Pemeriksaan penunjang lain sesuai dengan derajat morbiditas. Pada pneumonia dilakukan foto toraks, bisa dilanjutkan dengan
computed tomography scan (CT scan) toraks dengan kontras. Gambaran foto toraks pneumonia yang disebabkan oleh infeksi COVID-
19 mulai dari normal hingga ground glass opacity, konsolidasi. CT scan toraks dapat dilakukan untuk melihat lebih detail kelainan,
seperti gambaran ground glass opacity, konsolidasi, efusi pleura dan gambaran pneumonia lainnya.
Pemeriksaan prokalsitonin (PCT) menunjukkan hasil normal kecuali bila dicurigai terjadinya infeksi bakteri maka PCT akan
meningkat. Pemeriksaan lain dilakukan untuk melihat komorbid dan evaluasi kemungkinan komplikasi pneumonia yaitu fungsi ginjal,
fungsi hati, albumin serta analisis gas darah (AGD), elektrolit, gula darah dan biakan kuman dan uji kepekaan untuk melihat
kemungkinan penyebab bakteri atau bila dicurigai terjadi infeksi ganda dengan infeksi bakteri.
Pemeriksaan ulang perlu dilakukan untuk menentukan respons terapi seiring proses perbaikan klinis. Bila didapatkan perbaikan klinis
dan hasil RT PCR negatif 2 kali berturut turut dalam 2-4 hari negatif pasien dinyatakan sembuh
Prinsip tatalaksana secara keseluruhan menurut rekomendasi WHO yaitu:
1. identifikasi pasien segera dan pisahkan pasien dengan severe acute respiratory infection (SARI)
2. dilakukan dengan memperhatikan prinsip pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) yang sesuai
3.terapi suportif dan monitor pasien
4. pengambilan contoh uji untuk diagnosis laboratorium
5. Vaksinisasi
Tata laksana utama pada pasien adalah terapi suportif disesuaikan kondisi pasien, terapi cairan adekuat sesuai kebutuhan, terapi oksigen
yang sesuai derajat penyakit mulai dari penggunaan kanul oksigen, masker oksigen. Bila dicurigai terjadi infeksi ganda diberikan
antibiotika spektrum luas. Bila terdapat perburukkan klinis atau penurunan kesadaran pasien akan dirawat di ruang isolasi intensif (ICU)
di rumah sakit rujukan
Pencegahan utama adalah membatasi mobilisasi orang yang berisiko hingga masa inkubasi. Pencegahan lain
adalah meningkatkan daya tahan tubuh melalui asupan makanan sehat, meperbanyak cuci tangan, menggunakan masker bila
berada di daerah berisiko atau padat, melakukan olah raga, istirahat cukup serta makan makanan yang dimasak hingga matang
dan bila sakit segera berobat ke RS rujukan untuk dievaluasi.
Hingga saat ini tidak ada vaksinasi untuk pencegahan primer. Pencegahan sekunder adalah segera menghentikan
proses pertumbuhan virus, sehingga pasien tidak lagi menjadi sumber infeksi. Upaya pencegahan yang penting termasuk
berhenti merokok untuk mencegah kelainan parenkim paru.
Pencegahan pada petugas kesehatan juga harus dilakukan dengan cara memperhatikan penempatan pasien di ruang
rawat atau ruang intensif isolasi. Pengendalian infeksi di tempat layanan kesehatan pasien terduga di ruang instalasi gawat
darurat (IGD) isolasi serta mengatur alur pasien masuk dan keluar. Pencegahan terhadap petugas kesehatan dimulai dari pintu
pertama pasien termasuk triase. Pada pasien yang mungkin mengalami infeksi COVID-19 petugas kesehatan perlu
menggunakan APD standar untuk penyakit menular. Kewaspadaan standar dilakukan rutin, menggunakan APD termasuk
masker untuk tenaga medis (N95), proteksi mata, sarung tangan dan gaun panjang (gown)
Virus corona atau dikenal juga dengan nama Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-
CoV-2) merupakan virus baru yang menginfeksi sistem pernapasan orang yang terjangkit, virus ini umumnya
dikenal sebagai Covid-19 (Lai et al., 2020). Virus ini bahkan membuat kita pada pernapasan tingkat akut
walaupun sudah dinyatakan sembuh dari virus ini. Hal itu disebut sebagai efek dalam jangka panjang dari
infeksi Covid-19 dan penderita akan menurun fungsi paru-parunya sebanyak 20 sampai 30 persen setelah
melewati serangkaian pemulihan. Selain paru-paru ternyata ginjal juga bisa terdampak, penderita Covid-19
dengan persentase 25 sampai 50 persen mengalami gangguan pada ginjal. Penyebabnya adalah protein dan juga
sel darah merah akan cenderung lebih banyak. Dengan persentase 15 persen juga pasien Covid-19 cenderung
turun fungsi penyaringan pada ginjalnya, serta penyakit ginjal akut juga bisa saja menjadi masalah lain yang
akan diderita oleh orang yang terinfeksi Covid-19. Pada sistem saraf juga bisa saja terserang akibat infeksi dari
Covid-19, virus ini dapat menyerang sistem pada saraf pusat. Di negara China misalnya orang yang menderita
gangguan pada sistem saraf mencapai 36 persen dari 214 orang yang dinyatakan positif Covid-19. Gejala-gejala
yang timbul seperti pusing dan gangguan di indera pencium serta indera perasa.
