Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

AKUNTANSI INTERNASIONAL
“Evaluasi Kinerja dan Penganggaran Internasional”

Disusun Oleh : 7 Akuntansi B4


1. Bella Qur’ani Hartanti (218133258)
2. Kamil Abdul Latif (218133242)
3. Mega Sita Romadhoni (218133173)
4. M. Igatus Ebbel Satria (218133289)

Dosen Pengampu : Muhammad Rijalus Sholihin, S.E., M.Ak

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


“STIE WIDYAGAMA LUMAJANG”
Jalan Gatot Subroto No.4 Telp. (0334) 881924 Lumajang-Jawa Timur 67352
Website :http//stiewidyagamalumajang.ac.id
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini
bisa selesai pada waktunya.
Rasa terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini, terutama kepada ;
1. Dosen pengampu di mata kuliah Akuntansi Internasional
2. Orang tua yang telah memberikan motivasi untuk dapat menyelesaikan tugas Kelompok
Semester Tujuh ini.
3. Para Narasumber yang telah memberikan informasi dengan benar dan tepat tentang
topik/soal yang kami pilih.
Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi
dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca.
Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi
terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Lumajang, 25 September 2021

Penyusun
Kelompok 2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

1.2 Identifikasi Masalah


1. Apa yang dimaksud proses pengendalian strategi?
2. Apa perbedaan akuntansi manajemen dan praktik pengendalian lintas bangsa?
3. Apa saja tantangan dari pengendalian perusahaan global ?
4. Apa yang dimaksud harga transfer intrakorporasi ?
5. Apa saja penyebab isu-isu evaluasi kinerja ?
1.3 Rumusan Masalah
1. Pengendalian Strategi
2. Perbedaan akuntansi manajemen dan praktik pengendalian lintas bangsa
3. Tantangan dari pengendalian perusahaan global
4. Harga transfer intrakorporasi
5. Isu-isu evaluasi kinerja

1.4 Tujuan
Mengetahui dan memahami proses pengendalian strategi, perbedaan akuntansi
manajemen dan praktik pengendalian lintas bangsa, tantangan pengendalian perusahaan
global, harga transfer intrakorporasi dan isu-isu evaluasi kinerja.
BAB II PEMBAHASAN
2.1 PROSES PENGENDALIAN STRATEGI
Dalam sebuah studi perusahaan multinasional Eropa (MNEs) oleh Gupta dan
Govindarajan (1991), tahap-tahap berikut dalam sistem kontrol strategis formal
diidentifikasi:
1. Tinjauan strategi periodik untuk setiap bisnis, biasanya secara tahunan atau
kurang sering
2. Rencana operasi tahunan, yang semakin mencakup langkah-langkah non
finansial bersama dengan keuangan tradisional.
3. Pengawasan formal hasil strategis, yang dapat dikombinasikan dengan
proses pemantauan anggaran
4. Penghargaan pribadi dan intervensi pusat
Memiliki sistem kontrol strategis yang kaku dapat menyulitkan perusahaan
yang berada dalam industri yang berubah dengan cepat, tetapi ada beberapa manfaat
yang berbeda dari proses formal:
1. Kejelasan dan realisme yang lebih besar dalam perencanaan
2. Lebih "merentangkan" standar kinerja
3. Lebih banyak motivasi untuk manajer unit bisnis
4. Intervensi yang lebih tepat waktu oleh manajemen pusat
5. Responsbilities lebih jelas
Agar sistem seperti itu berfungsi, dibutuhkan untuk memilih tujuan strategis yang
benar berdasarkan dari analisis kompetisi dan kekuatan perusahan. Maka target yang sesuai
perlu diatur sesuai dengan strategi dari perusahaan. Banyak perusahaan yang mencoba
mengukur kinerja mereka berdasarkan kompetitor, tapi sering kali susah untuk mendapatkan
data yang bagus di kompetitor global. Sistem membutuhkan cukup ketat dan cukup menuntut
untuk memberikan tekanan kepada manajemen untuk menjalankannya. Ini merupakan hal
yang penting untuk tidak membiarkan prosesnya lebih besar, rumit, dan birokratisasi yang
menghalangi pemikiran kreatif dan kinerja yang solid.
2.2 PERBEDAAN AKUNTANSI MANAJEMEN DAN PRAKTIK
PENGENDALIAN LINTAS BANGSA
 Pengaturan Tujuan: Sebuah Tinjauan Global
Kesepakatan besar telah ditulis dalam strategi bagi perusahaan. Dalam hubungannya
dengan multinasional, pengaturan tujuan strategis biasanya mengharuskan manajer untuk
fokus memilih target numerik yang pantas.
Target-target yang memungkinkan termasuk:
1.    Return on investment (ROI)          5. Pangsa Pasar
2.    Penjualan                                       6. Profitabilitas
3.    Pengurangan Biaya                         7. Aktualisasi anggaran
4.    Target kualitas
Metode yang paling tepat untuk digunakan dalam perusahaan multinasional, menurut
teori, menegaskan fokus dari unit untuk setiap target yang disusun. Penjualan atau pangsa
pasar paling relevan untuk unit yang tidak mempunyai kontrol terhadap kos masukan and
mempunyai tujuan utama untuk menjual barang dari beberapa unit lainnya. Profitabilitas
yang diukur dalam rasio atau beberapa ukuran lainnya, paling tepat untuk unit bisnis strategis
yang berdiri sendiri. Sebagai tambahan, target untuk sebuah unit harus dihubungkan bukan
hanya dengan tujuan, tapi juga dengan bagian operasi yang dikendalikannya.
 Studi Perusahaan Multinasional Amerika Serikat
Dalam salah satu studi pertama yang penting dari tujuan perusahaan multinasional, Robbins
dan Stobaugh (1973) mempelajari hampir 200 perusahaan Amerika berbasis multinasional,
mewakili hampir semua industri utama Amerika Serikat dengan investasi asing dan peringkat
penjualan impor tahunan mulai dari 20 juta dolar ke atas.
Dengan memperhatikan pengukuran kinerja keuangan, kesimpulan utama dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.    Banyak item berwujud dan tak berwujud yang masuk dalam kalkulasi investasi orisinil
jarang dimasukkan dalam mengevaluasi kinerja anak perusahaan asing. Sebagai contoh, nilai
atau kos dari perusahaan induk yang berasal dari jaminan untuk perusahaan anak, kos dari
inventaris saham pengaman untuk operasi Amerika Serikat dan luar negeri, atau kos potensial
dikeluarkan dari pasar oleh pesaing yang bergerak pertama kali.
