Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Tujuan umum audit adalah untuk menyatakan pendapat atas kewajaran,


dalam semua hal yang material, posisi keuangan dan hasil usaha serta arus kas
sesuai dengan prinsip akuntansi yang berterima umum. Untuk mencapai tujuan ini
auditor perlu menghimpun bukti kompeten yang cukup. Untuk menghimpun bukti
kompeten yang cukup, auditor perlu mengidentifikasikan dan menyusun sejumlah
tujuan audit spesifik untuk setiap akun laporan keuangan. Dangan melihat tujuan
audit spesifik tersebut, auditor akan dapat mengidentifikasi bukti apa yang dapat
dihimpun, dan bagaimana cara menghimpun bukti tersebut.

Sebagai dasar untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan,


auditor mengumpulkan bukti audit. Meskipun catatan akuntansi menyediakan
bukti audit yang cukup untuk mendukung pendapat auditor, namun catatan
tersebut bukan merupakan satu-satunya bukti audit yang dikumpulkan oleh
auditor. Auditor juga mengumpulkan bukti audit dengan melakukan pegamatan
langsung terhadap penghitungan fisik sediaan, mengajukan permintaan
keterangan, dan mendapatkan bukti dari berbagai sumber di luar perusahaan klien.

Kertas kerja adalah catatan-catatan yang diselenggarakan auditor


mengenai prosedur audit yang ditempuhnya, pengujian yang dilakukannya,
informasi yang diperolehnya, dan kesimpulan yang dibuatnya berkenaan dengan
pelaksanaan audit. Kertas kerja juga merupakan penghubung antara catatan klien
dengan audit. Oleh karena itu, pembuatan dan penyimpanan kertas kerja
merupakan pekerjaan yang penting dalam audit. Dalam proses auditnya, auditor
harus mengumpulkan atau membuat berbagai tipe bukti untuk mendukung
simpulan dan pendapatnya atas laporan keuangan auditan. Untuk pengumpulan
dan pembuktian bukti audit itulah auditor membuat kertas kerja.

1
2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana tentang Bukti Audit?
1.1 Apa pengertian bukti audit?
1.2 Bagaimana kecukupan bukti audit?
1.3 Bagaimana kompetensi bukti audit?
1.4 Bagaimana sifat bukti audit?
1.5 Bagaimana prosedur untuk menghimpun bukti audit?
1.6 Bagaimana dalam evaluasi bukti audit?
1.7 Pendekatan apa saja yang ada dalam audit?
2. Bagaimana tentang Kertas Kerja Pemeriksaan?
2.1 Apa pengertian dari Kertas Kerja Pemeriksaan?
2.2 Bagaimana sifat Kerahasiaan Kertas Kerja Pemeriksaan?
2.3 Apa tujuan dari Kertas kerja Pemeriksaan?
2.4 Apa saja klasifikasi dalam Kertas Kerja Pemeriksaan?
2.5 Apa saja jenis-jenis Kertas Kerja Pemeriksaan?
2.7 Bagaimana pembuatan Kertas Kerja Pemeriksaan?
2.7 Apa saja prinsip penyusunan Kertas Kerja Pemeriksaan?
2.8 Bagaimana ukuran (standar penyiapan kertas kerja)?
2.9 Bagaimana review atas Kertas Kerja Pemeriksaan?
2.10 Apa saja pengarsipan dalam Kertas Kerja Pemeriksaan?
2.11 Bagaimana tentang pemilik dan penyimpanan Kertas Kerja
Pemeriksaan?
3. Bagaimana keterkaitan kasus manipulasi laporan keuangan PT KAI
dengan bukti audit dan kertas kerja pemeriksaan?

2
3. Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang Bukti Audit
1.1 Untuk mengetahui pengertian bukti audit
1.2 Untuk mengetahui kecukupan bukti audit
1.3 Untuk mengetahui kompetensi bukti audit
1.4 Untuk mengetahui sifat bukti audit
1.5 Untuk mengetahui prosedur untuk menghimpun bukti audit
1.6 Untuk mengetahui evaluasi bukti audit
1.7 Untuk mengetahui pendekatan dalam audit
2. Untuk mengetahui tentang Kertas Kerja Pemeriksaan
2.1 Untuk mengetahui pengertian dari Kertas Kerja Pemeriksaan
2.2 Untuk mengetahui sifat Kerahasiaan Kertas Kerja Pemeriksaan
2.3 Untuk mengetahui tujuan dari Kertas kerja Pemeriksaan
2.4 Untuk mengetahui klasifikasi dalam Kertas Kerja Pemeriksaan
2.5 Untuk mengetahui jenis-jenis Kertas Kerja Pemeriksaan
2.7 Untuk mengetahui cara pembuatan Kertas Kerja Pemeriksaan
2.7 Untuk mengetahui prinsip penyusunan Kertas Kerja Pemeriksaan
2.8 Untuk mengetahui ukuran (standar penyiapan kertas kerja)
2.9 Untuk mengetahui review atas Kertas Kerja Pemeriksaan
2.10 Untuk mengetahui pengarsipan dalam Kertas Kerja Pemeriksaan
2.11 Untuk mengetahui pemilik dan penyimpanan Kertas Kerja
Pemeriksaan
3. Untuk mengetahui keterkaitan kasus manipulasi laporan keuangan PT KAI
dengan bukti audit dan kertas kerja pemeriksaan

3
BAB II
PEMBAHASAN

1. BUKTI AUDIT
Bukti audit adalah segala informasi yang mendukung angka-angka atau
atau informasi lain yang disajikan dalam laporan keuangan, yang dapat digunakan
oleh auditor sebagai dasar yang layak untuk menyatakan pendapatnya.

1.1 Pengertian Bukti Audit

Bukti audit adalah semua informasi yang digunakan oleh auditor untuk
menyatakan opini audit. Tujuan audit laporan keuangan adalah untuk memberikan
pendapat atas kewajaran laporan keuangan klien. Untuk mendasari pemberian
pendapat tersebut, auditor harus memperoleh dan mengevaluasi bukti. Sebagian
besar waktu audit sebenarnya tercurah pada perolehan atau pengumpulan dan
pengevaluasian bukti tersebut.

Auditor harus menghimpun evidential matter (hal-hal yang bersifat


membuktikan) dan tidak sekedar evident atau bukti konkrit sebagai dasar untuk
menyatakan pendapat atas laporan keuangan klien.

Bukti audit dikumpulkan oleh auditor sebagai dasar untuk menyatakan


pendapat atas laporan keuangan auditan. Selain catatan akuntansi, auditor juga
mengumpulkan bukti dengan melakukan pengamatan langsung terhadap
perhitungan fisik sediaan, mengajukan permintaan keterangan, dan mendapatkan
bukti dari berbagai sumber di luar perusahaan klien.
Bukti audit yang mendukung laporan keuangan terdiri dari data akuntansi
dan semua informasi penguat (corroborating information) yang tersedia bagi
auditor.
 Data Akuntansi
Jurnal, buku besar, dan buku pembantu, serta buku pedoman akuntansi,
memorandum, dan catatan tidak resmi, seperti daftar lembaran kerja (work

4
sheet) yang mendukung alokasi biaya, perhitungan, dan rekonsiliasi secara
keseluruhan merupakan bukti yang mendukung laporan keuangan.
Auditor menguji data akuntansi yang mendasari laporan keuangan dengan
jalan :
1) Menganalisis dan me-review,
2) Menelusuri kembali langkah-langkah prosedur yang diikuti dalam
proses akuntansi dan dalam proses pembuatan lembaran kerja dan
alokasi yang bersangkutan,
3) Mennghitung kembali dan melakukan rekonsiliasi jumlah-jumlah yang
berhubungan dengan penerapan informasi yang sama.
 Informasi Penguat
Informasi penguat meliputi :
 Segala dokumen seperti cek, faktur, surat kontrak, notulen rapat,
konfirmasi, dan pernyataan tertulis dari pihak yang mengetahui,
 Informasi yang diperoleh auditor melalui permintaan keterangan,
pengamatan, inspeksi dan pemeriksaan fisik,
 Informasi lain yang dikembangkan oleh atau tersedia bagi auditor
yang memungkinkannya untuk menarik kesimpulan berdasarkan
alasan yang kuat.
Dokumen yang relevan yang menunjang pencatatan dalam akun-akun dan
asersi dalam laporan keuangan, biasanya disimpan dalam arsip perusahaan dan
tersedia bagi auditor untuk diaudit.
Bukti audit merupakan suatu konsep yang fundamental di dalam audit. Hal
itu dinyatakan secara jelas dalam standar pekerjaan lapangan ketiga, yang
menyatakan bahwa :

“bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inpeksi, pengamatan,
pengajuan pertanyaan, dan konfirmasi sebagai dasar yang memadai untuk
menyatakan pendapat atas laporan keuangan audit.”

