Kamu Harapkan?
Sudah sekitar tiga bulan lamanya, sebagian masyarakat Indonesia berada dalam situasi
yang tidak biasa, sebagai imbas pandemi Covid-19. Tidak biasa itu: sebagian masyarakat
bekerja dari rumah (work from home), tidak sedikit juga pekerja yang dirumahkan (atau di-
PHK), dan cukup banyak pekerja informal yang merosot bahkan nirpenghasilan. Catatan
Beban perekonomian yang ditimbulkan oleh pandemi ini terasa sangat berat. Pemerintah
memang menyalurkan bantuan sosial, tetapi menuai banyak kritikan. Basis data
penduduk dianggap sudah lampau, persyaratan yang berbelit, penyaluran barang yang
tidak merata, hingga solusi yang tak tepat sasaran. Alhasil, muncul banyak gerakan dari
bawah projek Wings of Emergency, Greenpeace Brazil memproduksi 850 masker kain per
hari untuk didistribusikan ke suku asli di Amazon demi mengurangi risiko dampak Covid-
19. Greenpeace juga mengirimkan bantuan tenaga medis profesional, logistik, dan
peralatan medis di daerah yang rentan tak tersentuh sistem bantuan kesehatan dan
Kini, di bulan Juni, pemerintah kita dan juga banyak negara mulai melonggarkan
kebijakan karantina, atau kita mengenalnya sebagai Pembatasan Sosial Berskala Besar
(PSBB). Masyarakat sudah gerah ingin kembali beraktivitas seperti dahulu, pemerintah
sudah gerah ingin menggulirkan kembali roda perekonomian. #NewNormal begitu gaung
Dunia tempat kita berpijak sebenarnya masih sama dengan segala problematikanya. Tapi
pandemi ini telah memberikan kita waktu jeda yang cukup lama untuk mengingat apa
yang sudah terjadi di masa prapandemi, untuk kemudian berbuat sesuatu yang lebih baik
pascapandemi. Wadahnya sama, tapi harapannya ada pada manusia untuk bersikap lebih
baik.
1. Kebijakan yang pro terhadap keberlanjutan alam dan semua makhluk hidup
Investasi ratusan atau ribuan triliun tidak akan berarti bila mengenyampingkan aspek
keberlanjutan. Duit bisa diciptakan, tetapi alam? Tuhan hanya menciptakannya sekali, dan
memberikannya kepada manusia untuk dijaga. Maka itu, sedih rasanya mendengar bila
Law, yang membuat kelestarian alam negara ini di jurang kehancuran karena, salah
satunya izin lingkungan dihilangkan. Miris pula melihat DPR ketuk palu mengesahkan
Ya.. ada sedikit angin segar dengan hadirnya National Plastic Action Partnership (NPAP).
Lewat Skenario Perubahan Sistem yang berisikan lima langkah, Indonesia menargetkan
untuk mengurangi sampah plastik di lautan sebesar 70% pada 2025, dan mewujudkan
Indonesia bebas sampah plastik pada 2040. Salah satu langkahnya, reduksi penggunaan
plastik sekali pakai akan dilakukan. Eits, jangan terlena dulu ya, langkah ini cukup
progresif tapi perlu dicermati celah yang bisa dimanfaatkan oleh industri. Apalagi NPAP ini
Jakarta sudah punya MRT, dan terakhir LRT. Dua moda transportasi modern sebagai
pilihan bagi kaum komuter, selain busway dan KRL. Dengan fasilitas yang bagus, MRT
sepertinya berhasil menjadi pilihan masyarakat kelas menengah bahkan atas. Mereka
mengurangi volume bepergian dengan mobil pribadi. Bisa terlihat dari berbagai postingan
sosial media sejumlah artis, misalnya. Saya pun cukup bisa melihat jelas bagaimana
masyarakat golongan tersebut menikmati naik MRT. Tak heran, pihak MRT mendapatkan
angka pengguna yang lumayan tinggi, bisa lebih dari 80.000 orang per hari, berdasarkan
Walau belum tuntas untuk seluruh rangkaian rutenya, LRT juga mendapatkan perhatian
tinggi dari masyarakat. Mengingat rutenya berbeda dengan MRT. Bila semua moda
transportasi ini bisa terintegrasi penuh, dan pelayanannya baik, bukan tidak mungkin
Sementara itu, para pengguna sepeda dan pejalan kaki memang sudah
kantor, ditambah lagi salah satu perusahaan transportasi online pun memiliki lini bisnis
pengantaran yang memakai sepeda. Ini gambaran jelas, pengguna sepeda harus
Seor
ang kurir jasa pengantaran mengendarai sepeda di jalanan kosong Jakarta saat PSBB.
