupun hal tersebut diketahui biasanya saat
penderita memeriksakan diri untuk penyakit lainnya seperti diabetes dan
hipertensi. Stadium 2
Sama seperti pada stadium awal, tanda – tanda seseorang berada pada
stadium 2 juga dapat tidak merasakan gejala yang aneh karena ginjal tetap dapat
berfungsi dengan baik. Kalaupun hal tersebut diketahui biasanya saat penderita
memeriksakan diri untuk penyakit lainnya seperti diabetes dan hipertensi.

Stadium 3
Seseorang yang menderita GGK stadium 3 mengalami penurunan GFR
moderat yaitu diantara 30 s/d 59 ml/min. dengan penurunan pada tingkat ini
akumulasi sisa – sisa metabolisme akan menumpuk dalam darah yang disebut
uremia. Pada stadium ini muncul komplikasi seperti tekanan darah tinggi
(hipertensi), anemia atau keluhan pada tulang. Gejala- gejala juga terkadang mulai
dirasakan seperti :
a) Fatique : rasa lemah/lelah yang biasanya diakibatkan oleh anemia.
b) Kelebihan cairan : Seiring dengan menurunnya fungsi ginjal membuat
ginjal tidak dapat lagi mengatur komposisi cairan yang berada dalam tubuh. Hal
ini membuat penderita akan mengalami pembengkakan sekitar kaki bagian bawah,
seputar wajah atau tangan. Penderita juga dapat mengalami sesak nafas akaibat
teralu banyak cairan yang berada dalam tubuh.
c) Perubahan pada urin : urin yang keluar dapat berbusa yang menandakan
adanya kandungan protein di urin. Selain itu warna urin juga mengalami
perubahan menjadi coklat, orannye tua, atau merah apabila bercampur dengan
darah. Kuantitas urin bisa bertambah atau berkurang dan terkadang penderita
sering trbangun untuk buang air kecil di tengah malam.
d) Rasa sakit pada ginjal. Rasa sakit sekitar pinggang tempat ginjal berada
dapat dialami oleh sebagian penderita yang mempunyai masalah ginjal seperti
polikistik dan infeksi.
e) Sulit tidur : Sebagian penderita akan mengalami kesulitan untuk tidur
disebabkan munculnya rasa gatal, kram ataupunrestless legs.
f) Penderita GGK stadium 3 disarankan untuk memeriksakan diri ke seorang
ahli ginjal hipertensi (nephrolog). Dokter akan memberikan rekomendasi terbaik
serta terapi – terapi yang bertujuan untuk memperlambat laju penurunan fungsi
ginjal. Selain itu sangat disarankan juga untuk meminta bantuan ahli gizi untuk
mendapatkan perencanaan diet yang tepat. Penderita GGK pada stadium ini
biasanya akan diminta untuk menjaga kecukupan protein namun tetap mewaspadai
kadar fosfor yang ada dalam makanan tersebut, karena menjaga kadar fosfor dalam
darah tetap rendah penting bagi kelangsungan fungsi ginjal. Selain itu penderita
juga harus membatasi asupan kalsium apabila kandungan dalam darah terlalu
tinggi. Tidak ada pembatasan kalium kecuali didapati kadar dalam darah diatas
normal. Membatasi karbohidrat biasanya juga dianjurkan bagi penderita yang juga
mempunyai diabetes. Mengontrol minuman diperlukan selain pembatasan sodium
untuk penderita hipertensi.
Stadium 4
Pada stadium ini fungsi ginjal hanya sekitar 15 – 30 persen saja dan apabila
seseorang berada pada stadium ini maka sangat mungkin dalam waktu dekat
diharuskan menjalani terapi pengganti ginjal / dialisis atau melakukan
transplantasi. Kondisi dimana terjadi penumpukan racun dalam darah atau uremia
biasanya muncul pada stadium ini. Selain itu besar kemungkinan muncul
komplikasi seperti tekanan darah tinggi (hipertensi), anemia, penyakit tulang,
masalah pada jantung dan penyakit kardiovaskular lainnya.
Gejala yang mungkin dirasakan pada stadium 4 adalah :
a) Fatique : rasa lemah/lelah yang biasanya diakibatkan oleh anemia.
b) Kelebihan cairan : Seiring dengan menurunnya fungsi ginjal membuat ginjal
tidak dapat lagi mengatur komposisi cairan yang berada dalam tubuh. Hal ini
membuat penderita akan mengalami pembengkakan sekitar kaki bagian
bawah, seputar wajah atau tangan. Penderita juga dapat mengalami sesak
nafas akaibat teralu banyak cairan yang berada dalam tubuh.
c) Perubahan pada urin : urin yang keluar dapat berbusa yang menandakan
adanya kandungan protein di urin. Selain itu warna urin juga mengalami
perubahan menjadi coklat, orannye tua, atau merah apabila bercampur dengan
darah. Kuantitas urin bisa bertambah atau berkurang dan terkadang penderita
sering trbangun untuk buang air kecil di tengah malam.
d) Rasa sakit pada ginjal. Rasa sakit sekitar pinggang tempat ginjal berada dapat
dialami oleh sebagian penderita yang mempunyai masalah ginjal seperti
polikistik dan infeksi.
e) Sulit tidur : Sebagian penderita akan mengalami kesulitan untuk tidur
disebabkan munculnya rasa gatal, kram ataupunrestless legs.
f) Nausea : muntah atau rasa ingin muntah.
g) Perubahan cita rasa makanan : dapat terjadi bahwa makanan yang dikonsumsi
tidak terasa seperti biasanya.
h) Bau mulut uremic : ureum yang menumpuk dalam darah dapat dideteksi
melalui bau pernafasan yang tidak enak.
i) Sulit berkonsentrasi
Stadium 5 (gagal ginjal terminal)
Pada level ini ginjal kehilangan hampir seluruh kemampuannya untuk
bekerja secara optimal. Untuk itu diperlukan suatu terapi pengganti ginjal (dialisis)
atau transplantasi agar penderita dapat bertahan hidup.
Gejala yang dapat timbul pada stadium 5 antara lain :
a) Kehilangan napsu makan
b) Nausea.
c) Sakit kepala.
d) Merasa lelah.
e) Tidak mampu berkonsentrasi.
f) Gatal – gatal.
g) Urin tidak keluar atau hanya sedikit sekali.
h) Bengkak, terutama di seputar wajah, mata dan pergelangan kaki.
i) Keram otot
j) Perubahan warna kulit

2.3.3 Manifestasi Klinis


Menurut (Muhammad, 2020:40), manifestasi klinis pada Gagal Ginjal
Kronik(Chronic Kidney Desease)yaitu sebagai berikut:
1. Gangguan pada Gastrointestinal
1) Anoreksia, mual/muntah akibat adanya gangguan metabolisme protein
dalam usus dan terbentuknya zat toksik.
2) Faktor uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur yang
kemudian diubah menjadi ammonia oleh bakteri, sehingga napas penderita
berbau ammonia.
2. Sistem Kardiovaskular
1) Hipertensi.
2) Dada terasa nyeri dan sesak napas.
3) Gangguan irama jantung akibat sklerosis dini.
4) Edema
3. Gangguan Sistem Saraf dan Otak
1) Miopati, kelainan dan hipertrofi otot.
2) Ensepalopati metabolik, lemah, tidak bisa tidur, dan konsentrasi
terganggu.
4. Gangguan Sistem Hematologi dan Kulit
1) Anemia karena kekurangan produksi eritropoetin.
2) Kulit pucat kekuningan akibat anemia dan penimbuann urokrom.
3) Gatal-gatal akibat toksik uremik.
4) Trombositopenia (penurunan kadar trombosit dalam darah).
5) Gangguan fungsi kulit (fagositosis dan kematosis berkurang)
6) Gangguan Sistem Endokrin:
1) Gangguan metabolisme glukosa retensi insulin dan gangguan sekresi
insulin.
2) Gangguan seksual/libido; fertilitas dan penurunan seksual pada laki-laki
dan gangguan sekresi imun.
5. Gangguan pada Sistem Lain
1) Tulang mengalami osteodistrofi renal.
2) Asidosis metabolik.