5
Dari kalimat tersebut di atas, diperoleh hal penting yang berkaitan dengan
audit, yaitu:

1. Kecukupan bukti audit


2. Kompetensi bukti audit
3. Dasar yang memadai atau rasional
4. Sifat bukti
5. Prosedur yang dapat dilakukan untuk menghimpun bukti

1.2 Kecukupan Bukti Audit


Cukup atau tidaknya bukti Audit berkaitan dengan kuantitas bukti yang
harus dikumpulkan oleh auditor. Faktor yang mempengaruhi pertimbangan
auditor dalam menentukan cukup atau tidaknya bukti audit adalah :
a. Materialitas

Materialistis ditujukan untuk derajat signifikansi dari kelas transaksi, saldo


akun, dan pengungkapan bagi pengguna laporan keuangan. Auditor harus
membuat pendapat pendahuluan atas tingkat materialitas laporan keuangan.
Ada hubungan terbalik antara tingkat materialitas dan kuantitas bukti audit
yang diperlukan. Semakin rendah tingkat materialitas, semakin banyak
kuantitas bukti yang diperlukan. Sebaliknya, jika tingkat materialitas tinggi,
maka kuantitas bukti yang diperlukan sedikit. Tingkat materialitas yang
ditentukan rendah berarti tolerable misstatement rendah. Rendahnya salah saji
yang dapat ditoleransi menuntut auditor untuk menghimpun lebih banyak
bukti sehingga auditor yakin tidak ada salah saji material yang terjadi.

Auditor harus dapat membedakan secara jelas antara tingkat materialitas


saldo akun dengan akun yang material. Pada umumnya akun yang material
terhadap laporan keuangan lebih banyak memerlukan bukti daripada akun
yang tidak material. Di samping itu, akun yang berisiko tinggi terhadap salah
saji dalam laporan keuangan lebih banyak memerlukan bukti daripada akun
yang berisiko rendah terjadi salah saji.

6
b. Risiko audit

Risiko salah saji material ditujukan pada risiko bawaan yang asersinya
mungkin disalahsajikan dan risiko pengendalian yang mana pengendalian
internalnya gagal untuk mencegah atau mendeteksi salah saji yang material
dalam asersi.

Ada hubungan terbalik antara risiko audit dengan jumlah bukti yang
diperlukan untuk mendukung pendapat auditor atas laporan keuangan.
Rendahnya risiko audit berarti juga tingginya tingkat kepastian yang diyakini
auditor mengenai ketepatan pendapatnya. Tingginya tingkat kepastian
tersebut menuntut auditor untuk menghimpun bukti yang lebih banyak.
Semakin rendah tingkat risiko audit yang dapat diterima auditor, semakin
banyak kuantitas bukti yang diperlukan.

Hubungan terbalik juga ada antara risiko deteksi dengan jumlah bukti yang
diperlukan. Semakin rendah tingkat risiko deteksi yang dapat diterima
auditor, semakin banyak bukti yang diperlukan. Sebaliknya ada hubungan
searah antara risiko bawaan dan risiko pengendalian dengan kuantitas bukti
yang diperlukan. Semakin tinggi tingkat risiko bawaan, semakin banyak bukti
yang diperlukan. Semakin tinggi tingkat risiko pengendalian, semakin banyak
bukti yang diperlukan.

c. Faktor-faktor ekonomi

Auditor memilih keterbatasan sumber daya yang digunakan untuk


memperoleh bukti yang diperlukan sebagai dasar yang memadai untuk
memberikan pendapat atas kewajaran laporan keuangan. Pelaksanaan audit
menghadapi kendala waktu dan biaya dalam menghimpun bukti. Auditor
harus memperhitungkan apakah setiap tambahan biaya dan waktu untuk
menghimpun bukti seimbang dengan keuntungan atau manfaat yang
diperoleh melalui kuantitas dan kualitas bukti yang dihimpun.

7
d. Ukuran dan karakteristik

Pengumpulan bukti audit dan pemeriksaan terhadap bukti audit dilakukan


atas dasar sampling. Ada hubungan searah antara besar populasi dengan besar
sampling yang harus diambil dari populasi tersebut. Semakin besar
populasinya semakin besar jumlah sampel bukti audit yang harus diambil dari
populasinya. Sebaliknya, semakin kecil populasi semakin kecil jumlah
sampel bukti audit yang diambil dari populasi.

Karakteristik populasi berkaitan denga homogenitas atau variabelitas item


individual yang menjadi anggota populasi. Auditor memerlukan lebih banyak
sampel dan informasi yang lebih kuat atau mendukung atas populasi yang
bervariasi anggotanya daripada populasi yang seragam.

1.3 Kompetensi Bukti Audit


Kompetensi bukti audit berhubungan dengan kualitas atau keandalan data
akuntansi dan informasi penguat.
 Kompetensi data akuntansi
Keandalan catatan akuntansi dipengaruhi secara langsung oleh efektivitas
pengendalian intern.
 Kompetensi Informasi Penguat
Kompetensi informasi penguat dipengaruhi oleh berbagai faktor berikut
ini:
a. Relevansi.
Bukti audit harus berkaitan dengan tujuan audit.
b. Sumber.
Bukti audit yan berasal dari sumber di luar organisasi klien pada
umumnya merupakan bukti yang tingkat kompetensinya dianggap
tinggi.
c. Ketepatan waktu.
Berkaitan dengan tanggal berlakunya bukti yang diperoleh auditor.

8
d. Objektivitas.
Bukti yang bersifat objektif umumnya dianggap lebih andal
dibandingkan bukti yang bersifat subjektif.

Faktor Penentu Kompetensi Bukti Audit

Kompetensi Rendah Faktor Kompetensi Kompetensi Tinggi


Tidak relevan untuk Relevansi pemberian Relevan untuk
mendukung pendapat mendukung pemberian
pendapat
- Berasal dari dalam Sumber - Berasal dari luar
perusahaan perusahaan
- Pengendalian internal - Pengendalian internal
yang tidak memuaskan yang memuaskan
- Pengetahuan tidak - Pengetahuan langsung
langsung oleh auditor oleh auditor
Bukti-bukti yang dapat Waktu Bukti-bukti yang hanya
dipakai selain pada dapat dipakai pada
tanggal neraca tanggal neraca
Subyektif Obyektivitas Obyektif

Faktor yang mempengaruhi pertimbangan auditor tentang kelayakan bukti audit :


a. Petimbangan profesional.
Pertimbangan profesional merupakan salah satu faktor yang menentukan
keseragaman penerapan mutu dan jumlah bukti yang diperlukan dalam
audit.
b. Integritas Manajemen.
Manajemen bertanggungjawab atas asersi yang tercantum dalam laporan
keuangan dan berada dalam posisi untuk mengendalikan sebagian besar
bukti penguat dan data akuntansi yang mendukung laporan keuangan.
Oleh karena itu auditor akan meminta bukti kompeten jika terdapat
keraguan terhadap integritas manajemen.
c. Kepemilikan publik versus terbatas.