Greenpeace
Sejatinya, mobilitas yang seharusnya terjadi adalah mobilitas untuk orang, bukan
3. Kedaulatan pangan
Masalah pangan ini mendapatkan sorotan khusus ketika pandemi. Banyak masyarakat
yang tidak mempunyai biaya untuk kebutuhan makanan sehari-hari. Sebagai solusi, ada
muncul dapur umum, ada juga masyarakat yang saling bantu lewat memberi bahan
mentah dengan cara digantung di depan rumah. Banyak juga muncul ruang diskusi soal
menanam sejumlah bahan pangan di rumah. Untuk mengisi perut sendiri dan keluarga.
Ini menarik! Ternyata gerakan urban farming (petani kota) itu cukup banyak loh! Tidak
butuh lahan luas. Sebuah talang air bekas bisa jadi ‘lahan’ buat menanam daun bawang.
Bila hasil panennya berlebih, tentu bisa berbagi dengan tetangga. Sebisa mungkin kita
menanam tanaman pangan di rumah kita. Sehingga bila ada pandemi seperti ini, atau
gejolak kelangkaan dan mahalnya harga produk pangan, itu bisa dilalui.
Pelat
ihan urban farming di acara Make Smthng yang diadakan Greenpeace Indonesia di
Untuk ruang hijau, di sejumlah kota besar (Jakarta, Bandung, Surabaya, misalnya),
pemerintahnya sudah mulai sadar dan memperbaiki, juga menambah ruang terbuka hijau.
Ruang ini juga bisa menjadi sarana bagi masyarakat untuk berinteraksi dan beraktivitas.
Bahkan ruang terbuka hijau memiliki segudang manfaat, mulai sebagai ‘paru-paru’ kota
Ruang terbuka hijau juga merupakan salah satu solusi untuk penanganan polusi udara.
Dengan banyaknya ketersediaan ruang hijau, polutan yang berada di udara mampu
diserap oleh pohon-pohon atau tanaman yang ada di sekitar area tersebut. Namun,
tentunya hal tersebut belum cukup untuk mengembalikan langit biru Jakarta. Pemerintah
pusat maupun daerah harus bersinergi untuk mengatasi polusi udara dari sumbernya.
5. #SalingBantu antarwarga
Pandemi ternyata telah memunculkan sikap solidaritas sesama manusia yang begitu
pasien. Membantu warga yang sulit membeli kebutuhan hidup karena tak ada lagi
penghasilan. Sungguh indah! Sisi humanis manusia terangkat ke permukaan dan kian
menggelora. Ini membuahkan hasil nyata, minimal membantu mengisi perut sebagian
masyarakat yang tidak berdaya. #SalingBantu ini kiranya terus berakar karena tidak bisa
Jadi, kalau saya melihat #betternormal seyogyanya dimulai dari lingkup kebijakan.
Harapan itu masih ada meski menipis. Tapi, jangan mentok di situ. Lebih baik kita mulai
dari diri sendiri, lalu bantu sesama. Kita bisa pilih untuk hidup hijau. Bila kita dan seisi
rumah kita bisa melakukan itu, lalu menginspirasi tetangga, tetangga melanjutkan
kebaikan kepada tetangga lainnya, niscaya #betternormal itu berarti dunia yang lebih baik.
