A. Teknologi Pembenihan
Ikan Air Tawar Penerapan teknologi dalam kegiatan pembenihan ikan merupakan
jawaban atas berbagai kendala yang dialami oleh para pelaku usaha di sektor ini.
Berbagai kendala tersebut antara lain bisa datang dari musim yang kurang bersahabat,
keterbatasan lahan, problem genetika, rendahnya produktivitas, ataupun hama dan
penyakit. Penerapan teknologi dalam usaha pembenihan ini pada gilirannya membantu
para pembudidaya bibit ikan dalam menjalankan kegiatan produksi yang efisien, murah,
produktif dan berdaya saing. Dalam budidaya ikan air tawar, teknologi seleksi induk
merupakan langkah awal dalam usaha pembenihan. Langkah ini sangat menentukan
keberhasilan pembenihan secara keseluruhan. Karena itu, seleksi induk harus dilakukan
secara teliti dan akurat berdasarkan kriteria yang sudah ditentukan. Pemijahan dapat
dilakukan secara buatan melalui pemberian rangsangan hormon untuk proses pematangan
akhir gonad, pengurutan untuk proses pengeluaran telur dan pembuahan dengan
mencampur sperma dan telur. Bahan yang digunakan merangsang ovulasi pada ikan patin
yang sudah dikenal seperti ovaprim, HCG dan hipofisa ikan mas. Di lain pihak,
standarisasi perbenihan diperlukan dalam rangka penerapan sistem jaminan mutu.
Penetapan standar yang bertanggung jawab adalah Badan Standarisasi Nasional (BSN)
melalui proses perumusan standar menjadi Standar Nasional Indonesia (SNI) yang
diperlukan sebagai acuan dalam penerapan Cara Pembenihan Ikan Yang Baik (CPIB) dan
Sistem Mutu Perbenihan.
1. Inseminasi Buatan.
Proses inseminasi (pembuahan) buatan dilakukan dengan cara mencampur telur dan
sperma dengan larutan sodium 0,9% dan diaduk secara perlahan menggunakan bulu
ayam. Setelah diaduk secara merata dan telur terbungkus oleh sperma, langkah
selanjutnya adalah pencampuran larutan tanah merah yang berguna untuk menghilangkan
daya rekat telur kemudian diaduk sempurna hingga telur tidak menempel satu sama lain.
Untuk menghilangkan larutan tanah merah pada telur dilakukan beberapa kali pembilasan
menggunakan air bersih hingga telur bersih sempurna. Telur yang telah bersih kemudian
siap untuk dimasukan dalam corong penetasan.
3. Pengelolaan Pakan
Larva ikan patin dapat diberikan pakan berupa nauplius artemia setelah berumur 30-35
jam setelah menetas hingga larva berumur 7 hari. Frekwensi pemberian pakan berupa
nauplius artemia sebanyak 5 kali dengan interval waktu 4 jam sekali. Pada hari ke-2 dan
ke-3 sebaiknya frekwensi pemberian pakan ditingkatkan menjadi 6 kali dengan interval
waktu 4 jam sekali. Hal ini dikarenakan pada umur tersebut tingkat kanibalisme larva
tinggi, sedangkan pada hari ke-4 hingga hari ke-7 frekwensi pemberian pakan kembali
diturunkan menjadi 5 kali dengan interval waktu 4 jam sekali. Setelah berumur lebih dari
7 hari larva diberikan pakan pengganti berupa cacing sutra (tubifek). Cacing sutra yang
diberikan harus dicincang terlebih dahulu karena ukuran bukaan mulut larva yang masih
terlalu kecil. A-3-1. Cara Pemberian Pakan Artemia Cyste artemia ditetaskan dengan cara
perendaman dengan air laut atau air garam dengan salinitas 20-30 ppt. Selama penetasan
cyste artemia pada corong penetasan diberikan aerasi kuat agar cyste dapat teraduk dan
tidak mengumpul di bawah corong penetasan artemia. Cyste akan menetas sempurna dan
siap untuk dipanen setelah 24- 28 jam. Cara penen nauplius artemia dengan mematikan
aerasi atau mengangkat selang aerasi kemudian diamkan selama 10 menit. Setelah itu
cangkang cyste artemia akan mengapung di permukaan nauplius akan mengendap di
dasar corong penetasan. Pemanenan nauplius artemia adalah dengan mengambil
cangkang cyste artemia dengan menggunakan seser secara perlahan agar tidak teraduk.
Cara lain adalah dengan menyipon nauplius artemia dengan selang kecil secara perlahan.
Nauplius artemia kemudian disaring dengan menggunakan saringan plankton atau dengan
kain mori. Setelah artemia disaring, dilakukan pembilasan dengan menggunakan air
tawar bersih. Nauplius artemia kemudian dilarutan dalam air tawar dan ditebar pada
media pemeliharaan larva secara merata.