Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

            Persoalan Iman (aqidah) agaknya merupakan aspek utama dalam ajaran Islam yang
didakwahkan oleh Nabi Muhammad. Pentingnnya masalah aqidah ini dalam ajaran Islam tampak
jelas pada misi pertama dakwah Nabi ketika berada di Mekkah. Pada periode Mekkah ini, persoalan
aqidah memperoleh perhatian yang cukup kuat dibanding persoalan syari’at, sehingga tema sentral
dari ayat-ayat al-Quran yang turun selama periode ini adalah ayat-ayat yang menyerukan kepada
masalah keimanan.

            Berbicara masalah aliran pemikiran dalam Islam berarti berbicara tentang Ilmu Kalam. Kalam
secara harfiah berarti “kata-kata”. Kaum teolog Islam berdebat dengan kata-kata dalam
mempertahankan pendapat dan pemikirannya sehingga teolog disebut sebagai mutakallim yaitu ahli
debat yang pintar mengolah kata. Ilmu kalam juga diartikan sebagai teologi Islam atau ushuluddin,
ilmu yang membahas ajaran-ajaran dasar dari agama. Mempelajari teologi akan memberi seseorang
keyakinan yang mendasar dan tidak mudah digoyahkan. Munculnya perbedaan antara umat Islam.
Perbedaan yang pertama muncul dalam Islam bukanlah masalah teologi melainkan di bidang politik.
Akan tetapi perselisihan politik ini, seiring dengan perjalanan waktu, meningkat menjadi persoalan
teologi.

Perbedaan teologis di kalangan umat Islam sejak awal memang dapat mengemuka dalam bentuk
praktis maupun teoritis. Secara teoritis, perbedaan itu demikian tampak melalui perdebatan aliran-
aliran kalam yang muncul tentang berbagai persoalan. Tetapi patut dicatat bahwa perbedaan yang
ada umumnya masih sebatas pada aspek filosofis diluar persoalan keesaan Allah, keimanan kepada
para rasul, para malaikat, hari akhir dan berbagai ajaran nabi yang tidak mungkin lagi ada peluang
untuk memperdebatkannya. Misalnya tentang kekuasaan Allah dan kehendak manusia, kedudukan
wahyu dan akal, keadilan Tuhan. Perbedaan itu kemudian memunculkan berbagai macam aliran,
yaitu Mu'tazilah, Syiah, Khawarij, Jabariyah dan Qadariyah serta aliran-aliran lainnya.

Makalah ini akan mencoba menjelaskan aliran Jabariyah  Dalam makalah ini penulis hanya
menjelaskan secara singkat dan umum tentang aliran Jabariyah . Mencakup di dalamnya adalah latar
belakang lahirnya sebuah aliran dan ajaran-ajarannya secara umum.

B.     Rumusan Masalah

            Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah makalah ini adalah sebagai
berikut :

1.    Apa pengertian jabariyah ?

2.    Bagaimana sejarah timbulnya aliran jabariyah ?

3.    Siapa saja para tokoh aliran jabariyah dan dokrin-dokrinnya ?

4.    Bagaimana ajaran dan perkembangan aliran jabariyah ?

5.    Apa saja pokok-pokok pemikiran aliran jabariyah ?


C.    Tujuan Penulisan

Tujuan Penulisan Makalah ini adalah :

1.    Mengetahui pengertian jabariyah.

2.    Mengetahui sejarah timbulnya aliran jabariyah.

3.    Mengetahui para tokoh aliran jabariyah dan dokrin-dokrinnya.

4.    Mengetahui ajaran dan perkembangan aliran jabariyah.

5.    Mengetahui pokok-pokok pemikiran aliran jabariyah.

D.    Manfaat Penulisan

            Supaya kami dan para pembaca dapat mengetahui dan memahami sejarah timbulnya aliran
jabariyah beserta pengertian jabariyah, ajaran dan perkembangan aliran jabariyah. Semoga makalah
ini dapat bermanfaat untuk kami dan para pembaca serta dapat dijadikan sebagai rujukan.

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Pengertian Jabariyah

            Nama Jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung arti memaksa, sedangkan menurut
al-Syahrafani bahwa Jabariyah berarti menghilangkan perbuatan dari hamba secara hakikat dan
menyandarkan perbuatan tersebut kepada Allah SWT. Oleh karena itu, aliran Jabariyah ini menganut
paham bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam menentukan kehendak dan
perbuatannya. Manusia dalam paham ini betul melakukan perbuatan, tetapi perbuatannya itu dalam
keadaan terpaksa.

