INTERIOR
MARIO
QUOTES:
HANYA 1 JAM, KITA MENCURAHKAN SEGALA RINDU YANG TERTAHAN.
MENYAMPAIKAN RASA YANG TEPENDAM, SALING MEMADU KASIH SEBELUM
WAKTU MERENGGUT NYAWAMU. HEY, PERI KECIL! TUNGGULAH AKU, KITA AKAN
KEMBALI BERSAMA TANPA TAKUT KEMBALI TERPISAH. – MARIO.
CERPEN
~Author Pov's~
Clarissa Putri Hadigantara atau kerap disapa Ri, gadis cuek namun perhatian dan
terkadang manja. Pukul 6 tepat Ri sudah sampai di SMA Aravest. Setelah meletakkan tas
nya, ia segera pergi ke rooftop. Langkahnya terhenti ketika melihat seorang pemuda tengah
mengeroyok adik kelas, namun tak ia pedulikan dan kembali melanjutkan perjalanannya.
Tanpa ia sadari, pemuda itu memperhatikannya dengan tatapan tajam penuh kebencian.
Reigha Arion Alckana kerap disapa Rio, pemuda tampan yang memiliki sifat dingin,
troublemaker, tak jarang ia akan menghabisi orang yang mengusik hidupnya maka ia di cap
sebagai psychopath. Namun hanya satu yang ia incar selama ini, yaitu gadis yang ia temui di
rooftop.
~FLASHBACK ON~
Seorang pemuda berusia 14 tahun baru saja pulang dari sekolah, ia mendengar
keributan dari dalam rumah. Ia melihat kedua orangtua nya bertengkar dengan sepasang
kekasih, ia juga melihat seorang gadis kecil yang menangis melihat pertengkaran itu. Tiba-
tiba, ia dikejutkan dengan suara tembakan. Ia menoleh ke sumber suara, di sana kedua
orangtuanya tergeletak bersimbah darah. Ia segera menghampiri kedua orangtuanya, sambil
menangis menatap mamanya.
“Nggak!! Mama, papa bangun !! Jangan tinggalin Rio !!” Rio menatap keluarga kecil
yang baru saja keluar dari rumahnya penuh dendam.
~FLASHBACK OF~
~ARION POV~
"Tunggu saja, aku akan membalaskan dendamku padamu.‟ Batinku. Mata hazelku
menatap tajam seorang gadis yang baru saja menaiki tangga menuju rooftop. Tanpa
memperdulikan lawannya yang sudah pergi, Rio segera mengambil ponselnya dan
menghubungi seseorang.
“Sabotase mobil itu, tenang saja gue sudah mempersiapkan uang untuk kalian. Jangan
sampai gagal!” Rio memutuskan panggilan secara terpihak dan tersenyum sinis. Lalu segera
beranjak ke kelas sebelum ada yang mencurigai dia.
“Sebentar lagi gue akan melihat lo menangis, Ri. Lalu gue akan memulai rencana
selanjutnya, yaitu berpura-pura menjadi teman yang baik buat lo. Membuat lo percaya sama
gue dan gue akan menghancurkan lo secara perlahan.” Ucap Rio lirih namun penuh
kebencian. Ia menunggu kehadiran seseorang dengan tak sabar. Tiba-tiba seluruh murid yang
ada di dalam kelas dikejutkan oleh suara pintu yang di buka kasar oleh seorang gadis.
‘BRAK!’
“Gita, gue minta tolong izinin ke guru dan wali kelas. Gue harus ke rumah sakit,
orangtua gue kecelakaan. Lo bisa bantu gue, kan?” pinta Ri dengan nada panik seraya
menghampiri Gita, sang ketua kelas. Mario tersenyum dalam hati, rencananya berhasil dan
dia akan memulai aksinya.
“Oke, Ri. Lo hati-hati, ya? Atau mau gue antar? Keadaan lo kacau banget,” ujar Gita
yang ikut cemas melihat temannya ini. Belum sempat Ri menjawab, seorang pemuda sudah
menyambar terlebih dahulu.
“Biar gue yang antar dia, kelas bisa kacau kalau lo pergi.” Rio menatap Gita datar,
tampaknya pemuda itu sudah siap pergi. Ia menggendong tasnya dan tangannya membawa
tas Ri. Tanpa menunggu jawaban kedua gadis itu, Rio segera menarik tangan Ri dan segera
pergi ke rumah sakit. Ri saat Rio menariknya untuk segera pergi. Pikirannya sudah terlalu
kacau saat ini.