9
Umumnya auditor memerlukan tingkat keyakinan yang lebih tinggi dalam
audit atas laporan perusahaan publik dibandingkan dengan audit atas
laporan keuangan perusahaan yang dimiliki oleh kalangan terbatas karena
dalam audit atas laporan keuangan perusahaan publik, laporan audit
digunakan oleh pemakai dari kalangan yang lebih luas, dan pemakai
laporan audit tersebut hanya mengandalkan pengambilan keputusan
investasinya terutama atas keuangan laporan auditan.
d. Kondisi keuangan.
Umumnya jika suatu perusahaan mengalami kesulitan keuangan dan
proses kebangkrutan, pihak-pihak yang berkepentingan akan menyalahkan
auditor karena auditor dianggap gagal untuk memberikan peringatan
sebelumnya mengenai memburuknya kondisi keuangan perusahaan.
Dalam keadaan ini, auditor harus mempertahankan pendapatnya atas
laporan keuangan auditan dan mutu pekerjaan audit yang telah
dilaksanakan.

1.4 Sifat Bukti Audit

Bukti audit terdiri dari:

1. Catatan akuntansi yang mendasari laporan keuangan


2. Informasi lain yang mendukung catatan akuntansi dan kesimpulan logis
auditor tentang penyajian yang wajar dalam laporan keuangan.

Bukti audit dapat diperoleh dari audit yang sebelumnya atau prosedur
pengendalian perusahaan untuk menerima dan melanjutkan penugasan audit.

Contoh catatan akuntansi :

 Cek dan catatan dari transfer dana secara elektronik


 Faktur
 Kontrak
 Buku besar dan buku pembantu

10
 Jurnal dan penyesuaian lain dalam laporan keuangan yang tidak tergambarkan
dalam jurnal formal
 Catatan seperti kertas kerja dan spread sheet yang mendukung alokasi kos,
perhitungan, rekonsiliasi
 Pengungkapan
 Buku pedoman akuntansi

Manajemen menyiapkan laporan keuangan berdasaran catatan akuntansi


entitas dan mendapatkan beberapa bukti dengan menguji catatan akuntansi. Akan
tetapi, catatan akuntansi tidak menyediakan bukti yang cukup dalam memberikan
opini audit laporan keuangan sehingga dibutuhkan informasi seperti :

 Notulen rapat
 Konfirmasi dari pihak ketiga
 Laporan analis
 Data yang dapat dibandingkan dengan competitor
 Pengendalian intern manual
 Info yang diperoleh melalui prosedur audit audit seperti wawancara,
observasi/inspeksi catatan/dokumen
 Informasi yang dikembangkan oleh auditor

Bukti audit yang mendukung laporan keuangan terdiri dari dua jenis, yaitu:

a. Data akuntansi yang mendasari (underlying accounting data)


 Pengendalian Intern
Pengendalian intern yang dibentuk dalam setiap kegiatan perusahaan
dapat digunakan untuk mengecek ketelitian dan keandalan data
akuntansi. Kuat atau lemahnya pengendalian intern merupakan faktor
utama yang menentukan jumlah bukti audit yang harus dikumpulkan
oleh auditor dari berbagai sumber bukti.

11
 Catatan Akuntansi.
Jurnal, buku besar, dan buku pembantu merupakan catatan akuntansi
yang digunakan oleh klien untuk mengolah transaksi keuangan guna
menghasilkan laporan keuangan. Auditor akan melakukan
penelusuran kembali jumlah yang tercantum dalam laporan keuangan
melalui catatan akuntansi.
b. Semua bukti atau informasi pendukung atau penguat (corroborating
information) yang tersedia bagi auditor
 Bukti fisik.
Bukti fisik adalah bukti audit yang diperoleh dengan cara inspeksi atau
perhitungan aktiva berwujud. Tipe bukti ini umumnya dikumpulkan
oleh auditor dalam pemeriksaan terhadap sediaan, kas, surat berharga,
piutang wesel, investasi jangka panjang, dan aktiva berwujud.
 Bukti Dokumenter.
Tipe bukti audit ini dibuat dari kertas bertuliskan huruf dan atau angka
atau simbol-simbol yang lain. Menurut sumbernya, bukti dokumenter
dapat dibagi menjadi tiga golongan :
1. Bukti dokumenter yang dibuat oleh pihak luar yang bebas yang
dikirimkan langsung kepada auditor.
Bukti audit ini diperoleh melalui prosedur konfirmasi. Penggunaan
konfirmasi untuk memperoleh informasi tergantung pada perlunya
informasi yang andal dalam siruasi tertentu dan tersedianya bukti
alternatif.
2. Bukti dokumenter yang dibuat pihak luar yang bebas yang disimpan
dalam arsip klien.
Contohnya : rekening koran bank (bank statement), faktur dari
penjual, order pembelian dari customer, sertifikat saham.
3. Bukti dokumenter yang dibuat dan disimpan dalam organisasi klien.
Kualitasnya lebih rendah karena tidak adanya pengecekan dari
pihak luar yang bebas.

12
 Perhitungan
Perhitungan dilakukan sendiri oleh auditor untuk membuktikan
ketelitian perhitungan yang terdapat dalam catatan klien merupakan
salah satu bukti audit yang bersifat kuantitatif. Contoh tipe bukti audit
ini adalah :
1. Footing, yaitu pembuktian ketelitian penjumlahan vertikal.
2. Cross-footing, yaitu pembuktian ketelitian penjumlahan horizontal.
 Bukti Lisan
Permintaan secara lisan oleh auditor kepada karyawan kliennya akan
menghasilkan informasi tertulis atau lisan. Jawaban lisan yang
diperoleh dari permintaan keterangan tersebut merupakan tipe bukti
lisan.
 Perbandingan
Untuk menentukan akun atau transaksi yang akan dipisahkan guna
penyelidikan yang lebih intesnif, auditor melakukan analisis terhadap
perbandingan setiap aktiva, utang, penghasilan, dan biaya dengan saldo
yang berkaitan dalam tahun sebelumnya. Auditor juga mempelajadi
hubungan persentase bergabai unsur dalam laporan keuangan. Bukti
audit berupa perbandingan dan ratio ini dikumpulkan oleh auditor pada
awal audit untuk membantu penentuan objek audit yang memerlukan
penyelidikan yang mendalam dan diperiksa kembali pada akhir audit
untuk menguatkan kesimpulan-kesimpulan yang dibuat atas dasar
bukti-bukti lain.
 Bukti dari spesialis
Spesialis adalah seorang atau erusahaan yang memiliki keahlian atau
pengetahuan khusus dalam bidang selain akuntansi dan auditing.
Auditor harus mengadakan konsultasi dengan spesialis yang sesuai
dengan objek yang akan diaudit. Auditor harus membuat surat
perjanjian kerja dengan spesialis, tetapi tidak boleh menerima begitu
saja hasil-hasil penemuan spesialis tersebut.

13
Bukti audit yang bersumber dari data akuntansi klien terdiri atas:

a. Jurnal
b. Buku besar dan buku pemantu
c. Buku pedoman akuntansi
d. Memorandum dan catatan informal seperti work sheet (daftar lembar
kerja/neraca lajur), perhitungan dan rekonsiliasi

Bukti audit pendukung adalah bukti yang mendukung atas laporan keuangan,
bukti audit pendukung meliputi :

a. Bukti fisik
b. Bukti konfirmasi
c. Bukti dokumenter
d. Bukti representasi atau pernyataan tertulis baik dari manajemen maupun dari
spesialis
e. Perhitungan sebagai bukti matematis
f. Bukti lisan
g. Bukti analitis dan perbandingan
h. Struktur pengendalian intern

1.5 Prosedur untuk menghimpun bukti

Ada empat tindakan dalam menghimpun bukti audit seperti yang


tercantum dalam standar pekerjaan lapangan yang ketiga. Keempat tindakan itu
adalah:

1. Inspeksi
2. Pengamatan
3. Pengajuan pertanyaan
4. Konfirmasi

14
Ada beberapa hal lain yang perlu diketahui berkaitan dengan keputusan
yang diambil auditor dalam proses pengumpulan bukti. Hal tersebut adalah:

1. Penentuan prosedur audit


2. Penentuan besarnya sampel
3. Penentuan elemen tertentu yang harus dipilih sebagai sampel
4. Penentuan waktu pelaksanaan prosedur audit

1.6 Evaluasi Bukti Audit

Evaluasi bukti audit diperlukan untuk menyiapkan laporan audit yang


tepat. Evaluasi bukti audit dilakukan selama dan pada akhir audit atau pada akhir
pekerjaan lapangan. Pengevaluasian selama audit dilakukan bersamaan dengan
dilakukannya verifikasi atas asersi laporan keuangan. Pengevaluasian pada akhir
pekerjaan lapang dilakukan saat auditor akan memutuskan pendapat yang akan
dinyatakan dalam laporan audit.