            Secara bahasa Jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung pengertian memaksa. Di
dalam kamus Munjid dijelaskan bahwa nama Jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung
arti memaksa dan mengharuskannya melakukan sesuatu. Salah satu sifat dari Allah adalah al-Jabbar
yang berarti Allah Maha Memaksa. Sedangkan secara istilah Jabariyah adalah menolak adanya
perbuatan dari manusia dan menyandarkan semua perbuatan kepada Allah. Dengan kata lain adalah
manusia mengerjakan perbuatan dalam keadaan terpaksa (majbur).

            Menurut Harun Nasution Jabariyah adalah paham yang menyebutkan bahwa segala
perbuatan manusia telah ditentukan dari semula oleh Qadha dan Qadar Allah. Maksudnya adalah
bahwa setiap perbuatan yang dikerjakan manusia tidak berdasarkan kehendak manusia, tapi
diciptakan oleh Tuhan dan dengan kehendak-Nya, di sini manusia tidak mempunyai kebebasan
dalam berbuat, karena tidak memiliki kemampuan. Ada yang mengistilahlkan bahwa Jabariyah
adalah aliran manusia menjadi wayang dan Tuhan sebagai dalangnya.
B.     Sejarah Timbulnya Aliran Jabariyah

            Firqoh Jabariyah timbul bersamaan dengan timbulnya firqoh Qodariya, dan tampaknya
merupakan reaksi daripadanya. Daerah tempat timbulnya juga tidak berjauhan. Firqoh Qodariyah
timbul di Irak, sedangkan firqoh Jabariyah timbull di Khurasan Persia. Pemimpinnya yang pertama
adalah Jaham bin Sofwan. Karena itu, firqoh ini kadang-kadang disebut Al-Jahamiyah. Ajaran-
ajarannya banyak persamaannya dengan aliran Qurro’ agama Yahudi dan aliran Ya’cubiyah agama
Kristen.             Mula-mula Jaham bin Sofwan adalah juru tulis dari seorang pemimpin bernama
Suraih bin Harits, Ali Nashar bin Sayyar dan memberontak di daerah Khurasan terhadap kekuasaan
Bani Umayah. Dia terkenal orang yang tekun dan rajin menyiarkan agama. Fatwanya yang menarik
adalah bahwa manusia tidak mempunyai daya upaya, tidak ada ikhtiar dan tidak ada kasab. Semua
perbuatan manusia itu terpaksa (majbur) di luar kemauannya, sebagaimana keadaan bulu ayam
terbang kemana arah angin bertiup atau sepotong kayu di tengah lautan mengikuti arah hempasan
ombak dan badai. Ringkasnya bahwa orang-orang Jabariyah berpendapat bahwa manusia itu tidak
mempunyai daya ikhtiar, merupakan kebalikan dari paham Qodariyah, yang mana semua gerak
manusia di paksa adanya kehendak Allah Swt.

            Dalam segi-segi tertentu, Jabariyah dan Mu’tazilah mempunyai kesamaan pendapat, misalnya
tentang sifat Alllah, surga dan neraka tidak kekal, Allah SWT. Tidak bisa dilihat di akhirat kelak, Al-
Quran itu makhluk dan lain sebagainya. Jaham bin Sofwan mati terbunuh oleh pasukan Bani
Umayyah pada 131 H. Jabariyah berpendapat bahwa hanya Allah SWT. sajalah yang menentukan
dan mengutuskan segala amal perbuatan manusia. Semua perbuatan itu sejak semula telah
diketahui AllahSWT. Dan semua amal perbuatan itu adalah berlaku dengan qodrat dan irodat-Nya.
Manusia tidak mencampurinya sama sekali. Usaha manusia sama sekali bukan ditentukan oleh
manusia sendiri. Qodrat dan irodat Allah SWT. adalah membekukan dan mencabut kekuasaan
manusia sama seklai. Pada hakikatnya segala pekerjaan dan gerak gerik manusia sehari-harinya
adalah merupakan paksaan (majbur) semata-mata. Kebaikan dan kejahatan itu pun semata-mata
paksaan pula, sekalipun nantinya manusia memperoleh balasana surga dan neraka.

