DI SUSUN OLEH:
KELOMPOK 4
A. LATAR BELAKANG
Hukum kewarisan Islam merupakan satu dari sekian banyak
hukum Islam yang terpenting. Hukum warisan adalah hukum yang
mengatur siapa-siapa saja orang yang bisa mewarisi dan tidak bisa
mewarisi dan tidak bisa mewarisi bagian bagian yang diterima setiap ahli
waris dan cara cara pembagiannya. Dalam hukum kewarisan Islam
penerima harta warisan di dasarkan pada asas Ijbari, yaitu harta warisan
pindah dengan sendirinya menurut ketentuan Allah SWT Tanpa
digantungkan pada kehendak pewaris atau ahli waris.
Kewarisan Islam sebagai bagian dari syari‟at islam dan lebih
khusus lagi sebagai bagian dari aspek muamalah sub hukum perdata,
tidak dapat dipisahkan dengan aspek-aspek lain dari ajaran Islam. Karena
itu, penyusunan kaidah-kaidahnya harus didasarkan pada sumber yang
sama seperti halnya aspek-aspek yang lain dari ajaran islam tersebut.
Sumber-sumber Islam itu adalah Al-Qur‟an, Sunah Rasul dan Ijtihad.
Ketiga sumber ini pula yang menjadi sumber hukum kewarisan islam.
Penggunaan ketiga sumber ini didasarkan kepada ayat Al-Qur‟an sendiri
dan hadist Nabi.
B. PENGERTIAN
Kata waris berasal dari Bahasa arab yaitu warosa – yarisu-
warisan yang berarti berpindahnya harta seseorang kepada seseorang
setelah meninggal dunia.Adapun dalam al-Quran ditemukan banyak kata
warosa yang berarti menggantikan kedudukan ,memberi atau
menganugerahkan, dan menerima warisan.
Dalam literatur hukum islam ditemui beberapa istilah untuk
menemukan hukum kewarisan islam seperti :faraid.Katafaroid
merupakan jamak dari lafdz faridah yang mengandung arti mafrudhoh
yang sama artinya dengan muqodaroh yaitu sesuatu yang ditetapkan
bagiannya secara jelas.Didalam ketentuan kewarisan Islam yang terdapat
dalam Alquran,lebih banyak terdapat bagian yang di tentukan
dibandingkan bagian yang tidak ditentukan.Oleh karena itu hukum ini
dinamakan dengan Faroid.
Secara terminologi, hukum kewarisan adalah hukum yang
mengatur pembagian warisan, mengetahui bagian-bagian yang diterima
dari harta peninggalan itu untuk setiap ahli waris yang berhak. Dalam
redaksi lain, Hasby Ash-Shiddieqy mengemukakan, hukum kewarisan
adalah hukum yang mengatur siapa-siapa orang yang mewarisi dan tidak
mewarisi, penerimaan setiap ahli waris dan cara-cara pembagiannya.
Berbeda dengan definisi diatas, Wirjono Prodjodikoro menjelaskan,
warisan adalah soal apa dan bagaimana pelbagai hak-hak dan kewajiban-
kewajiban tentang kekayaan seseorang pada waktu ia meninggal akan
beralih kepada orang lain yang masih hidup.