2.3.4 Komplikasi
Menurut (Corwin, 2019:730), komplikasi dari penyakit gagal ginjal kronik
adalah sebagai berikut :
1. Pada gagal ginjal progresif, terjadi beban volume, ketidakseimbangan elektrolit,
asidosis metabolik, azotemia, dan uremia.
2. Pada gagal ginjal stadium 5 (penyakit stadium akhir), terjadi azotemia dan
uremia berat. Asidosis metabolik memburuk, yang secara mencolok
merangsang kecepatan pernapasan.
3. Hipertensi, anemia, osteodistrofi, hiperkalemia, ensefalopati uremik, dan
pruritus (gatal) adalah komplikasi yang sering terjadi.
4. Penurunan pembentukan eriropoietin dapat menyebabkan sindrom anemia
kardiorenal, suatu trias anemia yang lama, penyakit kardiovaskular, dan
penyakit ginjal yang akhirnya menyebabkan peningkatan morbiditas dan
mortalitas.
WOC:

Glomerulonefritis Obstruksi dan Diabetic kidney disease Nefritis hipertensi SLE (nefritis lupus)
kronis infeksi

Gangguan tubulus dan


glomerulus

Jaringan ginjal kurang O2 dan nutrisi PK: perdarahan

Penurunan fungsi nefron hemodialisa


Kecemasan

B1 Penurunan GFR
Kurang
pengetahuan
Penurunan kemampuan Penimbunan BUN dan creatinin meningkat
ginjal mengekskresi H+ sampah B3
metabolit CKD

Retensi air dan Na Penumpukansampah


PePh, HCO3, BE B2 Ginjal tidak dapat membuang
Ureum menumpuk metabolit
kalium melalui urine
di rongga paru &
Penurunan produksi Toksin menembus
pleura
Asidosismetabolik hiperkalemia urine sawar darah otak
Penurunan produksi
gg. prosesdifusi eritro protein (BBB)
Iritasi saluran kencing
v
Pernafasan kusmaul Gangguan Merusak selaput
Masa hidup eritrosit berkurang konduksi jantung Respon hipotalamus, myelin
Sesak, nyeri dan jumlah eritrosit menurun pelapasan mediator
dada kimiawi (sitokinin,
Ketidakefektifan Penurunan kesadaran
aritmia bradikinin,
pola nafas
Kelelahan Anemia Resiko
Gangguan Resiko Penurunan Nyeri akut cedera
pertukaran gas curah jantung
Intoleran aktivitas
CKD

B5 B6 S. Reproduksi
B4

Penumpukan zat-zat gg. hormonal


Penimbunan ureum dan Pengaktifan vit D oleh
Peningkatan aktivitas toksin
kalsium di pori-pori kulit ginjal terganggu
system RAA
Pria Wanita
Gangguan absorbs
- Gangguan metabolism kalsium oleh usus
Retensi air dan Na protein Kulit kekuningan, gatal, kulit
gg. gg.
- Foetoruremik kering dan pecah-pecah
spermato oogenesis
Penurunan produksi hipokalsemia genesis
urine Kerusakan integritas kulit
Anoreksia, nausea,
Pe↓ libido, Amenorea,
vomitus Merangsang kelenjar impoten infertile
Oliguri, anuri, edema paratiroid untuk
Ketidakseimbangan mengeluarkan PTH
nutrisi kurang dari
 Kelebihan volume cairan kebutuhan tubuh  Gangguan pola
Resabsorbsi kalsium
 Gangguan pola eliminasi urin seksual
tulang

Osteoporosis

Resiko cedera
2.3.5 Pemeriksaan Diagnostik
1) Laboratorium
(1) Laju endap darah: meninggi yang diperberat oleh adanya anemia, dan
hipoalbuminemia. Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit
yang rendah.
(2) Ureum dan Kreatinin: meninggi, biasanya perbandingan antara ureum
Kreatinin kurang lebih 20:3. Ingat perbandingan bisa meninggi oleh karena
bahan saluran cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan steroid, obstruksi
saluran kemih.
(3) Hiponatremia: umumnya karena kelebihan cairan. Hiperkalemia: biasanya
terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan menurunnya diuresis.
(4) Hipokalsemia dan hiperfasfatemia: terjadi karena kurangnya sintesis
vitamin D3 pada GGK.
(5) Phosphate alkaline meninggi akibat gangguan metabolisme tulang terutama
isoenzim fosfatase lindi tulang.
(6) Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemik: umumnya disebabkan gangguan
metabolisme dan diet rendah protein.
(7) Peninggian gula darah, akibat gangguan metabolisme karbohidrat pada
gagal ginjal (resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan perifer).
(8) Hipertrigliserida akibat gangguan metabolisme lemak disebabkan
peninggian hormon insulin dan menurunnya lipoprotein lipase.
(9) Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukkan PH yang
menurun.
2) Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (adanya batu atau
adanya suatu obstruksi). Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal, Oleh
sebab itu penderita diharapkan tidak puasa.
3) Intra Vena Fielografi (IVP) untuk menilai sistem palviokalises dan ureter.
Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada keadaan
tertentu, misalnya: usia lanjut, diabetes melitus, dan nefropati asam urat.
4) USG untuk menilai besar dan bentuk ginjal, kepadatan parenkim ginjal,
anatomi sistem pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.
5) Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan
(vaskular, parenkim, ekskresi) serta sisa fungsi ginjal. PKG untuk melihat
kemungkinan: hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis, aritmia,
gangguan elektrolit (hiperkalemia) (Muttaqin dan Kumalasari,2012:172).

2.3.6 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan cairan elektrolit dan
mencegah komplikasi, yaitu sebagai berikut:
1) Dialisis
Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal yang
serius, seperti hiperkalemia, perikarditis dan kejang. Dialisis diperbaiki
abnormalitas biokimia; menyebabkan cairan, protein, dan natrium dapat
dikonsumsi secara bebas; menghilangkan kecenderungan perdarahan dan
membantu penyembuhan luka.
2) Koreksi hiperkalemia
Mengendalikan kalium darah sangat penting karena hiperkalemia dapat
menimbulkan kematian mendadak. Hal yang pertama harus diingat adalah jangan
menimbulkan hiperkalemia. Selain dengan pemeriksaan darah, hiperkalemia juga
dapat didiagnosis dengan EEG dan EKG. Bila terjadi hiperkalemia, maka
pengobatannya adalah dengan mengurangi intake kalium, pemberian Na
bikarbonat pemberian infus glukosa.
3) Koreksi anemia
Usaha pertama harus ditujukan untuk mengatasi faktor defisiensi, kemudian
mencari Apakah ada perdarahan yang mungkin dapat diatasi. Pengendalian gagal
ginjal pada keseluruhan dapat meninggikan HB. Transfusi darah hanya dapat
diberikan bila ada indikasi yang kuat, misalnya ada misalnya ada insufficiency
koroner.
4) Koreksi asidosis
Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari. Natrium
bikarbonat dapat diberikan per oral atau parenteral. Pada permulaan 100 mEq
natrium bikarbonat diberi intravena perlahan-lahan, jika diperlukan dapat diulang.
Hemodialisis dan dialisis peritoneal dapat juga mengatasi asidosis.
5) Pengendali hipertensi
Pemberian obat Beta Bloker, Alfa metildopa, dan vasodilator dilakukan.
intake garam dalam mengendalikan hipertensi harus hati-hati Karena tidak semua
gagal ginjal disertai retensi natrium.
6) Transplantasi ginjal
Dengan pencangkokan ginjal yang sehat ke pasien GGK, maka seluruh faal
ginjal diganti oleh ginjal yang baru (Muttaqin dan Kumalasari,2020:173).
7) Pemasangan double lumen
Catheter Double Lumen adalah : sebuah alat yang terbuat dari bahan
plastik PVC mempunyai dua cabang, selang merah (Arteri) untuk keluarnya
darah dari tubuh ke mesin dan selang biru (Vena) untuk masuknya darah dari
mesin ke tubuh. Pada ujung dan sisi catheter terdapat lobang untuk keluar dan
masuk darah. Sedangkan menurut Henrich, William. L,( 2019), kateter double
lumen adalah salah satu akses vaskuler untuk therapy dialisa akut.
Double lumen adalah salah satu akses temporer yaitu berupa kateter
yang dipasang pada pembuluh darah balik (vena) di daerah leher (Ahmad,
Suhail, 2009). Internal AVF and AFG lebih di pilih untuk di gunakan dari pada
kateter karena AVF dan AVG menurunkan kemungkinan infeksi, yang sangat
penting bagi pasien yang menjalani terapi hemodialisis yang memiliki daya imun
rendah (Kidney Dialysis Foundation, 2019).