~UGD~
Hanya butuh waktu 20 menit, mereka sudah tiba di rumah sakit. Kini mereka sudah
menunggu di depan UGD. Ri tampak cemas, ia sedari tadi menangis. Rio hanya duduk diam
memerhatikan Ri. Ada rasa kasihan, namun ia segera menepisnya.
“Lebih baik lo duduk, tenangin pikiran lo dan berdoa.” Ucap Rio dengan nada
menenangkan. Ri tidak menghiraukan Rio. Tak lama dokter keluar dengan raut wajah yang
sulit diartikan.
“Dok, bagaimana keadaan orangtua saya?” tanya Ri cepat.
“Ri, lo tenang dulu,” Rio berdiri di samping Ri dan merangkul pundaknya, berusaha
menenangkan gadis itu.
“Maaf. Saya sudah berusaha semaksimal mungkin, tetapi Tuhan berkehendak lain.
Saat dibawa ke rumah sakit, kondisi orangtua anda sudah parah dan denyut nadinya
melemah. Saya permisi,” ucap dokter tadi dan segera pergi meninggalkan Ri yang menangis
meraung. Ia tak percaya, jika orangtuanya sudah pergi meninggalkannya.
“Ayah, bunda kenapa kalian pergi? Kenapa ayah dan bunda ninggalin Ri hiks hiks
….” Rio menatap Ri, sekilas ia teringat saat ia menangis melihat mama dan papanya. Lagi-
lagi Rio menepis rasa kasihan itu, ia harus ingat dengan dendamnya. Rio menepuk pundak
Ri, berusaha bersikap lembut meski terasa susah.
“Ri, lo yang sabar. Jangan sedih, biarkan orangtua lo tenang. Lo harus ikhlas, oke?
Sekarang gue antar lo pulang, biar gue bantu untuk mengurus pemakaman orangtua lo.” Ajak
Rio. Ri menatap Rio, pemuda itu terlihat tulus membantunya dan ia menerima tawaran Rio.
Rio pun mengantarkan Ri pulang setelah mengurus administrasi.
~RUMAH RI~
“Ri, lo tinggal di kompleks ini juga? Kok gue baru sadar kalau kita tetanggaan, ya?”
tanya Rio yang sedikit kaget saat mereka sudah duduk di ruang tamu. Ia tak habis pikir,
ternyata dunia sangat sempit. Apakah ini sebuah keberuntungan?
“Eh? Iya, gue baru pindah beberapa hari yang lalu. Terima kasih, Yo. Lo sudah bantu
gue untuk mengurus pemakaman orangtua gue dan mau temani gue dulu di sini.” tawar Ri
dengan suaranya yang terdengar sumbang efek menangis. Rio mengangguk sambil tersenyum
tipis. Entah apa yang ia rasa, seperti ada yang mendorong ia untuk menemani gadis yang
sedang berduka itu. Kemudian ia menatap sekeliling rumah Ri yang terlihat sepi.
“Lo pindahan dari mana, Ri? Selama ini lo cuma bertiga sama orangtua lo?” tanya
Rio.
“Gue pindahan dari Bandung, karena ayah ada kerjaan di sini katanya. Iya, gue anak
tunggal. Sebenarnya gue punya kakak, tapi dia sudah meninggal saat bunda melahirkan dia.”
Rio mengangguk pelan.
“Gue juga nggak pernah lihat lo, yo? Di sekolah juga, gue malah baru lihat lo tadi.”
tanya Ri heran.
“Eh? Hehehe iya, soalnya nggak ada anak sepantaran jadi males. Untuk sekolah, ya
gue suka bolos. Jadi maklum aja kalau lo jarang lihat gue,” jawab Rio sambil tertawa, ia
sedikit salah tingkah saat tahu gadis ini begitu memperhatikan sekitar.
“Aih? Ngapain lo? Mau jadi badboy ceritanya, hm? Emang lo sendirian?” Rio terdiam
seketika, membuat Ri kembali terheran. Apakah ia salah berbicara?
“Rio? Lo kenapa diam? Gue salah bicara, ya?”
“Eh, enggak. Orangtua gue sudah meninggal 4 tahun yang lalu, jadi gue sendiri di
sini.” Rio berkata sambil menatap Ri, mencoba melihat reaksi yang diberikan gadis itu.