            Pembalasan surga atau neraka itu bukan sebagai ganjaran atas kebaikan yang diperbuat
manusia sewaktu hidupnya, dan balasan kejahatan yang dilarangnya, tetapi surag dan neraka itu
semata-mata sebagai bukti kebesaran Allah SWT dalam qodarat dan irodatnya. Kalau manusia itu
tidak diserahi qodarat dan irodat sendiri dalam mewujudkan usahanya dan Allah SWT saja yang
menggung qodart dan irodat yang menentukan perbuatan manusia tersebut, hal itu sulit di terima.
Ibaratnya orang yang diikat lalu dilemparkan ke dalam laut, seraya diserukan kepadanya : “jagalah
dirimu, jangan sampai tenggelam ke dalam air.” Akan tetapi,pahan Jabariyah ini melampaui batas,
sehingga mengiktikadkan bahwa tidak berdosa kalau berbuat kejahatan, karena yang berbuat itu
pada hakikatnya Allah SWT pula. Kesesatannya, mereka berpendapat bahwa orang itu mencuri,
maka Tuhan pula yang mencuri, bila orang sholat maka Allah SWT pula yang sholat. Jadi kalau orang
berbuat buruk atau jahat lalu dimasukan ke dalam neraka, maka Tuhan itu tidak adil. Karena apapun
yang diperbuat manusia kebaikan atau keburukan, tidak satupun terlepas dari qodrat dan irodatnya.
Sebagian pengikut Jabariyah beranggapan telah bersatu dengan Tuhan.

            Disini menimbulkan paham wihdatul wujud, yaitu manunggaling kawolo lan gusti, bersatunya
hamba dengan Dia. Perbuatan yang dilakukan manusia baik yang terpuji ataupun yang tercela pada
hakijatnya bukanlah hasil pekerjaannya sendiri melainkan hanyalah termasuk ciptaan Tuhan, yang
dilaksanakannya melalui tangan manusia. Dengan demikian, manusia itu tiadalah mempunyai
perbuatan, dan tidak pula mempunyai kuasa untuk berbuat sebab itu orang mukmin tidak akan
menjadi kafir karena dosa besar yang dilakukannya, sebab ia melakukannya semata-mata karena
terpaksa. Dia adalah laksana sehelai bulu yang terkatung-katung di udara, bergerak kesana sini
menurut hembusan angin yang menerpanya.

C.    Tokoh-Tokoh Aliran Jabariyah dan Dokrin-Dokrinnya 

            Menurut Asy-Syahratsani, Jabariyah dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, ekstrim dan
moderat. Di antara doktrin Jabariyah ekstrim adalah pendapatnya bahwa segala perbuatan manusia
bukan merupakan perbuatan yang timbul dari kemauannya sendiri., tetapi perbuatan yang
dipaksakan atas dirinya. Misalnya, kalau seseorang mencuri, perbuatan mencuri itu bukanlah terjadi
atas kehendak sendiri, tetapi timbul karena qadha dan qadar Tuhan yang menghendaki demikian.

Di antara pemuka Jabariyah ekstrim adalah berikut ini :

1)   Jahm bin Shofyan

Nama lengkapnya adalah Abu Mahrus Jaham bin Shafwan. Ia berasal dari Khurusan, bertempat
tinggal di Khufah, ia seorang da’i yang fasih dan lincah (orator), ia menjabat sebagai sekretaris Harits
bin Surais, seorang mawali yang menentang pemerintah Bani Umayah di Khurasan. Ia ditawan
kemudian dibunuh secara politis tanpa ada kaitannya dengan agama.