Gambar kateter doubel lume


2.2 Konsep Dasar Hemodialisa
2.2.1 Pengertian
Hemodialisa adalah proses pembersihan darah oleh akumulasi sampah
buangan. Hemodialisis digunakan bagi pasien dengan tahap akhir gagal ginjal atau
pasien berpenyakit akut yang membutuhkan dialysis waktu singkat (DR.
Nursalam M. Nurs, 2019). Haemodialysis adalah pengeluaran zat sisa
metabolisme seperti ureum dan zat beracun lainnya, dengan mengalirkan darah
lewat alat dializer yang berisi membrane yang selektif-permeabel dimana melalui
membrane tersebut fusi zat-zat yang tidak dikehendaki terjadi. Haemodialysa
dilakukan pada keadaan gagal ginjal dan beberapa bentuk keracunan (Christin
Brooker, 2001). Hemodialisa adalah suatu prosedur dimana darah dikeluarkan
dari tubuh penderita dan beredar dalam sebuah mesin diluar tubuh yang disebut
dialyzer. Prosedur ini memerlukan jalan masuk ke aliran darah. Untuk memenuhi
kebutuhan ini, maka dibuat suatu hubungan buatan diantara arteri dan vena
(fistula arteriovenosa) melalui pembedahan.

2.2.2 Indikasi
1. Indikasi Segera
Koma, perikarditis, atau efusi pericardium, neuropati perifer, hiperkalemi,
hipertensi maligna, over hidrasi atau edema paru, oliguri berat atau anuria.
2. Indikasi Dini
a. Gejala uremia
Mual, muntah, perubahan mental, penyakit tulang, gangguan pertumbuhan dan
perkembangan seks dan perubahan kulitas hidup.
b. Laboratorium abnormal
Asidosis, azotemia (kreatinin 8-12 mg %) dan Blood Urea Nitrogen (BUN) : 100
– 120 mg %, TKK : 5 ml/menit.
3. Frekuensi Hemodialisa
Frekuensi dialisa bervariasi, tergantung kepada banyaknya fungsi ginjal yang
tersisa, tetapi sebagian besar penderita menjalani dialisa sebanyak 3 kali/minggu.
Program dialisa dikatakan berhasil jika:
§ penderita kembali menjalani hidup normal
§ penderita kembali menjalani diet yang normal
§ jumlah sel darah merah dapat ditoleransi
§ tekanan darah normal
§ tidak terdapat kerusakan saraf yang progresif.

2.2.3 Tujuan
1.Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu membuang sisa-
sisa metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa
metabolisme yang lain.
2. Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang
seharusnya dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat.
3. Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi
ginjal.
4. Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan
yang lain.

2.2.4 Peralatan Haemodialisa


1. Arterial – Venouse Blood Line (AVBL)
AVBL terdiri dari :
a) Arterial Blood Line (ABL)
Adalah tubing tubing/line plastic yang menghubungkan darah dari tubing akses
vaskular tubuh pasien menuju dialiser, disebut Inlet ditandai dengan warna merah.
b) Venouse Blood Line
Adalah tubing/line plastic yang menghubungkan darah dari dialiser dengan tubing
akses vascular menuju tubuh pasien disebut outlet ditandai dengan warna biru.
Priming volume AVBL antara 100-500 ml. priming volume adalah volume cairan
yang diisikan pertama kali pada AVBL dan kompartemen dialiser.Bagian-bagian
dari AVBL dan kopartemen adalah konektor, ujung runcing,segmen pump,tubing
arterial/venouse pressure,tubing udara,bubble trap,tubing infuse/transfuse set, port
biru obat ,port darah/merah herah heparin,tubing heparin dan ujung tumpul.
2. Dializer /ginjal buatan (artificial kidney)
Adalah suatu alat dimana proses dialisis terjadi terdiri dari 2 ruang
/kompartemen,yaitu:
Ø Kompartemen darah yaitu ruangan yang berisi darah
Ø Kompartemen dialisat yaitu ruangan yang berisi dialisat
Kedua kompartemen dipisahkan oleh membran semipermiabel. Dialiser
mempunyai 4 lubang yaitu dua ujung untuk keluar masuk darah dan dua samping
untuk keluar masuk dialisat.

3. Air Water Treatment


Air dalam tindakan hemodialis dipakai sebagai pencampur dialisat peka
(diasol). Air ini dapat berasal dari berbagai sumber, seperti air PAM dan air
sumur, yang harus dimurnikan dulu dengan cara “water treatment” sehingga
memenuhi standar AAMI (Association for the Advancement of Medical
Instrument). Jumlah air yang dibutuhkan untuk satu session hemodilaisis seorang
pasien adalah sekitar 120 Liter.

4. Larutan Dialisat
Dialisat adalah larutan yang mengandung elektrolit dalam komposisi
tertentu. Dipasaran beredar dua macam dialisat yaitu dialisat asetat dan dialisat
bicarbonate. Dialisat asetat menurut komposisinya ada beberapa macam yaitu :
jenis standart, free potassium, low calsium dan lain-lain. Bentuk bicarbonate ada
yang powder, sehingga sebelum dipakai perlu dilarutkan dalam air murni/air
water treatment sebanyak 9,5 liter dan ada yang bentuk cair (siap pakai).

5. Mesin Haemodialisis
Ada bermacam-macam mesin haemodilisis sesuai dengan merek nya.
Tetapi prinsipnya sama yaitu blood pump, system pengaturan larutan dilisat,
system pemantauan mesin terdiri dari blood circuit dan dillisat circuit dan bebagai
monitor sebagai deteksi adanya kesalahan. Dan komponen tambahan seperti
heparin pump, tombol bicarbonate, control ultrafiltrasi, program ultrafiltrasi,
kateter vena, blood volume monitor.

2.2.5 Proses Haemodialisa


Pada proses hemodialisa, darah dialirkan ke luar tubuh dan disaring di
dalam ginjal buatan (dialyzer). Darah yang telah disaring kemudian dialirkan
kembali ke dalam tubuh. Rata – rata manusia mempunyai sekitar 5,6 s/d 6,8 liter
darah, dan selama proses hemodialisa hanya sekitar 0,5 liter yang berada di luar
tubuh. Untuk proses hemodialisa dibutuhkan pintu masuk atau akses agar darah
dari tubuh dapat keluar dan disaring oleh dialyzer kemudian kembali ke dalam
tubuh. Terdapat 3 jenis akses yaitu arteriovenous (AV) fistula, AV graft dan
central venous catheter. AV fistula adalah akses vaskular yang paling
direkomendasikan karena cenderung lebih aman dan juga nyaman untuk pasien.
Sebelum melakukan proses hemodialisa (HD), perawat akan memeriksa tanda –
tanda vital pasien untuk memastikan apakah pasien layak untuk menjalani
Hemodialysis. Selain itu pasien melakukan timbang badan untuk menentukan
jumlah cairan didalam tubuh yang harus dibuang pada saat terapi. Langkah
berikutnya adalah menghubungkan pasien ke mesin cuci darah dengan memasang
blod line (selang darah) dan jarum ke akses vaskular pasien, yaitu akses untuk
jalan keluar darah ke dialyzer dan akses untuk jalan masuk darah ke dalam tubuh.
Setelah semua terpasang maka proses terapi hemodialisa dapat dimulai. Pada
proses hemodialisa, darah sebenarnya tidak mengalir melalui mesin HD,
melainkan hanya melalui selang darah dan dialyzer. Mesin HD sendiri merupakan
perpaduan dari komputer dan pompa, dimana mesin HD mempunyai fungsi untuk
mengatur dan memonitor aliran darah, tekanan darah, dan memberikan informasi
jumlah cairan yang dikeluarkan serta informasi vital lainnya. Mesin HD juga
mengatur cairan dialisat yang masuk ke dialyzer, dimana cairan tersebut
membantu mengumpulkan racun – racun dari darah. Pompa yang ada dalam
mesin HD berfungsi untuk mengalirkan darah dari tubuh ke dialyzer dan
mengembalikan kembali ke dalam tubuh.