Dalam mengevaluasi bukti audit, auditor harus memperhatikan tujuan


audit. Tujuan audit dapat berkaitan dengan fakta. Evaluasi bukti ini harus harus
lebih teliti lagi bila menghadapi situasi audit yang mengandung risiko besar.
Situasi tersebut adalah sebagai berikut:

 Pengawasan intern yang lemah


 Kondisi keuangan klien yang tidak sehat
 Manajemen yang tidak dapat dipercaya
 Penggantian kantor akuntan publik
 Perubahan peraturan perpajakan
 Usaha yang bersifat sekulatif
 Transaksi yang kompleks

15
1.7 Pendekatan dalam Audit
Ada dua pendekatan dalam audit, dimana dalam audit harus
menyeimbangkan dua pendekatan ini:
a. Bukti audit top-down (top-down audit evidence)
Berfokus pada upaya auditor dalam memperoleh pemahaman tentang bisnis
dan industri, sasaran dan tujuan manajemen, bagaimana manajemen
menggunakan sumber dayanya untuk mencapai sasaran, keunggulan
kompetitif organisasi di pasaran, proses bisnis inti, serta laba dan arus kas
yang dihasilkan. Prosedur audit top-down memberikan bukti tentang risiko
bisnis strategis yang dihadapi klien, bagaimana klien menanggapi risiko
tersebut, dan kelangsungan hidup entitas. Seringkali auditor membandingkan
kinerja klien audit dengan klien audit lainnya pada industri yang sama
maupun dengan perusahaan publik lainnya dalam industri tersebut. Asosiasi
perdagangan dan industri biasanya merupakan sumber informasi yang baik
tentang faktor persaingan dalam induustri. Auditor akan meletakkan
informasi ini bersama-sama dengan pengetahuan tentang sasaran sasaran,
tujuan serta pasar untuk mengembangkan harapan yang berkenaan dengan
laporan keuangan perusahaan. Proseur audit top-down juga membantu auditor
dalam membuat diagnosa bidang audit yang memerlukan perhatian tambahan.
Dalam pendekatan ini mengevaluasi bukti tentang laporan keuangan yang
diharapkan dari pengetahuan tentang entitas, bisnis, dan industrinya.
b. Bukti audit bottom-up (bottom-up audit evidence) berfokus pada pengujian
secara langsung atas transaksi, saldo akun, serta sistem yang mencatat
transaksi tersebut yang pada akhirnya menghasilkan saldo akun. Bukto
bottom-up meliputi beberapa bentuk penarikan sampel transaksi, atau
penarikan sampel terinci yang mendukung saldo akun (misalnya, setiap item-
item dalam persediaan atau piutang usaha) dan mengevaluasi kewajaran
penyajian dari setiap rincian yang terakumulasi dalam laporan keuangan.
Akhirnya, auditor mengembangkan strategi audit yang menggabungkan
suatu kombinasi antara bukti audit top-down dan bottom-up. Setiap kali
auditor mengukur tingkat persaingan suatu entitas, ia juga

16
mempertimbangkan proses inti, sifat setiap transaksi, dan bagaimana
kemungkinan transaksi tersebut secara bersama-sama menghasilkan laba
dan arus kas. Setiap kali auditor mengumpulkan bukti bottom-up dengan
cara memeriksa dokumen pendukung transaksi (vouching), auditor juga
mengevaluasi substansi ekonomi dari transaksi tersebut. Dalam
pendekatan ini mengevaluasi bukti yang mendukung transaksi dan
akumulasinya dalam laporan keuangan.

Sebagai contoh, auditor dapat memeriksa dokumen pendukung tentang


penerbitan obligasi baru. Auditor tidak hanya memeriksa kebenaran pencatatan
obligasi, diskon dan premi terkait, namun ia juga akan melanjutkan
pemahamannya tentang bagaimana dana yang berhasil dihimpun melalui
penjualan obligasi tersebut akan diinvestasikan kembali dalam bisnis agar dapat
menghasilkan laba dan arus kas di masa mendatang. Pada umumnya prosedur
audit dievaluasi dalam konteks bukti audit top-down dan bottom-up.
1.8

17
2. KERTAS KERJA

Kertas kerja merupakan sumber yang penting bagi akuntan dan merupakan
jembatan penghubung antara catatan klien dengan laporan akuntan. Kertas kerja
juga merupakan sentral pekerjaan akuntan. Dan pengumpulan kertas kerja akuntan
sangat memperhatikan kondisi sistem pengendalian intern. Makin baik sistemnya
maka semakin berkurang kertas kerjanya. Kertas kerja meliputi semua bukti-bukti
yang dikumpulkan akuntan untuk membuktikan bahwa pemeriksaan telah
dilakukan, metode dan prosedur pemeriksaan telah dilaksanakan dan kesimpulan
(temuan) telah diberikan.

2.1 Pengertian Kertas Kerja

Pendokumentasian bukti audit diselenggarakan dalam kertas kerja. PSA no


15 kertas kerja (SA 339.03) menyebutkan bahwa kertas kerja adalah catatan-
catatan yang diselenggarakan auditor mengenai audit yang ditempuhnya,
pengujian yang dilakukannya, informasi yang diperolehnya, dan kesimpulan yang
dibuatnya sehubungan dengan auditnya.

Kertas kerja terutama berfungsi untuk:

1. Menyediakan penunjang utama bagi laporan audit


2. Membantu auditor dalam melaksanakan dan mnsupervisi audit.
3. Menjadi bukti bahwa audit telah dilaksanakan sesuai dengan standar auditing.

2.2 Sifat Kerahasiaan Kertas Kerja

Berhubung sebagian besar informasi yang ada pada kertas kerja adalah
rahasia maka akuntan harus hati-hati dalam menghadapi pihak ke-3 yang
berkepentingan terhadap informasi tersebut. Pihak-pihak tersebut biasanya
pesaing-pesaing (competitor). Kode etik menyebutkan bahwa akuntan tidak dapat
mengungkap informasi yang diperoleh selama pemeriksaan tanpa sepengetahuan

18
klien. Tentunya reputasi akuntan perlu dijaga dalam kaitannya dengan kebocoran
sifat kerahasiaan kertas kerja.

2.3 Tujuan Kertas Kerja

Kertas kerja mempunyai beberapa tujuan, yaitu:

1. Merefleksikan pelaksanaan norma pelaksanaan pemeriksaan akuntan.


Norma pemeriksaan akuntan menyebutkan bahwa:
a. Pemeriksaan harus direncanakan sebaik-baiknya bila menggunakan
asisten harus dipimpin dan diawasi.
b. Sistem pengendalian intern harus dipelajari dan dinilai secukupnya guna
menentukan dapat tidaknya sistem tersebut dipercaya. Sebagai dasar
guna menetapkan luasnya pengujian yang harus dilakukan untuk
menentukan prosedur pemeriksaan.
c. Bukti-bukti yang cukup dan kompetem harus didapat melalui penelitian,
pengamatan, tanya jawab dan konfirmasi sebagai dasar yang layak guna
menyatukan pendapat.

Berarti langkah-langkah dalam penentuan norma pemeriksaan akuntan dan


yang di arsip dalam kertas kerja merupakan pelaksanaan norma tersebut.