Bekerja dari Rumah:
Menanam Kultur Kerja Fleksibel
Di masa lalu, bekerja dari rumah bagi pekerja purna waktu atau full time dianggap
sebagai hal negatif, terutama karena faktor gangguan non-kerja yang diperkirakan akan
muncul serta sulitnya pengawasan yang berakibat pada rendahnya produktivitas. Bekerja
dari rumah biasanya hanya dilakukan dalam situasi tertentu, ketika pekerja tidak
Saat ini pandangan tersebut mulai berubah terutama karena teknologi yang
bekerja dari rumah saat ini malah dianjurkan untuk menghindari terjadinya penularan.
Bekerja dari rumah menjadi bagian dari social distancing, yang diperlukan untuk
sentuhan antar manusia, atau jika cairan tubuh penderita mengenai orang lain dan
masuk dalam jaringan pernafasan. Dengan bekerja dari rumah, persinggungan fisik
antara manusia yang bisa terjadi ketika mereka berangkat ke kantor dengan menggunakan
transportasi publik, atau ketika melakukan rapat secara tatap muka di kantor dapat
dicegah.
Meskipun pada awalnya bekerja dari rumah dimaksudkan untuk mencegah penyebaran
penyakit, dan mencegah perusahaan mengalami kerugian lebih besar jika harus
membiayai pekerja yang tertular penyakit, pada akhirnya memperkenalkan kultur bekerja
baru pada berbagai segmen pekerjaan. Apakah setelah Pandemi COVID-19 berlalu,
bekerja dari rumah akan tetap menjadi pilihan. Bagaimana hal tersebut berdampak
pada produktivitas?
bekerja di kantor, sangat tergantung pada jenis pekerjaan, kebijakan perusahaan dan
Sedangkan pilihan individu ditentukan oleh pola dan gaya bekerja. Keharusan bekerja
dari rumah yang ditetapkan oleh pemerintah terkait COVID-19 bagi banyak orang
menjadi hal yang tidak menyenangkan, karena mereka tidak bisa bekerja ketika TV di
rumah menyala, atau mendengar anak menangis, sehingga pada akhirnya tidak
menghasilkan apa-apa. Sedangkan bagi yang lain bekerja dari rumah di rasa lebih
Perbedaan kenyamanan dan penerimaan untuk bekerja di rumah pada tingkat individu
ini ditunjukkan oleh berbagai studi. Global Workplace Analytics2 menyatakan bahwa 37
persen dari pekerja yang diteliti menginginkan bekerja dari rumah, karena alasan
persen responden bersedia jika untuk itu gajinya harus dipotong antara 5 sampai 10
persen.
Hal ini sesuai dengan observasi asosiasi ahli psikologi Amerika bahwa bekerja secara
remote akan meningkatkan kepuasan pekerja jika diterapkan secara benar 3. Studi
Staples pada tahun 2011 menemukan bahwa pekerja yang bekerja dari rumah
mengalami stres 25 persen lebih rendah dibanding mereka yang bekerja dikantor. Di
oleh Biro Statistik Pekerja 2018, 57 persen bekerja dengan waktu yang fleksibel, 29
persen dapat bekerja dari rumah dan 25 persen kadang-kadang bekerja dari rumah4.
bahwa bekerja dari rumah dengan waktu yang fleksibel memberi perasaan bebas,
karena pekerja dapat mengatur waktu dan hidupnya sendiri, dan tidak ditentukan oleh
atasan5. Perempuan yang mempunyai jam kerja yang fleksibel dengan berbagai
bentuknya atau yang bekerja dari rumah biasanya bekerja di sektor jasa, menghasilkan
(pengembang software, data analis, serta bagian pemasaran)6. Bagi pekerja perempuan
yang mempunyai anak-anak masih kecil, bekerja dari rumah menjadi kesempatan ideal.
