Adapun harapan saya kepada para pembacamakalah ini yaitu dapat menambah wawasan /
pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari.
Namun saya menyadari bahwa makalah inimasih jauh dari kata kesempurnaan yang
disebabkan karena terbatasnya kemampuan yang saya miliki. Oleh karena itu, saya
mengharapkan partisipasi dalam penyempurnaannya dengan memberikan kritik dan saran
agar makalah ini dapat lebh terkonsep dengan baik.
Saya sangat mengharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Kritik dan saran
dosen & teman-teman sangat saya harapkan dalam penyempurnaan makalah ini.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah atau disingkat menjadi SPIP adalah sebuah
proses yang terintegrasi dilaksanakan oleh seluruh unsur dalam suatu lembaga yaitu
pimpinan beserta seluruh pegawainya dengan konsisten dan terus menerus dengan tujuan
memberikan keyakinan yang memadai atas berjalannya kegiatan organisasi dengan
efektif dan efisien, memiliki laporan keuangan yang dapat diandalkan, adanya sistem
pengamanan aset yang memadai, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan
yang berlaku. SPIP hendaknya dilaksanakan oleh organisasi pemerintah baik pusat
maupun daerah. Keandalan penyajian suatu laporan keuangan pemerintah dapat terwujud
dengan menyelenggarakan SPIP dengan baik misalnya dengan menerapkan prosedur
rekonsiliasi antara dua data transaksi keuangan yang dibuat oleh pengguna anggaran atau
kuasa pengguna anggaran dengan yang dibuat oleh Bendahara Umum Negara ataupun
daerah. Terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 tahun 2008 yang mengatur
tentang SPIP mempertegas bahwa setiap entitas pelaporan dan akuntansi memiliki
kewajiban untuk menyelenggarakan pengendalian intern. PP tersebut mengacu pada
Konsep dari Comitte of 2 Sponsoring Organizations (COSO) dalam mengatur kewajiban
penyelenggaraan Pengendalian Internal. Definisi SPIP sesuai peraturan diatas adalah
sistem pengendalian intern yang wajib untuk diselenggarakan secara masif dan
terintergrasi di lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Unsur-unsur SPIP terdiri atas lima bagian yang semuanya saling terhubung yaitu
Lingkungan Pengendalian yang kondusif, Penilaian Risiko yang cukup dan memadai,
Kegiatan Pengendalian untuk menghilangkan dampak atas risiko yang ada, Informasi dan
Komunikasi antar elemen pelaksana kegiatan pengendalian serta Pemantauan
Pengendalian oleh supervisor atau pimpinan entitas. Salah satu komponen penting dari
unsur lingkungan pengendalian yang wajib ada dan harus dipelihara sehingga dapat
menimbulkan perilaku positif dan kondusif adalah dengan adanya peran Aparat
Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang efektif. Wujud nyata dari peran APIP yang
efektif yaitu dengan adanya dukungan dari APIP tersebut bahwa instansi pemerintah
dapat melaksanakan kegiatan dengan mengutamakan asas ketaatan, kehematan, efisiensi,
dan efektivitas. APIP juga harus berperan nyata yaitu dengan mmengingatkan dan
memberikan peringatan dini apabila ada risiko yang sekiranya dapat menghambat
efektivitas penyelenggaraan kegiatan suatu instansi pemerintah serta dapat meningkatkan
dan memelihara kualitas tata kelola fungsi dari instansi pemerintah tersebut terutama
berkaitan dalam hal perwujudan transparansi pengelolaan keuangan daerah.
1. Lingkungan pengendalian
Penyelenggaraan unsur lingkungan pengendalian yang baik akan
meningkatkan suasana lingkungan yang nyaman serta kan menimbulkan
kepedulian dan keikutsertaan seluruh pegawai. Untuk mewujudkan lingkungan
pengendalian yang demikian diperlukan komitmen bersama dalam
melaksanakannya. Komitmen ini juga merupakan hal yang amat penting bagi
terselenggaranya unsur-unsur SPIP lainnya.
Dalam PP Nomor 60 Tahun 2008 yang menjadi sub unsur pertama dari
lingkungan pengendalian adalah pembangunan integritas dan nilai etika (sub
unsur 1.1) organisasi dengan maksud agar seluruh pegawai mengetahui aturan
untuk berintegritas yang baik dan melaksanakan kegiatannya dengan sepenuh
hati dengan berlandaskan pada nilai etika yang berlaku untuk seluruh pegawai
tanpa terkecuali. Integritas dan nilai etika tersebut perlu dibudayakan,
sehingga akan menjadi suatu kebutuhan bukan keterpaksaan. Oleh karena itu,
budaya kerja yang baik pada instansi pemerintah perlu dilaksanakan secara
terus menerus tanpa henti.
Selanjutnya, dibuat pernyataan bersama untuk melaksanakan integritas
dan nilai etika tersebut dengan menuangkannya pada suatu pernyataan
komitmen untuk melaksanakan integritas. Pernyataan ini berupa pakta
(pernyataan tertulis) tentang integritas yang berisikan komitmen untuk
melaksanakannya. Selain itu, kompetensi (sub unsur 1.2) yang merupakan
kewajiban pegawai di bidangnya masing-masing.
Komitmen yang dilaksanakan secara periodik tersebut perlu dipantau
dan dalam pelaksanaannya perlu diimbangi dengan adanya kepemimpinan
yang kondusif (sub unsur 1.3) sebagai pemberi teladan untuk dituruti seluruh
pegawai. Agar dapat mendorong terwujudnya hal tersebut, maka diperlukan
aturan kepemimpinan yang baik. Aturan tersebut perlu disosialisasikan kepada
seluruh pegawai untuk diketahui bersama.