َ ْوKKَ ۤا ًء فKا ِ ْن ُك َّن نِ َسKَ ظِّ ااْل ُ ْنثَيَ ْي ِن ۚ فK ُل َحKلذ َك ِر ِم ْث
ق ْاثنَتَي ِْن فَلَه َُّن َّ ِص ْي ُك ُم هّٰللا ُ فِ ْٓي اَوْ اَل ِد ُك ْم ل
ِ ْيُو
ك اِ ْن َ Kَ ُدسُ ِم َّما تKالس
َ رK ُّ اKK ٍد ِّم ْنهُ َمK ِّل َوا ِحKَت َوا ِح َدةً فَلَهَا النِّصْ فُ ۗ وَاِل َبَ َو ْي ِه لِ ُك ْ ثُلُثَا َما تَ َركَ ۚ َواِ ْن َكان
ُدسُ ِم ۢ ْنK السُّ َوةٌ فَاِل ُ ِّم ِهKه ِا ْخKٓ ٗ Kَث ۚ فَا ِ ْن َكانَ ل ُ َُكانَ لَهٗ َولَ ٌد ۚ فَا ِ ْن لَّ ْم يَ ُك ْن لَّهٗ َولَ ٌد َّو َو ِرثَ ٗ ٓه اَبَ ٰوهُ فَاِل ُ ِّم ِه ال ُّثل
هّٰللا
ِ َْضةً ِّمن َ ص ْي بِهَٓا اَوْ َد ْي ٍن ۗ ٰابَ ۤا ُؤ ُك ْم َواَ ْبن َۤا ُؤ ُك ۚ ْم اَل تَ ْدرُوْ نَ اَيُّهُ ْم اَ ْق َربُ لَ ُك ْم نَ ْفعًا ۗ فَ ِري ِ ْصيَّ ٍة يُّو ِ بَ ْع ِد َو
ۗ اِ َّن هّٰللا َ َكانَ َعلِ ْي ًما َح ِك ْي ًما
Allah mensyariatkan (mewajibkan) kepadamu tentang
(pembagian warisan untuk) anak-anakmu, (yaitu) bagian seorang
anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan. Dan
jika anak itu semuanya perempuan yang jumlahnya lebih dari dua,
maka bagian mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Jika
dia (anak perempuan) itu seorang saja, maka dia memperoleh
setengah (harta yang ditinggalkan). Dan untuk kedua ibu-bapak,
bagian masing-masing seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika
dia (yang meninggal) mempunyai anak. Jika dia (yang meninggal)
tidak mempunyai anak dan dia diwarisi oleh kedua ibu-bapaknya
(saja), maka ibunya mendapat sepertiga. Jika dia (yang meninggal)
mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam.
(Pembagian-pembagian tersebut di atas) setelah (dipenuhi) wasiat
yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) utangnya. (Tentang) orang
tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara
mereka yang lebih banyak manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan
Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana.
ُع ِم َّماKُ ٌد فَلَ ُك ُم الرُّ بKَك أَ ْز َوا ُج ُك ْم إِ ْن لَ ْم يَ ُك ْن لَه َُّن َولَ ٌد فَإ ِ ْن َكانَ لَه َُّن َول
َ َولَ ُك ْم نِصْ فُ َما تَ َر
َانKKإ ِ ْن َكKَ ٌد فKَُوصينَ بِهَا أَوْ َدي ٍْن َولَه َُّن الرُّ بُ ُع ِم َّما ت ََر ْكتُ ْم إِ ْن لَ ْم يَ ُك ْن لَ ُك ْم َول ِ صيَّ ٍة ي ِ د َوKِ تَ َر ْكنَ ِم ْن بَ ْع
ث َ Kُ ٌل يKانَ َر ُجKKا أَوْ َدي ٍْن َوإِ ْن َكKKَونَ بِهKوص
ُ ورK ُ ُيَّ ٍة تKص ِ ِد َوK َر ْكتُ ْم ِم ْن بَ ْعKَلَ ُك ْم َولَ ٌد فَلَه َُّن الثُّ ُمنُ ِم َّما ت
ٌ َكاللَةً أَ ِو ا ْم َرأَةٌ َولَهُ أَ ٌخ أَوْ أُ ْخ
َ Kِت فَلِ ُك ِّل َوا ِح ٍد ِم ْنهُ َما ال ُّس ُدسُ فَإ ِ ْن َكانُوا أَ ْكثَ َر ِم ْن َذل
َر َكا ُءKك فَهُ ْم ُش
يَّةً ِمنَ هَّللا ِ َوهَّللا ُ َعلِي ٌم َحلِي ٌمKKص َ َر ُمKKْا أَوْ َد ْي ٍن َغيKKَى بِهKKُوص