1 White, Sarah, (2020), “Working from home can benefit employers as much as employees”.
https://www.monster.com/career- advice/article/the-benefits-of-working-from-home
2 Peek, Sean, Communication Technology and Inclusion Will Shape Future of Remote Work . Business News Daily, 18
Maret 2020.
3 Ibid.
4 Papandrea, Dawn (2020). Working from Home Affords You Flexibility, but also demands a lot from
5 Hendytio, Medelina K and Barany, Lestary J. “Impact of Disruptive Technology on Indonesia Women Workers”, ADB
Paper, 2019.
6 Coffman, Katherine B., Christine L. Exley, and Muriel Niederle. 2017. “When Gender Discrimination Is Not About
Gender.”
kerja adalah adanya beban ganda yaitu melakukan pengasuhan anak dan sekaligus
bekerja7. Dengan bekerja dari rumah perempuan memperoleh waktu yang fleksibel di
antara keluarga dan pekerjaan agar terhindar dari konflik keluarga atau konflik peran9.
Dampak konflik keluarga adalah munculnya tekanan psikologis, depresi, komplain serta
bekerja dalam kehidupan keluarga, menurunnya komitmen pada organisasi dan akhirnya
Bukti Sebaliknya
Akan tetapi, studi lain menunjukkan hasil yang bertolak belakang. Sebuah laporan
persen pekerja jarak jauh melaporkan tingkat stres yang tinggi, dibanding hanya 25
persen pekerja kantor yang mengalami hal sama12. Sejalan dengan temuan itu adalah
hasil studi ILO yang dilakukan di 15 negara13. Bahwa ternyata para pekerja remote
termasuk di dalamnya mereka yang bekerja dari rumah, yang terisolasi mengalami
peningkatan level stres. 52 persen pekerja yang bekerja dari rumah—setidaknya dalam
teknologi kecenderungan bekerja dari jarak jauh termasuk dari rumah cenderung
dan waktu panjang untuk berkonsentrasi akan cenderung bekerja dari rumah, karena
lain yang muncul jika bekerja di kantor. Jenis-jenis pekerjaan dengan platform online
atau virtual, serta yang berbasis digital akan dapat dikerjakan dari rumah tanpa
jam kerja yang fleksibel. Jenis-jenis pekerjaan ini telah meleburkan batas antara domain
kerja dan privat. Keberadaan telecommuting, video percakapan, conference calls, jaringan
VPN serta internet tanpa kabel, memungkinkan setiap pekerja dapat terus terhubung
Produktivitas
Terlepas dari soal kenyamanan dan pilihan individu, beberapa studi menunjukkan
bahwa dibanding bekerja di kantor, bekerja dari rumah bagi orang yang tepat justru
7 Cameron, Lisa. “Gender Inequality in the Indonesia Labor Market.” University of Melbourne, July 24, 2018.
8 Cazes, Sandrine, Alexander Hijzen, and Anne Saint-Martin. 2016. “Measuring and Assessing Job Quality: The OECD
Job Quality Framework.” OECD Social, Employment and Migration Working Papers 174.
9 Madsen, Susan R. 2003. “The Effects of Home-based Teleworking on Work-Family Conflict.” Human Resource
Development Quarterly
10 Dawn, S. Carlson, K.Michele Kacmar, and Larry J. Williams. 2000. “Construction and Initial Validation of a
https://doi.org/10.1006/jvbe.1999.1713
11 Clark, Sue Campbell. 2000. “Work-Family Border Theory: A New Theory of Work-Life Balance.” Human Relations
53: 747-770.
12 Russel, Stephanie, “How remote working can increase Stress and reduce well-being”. ,The Conversation, 25 oktober
2019.
13 Maharrani, Anindhita. 2020. "Pekerja Remote Berisiko Stres". Lokadata.ID. https://lokadata.id/artikel/pekerja-remote-
berisiko- stres.