2.2.6 Komplikasi Haemodialisa


1. Kram otot
Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya
hemodialisa sampai mendekati waktu berakhirnya hemodialisa. Kram otot
seringkali terjadi pada ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang cepat dengan
volume yang tinggi.
2. Hipotensi
Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat,
rendahnya dialisat natrium, penyakit jantung aterosklerotik, neuropati
otonomik, dan kelebihan tambahan berat cairan.

3. Aitmia
Hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama dialisa,
penurunan kalsium, magnesium, kalium, dan bikarbonat serum yang cepat
berpengaruh terhadap aritmia pada pasien hemodialisa.

4. Sindrom ketidakseimbangan dialisa


Sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara primer dapat
diakibatkan dari osmol-osmol lain dari otak dan bersihan urea yang kurang
cepat dibandingkan dari darah, yang mengakibatkan suatu gradien osmotik
diantara kompartemen-kompartemen ini. Gradien osmotik ini
menyebabkan perpindahan air ke dalam otak yang menyebabkan oedem
serebri. Sindrom ini tidak lazim dan biasanya terjadi pada pasien yang
menjalani hemodialisa pertama dengan azotemia berat.

5. Hipoksemia
Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu
dimonitor pada pasien yang mengalami gangguan fungsi kardiopulmonar.

6. Perdarahan
Uremia menyebabkan ganguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit dapat
dinilai dengan mengukur waktu perdarahan. Penggunaan heparin selama
hemodialisa juga merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan.

7. Gangguan pencernaan
Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah yang
disebabkan karena hipoglikemia. Gangguan pencernaan sering disertai
dengan sakit kepala.
8. Pembekuan darah
Pembekuan darah disebabkan karena dosis pemberian heparin yang tidak
kuat ataupun kecepatan putaran darah yang lambat.

2.3 Konsep Dasar Kelebihan Volume Cairan


2.3.1 Pengertian
Hipervolemia adalah istilah medis yang menggambarkan kondisi ketika
tubuh menyimpan terlalu banyak kelebihan volume cairan. Kelebihan cairan
tersebut bisa menumpuk di luar sel-sel tubuh atau di ruangan antar sel di dalam
jaringan tertentu. Hipervolemia juga menggambarkan kondisi kelebihan cairan
dalam aliran darah.

Dalam keadaan normal, kadar cairan tubuh dikendalikan oleh ginjal.


Ketika ginjal mendeteksi tubuh Anda sudah menyimpan banyak cairan, ginjal
akan bantu mengeluarkannya lewat urin. Begitu pula sebaliknya. Jika ginjal
mendeteksi tanda-tanda tubuh Anda kekurangan cairan, ginjal akan mengerem
produksi urin.

Pada orang-orang yang mengalami hipervolemia, keseimbangan cara kerja


ini terganggu sehingga tubuh tidak dapat mengeluarkan cairan yang berlebih. Jika
terjadi secara terus-menerus, simpanan air tersebut akan mengisi rongga dan
jaringan dan aliran darah.

Penyebab ketidakseimbangan pencetus hipervolemia dapat dipicu oleh


penumpukan garam sodium di dalam tubuh. Tingginya garam sodium
menyebabkan retensi, ketika tubuh menyimpan lebih banyak air untuk
menyeimbangkan kadar garam tersebut.

2.3.2 Penyebab

Hipervolemia itu sendiri bukanlah penyakit, namun cenderung sebagai


tanda atau gejala yang sering ditemukan pada orang-orang yang mengalami
beberapa kondisi berikut:
 Gagal jantung kongestif – Hipervolemia merupakan gejala yang umum pada
penderita gagal jantung dan sangat sulit diatasi meski dengan pengobatan.
Gagal jantung kongestif menyebabkan jantung tidak dapat memompa darah
ke seluruh tubuh, sehingga mengakibatkan penurunan fungsi ginjal untuk
mengeluarkan kelebihan cairan.
 Gagal ginjal – Sebagai organ utama dengan tugas mengatur kadar air,
kerusakan ginjal akan secara otomatis berdampak pada gangguan
keseimbangan cairan di dalam tubuh. Kondisi ini juga dapat menyebabkan
gangguan pada saluran cerna, hambatan proses pemulihan luka, dan gagal
jantung.
 Sirosis hati – hati (liver) adalah organ yang berperan dalam penyimpanan dan
penggunaan nutrisi serta menyaring racun. Gangguan pada hati menyebabkan
retensi cairan di sekitar perut dan berbagai bagian tepi tubuh.
 Penggunaan intravena (infus) – Pemasangan infus bertujuan untuk mencegah
dehidrasi. Namun, cairan intravena yang mengandung air dan garam akan
langsung masuk ke aliran darah dan memicu hipervolemia. Kondisi
hipervolemia yang berkaitan dengan cairan infus sering ditemukan pada
pasien pascaoperasi. Kondisi yang terkait penggunaan infus dapat
meningkatkan risiko kematian.
 Faktor hormonal – naik-turun hormon selama masa kehamilan dan PMS
dapat menyebabkan tubuh dapat menyimpan cairan lebih banyak. Hal ini
dapat menyebabkan gejala mual dan tidak nyaman.
 Obat – Beberapa jenis obat diketahui berkaitan dengan kondisi hipervolemia
ringan. Misalnya pil KB, terapi hormon, obat antidepresan, obat hipertensi,
dan obat antinyeri NSAID.

2.3.3 Tanda dan Gejala


Secara umum hipervolemia dapat menyebabkan:
 Kenaikan berat badan secara cepat.
 Pembengkakan pada lengan dan kaki.
 Bengkak sekitar area perut khususnya pada pasien penyakit hati.
 Sesak napas akibat cairan yang terlalu banyak pada jaringan paru.
Kondisi ini juga berisiko menimbulkan komplikasi yang lebih serius seperti:
 Pembengkakan jaringan pada jantung.
 Gagal jantung.
 Pemulihan luka yang terlalu lama.
 Kerusakan jaringan.
 Penurunan gerakan usus.

2.4 Konsep Manajemen Asuhan Keperawatan


2.4.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keeprawatan dan merupakan
suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data
untuk menegvaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien (Nursalam,
2018:17).
Menurut (Arif Muttaqin, 2017:171), pengkajian yang dapat dilakukan pada
pasien dengan gagal ginjal kronik adalah adalah sebagai berikut:
2.4.1.1 Keluhan utama
Keluhan utama yang di dapat biasanya bervariasi, mulai dari urine output
sedikit sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran, tidak ada
selera makan anoreksia), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, napas
berbau (ureum), dan gatal pada kulit.
2.4.1.2 Riwayat Kesehatan Sekarang
Kaji onset penurunan urine output, penurunan kesadaran, perubahan pola
napas, kelemahan fisik, adanya perubahan kulit, adanya napas berbau ammonia,
dan perubahan pemenuhan nutrisi. Kaji sudah kemana saja klien meminta
pertolongan untuk mengatasi masalahnya dan mendapat pengobatan apa.
2.4.1.3 Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji adanya riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih,
payah jantung, penggunaan obat-obat nefrotoksik Benign Prostatic Hyperplasia,
dan prostatektomi. Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi
sistem perkemihan yang berulang, penyakit diabetes mellitus, dan penyakit
hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi predisposisi penyebab. Penting
untuk dikaji mengenai riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya
riwayat alergi terhadap jenis obat kemudian dokumentasikan.
2.4.1.4 Psikososial
Adanya perubahan fungsi struktur tubuh dan adanya tindakan dialysis akan
menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya
perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien
mengalami kecemasan, gangguan konsep diri (gambaran diri) dan gangguan peran
pada keluarga (self esteem).
2.4.1.5 Pemeriksaan Fisik
Menurut (Muttaqin, 2017:171-172), pemeriksaan fisik pada pasien dengan
gagal ginjal kronis adalah sebagai berikut:
1) B1 (Breathing)
Klien bernapas engan bau urine (feter urenik) sering didapatkan pada fase
ini. Respons uremia didipatakan adanya pernapasan kussmaul. Pola napas cepat
dan dalam merupakan upaya untuk melakukan pembuangan koarbon dioksida
yang menumpuk di sirkulasi.
2) B2 (Blood)
Pada kondisi uremia berat, tindakan auksultasi perawatat akan menemukan
adanya friction rub yang merupakan tanda khas efusi perikardial. Didapatkan
tanda dan gejala gagal jantung kongestif, TD meningkat, akral dingin, CRT >3
detik, palpitasi, nyeri dada atau angina dan sesak napas, gangguan irama jantung,
edema penurunan perfusi perifer sekunder dari penurunan curah jantung akibat
hiperkalemi, dan gangguan konduksi elektrikal otot ventrikel.
Pada sistem hematologi sering didapatkan anemia. Anemia sebagai akibat
dari penurunan produksi eripoetin, lesi gastrointestinal uremik, penurunan usia sel
darah merah, dan kehilangan darah.
3) B3 (Brain)
Didapatkan pemurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral, seperti
perubahan proses pikir dan disoreintasi. Klien sering didapatkan adanya kejang,
adanya neuropati perifer, kram otot dan nyeri otot.
4) B4 (Bladder)
Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut). Abdomen
kembung, diare, atau konstipasi.Perubahan warna urine, contoh kuning pekat,
merah, coklat, berawan. Oliguria, dapat menjadi anuria.
5) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia dan diare sekunder dari bau
mulut amonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran cerna sehingga sering
didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
6) B6 (Bone)
Didapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki
(memburuk saat malam hari), kulit gatal, ada/berulangnya infeksi, demam (sepsis,
dehidrasi), petekie, fraktur tulang, jaringan lunak, dan sendi keterbatasan gerak
sendi.
Didapatkan adanya kelemahan fisiksecara umum sekunder dari anemia dan
penurunan perfusi perifer dari jaringan.