2.    Perusahaan anak asing dinilai dengan basis yang sama dengan perusahaan anak
domestik.
3.  Ukuran kinerja yang paling bermanfaat untuk semua anak perusahaan adalah Return On
Investment (ROI).
4. Karena adanya keterbatasan inheren dan masalah dalam kalkulasi kewajaran ROI untuk
semua perusahaan anak, hampir semua perusahaan multinasional menggunakan beberapa
perlengkapan tambahan untuk mengukur kinerja perusahaan anak.
5.    Pengukuran tambahan yang paling luas digunakan adalah perbandingan dengan
anggaran.
Pendukung tambahan untuk penemuan ini berlanjut bahkan sampai 25 tahun setelah
studi orisinil. Dengan 70 sampel perusahaan kimia multinasional Amerika Serikat, ditemukan
bahwa pengukuran berganda digunakan, antara lain laba, ROI, dan anggaran berbanding
aktual untuk laba dan penjualan. Abdallah dan Keller (1985) melalui survey terhadap 64
perusahaan multinasional Amerika Serikat mengidentifikasi empat faktor kunci. Serupa
dengan studi yang lainnya, anggaran, laba, dan ROI mendominasi daftar.
 Studi Perusahaan Multinasional Inggris
Appleyard, Strong, dan Walton (1990) mempelajari tujuan kinerja dari 11 perusahaan
multinasional Inggris dan menemukan bahwa perusahaan-perusahaan Inggris lebih suka
menggunakan perbandingan anggaran dan aktual, kemudian beberapa menggunakan ROI.
Dalam pengukuran ROI, pengukuran laba juga menggunakan laba sebelum bunga dan pajak
atau laba setelah bunga sebelum pajak, walaupun tarif pajak berbeda secara signifikan
antarnegara. Sebagai tambahan, mereka menemukan bahwa perusahaan Inggris cenderung
menggunakan pengukuran ROI yang sama untuk perusahaan anak asing seperti yang mereka
gunakan untuk perusahaan anak domestik.
 Studi Perusahaan Multinasional Jepang
Studi di negara-negara yang mempunyai kebudayaan yang berbeda secara signifikan
dengan Amerika Serikat biasanya memberikan hasil yang sangat berbeda. Shields, Chow,
Kato, dan Nakagawa (1991) melihat kembali penggunaan sasaran oleh perusahaan
multinasional Jepang dan Amerika Serikat seperti ditemukan dalam literatur dua negara dan
mengidentifikasi beberapa penggunaan sasaran kinerja yang penting untuk mengevaluasi
manajer divisi. Orang-orang Jepang cenderung mengandalkan penjualan sebagai kriteria yang
paling penting, sementara perusahaan Amerika Serikat lebih suka menggunakan ROI.
Sama halnya, Bailes dan Assada (1991) mempelajari dan membandingkan sasaran dari 256
perusahaan multinasional Jepang dan 80 perusahaan multinasional Amerika Serikat.
Responden diminta mengidentifikasi tujuan pertama, kedua, dan ketiga dari manajer divisi.
Ditemukan, bahwa kebanyakan perusahaan Jepang lebih suka menggunakan volume
penjualan sebagai tujuan keseluruhan mereka, dengan laba bersih setelah overhead
perusahaan dinomorduakan. Sedangkan Perusahaan Amerika cenderung menggunakan ROI
sebagai tujuan manajer divisi diikuti dengan laba yang dapat dikendalikan.
 Studi Perusahaan Multinasional APEC
Melihat wilayah Asia Timur, penelitian Merchant, Chow, dan Wu (1995) menemukan
sedikit fakta yang menganjurkan hubungan antara budaya nasional dan tujuan perusahaan di
Taiwan. Namun, sampel yang diambil hanya terdiri dari empat perusahaan. Membandingkan
sudut pandang lebih dari 400 manajer di Australia, Amerika Serikat, Singapura, dan Hong
Kong, Harrison dan Harrell (1994) secara sederhana menyimpulkan bahwa manajer dari
Anglo-American lebih suka jangka waktu yang pendek tapi sasaran yang lebih kuantitatif.
Studi ini akan didiskusikan lebih lanjut pada bagian penganggaran. Secara bersamaan, studi
ini menemukan bahwa tujuan perusahaan dari berbagai negara sangat berbeda. Negara-negara
Asia dengan tingkat individualisme yang rendah dan lebih berorientasi jangka panjang
cenderung memilih tujuan yang kurang secara langsung menggambarkan pengembalian
dengan segera, dan memilih tujuan yang sesuai dengan profil dominan pasar jangka panjang.
 Proses Anggaran Lintas Negara: Dasar-dasar
Proses anggaran menyangkut penentuan tujuan perusahaan dan mengaturnya ke
dalam rencana formal, termasuk jangka pendek maupun jangka panjang. Isu-isu yang
umumnya perlu dipecahkan adalah:
1. Adakah sebuah proses pengaturan anggaran secara formal?
2. Siapa yang terlibat dalam proses anggaran dan bagaimana?
3. Model komunikasi apa yang digunakan?
4. Bagaimana tujuan anggaran diatur?
5. Haruskah proses pengganggaran sama antara perusahaan anak domestik dan asing?
6. Periode waktu apa yang seharusnya digunakan (jangka pendek atau jangka panjang)?
7. Apakah seharusnya ada tujuan moneter khusus untuk rencana tersebut, atau apakah
tujuan nonkuantitatif akan lebih tepat?
8. Bagaimana perubahan industri dan/atau perbedaan lingkungan nasional
mempengaruhi proses anggaran?
 Studi Lintas Negara terhadap Patisipasi dalam Penganggaran
Kebanyakan praktik Anglo-American untuk masalah penganggaran mengasumsikan
bahwa proses anggaran hasilnya meningkat melalui partisipasi orang yang terlibat dalam
melaksanakan anggaran. Jika manajer diizinkan untuk berpartisipasi terhadap target anggaran
mereka sendiri, mereka tidak hanya merasa lebih baik dalam hal kepuasan tapi juga
cenderung untuk berkinerja dengan lebih baik. Jenis perilaku ini didokumentasikan dalam
karya penelitian Brownell (1982), yang menganjurkan bahwa agar partisipasi dapat bekerja
dengan maksimal, manajer harus merasa seperti orang dalam. Konsep mengenai orang
dalam/orang luar digambarkan sebagai “area pengendalian”
 Studi Perusahaan Meksiko. 