Sebagai seorang penganut dan penyebar faham Jabariyah, banyak usaha yang dilakukan Jahm yang
tersebar ke berbagai tempat, seperti ke Tirmidz dan Baik. Pendapat Jahm yang berkaitan dengan
persoalan teologi adalah sebagai berikut :

a)        Manusia tidak mampu untuk berbuat apa-apa. Ia tidak mempunyai daya, tidak mempunyai
kehendak sendiri, dan tidak mempunyai pilihan. Pendapat Jahm tentang keterpaksaan ini lebih
terkenal dibanding dengan pendapatnya tentang surga dan neraka, konsep iman, kalam Tuhan,
meniadakan sifat Tuhan (nahyu as-sifat), dan melihat Tuhan di akhirat.

b)        Surga dan neraka tidak kekal. Tidak ada yang kekal selain Tuhan. tentang keberadaan syurga-
neraka, setelah manusia mendapatkan balasan di dalamnya, akhirnya lenyaplah syurga dan neraka
itu. Dari pandangan ini nampaknya Jaham dengan tegas mengatakan bahwa, syurga dan neraka
adalah suatu tempat yang tidak kekal

c)        Iman adalah ma’rifat atau membenarkan dalam hati. Dalam hal ini, pendapatnya sama dengan
konsep iman yang dimajukan kaum Murji’ah.

d)       Kalam Tuhan adalah makhluk. Allah Maha Suci dari segala sifat dan keserupaan dengan
manusia seperti berbicara, mendengar dan melihat. Begitu pula Tuhan tidak dapat dilihat dengan
indera mata di akhirat kelak

2)   Ja’d bin Dirham

Al-Ja’d adalah seorang Maulana Bani Hakim, tinggal di Damaskus. Ia dibesarkan di lingkungan orang
Kristen yang senang membicarakan teologi. Semula ia dipercaya untuk mengajar di lingkungan
pemerintah Bani Umayah, tetapi setelah tampak pikiran-pikirannya yang kontroversial, Bani Umayah
menolaknya. Kemudian Al-Ja’d lari ke Kufah dan di sana ia bertemu dengan Jahm, serta mentransfer
pikirannya kepada Jahm untuk dikembangkan dan disebarluaskan.

Doktrin pokok Ja’d secara umum sama dengan pikiran Jahm, Al-Ghuraby menjelaskan sebagai
berikut :
a)        Al-Quran itu adalah makhluk. Oleh karena itu, dia baru.sesuatu yang baru itu tidak dapat
disifatkan kepada Allah.

b)        Allah tidak mempunyai sifat yang serupa dengan makhluk, seperti berbicara, melihat dan
mendengar.

c)        Manusia terpaksa oleh Allah dalam segala-galanya.

            Berbeda dengan Jabariyah ekstrim, Jabariyah moderat mengatakan bahwa Tuhan memang
menciptakan perbuatan manusia, baik perbuatan jahat maupun perbuatan baik, tetapi manusia
mempunyai bagian di dalamnya. Tenaga yang diciptakan dalam diri manusia mempunyai efek untuk
mewujudkan perbuatannya. Inilah yang dimaksud dengan kasab (acquisitin). Menurut faham kasab,
manusia tidaklah majbur (dipaksa oleh Tuhan), tidak seperti wayang yang dikendalikan oleh dalang
dan tidak pula menjadi pencipta perbuatan, tetapi manusia memperoleh perbuatanyang diciptakan
Tuhan.

Yang termasuk tokoh Jabariyah moderat adalah berikut ini :

1)      An-Najjar

Nama lengkapnya adalah Husain bin Muhammad An-Najjariyah (wafat 230 H). Para pengikutnya
disebut An-Najjariyah atau Al-Husainiyah. Di antara pendapat-pendapatnya adalah :

a)    Tuhan menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi manusia mengambil bagian atau peran
dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan itu. Itulah yang disebut kasab dalam teori An-Asy’ary.
Dengan demikian, manusia dalam pandangan An-Najjar tidak lagi seperti wayang yang gerakannya
bergantung pada dalang, sebab tenaga yang diciptakan Tuhan dalam diri manusia mempunyai efek
untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya.

b)    Tuhan tidak dapat dilihat di akhirat. Akan tetapi, An-Najjar menyatakan bahwa Tuhan dapat saja
memindahkan potensi hati (ma’rifat) pada mata sehingga manusia dapat melihat Tuhan.