14 Russel, Stephanie.
pekerja full-time, 505 di antaranya bekerja dari jarak jauh atau remote. Hasil studi tersebut
menunjukkan bahwa pekerja yang bekerja dari jarak jauh atau remote lebih produktif
dibandingkan dengan mereka yang bekerja di kantor. Mereka juga bekerja dengan
waktu yang lebih lama serta beristirahat lebih sedikit. Bahkan terkadang mereka juga
bekerja meskipun sakit. Dalam setahun mereka bekerja 17 hari lebih lama dibanding
Pekerja remote biasanya mengompensasi waktu istirahat yang mereka ambil dengan
lebih lama melakukan pekerjaan. Jumlah pekerja remote yang menyatakan terganggu oleh
atasan sebesar 15 persen, dibanding 22 persen pekerja yang berada di kantor yang
menunjukkan bahwa pekerja di kantor 37 menit tidak produktif (tidak termasuk makan
siang dan istirahat) sedangkan pekerja remote tidak produktif hanya selama 27 menit.
keuntungan dalam jangka pendek dan jangka panjang. Perusahaan dapat menghemat
biaya operasional, karena tidak perlu membayar uang transport, uang makan, biaya
listrik, dan AC dan biaya operasional yang lain. Studi Airstaker menunjukkan pekerja
yang bekerja dari rumah cenderung tidak mudah mengundurkan diri, dibanding mereka
yang bekerja di kantor. Estimasi menunjukkan bahwa untuk setiap pekerja yang bekerja
Dalam jangka panjang penghematan biaya tersebut dapat diberikan kepada karyawan
dalam bentuk bonus. Selain itu perusahaan mempunyai ‘pool of talent’ yang cukup luas.
Perusahaan mempunyai pilihan calon yang lebih banyak jika akan merekrut pegawai baru.
Dengan demikian perusahaan dapat memilih siapa pun dengan kualifikasi terbaik dari
wilayah mana pun tanpa perlu mengkhawatirkan tentang jarak tempuh antara tempat
tinggal dan tempat bekerja. Artinya, dalam domain teknologi, di mana sebagian
pekerjaan dilakukan dengan komputer dan online, tempat tinggal pekerja di mana pun
tidak penting lagi, asal mempunyai koneksi internet yang dapat diandalkan.
Tantangan
Meskipun bekerja di rumah menjadi pilihan banyak orang dan sekaligus menjadi kebijakan
perusahaan ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan. Pertama, bekerja dari rumah
memerlukan dukungan broadband yang kuat dan stabil, sehingga komunikasi dan
koneksi antara pekerja dan kantor tidak terputus. Fasilitas ini harus dimiliki tidak hanya
oleh perusahaan tetapi juga dimiliki secara pribadi oleh pekerja di rumah. Untuk kasus
Indonesia hal ini masih sulit, karena tidak semua orang tidak memiliki akses seperti itu
karena mahalnya biaya sambungan. Dengan bekerja dari rumah sebenarnya pekerja
seperti ruang kerja, listrik, sambungan internet maupun peralatan kerja lainnya.
rumah adalah soal tanggung jawab keamanan. Ketika komunikasi dan interaksi
dilakukan secara virtual, gangguan terhadap keamanan data, dokumen maupun file-file
penting yang dipertukarkan secara online dapat terjadi, termasuk menghadapi virus atau
keamanan ini.
kebijakan-kebijakan lain untuk menjamin produktivitas. Dalam hal ini penentuan KPI (Key
Performance Index) atau indeks penilaian kunci perlu dilakukan dengan rigid, terukur
Yang penting para pekerja mengetahui apa yang diharapkan dari mereka dan semua
hasil dapat diukur. Dalam konteks ini penilaian dan penggajian maupun pemberian
diterapkan pada perusahaan manufaktur atau pabrik, di mana setiap pekerja harus
Keempat, dalam melaksanakan pekerjaan terutama jika diperlukan kerja tim, semangat
kerja bersama, solidaritas dan empati diperlukan untuk membangun tim yang kuat.
Hal ini akan sulit dibangun jika tidak ada pertemuan dan interaksi langsung.