2. Sebagai prosedur pemeriksaan yang ditetapkan.


Berhubung suatu pemeriksaan harus ada program pemeriksaan yang terdiri
dari prosedur-prosedur pemeriksaan yang ada berarti bahwa apa yang
dilakukan dan dicatat dalam arsip kertas kerja berfungsi sebagai dokumen
atau bukti bahwa prosedur yang ditentukan telah dilaksanakan.
3. Kertas kerja mencerminkan kesimpulan akuntan.
Akuntan dapat merasa puas atas pemeriksaan laporan keuangan tanpa
membuat kertas kerja, tetapi di kemudian hari ia tak dapat mempertahankan
pendapatnya atas laporan keuangan tersebut tanpa adanya bukti yang cukup,
kertas kerjanya yang cukup.

19
4. Sebagai dasar penilaian hasil kerja para asisten.
Audit senior dapat melakukan penilaian atas dasar kertas kerja.
5. Sebagai pedoman pemeriksaan yang akan datang.
Karena kertas kerja berisi persoalan-persoalan yang ditemui dalam
pemeriksaan tahun yang lalu maka dapat sebagai dasar penyusunan asudit
program dan perencanaan pemeriksaan tahun yang akan datang.
6. Sebagai dasar koordinasi dan organisasi pekerjaan pemeriksaan.
Koordinasi semua fase pekerjaan pemeriksaan dapat dicapai melalui kertas
kerja. Karena langkah verifikasi dan analisis yang dilakukan, fakta yang
penting dan hubungannya merupakan perhatian akuntan. Dengan secara hati-
hati perencanaan tugas pekerjaan asisten guna pembuatan kertas kerja,
akuntan senior dapat bekerja secara koordinasi yang efisien.
7. Sebagai dasar pembuatan laporan kauntan.
Kertas kerja memudahkan panyusunan laporan akuntan karena kertas kerja
adalah sumber dari mana laporan dibuat.

2.4 Klasifikasi Kertas Kerja

Perencanaan dan pelaksaan program pemeriksaan tidak sempurna tanpa


persiapan suatu dokumentasi kertas kerja yang layak. Kertas kerja dapat
diklasifikasikan dalam 3 kategori, yaitu:

1. Permanent file (arsip permanen)


Arsip permanen meliputi kertas kerja yang manfaat terhadap klien yang sama
lebih dari satu tahun. Kertas kerja ini terdiri dari:
a. Akta pendirian
b. Kode rekening, sistem dan prosedur akuntansi
c. Layout pabrik
d. Struktur organisasi
e. Salinan perjanjian hutang jangka panjang
f. Prinsip/kebijaksanaan akuntansi yang diterapkan
g. Sejarah perusahaan, hasil produksi, pasarannya dan latar belakangnya.

20
2. Kertas kerja administratif
Yaitu catatan yang terdiri dari hasil langkah perencanaan awal dari penugasan
pemeriksaan. Biasanya meliputi satu bersama dengan kertas/bukti
pemeriksaan tahun sekarang. Kertas kerja ini terdiri dari:
a. Surat penugasan
b. Memo rapat pimpinan (manajemen)
c. Memo rapat komite pemeriksaan
d. Memo telaah catatan dan prosedur yang tak terselesaikan
e. Anggaran waktu pemeriksaan
f. Daftar pertanyaan sistem pengendalian intern
g. Daftar pertanyaan manajemen
h. Daftar pertanyaan EDP
i. Sistem pengendalian intern dan flowchart
j. Program pemeriksaan
k. Neraca percobaan untuk buku besar
l. Catatan kertas kerja.
m. Jurnal penyesuaian dan reklasifikasi yang pendahuluan.
3. Kertas kerja bukti pemeriksaan
Kertas kerja adalah bukti pemeriksaan tahun ini yang terdiri dari prosedur
yang diikuti, pengujian yang dilaksanakan, bukti yang diperoleh dan
keputusan yang diambil selama pemeriksaan. Kertas kerja ini harus jelas,
ringkas, lengkap, bersih, dengan indeks yang baik, dan informatife. Reference
silang harus diberikan pada kertas kerja agar mempermudah meneliti dan
melihat kertas kerja.

2.5 Jenis-jenis Kertas Kerja

Berbagai jenis kertas kerjadibuat auditor selama audit berlangsung. Kertas kerja
tersebut terdiri dari:

1. Daftar saldo pemeriksaaan (Working Trial Balance)

21
Contoh daftar saldo pemeriksaan dapat dilihat di gambar 4.7 .dalam
mempelajari gambar tersebut perhatikan kolom-kolom penting berikut :
a. Saldo audit tahun lalu
b. Saldo buku besar tahun berjalan (sebelum diaudt, artinya sebelum
dikoreksi atau di klasifikasi berdasarkan hasil audit),
c. Penyesuaian
d. Saldo setelah disesuaikan
e. Reklasifikasi , dan
f. Saldo akhir auditan

Dicantumkannya saldo akhir audit tahun lalu diperlukan untuk pembuatan


prosedur analitis.

Kertas kerja daftar saldo pemeriksaan sangat penting dalam suatu audit
karena:

a. Merupakan penghubung antara rekening-rekening buku besar klien


dengan pos-pos yang dilaporkan dalam laporan keuangan.
b. Merupakan pengontrol atas kertas-kertas kerja yang lain
c. Memberi petunjuk pada kertas kerja yang mana dimuat bukti audit untuk
setiap pos laporan keuangan.
2. Daftar dan analisis
Istilah kertas kerja dftar dan kertas kerja analisis bisa dipakai saling
menggantikan untuk menunjukan kertas kertja individual yang berisi bukti-
bukti yang mendukung pos-pos yang terdapat dalam daftar saldo
pemeriksaan. Apabila beberapa rekening buku besar digabungkan untuk
tujuan pelaporan, maka perlu dibuat suatu daftar kelompok (atau bisa disebut
juga daftar utama). Selain menunjukan rekening-rekening buku besar yang
termasuk dalam kelompok yang bersangkutan, daftar utama menunjukan pula
kertas kerja daftar atau analisis individual yang berisi bukti audit yang
diperoleh untuk masing-masing rekening yang termasuk dalam kelompok

22
yang bersangkutan.Daftar atau analisis individual seringkali menunjukan
komposisi dari suatu saldo rekening pada suatu tanggal tertentu.
3. Memo Audit dan Informasi Penguat
Memo audit adalah data tertulis yang dibuat auditor dalam bentuk uraian,
memo bisa berupa komentar atas pelaksanaan prosedur audit dan kesimpulan
yang dicapai. Dokumentasi informasi penguat terdiri dari:
a. Ringkasan atau intisari notulen rapat dewa komisaris
b. Jawaban konfirmasi
c. Representasi tertulisdan manajemen dan ahli dari luar
d. Salinan kontrak-kontrak penting
4. Jurnal Penyesuaian dan Jurnal Reklasifikasi
Jurnal penyesuaian audit adalah koreksi atas kekeliruan. Penghilangan,
atau kesalahan penerapan prinsip akuntansi yang dilakukan oleh klien.Jurnal
Penyesuaian ini dilakukan atas sesuatu yang berdampak material, baikm
secara individu atau secara keseluruhan, yang seharusnya telah dilakukan
oleh klien.
Jurnal reklasifikasi berkaitang dengan penyajian saldo-saldo yang benar
dalam laporan keuangan secara baik.Seperti halnya jurnal penyesuaian, jurnal
reklasifikasi juga hanya dilakuka n untuk hal-hal yang mempunyai dampak
material.

Dalam kertas kerja, setiap usulan jurnal akan nampak dalam

 Kertas kerja daftar atau ananlisis dari setiap rekening yang terpengaruh
 Setiap kertas kerja daftra utama yang terpengaruh
 Ikhtisar terpisah yang berisi usuan jurnal penyesuaian dn jurnal
reklasifikasi
 Daftar saldo pemeriksaan.