Demikian juga, struktur organisasi perlu dirancang sesuai dengan
kebutuhan (sub unsur 1.4) dengan pemberian tugas dan tanggung jawab
kepada pegawai dengan tepat (sub unsur 1.5). Terhadap struktur yang telah
ditetapkan, perlu dilakukan analisis secara berkala tentang bentuk struktur
yang tepat. Diperlukan pembinaan sumber daya manusia (sub unsur 1.6)
yang tepat sehingga tujuan organisasi tercapai. Disamping itu, keberadaan
aparat pengawasan intern pemerintah (APIP) (sub unsur 1.7) perlu
ditetapkan dan diberdayakan secara tepat agar dapat berperan secara efektif.
Hal lainnya yang perlu dibangun dalam penyelenggaraan lingkungan
pengendalian yang baik adalah menciptakan hubungan kerja sama yang
baik (sub unsur 1.8) diantara instansi pemerintah yang terkait.
Untuk membangun kondisi yang nyaman sebagaimana disebutkan di atas,
maka lingkungan pengendalian yang baik harus memiliki kepemimpinan yang
kondusif. Kepemimpinan yang kondusif diartikan sebagai situasi dimana
pemimpin selalu mengambil keputusan dengan mendasarkan pada data hasil
penilaian risiko. Berdasarkan kepemimpinan yang kondusif inilah, maka
muncul kewajiban bagi pimpinan untuk menyelenggarakan penilaian risiko di
instansinya.
2. Penilaian risiko
Penilaian risiko dengan dua sub unsurnya, dimulai dengan melihat
kesesuaian antara tujuan kegiatan yang dilaksanakan instansi pemerintah
dengan tujuan sasarannya, serta kesesuaian dengan tujuan strategik yang
ditetapkan pemerintah. Setelah penetapan tujuan, instansi pemerintah
melakukanidentifikasi risiko (sub unsur 2.1) atas risiko intern dan ekstern
yang dapat mempengaruhi keberhasilan pencapaian tujuan tersebut, kemudian
menganalisis risiko (sub unsur 2.2) yang memiliki probability kejadian dan
dampak yang sangat tinggi sampai dengan risiko yang sangat rendah.
3. Kegiatan pengendalian
Adalah tindakan yang diperlukan untuk mengatasi resiko serta penetapan dan
pelaksanaan kebijakan dan prosedur untuk memastikan bahwa tindakan
mengatasi resiko telah dilaksanakan secara efektif.
awal dari langkah perbaikan. Oleh Karena itu, implementasi SPIP sangat bergantung
kepada komitmen, teladan pimpinan dan niat baik dari seluruh elemen dan pejabat dan
pegawai instansi pemerintah.
1. Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) adalah predikat yang diberikan kepada
suatu unit kerja yang memenuhi sebagian besar manajemen perubahan, penataan
tatalaksana, penataan sistem manajemen SDM, penguatan pengawasan, dan
penguatan akuntabilitas kinerja.
3. Unit kerja
Latar belakang
9. Pengendalian gratifikasi;
2. Dilakukan juga pada saat pelantikan sebagai CPNS, PNS,dan mutasi kepegawaian
horizontan maupun vertikal;
Sebagai wujud nyata dari pelaksanaan kegiatan ini, dua KPPN telah
mendapatkan predikat Wilayah Bebas Koupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih
dan Melayani (WBBM) dari Kementerian PANRB, yaitu KPPN Kuningan dan KPPN
Amplapura.
PENUTUP
KESIMPULAN
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah atau disingkat menjadi SPIP adalah sebuah
proses yang terintegrasi dilaksanakan oleh seluruh unsur dalam suatu lembaga yaitu
pimpinan beserta seluruh pegawainya dengan konsisten dan terus menerus dengan tujuan
memberikan keyakinan yang memadai atas berjalannya kegiatan organisasi dengan efektif
dan efisien, memiliki laporan keuangan yang dapat diandalkan, adanya sistem pengamanan
aset yang memadai, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Zona integritas predikat yang diberikan kepada instansi pemerintah yang pimpinan
dan jajarannya mempunyai komitmen untuk mewujudkan WBK/WBBM melalui reformasi
birokrasi, khususnya dalam hal pencegahan korupsi dan peningkatan kualitas pelayanan
publik. Zona integritas merupakan sebutan atau predikat yang diberikan kepada K/L dan
Pemda yang pimpinan dan jajarannya mempunyai niat (komitmen) untuk mewujudkan
WBK dan WBBM melalui upaya pencegahan korupsi, reformasi birokrasi dan peningkatan
kualitas pelayanan publik. K/L dan Pemda yang telah mencanangkan sebagai ZI
mengusulkan salah satu unit kerjanya untuk menjadi Wilayah Bebas dari Korupsi.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.djpk.depkeu.go.id/wp-content/uploads/2017/05/Slide-Paparan-
WBKWBBM.pdf
http://pemerintah.net/sistem-pengendalian-intern-pemerintah/
https://eprints.uns.ac.id/36281/1/F1315010_pendahuluan.pdf
https://kemenkeu.go.id/publikasi/artikel-dan-opini/urgensi-pembangunan-
zonaintegritas-menuju-wilayah-bebas-korupsi-dan-birokrasi-bersih-dan-melayani-
padaunit-instansi-di-kementerian-keuangan/
PEDOMAN_PEMBANGUNAN_ZONA_INTEGRITAS_menuju_WILAYAH_BEB
AS_DARI_KORUPSI_WBK_dan_WILAYAH_BIROKRASI_BERSIH_DAN_MEL
AYANI_WBBM