Abstract
Pendahuluan
Kualitas sumber daya manusia juga terkait erat dengan pola pemahaman
mereka terhadap etos kerja yang difahaminya. Demikian juga kemajuan umat islam
dan kemundurannya ternyata dipengaruhi oleh tingkat pemahamannya terhadap etos
kerja islam yang selama ini difahaminya, yang bersumber pada Al-Qur’an dan
Sunnah. Dengan demikian, kemunduran umat islam yang terjadi sekarang ini bisa jadi
karena tingkat pemahaman umat islam terhadap etos kerja islam masih rendah.
Sebagai manusia, kita memiliki takdir yang telah dibuat Allah SWT sejak
sebelum kelahiran (zaman Azali) yang sudah menjadi suatu kepastian sesuai dengan
firman Allah dalam surat al-Hadid. “Tiada suatu kehancuran yang menimpa di bumi
dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab, sebelum
kami menciptakannya”. (al-Hadid : 22).
Di dalam Islam, ekonomi merupakan wasilah atau salah satu cara untuk
mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Hal ini tentunya sesuai dengan yang di
ajarkan Islam bahwasanya harta dan kegiatan ekonomi merupakan amanah dari Allah
SWT sebagai pemiliki mutlak terhadap segala sesuatu yang ada di muka bumi ini
termasuk harta benda, pemilik hakiki kekayaan. Karena itulah orang yang beriman
diperintahkan untuk meningkatkan dan menambah harta mereka melalui jalan yang
sesuai dengan ajaran Islam, seperti dengan cara sedekah bukan dengan cara ribawi
karena sedekah akan meningkatkan efek positif pada harta kekayaan.
Padahal, Anjuran untuk bekerja sangat ditekankan oleh Allah SWT dalam Al-
Qur’an yang berbunyi "Dan Katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-
Nya serta orang-orang mu’min akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan
dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu
diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. At-Taubah :
105). Dan, "Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-
sungguh menuju Tuhanmu, maka pasti kamu akan menemui-Nya." (QS. Al-Insyiqaq :
6). Dari kedua hadis ini, dapat disimpulkan bahwa bekerja merupakan perintah Allah
yang ditempatkannya sebagai bentuk dari ibadah selama kegiatan atau pekerjaan yang
dilakukan halal dan meniatkan diri kepada Allah SWT.
Langkah awal meningkatkan etos kerja adalah dengan cara bersyukur kepada
Allah SWT terhadap pekerjaan yang didapat dan mencoba untuk mencintai pekerjaan
yang didapat agar dapat menikmati waktu yang dilalui ketika sedang bekerja,
meningkatkan rasa empati, dan toleransi pada lingkungan pekerjaan, sehingga
pekerjaan yang dilakukan menjadi sesuatu yang semakin disyukuri, semakin mudah
dikerjakan, dan menjadi sesuatu yang membahagiakan bagi pribadi itu sendiri.
Etos berasal dari bahasa Yunani etos yang berarti adat kebiasaan, perasaan
dan watak (Asy’arie,1999). Sedangkan pengertian etos menurut Taufiq Abdullah,
adalah aspek evaluatif yang bersifat penilaian diri terhadap kerja yang bersumber
pada identitas diri yang bersifat sakral yakni realitas spiritual keagamaan yang
diyakininya (Abdullah,1982).
KHI = T, AS (M,A,R,A)
Dengan mengaitkan makna etos kerja dari beberapa sudut pandang yang telah
dikemukakan di atas , maka etos kerja dapat diartikan sebagai sikap diri yang
mendasar terhadap kerja yang merupakan wujud dari kedalaman pemahaman dan
penghayatan religius yang memotivasi seseorang untuk melakukan yang terbaik
dalam suatu pekerjaan. Dengan kata lain, etos kerja adalah semangat kerja yang
dipengaruhi cara pandang seseorang terhadap pekerjaannya yang bersumber pada
nilai-nilai transenden atau nilai-nilai keagamaan yang dianutnya (Hasanah,2009).
Oleh karenanya sebuah etos kerja yang sehat dengan diiringi dengan nilai-
nilai islami didalamnya berperan penting dalam memotivasi dan juga mendorong
semangat kerja keras dengan diiringi upaya-upaya positif sehingga tercipta
lingkungan yang baik pula. Lain halnya jika etos kerja yang tinggi namun tidak
disertai dengan dasar-dasar nilai islam didalamnya hanya akan menciptakan sikap
hubbud dunya terhadap hal-hal duniawi yang bersifat fana.
3. Berorientasi kepada mutu dan hasil yang baik sebagaimana dapat dipahami
dari firman Allah, “Dialah Tuhan yang telah menciptakan mati dan hidup untuk
menguji siapa di antara kalian yang dapat melakukan amal (pekerjaan) yang
terbaik; kamu akan dikembalikan kepada Yang Maha Mengetahui yang ghaib dan
yang nyata, lalu Dia memberitahukan kepadamu tentang apa yang telah kamu
kerjakan.” (QS. Al-Mulk: 67: 2).
4. Pekerjaan itu diawasi oleh Allah, Rasul dan masyarakat, oleh karena itu
harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab, sebagaimana dapat dipahami dari
firman Allah, “Katakanlah: Bekerjalah kamu, maka Allah, Rasul dan orang-orang
beriman akan melihat pekerjaanmu.” (QS. 9: 105).
5. Pekerjaan dilakukan dengan semangat dan etos kerja yang tinggi. Dari Anas
Ibn Malik (dilaporkan bahwa) ia berkata: Rasulullah Saw. telah bersabda, “Apabila
salah seorang kamu menghadapi kiamat sementara di tangannya masih ada benih
hendaklah ia tanam benih itu.” (H.R. Ahmad).
9. Karena perintah agama untuk aktif bekerja itu, maka Robert N. Bellah
mengatakan, bahwa etos yang dominan dalam Islam ialah menggarap kehidupan
dunia ini secara giat, dengan mengarahkannya kepada yang lebih baik (ishlah).
(Bellah, 1970) “Maka bila sembahyang itu telah usai, menyebarlah kamu di bumi,
dan carilah kemurahan (karunia) Allah, serta banyaklah ingat kepada Allah, agar
kamu berjaya” (QS, al-Jumu‟ah/62: 10)
Abad ke-21 ditandai sebagai abad keterbukaan atau abad globalisasi. Abad 21
memiliki banyak perbedaan dengan abad 20 dalam berbagai hal, diantaranya dalam
pekerjaan, hidup bermasyarakat dan aktualisasi diri. Abad 21 ditandai dengan
berkembangnya teknologi informasi yang sangat pesat serta perkembangan otomasi
dimana banyak pekerjaan yang sifatnya pekerjaan rutin dan berulang-ulang mulai
digantikan oleh mesin, baik mesin produksi maupun komputer.
Hal ini menyebabkan dampak yang cukup serius terutama dalam hal etos kerja
setiap individu-nya. Negara Indonesia khususnya terbilang sebagai negara dengan
etos kerja masyarakatnya yang terbilang rendah, cenderung ingin menikmati tanpa
melalui sebuah proses untuk meraih. Terlebih dengan berkembangnya teknologi
innformasi yang sangat pesat sehingga cenderung melakukan sesuatu serba instan.
Sekarang ini marak istilah “mager” ‘malas gerak’ ataupun “jam karet” maksudnya
kalau mengerjakan sesuatu, sering tidak tepat waktu atau sering terlambat dan
sebagainya.