Ikhtisar jurnal penyesuaian dan jurnal reklasifikasi pada awalnya disebut


sbagai jurnal ususlan karena keputusan auditor untuk melakukan
penyesuaian atau reklasifikasi belum bisa dipastikan sampai berakhirnya

23
audit, karena hal itu baru bisa dilakukan setelah klien memberi
persetujuan.Keputusan tentang disetujui atau tidkanya usulan jurnal
peneysuaian atau reklasifikasi harus nampak dalam kertas kerja. Apabila
klien menolak untuk melaksanakan usulan jurnal penyesuaian dan
reklasifikasi yang dipandang perlu oleh auditor, maka hal ini akan
berpengaruh terhadap pendapat yang akan diberikan oleh auditor dalam
laporannya.

2.6 Pembuatan Kertas Kerja

Dalam pembuatan kertas kerja, terdapat sejumlah teknik dan mekaanisme


yang lazim digunakan oleh auditor. Berikut beberapa teknik penting yang harus
diperhatikan dalam pembuatan kertas kerja:

a. Judul
Setiap kertas kerja harus berisi nama klien, judul yang jelas menunjukan
isi kertas kerja yang bersangkutan., dan tanggal neraca atau periode yang
dicakup oleh audit
b. Nomor index
Setiap krtas kerja harus diberi index atau nomor referensi, misalnya A-1,
B-2 dsb, untuk keperluan pemberian identifikasi dan pengarsipan.
c. Referensi silang
Data dalam suatu kertas kerja yang diambil dari kertas kerja lain atau
dipindahkan atau dibawa di kertas kerja lain, harus diberi referensi silang
dengan nomor index dari krtas-kertas kerja tersebut
d. Tanda pengerjaan (tickmarks)
Tanda pengerjaan adalah symbol, seperti tanda silang, centang, atau
symbol lainnya yang digunakan dalam kertas kerja untuk menunjukan baha
auditor telah melakukan posedur audit tertentu pada bagian yang diberi tanda
pengerjaan, atau bahwa tambahan informasi tentang sesuatu hal terdapat pada
kertas kerja lain yang ditunjukan oleh tanda pengerjaan yang bersangkutan.

24
e. Tandatangan dan Tanggal
Segera setelah menyelesaikan tugasnya, baik pembuat maupun orang yang
meeview kertas kerja, harus menandatangani dan mencantumkan tanggal
pada kertas kerja yang bersangkutan.Hal ini diperlukan agar jelas siapa
penanggungjawab dalam pembuatan kertas kerja maupun orang yang telah
mereview kertas kerja.

2.7 Prinsip Penyusunan Kertas Kerja


1. Prinsip kehati-hatian (keseksamaan)
Semua kertas kerja harus dibuat dengan hati-hati. Kertas kerja harus
didesign dan disusun untuk menjamin bahwa:
a. Program pemeriksaan telah dilakukan.
b. Pemeriksaan sesuai dengan PA.
c. Laporan keuangan telah sesuai dengan prinsip akuntan dan diterapkan
secara konsisten.
2. Aspek fisik
Kertas kerja harus meliputi semua data yang dikumpulkan selama
pemeriksaan, sehingga isi kertas kerja harus lengkap dan jelas, keutuhannya
harus rapi dan tersusun yang merefleksikan keseluruhan dan ketepatan yang
dilakukan akuntan.
3. Aspek pengawasan kertas kerja
Semua kertas-kertas harus terlindungi selama pemeriksaan. Tanggung
jawab masing-masing kertas kerja harus ada selama dan sesudah
pemeriksaan. Agar dapat meningkatkan arti operasi kertas kerja maka setiap
kertas kerja harus diberi satu tanda atau indeks, misalnya : tanda S berarti
skedul yang terpsiah, A untuk tanda analisis dan sebagainya.
4. Penjelasan dalam kertas kerja
Setiap kertas kerja harus ditandatangani dan diberi tanggal oleh pemeriksa
yang melaksanakan dengan menunjukkan tanggung jawabnya pada bagian
atas kertas kerja harus diberi nama klien, nama rekening atau pos, periode
pemeriksaan, atau kode lainnya.

25
2.8 Ukuran (Standar Penyiapan Kertas Kerja)

Kertas kerja merupakan sumber data pemberian pendapat pada laporan


akuntan. Kertas kerja harus disusun sebaik-baiknya. Baik dalam arti bentuk
(layout), design, penjelasan sumber, verifikasi yang telah dilakukan secara jelas
diutamakan, sehingga akan membantu dalam review-nya. Berikut ini daftar
ukuran penyiapan kertas kerja yang sering dilakukan dalam praktek:

1. Setiap kertas kerja harus secara jelas teridentifikasi pada heading harus ada
semacam nama perusahaan, penjelasan informasi, dan periode
penggunaan.
2. Arsip kertas kerja harus digunakan untuk suatu masalah agar menandakan
bekerja dan memberi informasi yang cukup maka setiap kertas kerja hanya
untuk satu topik/maksudnya.
3. Setiap kertas kerja harus berisi nomor atau initial akuntan yang
membuatnya, tanggal pembuatan, nama atau initial seniornya, manager
atau partner yang mereviewnya. Bisa diberikan initial pada bawah/atas
sebelah kanan.
4. Lengkap atau analisis rekening, karyawan yang diinterview dan dokumen
diperiksa adalah syarat pemeriksaan yang baik. Yang harus tampak pada
kertas kerja.
5. Semua kertas kerja harus diberi indeks yang baik untuk neraca percobaan
atau kelompoknya. Bilamana referensi diperlukan antara kertas kerja,
maka harus ada indeks silang.
6. Sumber data yang disajikan dalam kertas kerja harus jelas, baik dari buku
besar, laporan keuangan, faktor atau yang lain.
7. Sifat verifikasi yang dilakukan akuntan harus dicatat pada kertas kerja.
8. Luas dan skope pengujian harus jelas dinyatakan pada setiap pemeriksaan.
9. Tujuan masing-masing kertas kerja dan hubungannya dengan tujuan
pemeriksaan harus jelas.

26
10. Suatu catatan terpisah atau daftar catatan bukti/pos diperiksa dan masih
memerlukan pengembangan harus ada. Dalam hal permasalahan yang
belum dapat terjawab cepat harus dimasukkan juga.
11. Kertas kerja harus mencakup pula komentar akuntan yang menunjukkan
kesimpulan pada masing-masing aspek pekerjaan.
12. Kertas kerja harus disusun di dalam arsip penyelesaian pekerjaan bila telah
selesai dibuat.
13. Dalam pembuatan kertas kerja harus dihindarkan pekerjaan menyalin,
yang menunjukkan suatu pemborosan waktu.

2.9 Review atas Kertas Kerja

Review atas kertas kerja dalam suatu kantor akuntan public dilakukan
pada berbagai tingkatan. Pada tahap pertama, review dilakukan oleh pengawas
langsung (supervisor) dari si pembuat kertas kerja, misalnya auditor snior atau
manajer. Review ini dilakukan apabila pekerjaaan atas suatu bagian audit tertentu
telah selesai dikerjakan. Review terutama ditekankan pada pekerjaan apa yang
dilakukan, bukti yang diperoleh dan kesimpulan yang dicapai oleh pembuat kertas
kerja.

2.10 Pengarsipan Kertas Kerja

Kertas kerja biasanya diarsipkan berdasarkan dua kategori

1. Arsip permanen
Berisi data yang diperkirakan akan berguna bagi auditor pada banyak
penugasan di masa dating untuk klien yang bersangkutan. Hal-hal yang
biasanya dimasukan dalam arsip permanen
a. Salinan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga perusahaan
b. Kode rekening dan buku pedoman prosedur
c. Bagan organisasi
d. Tata letak pabrik, proses produksi, dan produk-produk utama

27
e. Ketentuan-ketentuan penerbitan saham dan obligasi
f. Salinan kontrak-kotrak jangka panjang, seperti sewa-guna, program
pension, kesepakatan bagi hsil dan pemberian bonus.
g. Daftra rencarna depresiasi aktiva tetap dan amortisasi utang jangka
panjang.
h. Ringkasan prinsip-prnsip akuntansi yang digunakan oleh klien
2. Arsip tahun berjalan
Berisi informasi penguat yang berhubungan dengan pelaksanaan program
audit pada tahun berjalan.