Ditetapkan bahwa Meksiko adalah negara dengan jarak kekuasaan yang tinggi/budaya
individualis yang rendah. Frucot dan Shearon (1991) mengantisipasi bahwa manajer Meksiko
mungkin tidak menyukai partisipasi walaupun memiliki status sebagai orang dalam. Frucot
dan Shearon (1991) menguji hipotesis mereka dengan sampel 83 manajer Meksiko yang
bekerja di perusahaan pribumi dan perusahaan anak dari perusahaan multinasional Amerika
Serikat. Awalnya, hasil yang diperoleh mengejutkan. Secara keseluruhan, kinerja manajer
Meksiko dalam perusahaan pribumi asli berhubungan dengan partisipasi dan area
pengendalian. Untuk itu, awalnya muncul bahwa tidak ada perbedaan antara perilaku manajer
Meksiko dan Amerika Serikat.
Perhatian utama bagi perusahaan multinasional adalah bahwa manajer Meksiko dari
anak perusahaan asing menunjukkan hampir tidak ada keinginan untuk berpartisipasi dalam
proses penganggaran. Tidak seperti rekan mereka orang Amerika, mereka menganggap diri
mereka tidak memiliki kekuatan dan proses penganggaran sebagai orang asing. Orang
Amerika atau, dalam masalah tersebut, perusahaan Inggris, akan menerima kejutan yang
tidak menyenangkan ketika mereka menyadari bahwa para pekerjanya di Meksiko memiliki
komitmen yang rendah terhadap proses anggaran dan mereka mungkin hanya
memberitahukan kepada manajernya apa yang mereka harapkan untuk didengar manajernya.
 Studi Perusahaan Multinasional APEC.
Perbandingan Australia (jarak kekuasaan yang rendah/individualisme yang tinggi) dan
Singapura (jarak kekuasaan yang tinggi/individualisme yang rendah). Harrison (1992)
mengantisipasi perbedaan internasional yang signifikan dalam hal kemampuan partisipasi
anggaran untuk menjelaskan tingkat kepuasan di antara manajer. Muncul dari budaya
otorisasi yang relative, orang-orang Singapura diharapkan untuk tidak menyukai atau
mungkin merasa tidak nyaman dengan pastisipasi anggaran. Harrison membuat hipotesis
bahwa orang-orang Singapura akan lebih memilih partisipasi yang rendah daripada orang-
orang Australia. Kenyataannya, tidak ada hubungan yang signifikan antara asal usul bangsa
dan partisipasi, interaksi dan kepuasan. Secara keseluruhan, kedua kelompok ini terlihat lebih
menyukai penganggaran jenis partisipatif. Untuk itu, Harrison berpendapat bahwa partisipasi
terhadap hal yang berhubungan dengan anggaran secara universal meningkatkan kepuasan
kerja tanpa menghiraukan budaya.
Secara keseluruhan, penelitian terbaru muncul untuk mengindikasikan bahwa beberapa teknik
anggaran partisipatif orang-orang Barat dapat ditransfer, tetapi satu hal yang harus
diperhatikan adalah pada level apa mereka ditransfer.
 Studi Perusahaan Multinasional Raksasa Finlandia. 
Hassel dan Cunningham (1996) mempelajari pengaruh partisipasi dalam proses
penganggaran dan kinerja anak perusahaan dari perusahaan multinasional raksasa Finlandia.
Mereka menemukan bahwa luas dari informasi yang dipertukaran antara manajer induk
perusahaan dan anak perusahaan berpengaruh positif terhadap kinerja anak perusahaan
domestik. Namun, pertukaran informasi tidak mempunyai pengaruh terhadap kinerja anak
perusahaan asing.
Hassel dan Cunningham menjelaskan hasil yang diperoleh dengan menunjukkan
bahwa kinerja tingkat domestik ditingkatkan karena budaya, nilai, dan pemahaman yang jelas
akan lingkungan ekonomi antara induk dan anak. Penemuan ini beralasan karena operasi
perusahaan induk berada dalam lingkungan yang sangat berbeda dibandingkan anak
perusahaan mereka di luar negeri. Untuk itu, proses penganggaran lebih dari sekedar alat
kinerja, melainkan menjadi elemen kunci dalam transfer pengetahuan dalam hal pembubaran
perusahaan multinasional baik secara geografis maupun budaya.
 Persoalan Lainnya dalam Proses Penganggaran
Penelitian mengenai proses penganggaran berkembang di negara berbeda yang fokus
utamanya berbeda antara Anglo-American dan kelompok budaya Asia. Belakangan ini,
penelitian di area ini, lebih dulu difokuskan di Asia, kemudian beralih ke wilayah ASEAN
yang biasa disebut area “Five Dragon” atau “Mini Dragon”. Area ini meliputi Hong Kong,
Singapura, Taiwan, Malaysia, dan mungkin Thailand dan Indonesia. Meskipun kelompok ini
tidak monolitis dalam struktur kebudayaan, kelompok itu umumnya nampak seperti
memberikan nilai Confucian, yang meliputi orientasi jangka panjang dan ketidakinginan
untuk “kehilangan muka”. Kebudayaan Asia ini cenderung dianut oleh warga negara di
hampir semua negara dalam kelompok yang cenderung menundukkan hak individual untuk
kepentingan kelompok dan yang tingkat jenjang kekuasaannya menengah hingga tinggi.
 Perbandingan Amerika Serikat/Jepang.
Bailes dan Assada (1991) membandingkan perilaku penganggaran dari daftar 80
perusahaan Amerika Serikat dan 256 perusahaan Jepang. Hasilnya mengindikasikan bahwa
lebih dari 90 persen perusahaan di kedua negara tersebut menyediakan anggaran
induk/utama. Bagaimanapun, mereka menemukan bahwa proses pembuatan anggaran induk
ini bervariasi. Berikut ini poin-poin yang berpengaruh secara statistik:
1. Rentang waktu rata-rata yang digunakan untuk menyiapkan anggaran tahunan hampir
12 hari lebih lama untuk perusahaan Amerika dibandingkan perusahaan Jepang.
2. Seperti yang didiskusikan sebelumnya, di Jepang, tujuan utama anggaran adalah
meningkatkan volume penjualan dan market share. Sedangkan di Amerika Serikat,
tujuan utama anggaran adalah ROI yang berlimpah.
3. Manajer divisi di perusahaan Amerika lebih cenderung berpartisipasi dalam diskusi
komite anggaran dan mempengaruhi komite anggaran dibandingkan di Jepang.
4. Perusahaan Jepang juga cenderung mengikuti pendekatan bottom-up, di mana semua
level berpartisipasi dalam perencanaan, lebih dulu berkontribusi secara
informal. Pertemuan formal cenderung tidak sering dan ketika harapan manajer
dipertimbangkan, hal itu lebih tidak penting dibandingkan kelompok mufakat.