2)      Adh-Dhirar

Nama lengkapnya adalah Dhirar bin Amr. Pendapatnya tentang perbuatan manusia sama dengan
Husein An-Najjr, yakni bahwa manusia tidak hanya merupakan wayang yang digerakkan dalang.
Manusia mempunyai bagian dalam perwujudan perbuatannya dan tidak semata-mata dipaksa dalam
melakukan perbuatannya. Secara tegas, Dhirar mengatakan bahwa suatu perbuatan dapat
ditimbulkan oleh dua pelaku secara bersamaan, artinya perbuatan manusia tidak hanya ditimbulkan
oleh Tuhan, tetapi juga oleh manusia itu sendiri. Manusia turut berperan dalam mewujudkan
perbuatan-perbuatannya. Mengenai ru’yat Tuhan di akhirat, Dhirar mengatakan bahwa Tuhan dapat
dilihat di akhirat melalui indra keenam. Ia juga berpendapat bahwa hujjah yang dapat diterima
setelah Nabi adalah ijtihad. Hadits ahad tidak dapat dijadikan sumber dalam menetapkan hukum.

D.    Ajaran dan Perkembangan Aliran Jabariyah      

            Jaham bin Shofwan berpendapat mengenai firqoh Jabariyah adalah : Manusia tidak
mempunyai qodrat untuk berbuat sesuatu, dan dia tidak mempunyai “kesanggupan” Dia hanya
terpaksa dalam semua perbuatannya. Dia tidak mempunyai qodrat dan ikhtiar, melainkan Tuhanlah
yang menciptakan perbuatan-perbuatan pada dirinya, seperti ciptaan-ciptaan Tuhan pada benda-
benda mati. Memang perbuatan-perbuatan itu dinisbatkan kepada orang tersebut, tetapi itu
hanyalah nisbah majazi, secara kiasan, sama halnya kalau kita menisbahkan sesuatu perbuatan
kepada benda-benda mati, misalnya dikatakan “pohon itu berubah” atau “air mengalir”, “batu
bergerak”, “matahari terbit dan tenggelam”, “langit mendung dan menurunkan hujan”, “bumi
bergoncang dan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan” dan lain sebagainya. Pahala dan siksa pun
adalah paksaan, sebagaimana halnya dengan perbuatan-perbuatan”. Jaham berkata : “apabila
paksaan itu telah tetap maka taklif adalah paksaan juga”.

            Jaham dan kawan-kawannya memperkuat pendapat mereka tentang “paksaan” itu dengan
mengemukakan ayat-ayat yang mereka pandang dapat memperkuatnya, misalnya ialah firman Allah
SWT :

َ‫إِنَّكَ اَل تَ ْه ِدي َم ْن أَحْ بَبْتَ َو ٰلَ ِك َّن هَّللا َ يَ ْه ِدي َم ْن يَشَا ُء ۚ َوهُ َو أَ ْعلَ ُم بِ ْال ُم ْهتَ ِدين‬
“Bahwasannya engkau (hai Muhammad) tidaklah berkuasa untuk memberi petuunjuk kepada orang
yang engkau cintai, akan tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang-orang yang dikehendaki-
Nya.” (QS. Al-Qashas [28]: 56)

Dan firman Allah SWT :

َ َّ‫ض ُكلُّهُ ْم َج ِميعًا ۚ أَفَأ َ ْنتَ تُ ْك ِرهُ الن‬


َ‫اس َحتَّ ٰى يَ ُكونُوا ُم ْؤ ِمنِين‬ ِ ْ‫َولَوْ شَا َء َربُّكَ آَل َمنَ َم ْن فِي اأْل َر‬
“Dan andaikata Tuhanmu menghendaki, niscaya berimanlah orang-orang yang ada di bumi ini
semuanya.” (QS. Yunus [10]: 99)

Dan firman Allah SWT :

ِ ‫ار ِه ْم ِغشَا َوةٌ ۖ َولَهُ ْم َع َذابٌ ع‬


‫َظي ٌم‬ ِ ‫ص‬َ ‫َختَ َم هَّللا ُ َعلَ ٰى قُلُوبِ ِه ْم َو َعلَ ٰى َس ْم ِع ِه ْم ۖ َو َعلَ ٰى أَ ْب‬
“Allah telah mencap hati dan pendengaran mereka dan pengelihatan mereka ditutup.” (QS. Al-
Baqarah [2]: 7)

Dan firman-Nya lagi :

َ‫ص َح لَ ُك ْم إِ ْن َكانَ هَّللا ُ ي ُِري ُد أَ ْن يُ ْغ ِويَ ُك ْم ۚ هُ َو َربُّ ُك ْم َوإِلَ ْي ِه تُرْ َجعُون‬