2.4.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon
manusia (status kesehatan atau bresiko perubahan pola) dari individu atau
kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan
memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan, menurunkan,
membatasi, mencegah dan merubah (Nursalam, 2013 :35).
Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan gagal
ginjal kronik adalah sebagai berikut:
2.4.2.1 Perubahan nutrisi: kurang dari pemenuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual muntah pembatasan diet dan perubahan membran
mukosa mulut (Surhayanto, 2019:193).
2.4.2.2 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, anemia, retensi
produk sampah dan prosedur dialisis (Surhayanto, 2019:193).
2.4.2.3 Aktual/risiko tinggi aritmia berhubungan dengan gangguan konduksi
elektrikal efek sekunder dari penurunan kalium sel (Muttaqin, 2017:174).
2.4.2.4 Aktual/resiko tinggi terhadap kelebihan volume cairan berhubungan
dengan penurunan volume urine, retensi cairan dan natrium (Muttaqin,
2017:174).
2.4.2.5 Resiko terjadinya kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
gangguan status metabolic, sirkulasi (anemia, iskemia jaringan) dan
sensasi (neuropati perifer), penurunan turgor kulit, penurunan aktivitas
akumulasi ureum dalam kulit (Muttaqin, 2017:174).
2.4.2.6 Gangguan konsep diri (gambaran diri) berhubungan dengan penurunan
fungsi tubuh, tindakan dialisis, koping maladaptif (Muttaqin, 2011:174).
2.4.3 Intervensi Keperawatan
2.4.3.1 Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria Hasil) Intervensi
1 Pola Nafas Tidak Efektif Setelah dilakukan perawatan 1x7 jam Manajemen Jalan Nafas. SIKI (I.01011 Hal 186)
Berhubungan Dengan diharapkan pola nafas klien membaik Observasi
Hiperventilasi dengan kriteria hasil : 1. Monitor pola napas
1. Ventilasi Semenit meningkat (5) 2. Monitor bunyi napas tambahan
2. Kapasitas Vital Meningkat (5) 3. Monitor sputum
3. Diameter Thoraks anterior-posterior Terapeutik
Meningkat (5) 1. Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan head-tilt dan
4. Tekanan Ekspirasi Meningkat (5) chin-lift
5. Tekanan Inspirasi Meningkat (5) 2. Posisikan semi-fowler atau fowler
6. Dispnea Menurun (5) 3. Berikan minum hangat
7. Penggunaan Otot Bantu Nafas Menurun 4. Lakukan fisioterapi dada, bila perlu
(5) 5. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
8. Pemanjangan Fase Ekspirasi Menurun 6. Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan
(5) endotrakreal
9. Ortopnea Menurun (5) 7. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
10. Pernapasan Pursed-lip Menurun (5) 8. Berikan oksigen, bila perlu
11. Pernapasan Cuping Hidung Menurun Edukasi
(5) 1. Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari
12. Frekuensi Nafas Membaik (5) 2. Ajarkan tehnik batuk efektif
13. Kedalaman Nafas Membaik (5) Kolaborasi
14. Ekskursi Nafas membaik (5) 1. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
2 Gangguan Pertukaran Gas Setelah dilakukan perawatan selama 1x7 Pemantauan Respirasi. SIKI (I.01014 Hal 247)
Berhubungan Dengan kerusakan jam diharapkan pertukaran gas klien Observasi
alveolus sekunder terhadap meningkat dengan kriteria hasil ; 1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya nafas
adanya edema pulmoner 1. Tingkat Kesadaran Meningkat (5) 2. Monitor pola nafas
2. Dispnea Menurun (5) 3. Monitor kemampuan batuk efektif
3. Bunyi Nafas Tambahan Menurun (5) 4. Monitor adanya produksi sputum
4. Pusing Menurun (5) 5. Monitor adanya sumbatan jalan nafas
5. Penglihatan Kabur Menurun (5) 6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
6. Diaforesis Menurun (5) 7. Auskultasi bunyi napas
7. Gelisah Menurun (5) 8. Monitor saturasi oksigen
8. Nafas Cuping Hidung Menurun (5) 9. Monitor nilai AGD
9. PCO2 Membaik (5) 10. Monitor hasil x-ray toraks
10. PO2 Membaik (5) Terapeutik
11. Takikardi membaik (5) 1. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
12. pH Arteri Membaik (5) 2. Dokumentasikan hasil pemantauan
13. Sianosis Membaik (5) Edukasi
14. Pola Nafas Membaik (5) 1. Jelaskan aturan dan prosedur pemantauan
15. Warna Kulit Membaik (5) 2. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
3 Hipervolemia berhubungan Setelah dilakukan perawatan selama 1x7 Manajemen Hipervolemia. SIKI (I.03114 Hal 181)
dengan penurunan haluaran urin jam diharapkan keseimbangan cairan Observasi
dan retensi cairan dan natrium. meningkat dengan kriteria hasil : 1. Periksa tanda dan gejala hipervolemia
1. Tingkat Kesadaran Meningkat (5) 2. Identifikasi penyebab hipervolemia
2. Istirahat Meningkat (5) 3. Monitor status hemodinamik
3. Mual Menurun (5) 4. Monitor intake dan output cairan
4. Kram Otot Menurun (5) 5. Monitor tanda hemokonsentrasi
5. Kelemahan Otot Menurun (5) 6. Monitor tanda peningkatan tekanan onkotik plasma
6. Frekuensi Nafas Membaik (5) 7. Monitor kecepatan infus secara ketat
7. Irama Nafas membaik (5) 8. Monitor efek samping diuretik
8. pH membaik (5) Terapeutik
9. kadar CO2 Membaik (5) 1. Timbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama
10.Kadar Bikarbonat Membaik (5) 2. Batasi asupan cairan dan garam
11.Kadar Fosfat Membaik (5) 3. Tinggikan kepala tempat tidur 30-40o
12.Kadar Natrium Membaik (5) Edukasi
13.Kadar Klorida Membaik (5) 1. Anjurkan melapor jika haluaran urin <0,5 mL/kg/jam
14.Kadar Protein Membaik (5) dalam 6 jam
15.Kadar Hemoglobin Membaik (5) 2. Anjurkan melapor jika BB bertambah >1 kg dalam
sehari
3. Ajarkan cara mengukur dan mencatat asupan dan
haluaran cairan
4. Ajarkan cara membatasi cairan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian diuretik
2. Kolaborasi penggantian kehilangan kalium akibat
diuretik
3. Kolaborasi pemberian continuous renal replacement
theraphy (CRRT), jika perlu
4 Defisit Nutrisi berhubungan setelah diberikan asuhan keperawatan Manajemen Nutrisi. SIKI (I.03119 Hal 200)
dengan anoreksia mual selama 1x7 jam diharapkan status nutrisi Observasi :
muntah klien membaik. 1. Identifikasi status nutrisi
Kriteria hasil : SLKI (L.03030 Hal 121) 2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
1. Porsi makanan yang dihabiskan 3. Identifikasi makanan yang disukai
meningkat (5) 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
2. Pengetahuan tentang standar asupan 5. Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
nutrisi yang tepat meningkat (5) 6. Monitor asupan makanan
3. Indeks masa tubuh membaik (5) 7. Monitor berat badan
4. Nafsu makan membaik (5) 8. Monitor hasil pemeriksaan laboraturium
5. Bising usus membaik (5) Terapeutik :
6. Frekuensi makan membaik (5) 1. Lakukan oral hygiene sebelum makan, bila perlu
2. Fasilitasi menetukan pedoman diet
3. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
4. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
5. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
6. Berikan suplemen makanan, bila perlu
7. Hentikan pemberian makanan melalui selang nasogatrik
jika asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi :
1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
2. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan,bila perlu
5 Intoleransi aktivitas Setelah Dilakukan perawatan 1x7 jam Manajemen Energi. SIKI (I.05178 Hal 176)
berhubungan dengan keletihan diharapkan toleransi Aktivitas Meningkat Observasi
anemia, retensi produk sampah dengan Kriteria Hasil : 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan
dan prosedur dialysis. 1. Frekuensi Nadi Meningkat (5) kelelahan
2. Saturasi Oksigen Meningkat (5) 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
3. Kemudahan dalam Melakukan 3. Monitor pola dan jam tidur
Aktivitas Sehari-Hari Meningkat (5) 4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan
4. Kecepatan Berjalan Meningkat (5) aktivitas
5. Kekuatan Tubuh Bagian Atas Terapeutik
Meningkat (5) 1. Sediakan lingkungan dan rendah stimulus
6. Kekuatan tubuh Bagian Bawah 2. Lakukan latihan rentang gerak pasif dan aktif
Meningkat (5) 3. Berikan aktivitas distraksi yang menyenangkan
7. Toleransi Dalam Menaiki Tangga 4. Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat
Meningkat (5) berpindah atau berjalan
8. Keluhan Lelah Menurun (5) Kolaborasi
9. Dispnea Saat Aktivitas Menurun (5) 1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan
10.Dipsnea Setelah Aktivitas Menurun (5) asupan makanan.
11.Perasaan Lemah Menurun (5)
12.Aritmia Saat Aktivitas Menurun (5)
13.Aritmia Setelah Aktivitas Menurun (5)
14.Sianosis Menurun (5)
15.Warna Kulit Membaik (5)
16.Tekanan Darah Membaik (5)
17.Frekuensi Napas membaik (5)
18.EKG Iskemia Membaik (5)
6 Risiko Gangguan Integritas Setelah dilakukan perawatan selama 1x7 Perawatan integritas kulit. SIKI (I.11353 Hal 316)
Kulit Berhubungan Dengan jam diharapkan integritas kulit dan Observasi
Faktor Mekanis jaringan meningkat dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit
1. Elastisitas meningkat (5) Terapeutik
2. Hidrasi meningkat (5) 1. Ubah posisi setiap 2 jam jika tirah baring
3. Perfusi jaringan meningkat (5) 2. Lakukan pemijatan pada area penonjola tulang
4. Kerusakan jaringan menurun (5) 3. Bersihkan perineal dengan air hangat, terutama selama
5. Kerusakan lapisan kulit menurun (5) periode diare
6. Nyeri menurun (5) 4. Gunakan produk berbahan petrolium atau minyak pada
7. Perdarahan menurun (5) kulit kering
8. Kemerahan menurun (5) 5. Gunakan produk berbahan ringan dan hipoalergik pada
9. Hematoma menurun (5) kulit sensitif
10. Pigmentasi abnormal menurun (5) 6. Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit
11. Jaringan parut menurun (5) kering
12. Nekrosis menurun (5) Edukasi
13. Abrasi kornea menurun (5) 1. Anjurkan menggunakan pelembab
14. Suhu kulit membaik (5) 2. Anjurkan minum air yang cukup
15. Sensasi membaik (5) 3. Anjurkan meningkatkan nutrisi
16. Tekstrur membaik (5) 4. Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur
17. Pertumbuhan rambut membaik (5) 5. Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrim
6. Anjurkan menggunakan tabir surya SPF minimal 30
saat berada diluar rumah
7. Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya
7 Defisit Pengetahuan setelah diberikan asuhan keperawatan Edukasi Kesehatan. (I.12383 Hal 65)
Berhubungan Dengan Kurang selama 1x7 jam diharapkan tingkat Observasi
Terpapar Informasi pengetahuan membaik. 1. identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima
Kriteria hasil : informasi
1. perilaku sesuai anjuran meningkat (5) 2. identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan
2. verbalisasi minat dalam belajar menurunkan motivasi perilaku hidup bersih dan sehat
meningkat (5) Terapeutik
3. kemampuan menjelaskan pengetahuan 1. sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
tentang suatu topik meningkat (5) 2. jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
4. perilaku sesuai dengan pengetahuan 3. berikan kesempatan untuk bertanya
meningkat (5) edukasi
5. pertanyaan tentang masalah yang 1. jelaskan faktor resiko yang dapat mempengaruhi
dihadapi menurun (5) kesehatan
6. persepsi yang keliru terhadap masalah 2. ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
menurun (5) 3. ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk
7. perilaku membaik (5) meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat
2.4.4 Implementasi Keperawatan
Tahap awal tindakan keperawatan menuntut perawat mempersiapkan segala
sesuatu yang diperlukan dalam tindakan. Persiapan tersebut meliputi kegiatan-
kegiatan : Review tindakan keperawatan yang diidentifikasi pada tahap
perencanaan,menganalisa pengetahuan dan keterampilan keperawatan yang
diperlukan, mengetahui komplikasi dari tindakan keperawatan yang mungkin
timbul, menentukan dan mempersiapkan peralatan yang diperlukan,
mempersiapkan lingkungan yang konduktif sesuai dengan yang akan
dilaksanankan mengidentifikasi aspekhukum dan etik terhadap resiko dari
potensial tindakan.