5. Manajer Jepang lebih cenderung menggunakan penyimpangan anggaran untuk
mengenali masalah pada waktu itu dan menggunakan anggaran untuk meningkatkan
anggara periode berikutnya.
6. Manajer Amerika lebih cenderung dievaluasi melalui anggaran.
7. Bonus dan gaji manajer Amerika lebih cenderung dipengaruhi oleh kinerja anggaran
dibandingkan di Jepang.
Perbedaan ini sangat menarik. Manajer Amerika cenderung lebih terlibat dalam
proses penganggaran, dievaluasi melalui anggaran, dan dihargai atau dihukum melalui
anggaran. Manajer Jepang cenderung melihat penyimpangan anggaran sebagai jalan untuk
memperbaiki kinerja. Antara Amerika dan Jepang, hal ini secara jelas merupakan perbedaan
nasional dalam penganggaran. 
 Sistem Penganggaran dan Perencanaan dari Perusahaan Multinasional APEC.
Harrison, Mckinnon, Panchapakesan, dan Leung (1994) meneliti sistem penganggaran
dan perencanaan Australia dan AS, dan kemudian Singapura dan Hongkong. Mereka menarik
dimensi budaya nasional dari hierarki kekuasaan, individualisme, dan dinamisme Confucian
untuk memprediksi dan menjelaskan perbedaan dalam filosofi dan pendekatan desain
organisasional, perencanaan manajemen, dan sistem kontrol di Asia dan negara Anglo-
American.  Data itu dikumpulkan dengan survei kuesioner yang dikirim ke eksekutif senior
akuntansi dan keuangan di 800 organisasi.
Hasil dari Harrison sepeti yang diprediksi dan secara umum menyediakan dukungan
untuk kepentingan budaya nasional dalam mempengaruhi desain organisasional, perencanaan
manajemen dan sistem kontrol. Khususnya, nilai budaya masyarakat Anglo-American
berhubungan dengan  masyarakat Asia Timur lebih menekankan pada desentralisasi, dan
pusat pertanggungjawaban dalam desain organisasional dan teknik kuantitatif dan analitis
dalam perencanaan dan pengendalian. Sebaliknya, nilai budaya masyarakat Asia Timur lebih
menekankan pada perencanaan jangka panjang dan pengambilan keputusan yang berpusat
pada kelompok.
 Interaksi Budaya dan Jarak Geografis.
Hassel dan Cunningham mempelajari bagaimana kombinasi budaya dan jarak geografis, atau
jarak fisik mempengaruhi proses penganggaran. Mereka menemukan bahwa ketika markas
besar menggunakan anggaran sebagai mekanisme pengendalian, cabang yang secara budaya
mirip dan secara geografis dekat dengan markas besar menunjukkan kinerja keuangan yang
lebih kuat dibandingkan cabang yang secara budaya berbeda dan lokasinya jauh dari markas
besar. Penemuan ini menyarankan bahwa pengendalian anggaran bekerja lebih efektf untuk
cabang yang dekat secara fisik dengan induk. Penemuan ini penting karena mereka
menyarankan bahwa perbedaan budaya dan jarak geografis menuntut teknik evaluasi yang
lebih rumit.
2.3 TANTANGAN DARI PENGENDALIAN PERUSAHAAN GLOBAL
 Isu Perencanaan dan Penganggaran
Perusahaan multinasional menghadapi serangkaian faktor eksternal, pertimbangan
internal, dan kekuatan lainnya yang mempengaruhi kebijakan anggaran, komposisi, dan
pengendalian. Penganggaran di lingkungan bisnis global menghendaki peningkatan level
koordinasi dan komunikasi dalam perusahaan karena berbagai komponen kekuatan yang
mempengaruhi kinerja organisasional. Namun multinasional perlu untuk memperhatikan
perbedaan budaya dan akibatnya terhadap praktik penganggaran nasional, terdapat
pertimbangan tambahan dalam proses penganggaran perusahaan multinasional. Terutama
perbedaan nilai tukar uang asing dalam operasi lintas-batas.
Isu utama internasional seputar perkembangan anggaran perusahan multinasional adalah
menetapkan mata uang yang harus disiapkan anggaran: mata uang lokal atau mata uang
induk. Sebagai contoh, perusahaan multinasional Swiss lebih baik mengevaluasi semua
operasi asingnya  dengan mata uang lokal atau hasilnya diganti ke mata uang prancis. Pilihan
ini sangat berpengaruh jika terjadi perubahan besar dalam tingkat nilai tukar. Hal ini
memungkinkan laba dalam mata uang lokal menjadi rugi dalam mata uang induk, dan
sebaliknya. Kebanyakan perusahaan menyelesaikan dilema ini dengan mempertimbangkan
tujuan utama operasi asing.
Isu mata uang asing juga meningkatkan isu kemampuan pengendalian. Apakah nilai mata
uang naik atau turun dan berapa yang secara nyata berada di luar kendali perusahaan
multinasional tunggal dan bagiannya. Oleh karena itu, karena evaluasi kinerja yang tepat
harus mengeluarkan akibat dari kejadian yang tidak dapat dikendalikan, seorang berpendapat
bahwa basis sebelum-translasi lebih baik daripada basis setelah-translasi.
Nilai dari penyusunan anggaran dalam mata uang lokal adalah  bahwa manajemen beroperasi
dalam mata uang tersebut, dan mata uang lokal lebih menunjukkan lingkungan operasi secara
keseluruhan dibandingkan mata uang sekarang. Sebagai tambahan, tingkat nilai tukar
merupakan hal yang tidak dapat dikendalikan oleh manajemen lokal, jadi tidak bijaksana
untuk menggunakan hal yang tidak dapat dikendalikan sebagai bagian dari proses
penganggaran dan evaluasi. Sebaliknya, seringkali hal itu sulit bagi manajemen tingkat atas
di negara induk untuk mengerti anggaran dengan mata uang yang berbeda. Hal ini khususnya
nyata bagi perusahaan yang tersebar secara geografis seperti Coca-cola, yang mungkin
memiliki anggaran dengan 100 atau lebih mata uang yang berbeda. Mengubah anggaran
menjadi mata uang perusahaan induk memungkinkan manajemen tingkat atas untuk
menkonsolidasi anggaran untuk tahun akan datang. Karena manajemen tingkat atas harus
melaporkan ke pemegang saham di perusahaan induk, mereka mungkin
menginginkan strategic business unit (SBU) atau manajemen anak perusahaan untuk
memikirkan laba induk perusahaan.