َ ‫ت أَ ْن أَ ْن‬
ُ ‫َواَل يَ ْنفَ ُع ُك ْم نُصْ ِحي إِ ْن أَ َر ْد‬

“Nasihatku takkan bermanfaat lagi bagimu, jika aku mau memberimu nasihat, kalau sekiranya Allah
ingin menyesatkan kamu.” (QS. Hud [11]: 34)

            Mayoritas kaum muslimin menolak paham Jabariyah ini, karena dapat menyebabkan orang
menjadi malas, lalai, dan menghapuskan tanggung jawab, dengan mengemukakan ayat-ayat yang
terang maksudnya, yang dengan ayat-ayat tersebut Al-Qur’anul Karim menolak pendapat-pendapat
yang dangkal dan naif itu. Ayat-ayat tersebut sebagai berikut.

‫ب الَّ ِذينَ ِم ْن قَ ْبلِ ِه ْم َحتَّى َذاقُوا بَأْ َسنَا قُلْ هَلْ ِع ْن َد ُك ْم ِم ْن‬ ْ ‫َسيَقُو ُل الَّ ِذينَ أَ ْش َر ُكوا لَوْ شَا َء هَّللا ُ َما أَ ْش َر ْكنَا َواَل آبَا ُؤنَا َواَل َح َّر ْمنَا ِم ْن ش‬
َ ‫َي ٍء َك َذلِكَ َك َّذ‬
)149(  َ‫) قُلْ فَلِلَّ ِه ْال ُح َّجةُ ْالبَالِ َغةُ فَلَوْ شَا َء لَهَدَا ُك ْم أَجْ َم ِعين‬148( َ‫ِع ْل ٍم فَتُ ْخ ِرجُوهُ لَنَا إِ ْن تَتَّبِعُونَ إِاَّل الظَّ َّن َوإِ ْن أَ ْنتُ ْم إِاَّل ت َْخ ُرصُون‬

“Orang-orang yang musyrik itu akan berkata: “Andaikata Tuhan mengehendaki, niscaya kami tidak
akan musyrik, dan tidak pula bapak-bapak kami, dan kami tidak akan mengharamkan apa-apa.
Segitu pula orrang-orang yang sebelum mereka berbuat dusta, sehingga mereka merasakan siksaan
Kami. Katakanlah: “Adakah kamu mempunyai keterangan yang bisa kamu untukkan kepada Kami?
Kamu hanya meuruti sangkaan-sangkaan saja, dan kamu hanya berdusta.” Katakanlah: “Maka
hanya Allah-lah yang mempunyai alasan yang kuat.” (QS. Al-An’am [6]: 148-149)

Difirmankan Allah SWT :


َ ِ‫َى ٍء ۚ َك ٰ َذل‬
ۚ ‫ك فَ َع َل ٱلَّ ِذينَ ِمن قَ ْبلِ ِه ْم‬ ۟ ‫ال ٱلَّ ِذينَ أَ ْش َر ُك‬
ْ ‫وا لَوْ شَٓا َء ٱهَّلل ُ َما َعبَ ْدنَا ِمن دُونِ ِهۦ ِمن ش‬
ْ ‫َى ٍء نَّحْ نُ َوٓاَل َءابَٓا ُؤنَا َواَل َح َّر ْمنَا ِمن دُونِ ِهۦ ِمن ش‬ َ َ‫َوق‬
ٰ
ُ‫فَهَلْ َعلَى ٱلرُّ ُس ِل إِاَّل ْٱلبَلَ ُغ ْٱل ُمبِين‬

“Dan orang-orang musyrik berkata: Jikalau Tuhan menghendaki tentu kami tidak akan menyembah
apapun selain dari pada-Nya. (tidak) kami dan tidak pula bapak-bapak kami, dan tentu kami tidak
akan mengharamkan sesuatu pun tanpa (izin)Nya.” Demikian pulalah diucapkan oleh orang-orang
sebelum mereka. Maka bukanlah kewajiban Rasul-rasul itu hanya menyampaikan (seruan) yang
nyata?”  (QS. An-Nahl [16]: 35)

 Dan Firman Allah SWT :