2.4.4 Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan
pelaksanaannyasudah berhasil dicapai, melalui evaluasi memungkinkan perawat
untuk memonitor “kealpaan” yang terjadi selama tahap pengkajian, analisa,
perencanaan, dan pelaksanaan tindakan.

2.4.5 Dokumentasi
Dokumentasi dalam pelayanan keperawatan adalah bagian dari kegiatan
yang dikerjakan oleh perawat setelah memberI asuhan keperawatan kepada klien.
Dokumentasi keperawatan mempunyai porsi yang besar dari catatan klinis klien
yang menginformasikan factor tertentu atau situasi yang terjadi selama asuhan
dilaksanakan. Dokumentasi dapat pula dijadikan sebagai wahana komunikasi dan
koordinasi antar profesi (interdisipliner) yang dapat dipergunakan untuk
mengungkap suatu fakta actual untuk dipertanggungjawabkan (Setiadi,2012: 203).
Dokumentasi keperawatan bertujuan untuk (Zaidin,2003:78) menghindari
kesalahan, tumpang tindih, dan ketidaklengkapan informasi dalam asuhan
keperawatan, terbinanya koordinasi yang baik dan dinamis antara sesama perawat
atau pihak lain melalui komunikasi tulisan, meningkatkan efisiensi dan efektifitas
tenaga keperawatan, terjaminnya kualitas asuhan keperawatan, perawat mendapat
perlindungan secara hukum, memberikan data bagi penelitian.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1. Pengkajian
3.1.1 Identitas Pasien
Pada pengkajian didapatkan data klien yaitu nama Ny. M, Umur 33 tahun,
Agama Islam, Jenis Kelamin Perempuan, Status Menikah, Pendidikan SMA,
Pekerjaan Ibu Rumah Tangga, Suku Bangsa Jawa. Tanggal Masuk 1 Oktober
2021, Tanggal Pengkajian 2 Oktober 2021 Diagnosa Medis Gagal ginjal
kronik.