Tiga pendekatan yang memungkinkan untuk menghadapi nilai tukar asing dalam
proses penganggaran yang dikaitkan dengan evaluasi kinerja manajemen:
1. Memungkinkan manajemen operasi untuk terlibat dalam perjanjian perlindungan
dengan bendahara perusahaan.
2. Menyesuaikan kinerja aktual unit untuk perbedaan dalam tingkat nilai tukar setelah
akhir periode.
3. Menyesuaikan rencana kinerja sejalan dengan  perbedaan tingkat nilai tukar riil.
 Cara untuk Membawa Nilai Tukar Asing ke Dalam Proses Penganggaran
Lessard dan Lorange (1977) mengidentifikasikan cara yang berbeda mengenai
bagaimana perusahaan dapat mengubah anggaran dari mata uang lokal ke mata uang
perusahaan induk dan kemudian memonitor kinerja aktual. Tiga tingat nilai tukar yang
berbeda digunakan dalam Exhibit 14.4. yang pertama adalah tingkat nilai tukar aktual yang
berpengaruh ketika anggaran dibuat, yang kedua adalah tingkat yang diproyeksikan pada
waktu anggaran dibuat dalam mata uang lokal, dan yang ketiga adalah tingkat nilai tukar
yang berpengaruh ketika periode yang dianggarkan direalisasikan.
Hasil aktual dalam mata uang lokal dihitung menggunakan volume penjualan aktual, harga
jual aktual per unit dan biaya variabel aktual per unit, dan biaya tetap aktual. Anggaran
fleksibel dihitung menggunakan unit terjual aktual, harga jual per unit dan biaya variabel per
unit yang dianggarkan, dan biaya tetap yang dianggarkan. Anggaran statis dihitung dengan
menggunakan volume penjualan yang dianggarkan, harga jual per unit dan biaya variabel per
unit yang dianggarkan, dan biaya tetap yang dianggarkan.
 Praktik-Praktik Penganggaran dan Mata Uang
Apa yang dilakukan perusahaan multinasional secara aktual? Dalam penelitian
Robbins dan Stobaugh (1973), kurang dari setengah perusahaan yang disurvei menilai kinerja
anak perusahaan dalam jumlah dolar, dan hanya 12 persen menggunakan kedua standar.
Morsicato (1980) menemukan sejumlah perusahaan yang signifikan dalam sampelnya
menggunakan anggaran dalam mata uang dolar dan lokal untuk perbandingan laba aktual dan
penjualan aktual.
Dalam penelitiannya pada anak perusahaan di Inggris dari perusahaan Jepang, Demirag
(1994) mencatat bahwa “perusahaan mengindikasikan bahwa laporan keuangan
dipresentasikan dalam sterling (mata uang lokal) menyediakan pemahaman yang lebih baik
mengenai kinerja mengenai operasi perusahaan dan manajemennya. ... Tidak ada perusahaan
mengubah anggaran laba mereka  ke dalam yen untuk tujuan evaluasi kinerja ... [dan] tidak
ada perusahaan induk mengirim salinan laporan yang diubah ke yen.” Laporan keuangan
dengan mata uang induk perusahaan dikirim ke Jepang untuk translasi dalam yen pada
tingkat nilai tukar standar yang ditetapkan perusahaan. Pada intinya, manajer anak
perusahaan yang tidak sadar akan kinerja mereka dalam mata uang perusahaan induk, hal ini
berbeda dengan survei Demirag di Inggris dengan perusahaan multinasional yang disebutkan
di atas.
 Penganggaran Modal
Penganggaran modal merupakan penganggaran operasional jangka panjang yang
didiskusikan sebelumnya. Bagaimanapun, dari pertimbangan yang didiskusikan, terutama
yang berkaitan dengan eksposur ekonomi, selanjutnya diaplikasikan. Seperti dalam
perencanaan jangka pendek atau penganggaran, perencanaan jangka panjang atau
penganggaran modal perlu mempertimbangkan antisipasi pergerakan tingkat nilai tukar untuk
pengurangan arus kas. Hal ini merupakan bagian dari risiko yang termasuk dalam
pengurangan arus kas masa depan, sepanjang ketidakpastian lingkungan. Ketidakpastian
lingkungan dapat diperhalus, seperti risiko pajak yang lebih berat yang tidak diharapkan, atau
yang berat, seperti risiko pengambilalihan. Pada umumnya, efek dari risiko lebih besar dalam
negara berkembang daripada negara yang lebih kaya, tetapi belakangan, terdapat kejadian
merugikan yang tidak dapat diprediksi.
Karena risiko inheren dalam penganggaran modal internasional, perusahaan multinasional
harus menggunakan teknik yang berpengalaman untuk meramalkan arus kas, risiko taksiran,
dan menentukan tingkat diskonto yang tepat untuk memperoleh net present value (NPV) dari
pilihan investasi. Hasan, dkk (1997) menganalisis faktor yang mengarahkan anak perusahaan
asing dari perusahaan multinasional Amerika Serikat untuk menggunakan teknik
penganggaran modal yang berpengalaman. Mereka menemukan bahwa anak perusahaan
dengan kepemilikan mayoritas oleh perusahaan induk lebih suka menggunakan NPV, APV,
atau IRR untuk membuat keputusan investasi. Anak perusahaan yang besar, diperdagangkan
secara publik, dan telah berbisnis dalam beberapa tahun cenderung menggunakan metode
yang kompleks seperti weighted average cost of capital(WACC) untuk menentukan tingkat
diskonto.
Penemuan ini menyarankan agar perusahaan multinasional mengetahui kompleksitas dan
risiko berinvestasi dalam pasar asing dan meminta anak perusahaannya untuk menyesuaikan
faktor dan risiko khusus negara dan menggunakan alat terbaik yang tersedia untuk membuat
keputusan penganggaran modal. Pada waktu yang sama, penggunaan teknik ini
menghadirkan beberapa isu dalam pengevaluasian kinerja investasi jangka panjang dari anak
perusahaan. Sebagai contoh, haruskah manajer dalam lingkungan yang lebih mudah berubah
dievaluasi dengan cara yang sama dalam lingkungan yang lebih stabil untuk kinerja
penganggaran modal? Apa basis kinerja terbaik dalam setiap situasi.
Praktik pelaporan yang dibakukan atau tidak digunakan dalam perusahaan multinasional,
terdapat isu nyata untuk mengetahui operasi asing dan manajer mereka dapat dievaluasi
dalam basis global atau hanya dalam basis nasional. Hal itu telah dikatakan sebelumnya
bahwa membandingkan ROI merupakan metode utama yang digunakan untuk mengevaluasi
operasi individual dan manajer individual dalam basis yang dibakukan atau basis global.