Pertemuan secara virtual yang hanya terjadi beberapa kali seminggu tidak cukup kuat
untuk membangun semangat kebersamaan dan kerja sama yang sangat diperlukan
dalam masa krisis atau jika terjadi krisis dalam perusahaan. Kesulitan lain bagi
atasan atau supervisor adalah jaminan bahwa pekerja berada di tempat dan
tersambung dengan kantor pada saat dibutuhkan. Dan ini juga berarti gangguan
perubahan jadwal, ataupun kebutuhan data yang tiba-tiba tidak selalu dapat dipenuhi
Kesimpulan
Bekerja dari rumah akan memberi kenyamanan dan produktivitas yang berbeda
preferensi individual. Artinya, bekerja dari rumah secara efektif tidak berlaku bagi
semua pekerja atau semua jenis pekerjaan. Secara umum pekerjaan yang berbasis
teknologi, digital dan jaringan dapat dikerjakan dari rumah dengan jadwal kerja yang
rumah, bagi penyediaan fasilitas koneksi, alur kerja yang memungkinkan waktu kerja
Kebijakan “belajar dari rumah” sebagai respons dari pandemi COVID-19 memiliki
dampak serius kepada 68 juta siswa dan 3,2 juta guru. 1 Pembelajaran jarak jauh (PJJ)
di wilayah terpencil karena keterbatasan akses internet dan biaya yang harus
dikeluarkan setiap murid. Sekolah dan murid-murid yang tidak memiliki fasilitas
1 “Beda Sikap Nadiem dan Serikat Guru soal Belajar Selama Corona”, CNN
20-499378/beda-sikap-nadiem-dan-sersoal-belajar-selama-corona
1
untuk mengurangi dampak buruk dari pandemi COVID-19, termasuk pembentukan
Sektor pendidikan pada dasarnya hidup dalam konteks jejaring kompleks yang
sebuah keluarga memiliki dampak besar terhadap lama sekolah dan kualitas
Pendidikan individu.
Dalam sebuah penelitian yang dibuat oleh SMERU Research Institute, Pandemi
angka kemiskinan di tahun 2020 meningkat sebanyak 4 persen dari tahun 2019 menjadi
sekitar 12 persen. Apabila kita menempatkan angka tersebut dalam konteks keluarga,
peningkatan tersebut bisa memiliki dampak yang cukup besar kepada sektor
pendidikan terutama dalam kemampuan orang tua memberikan fasilitas belajar bagi
anak-anaknya.
Pandemi COVID-19 sudah jelas akan memiliki dampak yang beragam terhadap kelas-
kelas ekonomi yang berbeda. Selain kelas miskin sebagai prioritas utama, kelas
selanjutnya karena mereka bisa saja kembali masuk kalangan miskin ketika menerima
pendidikan seorang anak selesai. 3 Terdapat perbedaan angka lama sekolah yang
signifikan (4.54 tahun) antara kelompok tertinggi dan terendah. Ketimpangan tersebut
merupakan sebuah masalah yang sudah menempel dalam pendidikan Indonesia dalam
Maka dari itu, penurunan status ekonomi jutaan keluarga akibat wabah COVID-19
dapat semakin mengurangi rata-rata lama sekolah anak-anak. Belum lagi dengan
Indonesia sudah mulai melaporkan masalah pembayaran biaya SPP yang tidak sesuai
ataupun tidak tepat waktu.5 Sekolah-sekolah yang memiliki angka guru honorer dan
tidak tetap yang tinggi akan mengalami kesulitan yang lebih serius karena guru tanpa
sertifikasi memiliki pendapatan yang lebih rendah. Daerah seperti Kabupaten Garut
sudah mulai inisiatif menyalurkan dana bagi guru-guru tidak tetap di wilayahnya. 6
Kelompok rentan yang sudah tertinggal dalam kualitas pendidikan akan semakin
terjatuh karena kondisi ekonomi yang semakin terpuruk dan pendidikan anak-anak
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200428071536-532-497901/hati-hati-
kelas-menengah-rentan-jatuh-miskin-karena-pandemi
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/11/05/tingginya-ketimpangan-
pendidikan-antar-kelompok-ekonomi-di-indonesia#
5 “Virus corona: Guru honorer jual barang, orang tua siswa tunggak iuran