2.11 Pemilik dan Penyimpanan Kertas Kerja

Kertas kerja adalah milik auditor. Namun demikian hak pemilikan auditor
atas kertas kerja ini mendapat krndala dari organisasi profesi si auditor sendiri.
Dalam kode etik ikatan akauntan Indonesia dinyatakan bahwa akuntan public
yidak boleh mengngkapkan informasi rahasia yag diperolehnya selama ia
melakukan tugas profesionalnya, tanpa persetujuan dari kliennya, kecuali untuk
hal-hal tertentu yang dinyatakan dalam aturan tersebut.

Kertas kerja disimpan oleh auditor, dan ia bertangungjawab untuk menjaga


keamanan dan kerahasiaaanya. Kertas kerja yang termasuk dalam kaegori kertas
kerja permanen, disimpan untuk waktu yang tak terbats, sedangkan kertas kerja
tahun berjalan disimpan oleh auditor sepanjang diperluukan leh auditor untuk
melayani klien atau untuk memenuhi ketentuan undang-undang.

28
3. Kasus Manipulasi Laporan Keuangan PT KAI

PT KAI Menerapkan proses GCG (Good Corporate Governance) dalam


suatu perusahaan bukan suatu proses yang mudah. Diperlukan konsistensi,
komitmen, dan pemahaman yang jelas dari seluruh stakeholders perusahaan
mengenai bagaimana seharusnya proses tersebut dijalankan. Namun, dari kasus-
kasus yang terjadi di BUMN ataupun Perusahaan Publik dapat ditarik kesimpulan
sementara bahwa penerapan proses GCG belum dipahami dan diterapkan
sepenuhnya. Pembedahan kasus-kasus yang telah terjadi di perusahaan atas proses
pengawasan yang efektif akan menjadi pembelajaran yang menarik dan kiranya
dapat kita hindari apabila kita dihadapkan pada situasi yang sama. Salah satu
contohnya adalah kasus audit umum yang dialami oleh PT. Kereta Api Indonesia
(PT. KAI). Kasus ini menunjukkan bagaimana proses tata kelola yang dijalankan
dalam suatu perusahaan dan bagaimana peran dari tiap-tiap organ pengawas
dalam memastikan penyajian laporan keuangan tidak salah saji dan mampu
menggambarkan keadaan keuangan perusahaan yang sebenarnya. Kasus PT. KAI
berawal dari perbedaan pandangan antara Manajemen dan Komisaris, khususnya
Ketua Komite Audit dimana Komisaris menolak menyetujui dan menandatangani
laporan keuangan yang telah diaudit oleh Auditor Eksternal. Komisaris meminta
untuk dilakukan audit ulang agar laporan keuangan dapat disajikan secara
transparan dan sesuai dengan fakta yang ada. Salah satu faktor yang menyebabkan
terjadinya kasus PT. KAI adalah rumitnya laporan keuangan PT. KAI.
Perbedaan pandangan antara manajemen dan komisaris tersebut bersumber pada
perbedaan mengenai:
1. Masalah piutang PPN. Piutang PPN per 31 Desember 2005 senilai Rp. 95,2
milyar, menurut Komite Audit harus dicadangkan penghapusannya pada tahun
2005 karena diragukan kolektibilitasnya, tetapi tidak dilakukan oleh manajemen
dan tidak dikoreksi oleh auditor.
2. Masalah Beban Ditangguhkan yang berasal dari penurunan nilai persediaan.
Saldo beban yang ditangguhkan per 31 Desember 2005 sebesar Rp. 6 milyar yang
merupakan penurunan nilai persediaan tahun 2002 yang belum diamortisasi,

29
menurut Komite Audit harus dibebankan sekaligus pada tahun 2005 sebagai
beban usaha.
3. Masalah persediaan dalam perjalanan. Berkaitan dengan pengalihan persediaan
suku cadang Rp. 1,4 milyar yang dialihkan dari satu unit kerja ke unit kerja
lainnya di lingkungan PT. KAI yang belum selesai proses akuntansinya per 31
Desember 2005, menurut Komite Audit seharusnya telah menjadi beban tahun
2005.
4. Masalah uang muka gaji. Biaya dibayar dimuka sebesar Rp. 28 milyar yang
merupakan gaji Januari 2006 dan seharusnya dibayar tanggal 1 Januari 2006 tetapi
telah dibayar per 31 Desember 2005 diperlakukan sebagai uang muka biaya gaji,
yang menurut Komite Audit harus dibebankan pada tahun 2005.
5. Masalah Bantuan Pemerintah Yang Belum Ditentukan Statusnya (BPYDBS)
dan Penyertaan Modal Negara (PMN). BPYDBS sebesar Rp. 674,5 milyar dan
PMN sebesar Rp. 70 milyar yang dalam laporan audit digolongkan sebagai pos
tersendiri di bawah hutang jangka panjang, menurut Komite Audit harus
direklasifikasi menjadi kelompok ekuitas dalam neraca tahun buku 2005.
Beberapa hal yang direfentifikasi turut berperan dalam masalah pada laporan
keuangan PT. KAI Indonesia:
1. Auditor internal tidak berperan aktif dalam proses audit, yang berperan hanya
auditor Eksternal.
2. Komite audit tidak ikut serta dalam proses penunjukkan auditor sehingga tidak
terlibat proses audit.
3. Manajemen (tidak termasuk auditor eksternal) tidak melaporkan kepada komite
audit dan komite audit tidak menanyakannya.
4. Adanya ketidakyakinan manajemen akan laporan keuangan yang telah disusun,
sehingga ketika komite audit mempertanyakan manajemen merasa tidak yakin.
Terlepas dari pihak mana yang benar, permasalahan ini tentunya didasari oleh
tidak berjalannya fungsi check and balances yang merupakan fungsi substantif
dalam perusahaan. Yang terpenting adalah mengidentifikasi kelemahan yang ada
sehingga dapat dilakukan penyempurnaan untuk menghindari munculnya
permasalahan yang sama di masa yang akan datang.

30
Berikut ini beberapa solusi dan rekomendasi yang disarankan kepada PT KAI
untuk memperbaiki kondisi yang telah terjadi:
1. Apabila Dewan Komisaris ini merasa direksi tidak capable (mampu) memimpin
perusahaan, Dewan Komisaris dapat mengusulkan kepada pemegang saham untuk
mengganti direksi.
2. Diperlukannya kebijaksanaan (wisdom) dari Anggota Dewan Komisaris untuk
memilah-milah informasi apa saja yang merupakan private domain.
3. Komunikasi yang intens sangat diperlukan antara Auditor Eksternal dengan
Komite Audit.
4. Komite Audit sangat mengandalkan Internal Auditor dalam menjalankan
tugasnya untuk mengetahui berbagai hal yang terjadi dalam operasional
perusahaan.
5. Komite Audit tidak memberikan second judge atas opini Auditor Eksternal,
karena opini sepenuhnya merupakan tanggung jawab Auditor Eksternal.
6. Harus ada upaya untuk membenarkan kesalahan tahun-tahun lalu, karena
konsistensi yang salah tidak boleh dipertahankan.
7. Komite Audit tidak berbicara kepada publik karena esensinya Komite Audit
adalah organ Dewan Komisaris sehingga pendapat dan masukan Komite Audit
harus disampaikan kepada Dewan Komisaris. Apabila Dewan Komisaris tidak
setuju dengan Komite Audit, tetapi Komite Audit tetap pada pendiriannya,
Komite Audit dapat mencantumkan pendapatnya pada Laporan Komite Audit
yang terdapat dalam laporan tahunan perusahaan.
8. Manajemen menyusun laporan keuangan secara tepat waktu, akurat dan full
disclosure.
9. Komite Audit dan Dewan Komisaris sebaiknya melakukan inisiatif untuk
membangun budaya pengawasan dalam perusahaan melalui proses internalisasi,
sehingga pengawasan merupakan bagian tidak terpisahkan dari setiap organ dan
individu dalam organisasi.