Tetapi dapatkah keputusan efektif diperoleh dengan cara ini? Kadang-kadang, ketika faktor
lingkungan digunakan dalam keputusan strategis jangka panjang, hasilnya mungkin tampak
ganjil/tidak menentu dengan pencarian ROI yang kuat dengan basis tahun ke tahun. Oleh
karena itu, penganggaran modal mungkin lebih membutuhkan pertimbangan dibandingkan
penganggaran operasional.
2.4 HARGA TRANSFER INTRAKORPORASI
Salah satu elemen tambahan dari manajemen multinasional adalah harga transfer
intrakorporasi. Hal ini merujuk pada penentuan harga atas barang dan jasa yang ditransfer
(dijual dan dibeli) di antara anggota satu grup perusahaan – contohnya dari perusahaan induk
ke perusahaan anak, antar perusahaan anak, dari perusahaan anak ke perusahaan induk, dan
masih banyak lagi. Transfer internal meliputi bahan  mentah, barang setengah jadi dan barang
jadi, alokasi biaya tetap, pinjaman, ongkos, royalti atas penggunaan merek dagang, hak cipta,
dan faktor-faktor lain. Dalam teori, penentuan harga atas hal-hal tersebut seharusnya
didasarkan pada biaya produksi, tapi dalam kenyataannya sering tidak demikian.
Perusahaan-perusahaan multinasional memiliki motivasi internal dan eksternal untuk
menggunakan harga transfer (Eden, 2001). Motivasi internal meliputi memaksimalkan
kinerja, efisiensi keuangan, dan pendorong kinerja bagi manajer dari anak-anak perusahaan
yang berbeda. Motivasi eksternal berasal dari peraturan perpajakan di berbagai negara di
mana perusahaan-perusahaan multinasional tersebut beroperasi.
Memaksimalkan kinerja operasi merupakan alasan internal utama untuk menggunakan harga
transfer, dan berikutnya adalah untuk memperoleh efisiensi keuangan. Alasan internal yang
terakhir adalah sebagai pendorong kinerja. Motivasi eksternal utama adalah menyiapkan
dokumentasi untuk audit harga transfer, diikuti dengan motivasi untuk mengoptimalkan
perencanaan pajak.
Dalam praktik, transfer internal sering diberi harga yang lebih tinggi dibanding harga
pasar untuk menurunkan pendapatan perusahaan anak, yang akan mengurangi beban pajak
lokal. Sebaliknya, perusahaan mungkin menetapkan harga yang lebih rendah atas barang
yang dijual ke afiliasi asing, dan perusahaan afiliasi tersebut dapat menjualnya pada harga
yang tidak dapat ditandingi oleh kompetitor lokalnya. Jika Undang-Undang antidumping
yang kuat berlaku bagi produk akhir, suatu perusahaan dapat menetapkan harga yang lebih
rendah atas komponen-komponen dan produk setengah jadi kepada afiliasinya. Perusahaan-
perusahaan afiliasi tersebut kemudian dapat merakit atau menyelesaikan produk akhir pada
harga yang diklasifikasikan sebagai harga dumping, yang diimpor langsung ke suatu negara
dibandingkan yang diproduksi secara domestik.
Harga transfer yang tinggi mungkin digunakan untuk mengelak atau mengurangi
secara signifikan dampak dari pengendalian nasional. Larangan pemerintah mengenai
pembayaran dividen dapat membatasi kemampuan perusahaan untuk menyiasati pendapatan
keluar dari suatu negara. Walaupun demikian, penetapan harga transfer yang lebih tinggi
terhadap barang yang dikirimkan ke perusahaan anak akan memungkinkan dana keluar.
Harga transfer yang tinggi juga sangat penting nilainya bagi perusahaan ketika ia
memberikan subsidi atau memperoleh kredit pajak dari nilai barang yang diekspornya.
Semakin tinggi harga transfer barang yang diekspor, semakin besar subsidi yang diperoleh
atau kredit pajak yang diterima.
Sebagai respon terhadap manipulasi harga transfer, otoritas pajak negara telah
mengadopsi arm’s length standard (ALS), yang mewajibkan harga transfer ditetapkan
“seolah-olah transaksi terjadi di antara pihak-pihak yang tidak berkaitan di pasar kompetitif”
(Eden, Dacin, dan Wan, 2001). Penetapan harga transfer akan terus menjadi sebuah isu
kompleks karena dilema yang dijelaskan di atas. Eden (2001) menjelaskan tren yang
memainkan peran utama dalam penetapan harga transfer beberapa tahun ke depan:
1. Globalisasi: sebagaimana perusahaan-perusahaan multinasional semakin meningkat
dalam hal perkembangan dan mobilitas, harga transfer menjadi semakin mudah
ditembus dan sulit untuk diatur.
2. Regionalisasi: Sebagaimana perjanjian perdagangan seperti NAFTA, Mercasur, dan
Uni Eropa menjadi semakin umum, otoritas yang berwenang harus tiba pada
perjanjian mengenai isu-isu pajak untuk meminimalkan konflik-konflik antarnegara.
3. Internet: Internet memungkinkan perdagangan antara pembeli dan penjual yang
tersebar secara geografi dalam suatu konteks elektronik di mana tidak ada otoritas
pajak. Pemerintah harus memecahkan isu-isu baru yang ditimbulkan oleh transfer
internet.
 Menyesuaikan Harga dengan Kondisi Pasar
Kondisi-kondisi yang digunakan perusahaan untuk menetapkan strategi penentuan
harga transfer khusus terangkum dalam Exhibit 14.8. Keuntungan maksimal akan diperoleh
ketika semua kondisi tersebut didasarkan pada kondisi di suatu negara. Contohnya,
perusahaan induk yang beroperasi di negara yang karakteristiknya menginginkan harga yang
tinggi untuk barang yang ditransfer masuk dan harga yang rendah untuk barang yang
ditransfer keluar, sementara kondisi di negara perusahaan-perusahaan anak menginginkan
sebaliknya.
Jika perusahaan induk menjual pada harga yang rendah kepada perusahaan anak dan membeli
dari perusahaan anak dengan harga tinggi, pendapatan akan berpindah ke perusahaan anak,
mengurangi beban pajak secara keseluruhan. Selain itu, dampak penentuan kurs mata uang
asing atas impor dari perusahaan induk dan pembayaran dividen kepada perusahaan induk
juga berkurang, kemampuan perusahaan anak untuk melakukan penetrasi di pasar lokal
meningkat, perusahaan induk kurang dipengaruhi oleh larangan pemerintah atas pengaliran
keluar modal, dan masih banyak lagi.