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-52525402
https://www.garutkab.go.id/news/pemkab-garut-alokasikan-anggaran-
8-miliar-bantu-guru-honorer-dan-swasta
2
keberlangsungan sekolah, kesejahteraan guru, dan beban orang tua murid yang
Kebijakan PJJ Kemendikbud mendapat berbagai macam respons dari publik. Meskipun
tidak ideal, PJJ dianggap sebagai satu-satunya kebijakan yang memungkinkan proses
terdapat dua masalah utama yang menghambat efektivitas proses PJJ yaitu
Indonesia belum dijangkau oleh internet, bahkan sinyal komunikasi dan listrik pun
belum mencapai beberapa wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar). Salah satu
building block dari sebuah pembelajaran jarak jauh yang efektif adalah kecepatan
internet yang memadai dan stabil. Tanpa koneksi yang stabil, murid tidak mungkin
mendapatkan materi pembelajaran secara utuh dan proses pemahaman pun terbatas
dan dibatasi oleh internet. Ketimpangan akses terhadap internet tersebut dapat terlihat
jelas ketika kita membandingkan data antara wilayah perkotaan dan pedesaan.
Berdasarkan data dari BPS, persentase rumah tangga dengan akses internet di
Indonesia terus meningkat setiap tahunnya dan mencapai 78% pada tahun 2018.
Meskipun begitu, terlihat adanya disparitas yang cukup tinggi antara akses internet di
pedesaan dan perkotaan yaitu 27% di tahun 2018. Disparitas akses tersebut dapat
dilihat ketika membandingkan beberapa provinsi di Indonesia. Yogyakarta dan Jakarta
memiliki penetrasi internet yang mencapai 50%. Sementara itu, penetrasi internet di
asumsi disparitas pendidikan bagi beberapa wilayah ketika melaksanakan PJJ yang
bersifat daring.
provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB), Kalimantan Utara
(Kaltara), dan Jawa Timur untuk mengetahui penerapan kebijakan belajar dari rumah. 8
Dari keempat provinsi tersebut, Provinsi NTB dan NTT mencatat angka pembelajaran
daring paling rendah yaitu 7% dan 4% selebihnya menggunakan buku dan lembar kerja
siswa (LKS). Jadi, di samping disparitas regional untuk akses internet, pemanfaatannya
pun masih terfragmentasi pada kelas dan wilayah tertentu. Murid-murid yang tidak
metode pembelajaran PJJ. Secara umum PJJ menambahkan beban kepada guru
karena kebanyakan dari mereka baru pertama kali melakukan pembelajaran dari jarak
jauh. Dengan adanya pandemi COVID-19, sekolah mengerti bahwa proses belajar tidak
bisa dilakukan dalam waktu yang lama seperti pada situasi normal. Akibatnya, guru
terpaksa memadatkan materi pembelajaran yang banyak dalam beberapa jam saja. 9
Bagi murid-murid di wilayah perkotaan, masalah utamanya biasanya berasal dari pola
pemberian tugas tanpa ada timbal balik dari guru. Hal tersebut terjadi karena pada
8 Senza Arsedy, George Adam Sukoco, dan Rasita Ekawati Purba, “Riset
dampak COVID-19: potret gap akses online ‘Belajar dari Rumah’ dari 4 provinsi”, The
gap-akses-online-belajar-dari-rumah-dari-4-provinsi-136534
499370/fsgi-sebut-kualitas-pendidikan-indonesia-turun-saat-corona
3
menengah di Indonesia tidak memiliki sistem pembelajaran daring sehingga guru hanya
Selain itu, banyak murid yang mengeluh tidak ada penjelasan dari guru tentang materi-
materi yang mereka kerjakan. Padahal, guru bisa saja merekam video penjelasan
sebuah materi sebelum memberikan tugas kepada murid. Masalahnya, mereka kurang
memanfaatkan sarana dasar yang ada. Ditambah lagi, Kemendikbud pun tidak
memberikan arahan yang spesifik dan detail dalam pelaksanaan PJJ di masa pandemi
COVID-19 sehingga guru dan sekolah dituntut untuk berinovasi dan membuat
kebijakannya masing-masing.