31
Kaitan kasus dengan bukti audit
a. Bukti pada kasus PT. KAI dikaitkan dengan Pendekatan dalam audit:
1. Bukti audit top-down
Dalam laporan keuangan PT KAI tahun 2005, perusahaan BUMN itu
dicatat meraih keutungan sebesar Rp 6,9 Miliar. Padahal apabila diteliti dan
dikaji lebih rinci, perusahaan seharusnya menderita kerugian sebesar Rp 63
Miliar.
2. Bukti audit bottom-up
Ditemukan adanya kejanggalan dari laporan keuangan PT. KAI tahun
2005. Pajak pihak ketiga sudah tiga tahun tidak pernah ditagih, tetapi dalam
laporan keuangan itu dimasukkan sebagai pendapatan PT KAI selama tahun
2005. Kewajiban PT. KAI untuk membayar surat ketetapan pajak (SKP)
pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar Rp 95,2 Miliar yang diterbitkan oleh
Direktorat Jenderal Pajak pada akhir tahun 2003 disajikan dalam laporan
keuangan sebagai piutang atau tagihan kepada beberapa pelanggan yang
seharusnya menanggung beban pajak itu, padahal ia tidak dapat
dikelompokan dalam bentuk pendapatan atau asset. Dengan demikian,
kekeliruan dalam pencatatan transaksi atau perubahan keuangan telah terjadi
disini.
Penurunan nilai persediaan suku cadang dan perlengkapan sebesar Rp
24 Miliar yang diketahui pada saat dilakukan inventarisasi tahun 2002 diakui
manajemen PT KAI sebagai kerugian secara bertahap selama lima tahun.
Pada akhir tahun 2005 masih tersisa saldo penurunan nilai yang belum
dibebankan sebagai kerugian sebesar Rp 6 Miliar, yang seharusnya
dibebankan seluruhnya dalam tahun 2005.
b. Berdasarkan kompetensi bukti audit
 Sumber Bahan Bukti dan Kualifikasi Orang yang Memberikan Informasi
terhadap Bukti
Sumber temuan bukti berasal dari Komite Audit dimana Komisaris
menolak menyetujui dan menandatangani laporan keuangan yang telah
diaudit oleh Auditor Eksternal karena merasa terdapat kejanggalan.

32
Dalam hal ini, komisaris yang merangkap sebagai komite audit PT.
KAI yaitu Hekinus Manao berbicara kepada publik dan menolak
menyetujui laporan keuangan PT. KAI tahun 2005 yang telah diaudit oleh
akuntan publik karena setelah diteliti dengan seksama mengenai
ditemukan adanya kejanggalan dari laporan keuangan PT. KAI tahun
2005. Ketiadaan tata kelola yang baik itu juga membuat komite audit
(komisaris) PT. KAI baru bisa dibuka akses terhadap laporan keuangan
setelah diaudit akuntan publik.
c. Data akuntansi yang mendasari
Catatan akuntansi
Berupa catatan akuntansi tahun 2002 yang membebankan kerugian
akibat penurunan persediaan berupa suku cadang sebesar Rp 24 M.
d. Bukti penguat
1) Bukti analitis
Bukti analitis salah satunya adalah dengan melihat data catatan
kerugian penurunan persediaan berupa suku cadang tahun 2002 sebesar 24
miliar yang harus dibebankan bertahap selama 5 tahun. Pada tahun 2005,
masih tersisa kerugian sejumlah Rp 6 Miliar, namun tidak dicatat.
2) Bukti dokumenter
Bukti documenter berupa surat ketetapan pajak (SKP) pajak
pertambahan nilai (PPN) sebesar Rp 95,2 Miliar yang diterbitkan oleh
Direktorat Jenderal Pajak pada akhir tahun 2003 Catatan akuntansi
3) Bukti lisan
Bukti lisan berupa pernyataan manajemen PT. KAI pada tahun 1998-
2003 tidak melakukan pencadangan kerugian terhadap kemungkinan tidak
tertagihnya kewajiban pajak.

33
Kaitan Kasus dengan Kertas Kerja Pemeriksaan

Susunan kertas kerja pemeriksaan terdiri dari

1. Draf laporan audit


2. Laporan keuangan auditan
3. Ringkasan informasi bagi penelaah
4. Program audit
5. Laporan keuangan atas neraca lajur yang dibuat klien
6. Ringkasan jurnal penyesuaian
7. Working trial balance
8. Daftar Utama
9. Daftar pendukung

Dalam kasus manipulasi laporan keuangan PT KAI pada tahun 2005, PT


KAI salah saji dalam pelaporan keuangan. Akan tetapi setelah pelaksanaan proses
audit, di antaranya pembuatan kertas kerja, auditor memberikan opini wajar.
Namun berdasarkan temuan dari Komite Audit, terdapat banyak kejanggalan
dalam audit laporan keuangan yang dilakukan oleh auditor eksternal. Sehingga
Komite Audit meminta untuk dilakukan audit ulang. Oleh karena itu kertas kerja
pemeriksaan yang sudah dibuat oleh auditor mengindikasikan bahwa adanya
kesalahan perhitungan dan penyajian. Hal tersebut disebabkan karena dalam
penyusunan KKP didasarkan atas bukti-bukti audit yang dikumpulkan, salah
satunya yaitu laporan keuangan PT KAI. Tetapi auditor tidak menunjukkan
adanya kesalahan dalam penyajian laporan keuangan tersebut.

34
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Bukti audit adalah semua informasi yang digunakan oleh auditor untuk
menyatakan opini audit. Tujuan audit laporan keuangan adalah untuk memberikan
pendapat atas kewajaran laporan keuangan klien. Untuk mendasari pemberian
pendapat tersebut, auditor harus memperoleh dan mengevaluasi bukti. Bukti audit
yang mendukung laporan keuangan terdiri dari data akuntansi dan semua
informasi penguat (corroborating information) yang tersedia bagi auditor.

Kertas kerja merupakan sumber yang penting bagi akuntan dan merupakan
jembatan penghubung antara catatan klien dengan laporan akuntan. Pengumpulan
kertas kerja akuntan sangat memperhatikan kondisi sistem pengendalian intern.
Makin baik sistemnya maka semakin berkurang kertas kerjanya. Kertas kerja
meliputi semua bukti-bukti yang dikumpulkan akuntan untuk membuktikan
bahwa pemeriksaan telah dilakukan, metode dan prosedur pemeriksaan telah
dilaksanakan dan kesimpulan (temuan) telah diberikan.

Dalam kasus di atas dapat disimpulkan bahwa auditor dalam


mengumpulkan bukti-bukti audit harus jujur sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya, karena dari bukti-bukti audit tersebut akan dijadikan dasar dalam
penyusunan kertas kerja pemeriksaan. Sehingga auditor dalam menyampaikan
opininya harus sesuai dengan temuan bukti.

35
DAFTAR PUSTAKA

Halim, Abdul. 2008. Auditing: Dasar-dasar Audit Laporan Keuangan. Edisi


Keempat. Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan Sekolah Tinggi Ilmu
Manajemen YKPN.

Jusup, Al. 2001. Auditing (Pengauditan). Yogyakarta: Bagian Penerbitan STIE


YKPN.

Hartadi, Bambang. 1987. Auditing: Suatu Pedoman Pemeriksaan Akuntansi


Tahap Pendahuluan. Yogyakarta: BPFE.

Mulyadi. 2002. Auditing. Jakarta: Salemba Empat.

Boyton,dkk. 2002. Modern Auditing. Jakarta: Erlangga.

Kamis 5 November 2015, 10.30 WIB :


http://www.kompasiana.com/www.hendri.com/permasalahan-isu-
audit_5535b24a6ea8340823da4340

36

Anda mungkin juga menyukai