 Alokasi Overhead
Sebagaimana penentuan harga transfer atas barang, alokasi overhead memiliki
implikasi nasional dan internasional. Pada sisi internasional, perusahaan harus memutuskan
apa yang akan dilakukan terhadap overhead perusahaan. Contohnya, markas besar IBM di
dunia berada di New York, tapi operasinya ada di seluruh dunia. Bagaimana IBM
mengalokasikan biaya tersebut kepada operasi-operasinya di berbagai negara, dan apa
implikasi pajak dari isu ini? Ini menjadi isu nyata untuk evaluasi kinerja karena alokasi
overhead perusahaan secara langsung mengurangi laba operasi, yang mengurangi
pengembalian atas modal yang diinvestasikan, kemungkinan besar menekan pengembalian
tersebut di bawah biaya modalnya. Dari sisi nasional murni, perusahaan harus berhati-hati
dengan konsep umum alokasi overhead dan hal-hal yang mempengaruhi biaya produk.
 Alokasi Lintas Batas atas Pengeluaran / Beban
Jika bukan perbedaan tarif pajak di seluruh dunia, perusahaan dapat mengalokasikan
overhead perusahaan berdasarkan pendapatan penjualan di setiap anak perusahaan atau
berdasarkan beberapa dasar lainnya. Namun tarif pajak yang berbeda membuat situasi
menjadi rumit. Bagi perusahaan yang bermarkas di negara dengan tarif pajak yang tinggi, ada
dorongan untuk membayarkan sebanyak mungkin pengeluaran / beban dari pendapatan
perusahaan induk. Praktik ini cenderung mengakibatkan lebih saji pengeluaran, kurang saji
pendapatan, dan kurang saji pajak di negara perusahaan induk.
Masalah yang timbul dari penggunaan peraturan perpajakan untuk mengalokasikan overhead
adalah bahwa hal itu mengeliminasi kemungkinan-kemingkinan bagi perusahaan untuk
memilih suatu dasar alokasi yang konsisten dengan strategi manufakturnya. Ketika implikasi
pajak diabaikan, overhead dialokasikan secara berbeda. Contohnya, Jepang menemukan
kaitan langsung antara pengalokasian overhead dengan tujuan perusahaan.
2.5 ISU-ISU EVALUASI KINERJA
Anggaran, baik jangka panjang maupun jangka pendek, merupakan rencana pokok.
Harga transfer dan perhitungan biaya berdasarkan target dapat mempengaruhi harga. Pada
akhirnya rencana ini harus diimplementasikan. Dengan bantuan dari teknik ini, baik sendirian
maupun sebagai rencana yang dikombinasikan, manajer harus melakukannya jika perusahaan
ingin mempertahankan kelangsungan hidupnya. Dengan demikian kinerja dari mereka yang
melaksanakan rencana perlu diukur dan diberi penghargaan. Mengukur kinerja individu,
divisi, atau bahkan perusahaan secara tepat tidak sederhana ataupun mudah. Salah satu
alasannya adalah dasar-dasar hasil pengukuran yang berbeda dalam ukuran-ukuran kinerja
yang berbeda. Selain itu, individu atau unit yang dievaluasi tidak mengendalikan banyak
kejadian yang mempengaruhi kinerja. Perbedaan strategis di anak-anak perusahaan mungkin
juga berakibat pada ukuran evaluasi kinerja yang berbeda-beda.
Contohnya, unit produksi lebih cocok dievaluasi berdasarkan pengurangan biaya,
pengendalian kualitas, pemenuhan target pengiriman (tanggal dan kuantitas), dan ukuran
efisiensi lainnya. Sedangkan untuk anak perusahaan penjual, ukuran-ukuran tersebut kurang
tepat dibandingkan ukuran seperti pangsa pasar, jumlah pelanggan baru, atau ukuran
efektivitas lainnya.
Demikian juga profitabilitas mungkin cocok untuk anak perusahaan yang benar-benar
merupakan pusat laba, tapi tidak cocok bagi anak perusahaan yang bertempat di negara
dengan tarif pajak tinggi, yang demi minimalisasi pajak global diinstruksikan untuk
meminimalkan laba atau bahkan memaksimalkan kerugian. Situasi ini mendorong pada
keinginan dan kelayakan akan penggunaan banyak dasar untuk pengukuran kinerja – yaitu
dasar pengukuran yang berbeda untuk jenis operasi yang berbeda di negara yang berbeda.
Bagaimanapun, bahkan penggunaan banyak ukuran juga memiliki masalah. Pertama, lebih
sulit untuk membandingkan kinerja unit berbeda yang diukur dengan kriteria berbeda. Kedua,
lebih mahal untuk menetapkan dan melaksanakan sistem yang menggunakan banyak
kriteria. Oleh karena itu, keputusan harus didasarkan pada analisis kerugian-manfaat.
Borkowski (1999) menjelaskan bahwa jika tujuan utama dari perusahaan adalah untuk
memaksimalkan kekayaan pemegang saham, menggunakan kriteria kinerja yang sama
memungkinkan perusahaan untuk tetap mengingat tujuannya dan bertindak secara konsisten
untuk mencapainya.
Saling ketergantungan di antara operasi-operasi dari sebuah perusahaan multinasional
dapat mempersulit masalah. Contohnya, sebuah perusahaan mobil multinasional mungkin
memproduksi bajanya di Jepang, dicap di Amerika Serikat, bannya dari Kanada, gandarnya
buatan Meksiko, mesinnya buatan Jerman, dan radionya dari Taiwan, semuanya terakhir
dirakit di Amerika Serikat. Jika salah satu bagian dari operasinya yang berjauhan mengalami
masalah kinerja, masalah operasi tersebut akan menyebar ke operasi lainnya. Dengan
demikian pemogokan di Jerman dapat mempengaruhi kinerja anak perusahaan Jerman, pabrik
perakitan di Amerika Serikat, dan semua anak perusahaan penjual di seluruh dunia. Evaluasi
kinerja yang tepat harus mengeliminasi dampak yang tidak dapat dikendalikan ini terhadap
anak-anak perusahaan yang independen sebagaimana anak perusahaan di Jerman. Lebih jauh
lagi, jika selain dari harga transfer arm’s length yang digunakan untuk penjualan
intrakorporasi, hasil yang dilaporkan tidak akan mencakup pengendalian dari anak
perusahaan yang membeli dan menjual (kecuali mereka setuju dengan harga transfer
tersebut), dan dalam beberapa kasus tidak akan mencerminkan kinerja sebenarnya.