“Sorry, Yo. Gue nggak tahu, kalau gitu gue mau jadi teman lo.” Ucap Ri merasa tak
enak. Reaksinya membuat Rio bingung, gadis itu tak tahu? Rio tak ambil pusing dan
tersenyum kecil menanggapi ucapan Ri. Rio dengan senang hati menerima Ri sebagai
temannya, itu akan mempermudah ia untuk membalas dendamnya.
Hari demi hari, Ri dan Rio semakin dekat baik di sekolah maupun di luar sekolah. Rio
menikmati kedekatannya dengan Ri, ia merasa senang dan tenang saat berada di samping
gadis itu. Sempat terbesit, apakah ia tetap melanjutkan rencananya atau tidak. Namun ingatan
tentang orangtuanya membuat ia melupakan perasaannya dan melanjutkan balas dendamnya.
Hari ini malam minggu, Rio mengajak Ri ke taman. Ia akan mengungkapkan
perasaannya kepada Ri. Ia sadar, ia menyimpan rasa terhadap gadis mungil itu. Namun
dendamnya lebih besar, hingga membuatnya buta. Kini ia sedang menatap gadis itu, ia bisa
merasakan getaran di hatinya.
“Ri, aku bukan laki-laki sempurna. Tapi aku mencintaimu, apakah kamu mau menjadi
pacarku?” Rio berharap-harap cemas. Sebuah anggukan kecil mampu menghadirkan kupu-
kupu yang menggelitik perutnya. Ia sangat senang, lantas membawa gadis itu dalam dekapan
hangatnya. Sejenak ia melupakan dendamnya, membiarkan bahagia menyeruak dalam
hatinya.
Beberapa hari kemudian, hubungan mereka semakin dekat. Rio menikmati segala
perhatian yang Ri berikan. Suatu hari Ri tampak sibuk bersama Ozy, sahabat Ri untuk
mengerjakan tugas kelompok. Tanpa sepengetahuan Ri, ia mengikuti gadis itu ke caffe. Ada
perasaan cemburu namun ia menepisnya. Sebuah ide terlintas dalam benaknya, Rio segera
menuju ke suatu tempat. Ia menemui sekelompok preman dan menyuruh mereka untuk
mencelakai Ri dan Ozy.
“Pulang yuk, kak? Sudah sore hehehe … mendung juga,” ajak Ri kepada Ozy sambil
membereskan buku dan alat tulis lainnya.
“Hm? Oke!” seru Ozy sambil merangkul Ri yang sudah ia anggap seperti adiknya
sendiri. Saat di perjalanan, Ri merasakan firasat buruk dan ia terus saja gelisah membuat Ozy
heran.
“Perasaan lo aja kali, sudah tenang aja. Kita pulang sekarang, ya? Gue akan nyetir
pelan-pelan dan hati-hati, oke?” sahut Ozy berusaha menenangkan Ri. Ri menghela napas
panjang dan mengangguk. Awalnya semua baik-baik saja. Sebelum sebuah motor menyalip
dengan kencang membuat Ozy refleks membanting stir ke arah lain, alhasil mobilnya
menabrak pohon besar sehingga hancur di bagian depannya.
~AUTHOR POV~
Di ruang yang serba putih ini, Ri menangis histeris menatap tubuh kaku Ozy. Ia
merasa bersalah karena mengabaikan firasatnya saat perjalanan pulang. Gadis ini
menyalahkan dirinya sendiri atas kematian Ozy. Trauma akan kematian orangtuanya belum
hilang, sekarang ia harus kehilangan sahabat yang sudah ia anggap sebagai kakaknya.
“Hiks kak Ozy, maafin aku hiks. Semoga kakak tenang di sana, ya. sampaikan
salamku untuk ayah dan bunda hiks aku kangen sama mereka. Kenapa kalian pergi ninggalin
aku sendiri? Kenapa semua orang yang aku sayang, satu persatu meninggalkan aku? Rio,
bahkan dia tidak menemaniku di sini. Kak Ozy hiks aku janji, aku akan cari tahu siapa pelaku
di balik kecelakaan kita hiks … Aku nggak akan tinggal diam. Kak hiks aku sayang sama
kakak. Tolong jagain ayah dan bunda di sana, ya? Hiks aku kangen kalian ….” Isak tangis Ri
terasa menyayat hati. Kondisinya masih lemah, namun ia memaksakan diri untuk mengurus
pemakaman Ozy.
TAMAT!