3.1.2 RIWAYAT KESEHATAN / PERAWATAN PRE HD


1. Keluhan Utama :
Klien mengatakan bahwa, “kaki kiri dan kanan bengkak”.
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Ny. M mengatakan bahwa sudah 4 bulan lebih menjalani terapi
hemodialisa sejak Juni 2021 dan mendapat jadwal 1 kali seminggu
yaitu hari Sabtu pagi, namun akibat keterbatasan tempat Ny. M tidak
menjalani hemodialisa sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan.
Pada tanggal 02 Oktober 2021 , Ny. M diantar oleh keluarganya
untuk menjalani hemodialisis rutin sesuai jadwalnya. Pada saat
datang, Ny. M mengatakan kaki kiri dan kanan nya seperti membesar
seperti bengkak. Ny. M juga mengalami peningkatan BB sebanyak 4
kg (post HD pada Sabtu, 25 September 2021).
3. Riwayat Penyakit Sebelumnya (Riwayat Penyakit dan Riwayat
Operasi)
Ny. M mengatakan bahwa ia mempunyai riwayat penyakit Hipertensi
sejak 1 tahun yang lalu, dan klien mempunyai riwayat operasi AV
(Anterio Venous) Shunt dan pemasangan CDL (Catheter Double
Lumen).
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Ny. M mengatakan bahwa dalam keluarganya tidak ada yang
memiliki riwayat Hipertensi. Ny. M juga mengatakan bahwa dalam
keluarganya tidak ada yang menderita Gagal Ginjal Kronik.

GENOGRAM KELUARGA :

Keterangan:

: Laki-laki

: Perempuan

: Klien

: Hubungan Keluarga

: Satu Rumah

3.1.3 PEMERIKSAAN FISIK


1. Keadaan umum :
Klien tampak lemah, kesadaran compos menthis, klien berbaring
dengan posisi semi fowler, penampilan rapi, terpasang CDL (Catheter
Double Lumen). yang tersambung dengan selang AVBL dan
terhubung ke dialiser dengan penggunaan heparin reguler 5000 iu
(2000 iu bolus).
2. Kepala
Bentuk kepala normal, tidak ada benjolan, tidak ada lesi, wajah
tidak tampak bengkak, keadaan kulit kepala tampak bersih, tidak ada
skuama, rambut klien berwarna hitam, keadaan rambut tampak
kering dan tidak mengkilat.
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan.
3. Mata
Fungsi penglihatan baik, sklera berwarna putih, kornea bening, tidak
ada edema palpebra, tidak menggunakan alat bantu penglihatan, pupil
isokor, konjungtiva tampak berwarna merah muda.
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan.
4. Leher
Tidak ada pembesaran pada vena jugularis sinsitra dan dekstra, tidak
ada pembesaran kelenjar getah bening (limfe), tidak ada massa, dan
mobilitas leher bebas.
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan.
5. Paru
Bentuk dada klien tampak simetris, tipe pernapasan klien yaitu
menggunakan dada dan perut, suara nafas vesukuler, tidak terdapat
suara nafas tambahan, tidak tampak adanya cuping hidung.
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan.
6. Abdomen
Tidak terdapat asites atau pembengkakan di abdomen.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.
7. Ekstremitas
Pada ekstrimitas bawah bagian dextra dan sinistra terdapat edema.
Pitting oedem derajat 4 kedalaman 8 mm dan waktu kembali 8 detik.
Pergerakan sendi terbatas.
Masalah Keperawatan : Kelebihan Volume Cairan.
8. Integument
Klien mengatkan kulitnya gatal-gatal. Kulit tampak kering, Suhu
kulit teraba hangat, warna kulit kemerahan, turgor kurang baik. Kulit
klien tampak kering seperti bersisik bahkan timbul luka
Masalah Keperawatan : Gangguan Integritas Kulit.
3.1.5 POLA KEBUTUHAN DASAR

- Pola Makan / Minum


Ny. M mengatakan pola makannya seperti biasa 3x sehari (nasi,
sayur, lauk dan buah) tidak ada gangguan pada pola makannya
seperti kesukaran menelan dan pola minum ±1500 cc/hari. BB klien
pre HD yaitu 60 kg dan mengalami peningkatan 4 kg dari
hemodialisis terakhir.
Masalah Keperawatan: Kelebihan Volume Cairan.
- Pola Istirahat
Klien mengatakan tidak ada masalah dengan pola istirahatnya. Klien
mengatakan pola tidurnya pada malam hari 7-8 jam dan pada siang
hari 2-3 jam.
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan
- Pola Aktivitas
Klien mengatakan bahwa masih dapat beraktivitas seperti biasa,
kadang bisa merasa mudah lelah bila banyak melakukan aktivitas.
Klien mampu merawat diri sendiri secara penuh hanya saja
membutuhkan bantuan untuk aktivitas yang berat.
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan.
- Pola Eliminasi Uri / Bowel
Frekuensi BAK tidak tentu dan hanya sedikit-sedikit saja, bila
diakumulasikan ± 240cc/hari. Frekuensi BAB 1 x/hari dengan
konsistensi lunak dan berwarna kuning.
- Personal Hygiene
Klien mampu melaksanakan personal hygiene secara mandiri.
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan.

Tanda – Tanda Vital Pre HD :


a. Suhu /T : 37,0ºC
b. Nadi /HR : 81 x/mnt
c. Pernapasan /RR : 20 x/mnt
d. Tekanan Darah /BP : 157/101 mmHg
e. BB Pre HD : 57 Kg

Setting Mesin
f. UF Goal : 4.00
g. UF Rate : 1 L/jam
h. Time : 4,5 jam

4. INTRA HD
1. Suhu /T : 37,0ºC
2. Nadi /HR : 81 x/mnt
3. Pernapasan /RR : 20 x/mnt
4. Tekanan Darah /BP : 165/100 mmHg
5. Keluhan selama HD : Tidak ada keluhan
6. Nutrisi selama HD
a. Jenis makanan : Nasi kuning
Jumlah : ±15 sendok
b. Jenis minuman : Air putih dan teh
Jumlah : ± 200 cc

Catatan Observasi Pasien selama Proses Hemodialisa

Paraf
Pasien Mesin Setting Mesin
Jam Petugas
TD N Resp QB UFG UFR
10:00 157/101 81 20 200 4.00 1 Time : 4 jam
WIB
11:00 180/100 84 20 200 4.00 1 Heparin :
2000 IU bolus
WIB
12:30 145/90 98 22 200 4.00 1
WIB

5. Post HD
1. Keadaan Umum :
Klien tampak tenang dan rileks, tampak lemah, akral teraba hangat.

2. Tanda – tanda Vital


a. Suhu / T : 37,0ºC
b. Nadi/HR : 98 x/mnt
c. Pernapasan : 22 x/mnt
d. Tekanan Darah : 140/90 mmHg
e. BB Post HD : 64 kg

6. Perencanaan Pulang (Discharge Planning) :


1. Obat – obatan yang disarankan / Obat Rutin:
Klien membawa pulang Hemapoe dari ruang hemodialisa.
2. Makanan / Minuman yang dianjurkan (jumlah) :
Makanan yang dianjurkan yaitu makanan yang rendah garam/natrium,
rendah kalium, meningkatkan asupan protein. Jumlah dapat
dikonsultasikan dengan ahli gizi.
3. Rencana HD / Kontrol selanjutnya :
Rencana HD selanjutnya yaitu pada hari Sabtu pagi tanggal 09
Oktober 2021.
4. Catatan lain :
Tidak ada

Data Penunjang
Tangga 02 Oktober 2021
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
WBC 8,21 x 103/uL 4,00 - 10,00
RBC 2,95 x 106/uL 3,50 - 5,50
HGB 8,4 g/dL 11,0 - 16,0
PLT 218 x 103/uL 150 - 400

Jenis Hasil Satuan Nilai Normal


Pemeriksaan
Glukosa-Sewaktu 92 mg/dL <200
Ureum 87 mg/dL 21 – 53
Creatinin 11,69 mg/dL 0,7 – 1,5
Albumin 3,0 g/dL 3,5 – 5,5
Palangka Raya, 5 Oktober 2021
Mahasiswa,

Nia Rahmawati
NIM : 2018.C.10a.0944

ANALISA DATA

No DATA SUBYEKTIF DAN KEMUNGKINAN ETIOLOGI


DATA OBYEKTIF PENYEBAB
1 DS : Chronic Kidney Disease Hipervolemia
Pasien mengatakan Kaki kiri
dan kanan bengkak, pasien
mengeluh sulit BAK Penurunan kadar protein
dalam darah
DO :
1.Tampak kaki kiri dan kanan
Cairan keluar ke
pasien edema ekstravaskuler
2.Pitting Edema derajat 4
dengan kedalaman 8 mm
Tekanan hidrostatik
dengan waktu kembali 3 meningkat
Menit
3. Produksi urin tidak lancar
Edema
kurang lebih 1000 ml/24 jam
4.BB pre HD : 60 kg
5. Minuman : ±1500 cc/hari. Kelebihan volume cairan

2 DS : Klien mengatakan Gagal Ginjal Kronik Gangguan


kulitnya gatal-gatal dan Integritas kulit
warna kemerahan.