2.6 ECONOMIC VALUE ADDED
Salah satu alat yang digunakan perusahaan untuk mengukur kinerja adalah economic
value added (EVA), yang disebut para ekonom sebagai laba ekonomi. Pada dasarnya, EVA
merupakan laba operasi setelah pajak dikurangi total biaya modal tahunan. Ini merupakan
suatu ukuran atas nilai yang bertambah atau berkurang dari nilai pemegang saham dalam satu
periode. EVA yang positif mensyaratkan bahwa suatu perusahaan memperoleh pengembalian
atas asetnya yang melebihi biaya hutang dan ekuitas, sehingga ditambahkan ke nilai
pemegang saham. EVA merupakan jumlah moneter yang aktual dari nilai tambah, dan
mengukur perubahan dalam nilai untuk satu periode. EVA juga digunakan terutama untuk
evaluasi kinerja dan kompensasi dibandingkan untuk tujuan penganggaran modal. EVA
dihitung sebagai berikut:
ROIC     Return on Invested Capital: laba operasi dikurangi pajak tunai yang dibayarkan
dibagi rata-rata modal yang diinvestasikan.
WACC  Weighted Average Cost of Capital: (biaya hutang bersih x % hutang yang
digunakan) + (biaya modal bersih x % modal yang digunakan)
AIC        Average Invested Capital: rata-rata ekuitas pemegang saham + rata-rata hutang
EVA = [ROIC – WACC] x AIC
Contoh:
Total pendapatan                                                   $ 6500   (juta)
Total biaya                                                                4000
Total beban operasi                                                   1800
Pajak tunai yang dibayarkan                                       230
Ekuitas pemegang saham (rata-rata)                         1500
Hutang (rata-rata)                                                     2370
Biaya hutang setelah pajak                                       5,5%
% hutang yang digunakan                                         40%
Biaya ekuitas                                                             15%
% ekuitas yang digunakan                                         60%
Laba Operasi = 6500 – 4000 – 1800 – 230 = 470
AIC        =  1500 + 2370 = 3870
ROIC     =  470 / 3870 = 12,1%
WAAC   =  (5,5% x 0,40) + (15% x 0,60) = 11,2%
EVA       =  (12,1% - 11,2%) x 3870 = 34,83
            Walaupun EVA dalam contoh ini tidak dalam jumlah besar, ROIC lebih besar dari
biaya modal, sehingga perusahaan menambahkan nilai pemegang saham. Sekarang beberapa
perusahaan mengungkapkan EVA dalam laporan tahunannya – sebuah contoh yang menarik
diberikan oleh Infosys Technologies dari India.
            Infosys menghitung EVA dalam laporan keuangan konsolidasinya menurut GAAP
India. Karena Infosys memiliki operasi di luar India, maka ia harus memastikan bahwa
informasi keuangan harus pertama kali dikonversi kembali ke GAAP India, dan kemudian ia
harus menerjemahkan informasi mata uang asing ke dalam rupee India. Perbedaan dalam
standar akuntansi sebagaimana nilai mata uang yang berubah-ubah dapat mempengaruhi
perhitungan EVA. Di samping perbedaan-perbedaan dalam praktik akuntansi ini, globalisasi
juga mempengaruhi input yang dibutuhkan untuk menghitung EVA. Manajer harus
mempertimbangkan risiko yang melekat pada investasi internasional untuk memperoleh
biaya yang tepat atas hutang dan ekuitas. Contohnya, biaya ekuitas harus disesuaikan dengan
risiko spesifik negara untuk mencerminkan biaya investasi sebenarnya di negara itu. Karena
semua alasan tersebut, memperoleh EVA secara akurat bagi perusahaan multinasional
membutuhkan pemahaman yang jelas tentang beberapa pasar di mana perusahaan beroperasi.
2.7 BALANCED SCORECARD
            Konsep Balanced Scorecard merupakan pendekatan lain untuk pengukuran kinerja
yang penggunaannya oleh perusahaan-perusahaan semakin meningkat, terutama di Amerika
Serikat dan Eropa. Pendekatan ini berusaha keras untuk menghubungkan lebih dekat
perspektif strategis dan finansial dari suatu bisnis. Dikembangkan oleh Kaplan dan Norton
(1992), pendekatan ini memiliki pandangan yang luas tentang kinerja bisnis. Balanced
Scorecard menyediakan sebuah kerangka kerja untuk melihat strategi penciptaan nilai dari
perspektif-perspektif berikut:
1. Finansial – pertumbuhan, profitabilitas, dan risiko dari perspektif pemegang saham.
2. Pelanggan – nilai dan diferensiasi dari perspektif pelanggan.
3. Proses bisnis internal – prioritas atas berbagai proses bisnis yang menciptakan
kepuasan pelanggan dan pemegang saham.
4. Pembelajaran dan pertumbuhan – prioritas untuk menciptakan iklim yang mendukung
perubahan organisasi, inovasi, dan pertumbuhan.
            Walaupun fokusnya tetap diutamakan pada kinerja keuangan, pendekatan balanced
scorecard mengungkapkan pendorong dari kinerja kompetitif jangka panjang secara
sederhana, pembelajaran dan pertumbuhan membantu menciptakan proses bisnis yang lebih
efisien, yang menciptakan nilai bagi pelanggan, yang memberikan imbalan finansial bagi
perusahaan. Tantangannya adalah untuk mengidentifikasikan secara jelas pendorong-
pendorong tersebut, menyetujui ukuran-ukuran yang relevan, dan untuk
mengimplementasikan sistem baru pada semua level organisasi. Aspek signifikan mengenai
pendekatan pengukuran ini adalah bahwa pendekatan tersebut juga menciptakan suatu fokus
bagi masa depan karena ukuran-ukuran yang digunakan mengkomunikasikan kepada manajer
apa yang penting.
            Walaupun Balanced Scorecard perusahaan merupakan alat strategis pemilik dan
biasanya tidak tersedia bagi masyarakat umum, prinsip-prinsipnya jelas dalam keputusan
strategis yang dibuat oleh perusahaan multinasional. 
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Dalam proses penyusunan makalah ini dianggap masih jauh dari kata sempurna
mengingat sumber yang dikutip serta pemilihan kata yang kurang, maka diharapkan bagi
pembaca agar memberikan saran untuk memperbaiki susunan dan struktur dari proses
penyusunan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&ved=2ahUKEwiShuad35vzAhWW
c30KHaiqDwMQFnoECAQQAQ&url=http%3A%2F%2Fnunung-
nur.blogspot.com%2F2011%2F05%2Fevaluasi-kinerja-dan-
penganggaran.html&usg=AOvVaw30KGd6x_3DBR08w8M8yU71

Anda mungkin juga menyukai