Bagi sekolah dan guru yang berada di wilayah terpencil, permasalahannya juga tentang
tidak ada atau tidak stabil, keterbatasan finansial keluarga murid, dan fasilitas digital
sekolah yang terbatas. Bagi wilayah pedesaan yang masih bisa mengakses internet,
biaya menjadi kendala karena keluarga murid yang tidak bisa membayar pulsa dan
paket data internet bagi anaknya. Pada akhirnya guru kerap terpaksa mendatangi murid
juga institusi Pendidikan Indonesia yang tidak siap menghadapi situasi tidak terduga
seperti sekarang. Lebih dari itu, kebijakan PJJ memperlihatkan ketidaksiapan Indonesia
antara wilayah maju dengan fasilitas internet dan wilayah terpencil tanpa sinyal begitu
besar sehingga pemerintah pun harus melakukan jenis intervensi yang berbeda sesuai
rumah tertuang dalam Surat Edaran Mendikbud tentang Pembelajaran secara Daring
dan Bekerja dari Rumah untuk Mencegah Penyebaran COVID -19 yang isinya
menjelaskan tentang pelaksanaan PJJ bagi seluruh sekolah dan perguruan tinggi di
daring yang bisa dimanfaatkan oleh sekolah dan siswa. Dalam praktiknya, banyak
tenaga pengajar yang tidak dilatih dan tidak mengetahui cara penggunaan sarana
pembelajaran daring.
Lalu, melalui Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan
pembelajaran. Selain itu, terdapat beberapa poin tentang pelaksanaan PJJ termasuk
imbauan agar guru tidak terlalu membebankan murid dengan capaian yang sesuai
dengan kurikulum dan penilaian yang bersifat timbal balik menyesuaikan dengan
kebutuhan murid. Surat Edaran Nomor 4 sayangnya tidak memberikan arahan khusus
tentang petunjuk pelaksana (juklak) bagi guru dalam melaksanakan PJJ. Surat tersebut
hanya berperan sebagai arahan umum tentang apa yang harus diajarkan dan
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-51906763
11 “Virus corona: Kisah guru di Jawa Barat mendatangi rumah murid-muridnya yang
4
Pada pertengahan April 2020, Kemendikbud melakukan kerja sama dengan TVRI
dan RRI untuk menayangkan program edukasi demi membantu murid dan guru
selama PJJ. Namun, banyak pihak yang menganggap materi yang disampaikan di
TVRI terlalu monoton dan tidak efektif. 12 Meskipun langkah tersebut perlu
pembelajaran yang satu arah dan masalah pendidikan bagi keluarga miskin yang
Wahana Visi Indonesia melakukan survei terhadap 3.000 anak di 30 provinsi pada
pembelajaran jarak jauh (PJJ) dan jaga jarak selama corona. 13 Survei tersebut
menjelaskan bahwa situasi keluarga juga berdampak pada emosional anak. Murid
juga banyak yang kesulitan menghadapi metode PJJ yang hanya difokuskan pada
pemberian tugas tanpa jadwal yang teratur. Hal tersebut, kembali lagi, terjadi
karena guru yang tidak memiliki pengalaman dalam proses pembelajaran yang
bersifat eksklusif pada sektor industri dan ekonomi, sementara sektor Pendidikan
oleh sektor swasta berbentuk startup seperti Zenius dan Ruangguru yang pada
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200504145301-20-499875/materi-
program-belajar-tvri-dinilai-jadul-dan-tak-efektif
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200506181541-20-500840/home-
sweet-home-tak-berlaku-belajar-makin-sporadis-dan-kaku