Corona Virus Disease 2019 ini awal penyebarannya
terjadi di kota Wuhan (Okada et al., 2020), China pada
penghujung tahun 2019. Virus ini menyebar dengan sangat
masif sehingga hampir semua negara melaporkan
penemuan kasus Covid-19, tak terkecuali di negara
Indonesia yang kasus pertamanya terjadi di awal bulan
Maret 2020. Sehingga merupakan hal yang wajar
banyaknya negara yang mengambil kebijakan sesuai
dengan situasi dan kondisi di negara masing-masing dan
membuat hubungan antara beberapa negara menjadi tidak
berjalan baik salah satu nya autrasilia dengan negaranegara
pasifik (Laila, 2020), akan tetapi kebijakan yang paling
banyak diambil adalah dengan memberlakukan lockdown
yang dianggap sebagai strategi tercepat memutus mata
rantai penyebaran virus yang satu ini. Berikut adalah data
persebaran virus Covid-19 yang penulis dapatkan dari
website resmi pemerintahan Indonesia, yang dapat dilihat
pada Gambar 2.
1. Telah berkurangnya kasus yang terkonfirmasi
2. Patuh dalam melaksanakan protokol kesehatan
3. Terlaksananya pola hidup sehat
4. Terlaksananya vaksinasi
Vaksin yang di gunakan di indonesia yang paling umum:
Di Indonesia, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menerbitkan Fatwa Nomor 2/2021 yang menyatakan bahwa Vaksin COVID-19
dari Sinovac dan PT Bio Farma (Persero) suci dan halal, sehingga boleh digunakan untuk umat Islam sepanjang terjamin keamanannya
menurut ahli yang kredibel dan kompeten. Pada awalnya, Sinovac direkomendasikan untuk usia 15-59 tahun. Namun, Badan POM
kemudian merekomendasikan vaksin ini aman untuk usia di atas 60 tahun berdasarkan Surat BPOM Nomor T-
RG.01.03.32.322.02.21.00605/NE tertanggal 5 Februari 2021.
Vaksin AstraZeneca. Vaksin hasil kerjasama Oxford-AstraZeneca ini merupakan vaksin yang mampu memicu respons imun terhadap
penyakit seperti COVID-19. Ini juga dapat dikategorikan jenis vaksin biosintetik. Vaksin ini umumnya aman digunakan pada populasi
yang luas bahkan mereka yang memiliki masalah kesehatan kronis atau orang dengan gangguan kekebalan. Vaksin Astra-Zeneca
mencatat angka efikasi 62,10 persen dari total peserta uji klinis.
Vaksin COVID-19 Moderna yang merupakan jenis vaksin biosintetik. Moderna digunakan untuk usia 18 tahun ke atas dengan dua
suntikan yang diberikan selang 28 hari. Moderna mengklaim efikasi 94%.
Pembentukan Imunitas Tubuh Secara umum
para penerima vaksinasi harus menyadari bahwa setelah menerima vaksinasi dosis pertama, sistem kekebalan tubuh kita baru
dikenalkan kepada virus dan kandungan yang ada di dalamnya. Tujuannya adalah memicu respons kekebalan awal dan memori
kekebalan tubuh terhadap infeksi virus Sars-Cov2. Jadi, selama itu ia harus tetap patuh protokol kesehatan 3M. Vaksinasi dosis
kedua ditujukan untuk menguatkan respons imun yang telah terbentuk, untuk memicu respons antibodi yang lebih kuat dan lebih
efektif. Artinya vaksinasi kedua berfungsi sebagai booster untuk membentuk antibodi secara optimal. Secara keilmuan, imunitas
terbentuk dengan baik sekitar 28 hari setelah selesai vaksinasi.
Efek Samping Vaksin COVID-19
Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menjelaskan beberapa efek samping merupakan tanda normal bahwa tubuh
sedang berproses membangun sistem imun. Efek samping ini dapat mempengaruhi kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-
hari, tetapi akan hilang dalam beberapa hari. Efek samping yang umum dirasakan di lengan bagian suntikan berupa rasa sakit,
pegal, dandapat terjadi pembengkakan.
Sedangkan, efek samping lainnya yang dirasakan di seluruh atau bagian tubuh lainnya berupa demam, batuk, kelelahan, dan sakit
kepala dapat menyerang ke sebagian orang. Melalui tahapan pengembangan dan pengujian vaksin yang lengkap, efek samping
yang berat dapat terlebih dahulu terdeteksi sehingga dapat dievaluasi lebih lanjut. Manfaat vaksin jauh lebih besar dibandingkan
risiko sakit karena terinfeksi bila tidak divaksin. Apabila nanti terjadi Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI), Komite Nasional
Pengkajian dan Penanggulangan KIPI maupun komite di setiap daerah akan memantau dan menanggulangi KIPI.