ِ ا ٍّر َوKKض ِ ُفِي الثُّل
ِ ِد َوKKْث ِم ْن بَع
َ يَّ ٍة يKKص
١٢(
- وْ ُز ْال َع ِظي ُمKKَكَ ْالفKKِت تَجْ ِري ِمن تَحْ تِهَا األَ ْنهَا ُر خَالِ ِدينَ فِيهَا َو َذل
ٍ تِ ْلكَ حُ دُو ُد هّللا ِ َو َمن يُ ِط ِع هّللا َ َو َرسُولَهُ يُ ْد ِخ ْلهُ َجنَّا
١٣
Qs. An-Nisaa : 14
ٌ ْص هّللا َ َو َرسُولَهُ َويَتَ َع َّد ُحدُو َدهُ يُ ْد ِخ ْلهُ نَاراً خَالِداً فِيهَا َولَهُ َع َذابٌ ُّم ِه
- ١٤- ين ِ َو َمن يَع-
Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan
melanggar batas-batas hukum-Nya, niscaya Allah Memasukkannya
ke dalam api neraka, dia kekal di dalamnya dan dia akan mendapat
azab yang menghinakan.(14)
Qs. An-Nisaa : 8
7. Ashobah (Sisa)
Ashobah yaitu adanya ahli waris yang tidak ditetapkan bagian
tapi bisa mendapatkan semua atau sisa harta setelah dibagi untuk
ahli waris yang mendapatkan bagiannya (Ashabul furudh).
1. Keadaan Ashobah
a. Mendapat keseluruhan apabila tidak ada Ashabul
Furudh.
b. Mendapat sisa, apabia bersama ahli waris yang
mendapatkan Ashabul furudh.
c. Mendapatkan sisa, apabila warisan telah habis
dibagi kepada Ashabul Furudh
2. Macam Macam Ashobah
Ada tiga macam ashobah diantaranya:
a. Ashobah binafsih, mendapat sisa karena dirinya
sendiri, tanpa sebab ahli warislain, yaitu semua
ahli waris laki-laki kecuali suami.
b. Ashobah bilghair, mendapat sisa apabila anak (pr),
cucu (pr), saudara (pr) seayah, besama saudara
(lk) mereka masing-masing [QS, 4:176]
c. Ashobah ma’alghoir, mendapat sisa apabila ahli
waris (pr) bersama dengan ahli waris (pr) lain,
yaitu: Seorang saudara (pr) kandung atau lebih
bersama anak perempuan, dan Seoarang saudara
(pr) seayah atau lebih bersama anak (pr) atau cucu
(pr) dari anak (lk).
BAB IV
CONTOH PERHITUNGAN WARIS
Kasus diatas ini dapat diselesaikan dengan cara lain seperti perhitungan
di bawah ini:
Cara kedua ini jumlah sisa lebih dari harta warisan, setelah terlebih
dahulu diambil untuk memenuhi bagian masing-masing asg furudh
diberikan lagi kepada mereka menurut perbandingan ketentuan bagian
mereka masing-masing. Seperti contoh dibawah ini:
1. Ibu mendapat 1/6 x Rp. 6.000.000,- = Rp. 1.000.000,-
2. Saudari kandung ½ x Rp. 6.000.000,- = Rp. 3.000.000,-
3. Saudari seayah 1/6 x Rp. 6.000.000,- = Rp. 1.000.000,-
Jumlah = Rp. 5.000.000,-
Jadi sisanya adalah Rp. 6.000.000 – Rp. 5.000.000 = Rp. 1.000.000
Sisa atau lebih ini diberikan kepada masing-masing ahli waris ash habul
furudh, menurut besar kecilnya perbandingan saham yaitu : 1/6 : ½ : 1/6
=1:3:1
Jumlah perbandingan adalah 1 + 3 + 1 = 5 = 1.000.000,-
Dengan demikian setelah ditashihkan, perolehan masing-masing adalah
sebagai berikut:
DAFTAR PUSTAKA