DO : Sekresi protein terganggu

 Kien tampak menggaruk-


garuk kulitnya pada Sindrom uremia
bagian punggung.
 Kulit tampak kering.
 Kulit kien tampak kering Perpostemia
dan bersisik bahkan
sampai timbul luka.

Pruritus

PRIORITAS MASALAH
1. Kelebihan volume cairan b.d. penurunan haluaran urine d.d, klien mengalami
peningkatan 2 kg BB dari 57 kg menjadi 60 kg. BB Pre HD: 60 Kg, UF goal
3.00. Ekstremitas bawah bagian dextra dan sinistra tampak edema, pitting
edema 4 kedalaman 4 mm dan waktu kembali 3 menit, banyaknya produksi
urine ± 240 cc/hari.

2. Gangguan integritas kulit b.d penurunan turgor kulit d.d klien tampak
menggaruk-garuk kulitnya, kulit tampak kering dan mengelupas pada bagian
punggung, kulit klien mengalami kemerahan dan terkelupas karena digaruk.
RENCANA KEPERAWATAN

Diagnosa Tujuan
No Intervensi Rasional
Keperawatan (Kriteria Hasil)
1 hipervolemia b.d. Setelah dilakukan perawatan 1. Periksa tanda dan gejala hipervolemia 1. Mengetahui kelebihan volume cairan
penurunan keluaran selama 1x7 jam diharapkan 2. Identifikasi penyebab hipervolemia 2. Mengetahui peningkatan beban kerja
urin, retensi cairan keseimbangan cairan 3. Monitor intake dan output cairan jantung
dan narium sekunder meningkat dengan kriteria 4. Monitor kecepatan infus secara ketat 3. Mengetahui intake output cairan
terhadap penurunan hasil : 5. Monitor efek samping diuretik 4. Memantau cairan infus
ginjal 1. Istirahat Meningkat (5) 6. Timbang berat badan setiap hari pada 5. Mengetahui apa efek samping yang klien
2. Kram Otot Menurun (5) waktu yang sama alami
3. Frekuensi Nafas Membaik 7. Batasi asupan cairan dan garam 6. Mengetahui peningkatan berat badan
(5) 8. Ajarkan cara mengukur dan mencatat klien
4. Irama Nafas membaik (5) asupan dan haluaran cairan 7. Mengetahui retensi penurunan natrium
5. pH membaik (5) 9. Ajarkan cara membatasi cairan dan output serta balance cairan pasien
6. kadar CO2 Membaik (5) 10. Kolaborasi pemberian diuretik 8. Menurunkan volume plasma dan retensi
7. Kadar Bikarbonat cairan
Membaik (5) 9. Mengetahui haluaran cairan
8. Kadar Fosfat Membaik (5) 10. Menjaga agar klien tidak mengalami
9. Kadar Natrium Membaik kelebihan cairan
(5)
10. Kadar Klorida Membaik
(5)
2 Gangguan integritas Setelah dilakukan perawatan 1. Identifikasi penyebab gangguan 1. Mengetahui apa penyebab kelelahan
kulit b.d. gangguan selama 1x7 jam diharapkan integritas kulit 2. Menjaga kestabilan kulit dan kelembaban
status metabolic, integritas kulit dan jaringan 2. Lakukan pemijatan pada area penonjola kulit
edema, pruiritus meningkat dengan kriteria tulang 3. Agar tidak terjadi luka tekan
hasil : 3. Gunakan produk berbahan petrolium atau 4. Meningkatkan kelembapan kulit pasien
1. Elastisitas meningkat (5) minyak pada kulit kering agar tidak kering
2. Hidrasi meningkat (5) 4. Hindari produk berbahan dasar alkohol 5. Meningkatkan kelemahan klien
3. Kerusakan jaringan pada kulit kering 6. Menjaga kebersihan klien
menurun (5) 5. Anjurkan menggunakan pelembab 7. Menjaga kelembapan kulit klien
4. Kerusakan lapisan kulit 6. Anjurkan meningkatkan nutrisi
menurun (5) 7. Anjurkan menghindari terpapar suhu
5. Kemerahan menurun (5) ekstrim
6. Pigmentasi abnormal
menurun (5)
7. Jaringan parut menurun
(5)
8. Suhu kulit membaik (5)
9. Sensasi membaik (5)
10. Tekstrur membaik (5)
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

No Hari/Tgl/Shift Diagnosa Implementasi Evaluasi Tanda Tangan


Keperawatan dan Nama
Perawat
1 Sabtu, 2 Kelebihan Volume 1. Mengobservasi tanda-tanda vital S : Klien mengatakan tangan
Oktober Cairan b.d. 2. Memonitor intake dan output cairan dan kakinya masih bengkak.
Pukul 10.00 penurunan fungsi 3. Memonitor efek samping diuretik
WIB ginjal 4. Mengajarkan cara mengukur dan O:
mencatat asupan dan haluaran cairan (Nia Rahmawati)
5. Mengajarkan cara membatasi cairan  TTV Post HD
6. Melakukan kolaborasi pemberian Suhu / T : 37,0ºC
diuretik Nadi/HR : 79x/mnt
Pernapasan : 21 x/mnt
Tekanan Darah : 160/85 mmHg
 BB Post HD : 60 kg
 Jumlah cairan yang
dikeluarkan: 3000 ml
 Pitting edema berada pada
derajat 4 dengan kedalaman
4 mm dan waktu kembali 3
menit.
 Klien tampak rileks
 Klien tampak memahami
apa yang telah disampaikan
oleh perawat yang ditandai
dengan klien dan keluarga
mampu mengulangi apa
yang telah disampaikan.
A:Masalah teratasi sebagian

P : Pertahankan intervensi

1. Anjurkan pada klien untuk


mematuhi diet yang sudah
ditentukan, seperti membatasi
minumk lien.
2. Anjurkan klien untuk sering
melakukan hemodialisa
sesuai jadwal yang ditentukan
3. Kolaborasi dengan dokter
untuk program HD.

2 Sabtu, 2 Gangguan 1. Mengidentifikasi penyebab gangguan S : Pasien mengatakan gatalnya


Oktober integritas kulit b.d. integritas kulit sedikit berkurang.
Pukul 10.00 gangguan status 2. Melakukan kompres pada bagian yang
WIB metabolic, edema, kering O : Turgor kulit tidak elastis.
pruiritus 3. Melakukan pembersihan pada bagian yang (Nia Rahmawati)
terluka - Kulit tampak kering.
4. Menganjurkan menggunakan pelembab - Kulit tampak bersisik
5. Menganjurkan meningkatkan nutrisi - Terdapat Luka dibagian kaki
dextra.
A : Masalah teratasi sebagian.

P : Pertahankan intervensi.

1. Anjurkan pasien agar


memakai lotion kulit.
2. Menganjurkan dalam
pemberian pelembab / body
lotion.
DAFTAR PUSTAKA

Baradero dkk, 2018. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta:
EGC

Black, Joyce M. & Jane Hokanson Hawks. Medical Surgical Nursing Clinical
Management for Positive Outcome Seventh Edition. China : Elsevier inc.
2019

Bulechek, Gloria M., Butcher, Howard K., Dotcherman, Joanne M. Nursing


Intervention Classification (NIC). USA: Mosby Elsevier. 2018.

Johnson, M. Etal. Nursing Outcome Classification (NOC). USA: Mosby Elsevier.


2018.

Nahas, Meguid El & Adeera Levin. Chronic Kidney Disease: A Practical Guide to
Understanding and Management. USA : Oxford University Press. 2019

Kasuari.2019. Asuhan Keperawatan Sistem Pencernaan dan Kardiovaskuler


Dengan Pendekatan Patofisiology.Magelang. Poltekes Semarang PSIK
Magelang

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia, edisi
1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2019. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, edisi
2. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia,
edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI

Anda mungkin juga menyukai