‫ض ٰلَ ٍل ُّمبِي ٍن‬ ْ ُ‫ُوا لِلَّ ِذينَ َءا َمنُ ٓو ۟ا أَن‬


ْ َ‫ط ِع ُم َمن لَّوْ يَشَٓا ُء ٱهَّلل ُ أ‬
َ ‫ط َع َم ٓۥهُ إِ ْن أَنتُ ْم إِاَّل فِى‬ ۟ ‫ال ٱلَّ ِذينَ َكفَر‬ ۟ ُ‫َوإ َذا قِي َل لَهُ ْم أَنفِق‬
َ َ‫وا ِم َّما َر َزقَ ُك ُم ٱهَّلل ُ ق‬ ِ
“Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Nafkahkanlah sebagian dari apa-apa yang telah
dikaruniakan Allah kepada kamu!” (maka) berkatalah orang-orang kafir itu kepada orang-orang
Mukmin: “Apakah (perlu) kami memberi makan orang yang jika Allah mengehndaki tentu Dia
memberinya makan? Kamu benar-benar berada dalam kesesatan!” (QS. Yasin [36]: 47)

Dan firman-Nya lagi :

َ ِ‫َوقَالُوا لَوْ شَا َء الرَّحْ ٰ َمنُ َما َعبَ ْدنَاهُ ْم ۗ َما لَهُ ْم بِ ٰ َذل‬
َ‫ك ِم ْن ِع ْل ٍم ۖ ِإ ْن هُ ْم إِاَّل يَ ْخ ُرصُون‬
“Dan mereka berkata: Jikalau yang Maha Pengasih menghendaki, niscaya kami takkan menyembah
mereka itu.” Ingatlah, bahwa mereka ini tidak mempunyai pengetahuan tentang hal itu. Mereka
hanya berdusta” (QS. Az-Zukhuf [43]: 20)

            Menurut paham Ahlus Ssunnah, bahwa segala sesuatu itu memang dijadikan oleh Allah SWT.
Tetapi Allah SWT juga menjadikan ikhtiar dan kasab bagi manusia. Sesuatu yang diperbuat manusia
adalah pertemuan ikhtiar manusia dengan takdir-Nya. Ikhtiar dan kasab hanya sebagai sebab saja,
bukan yang mengadakan atau menciptakan sesuatu. Umpamanya, kalau sesuatu benda tersentuh
api, maka ia terbakar. Bila orang itu makan maka kenyanglah. Tetapi perlu diingat bahwa bukan api
yang membakarnya dan bukan pula nasi yang mengenyangkannya, semuanya karena Allah SWT
semata. Kadang-kadang bisa terjadi sebaliknya, bila Allah SWT menhendaki., banyak benda yang
tersentuh api tetapi tidak terbakar. Banyak orang yang berusaha sekuat tenaga, tetapi justru sial dan
kemalangan yang diperoleh. Kalau obat itu mesti dapat menyembuhkan penyakit, tentu tidak ada
orang yang mati. Sebab sakit apapun dapat disembuhkan dan obat dapat mencegah kematian.
Sermacam-macam obat untuk bermacam-macam penyakit, kenyataan menunjukkan bahwa banyak
penyakit yang tidak dapat disembuhkan. Tua dan kematian, sesuatu yang tidak ada obatnya.
Manusia memperoleh hukuman karena ikhtiar dan kasabnya yang tidak baik dan akan diberi pahala
atas ikhtiar dan kasabnya yang baik.

Firman Allah SWT :

ُ‫اخ ْذنَٓا إِن نَّ ِسينَٓا أَوْ أَ ْخطَأْنَا ۚ َربَّنَا َواَل تَحْ ِملْ َعلَ ْينَٓا إِصْ رًا َك َما َح َم ْلتَ ۥه‬ ْ َ‫اَل يُ َكلِّفُ ٱهَّلل ُ نَ ْفسًا إِاَّل ُو ْس َعهَا ۚ لَهَا َما َك َسب‬
ْ َ‫ت َو َعلَ ْيهَا َما ٱ ْكتَ َسب‬
ِ ‫ت ۗ َربَّنَا اَل تُ َؤ‬
ٰ
َ‫َعلَى ٱلَّ ِذينَ ِمن قَ ْبلِنَا ۚ َربَّنَا َواَل تُ َح ِّم ْلنَا َما اَل طَاقَةَ لَنَا بِ ِهۦ ۖ َوٱعْفُ َعنَّا َوٱ ْغفِرْ لَنَا َوٱرْ َح ْمنَٓا ۚ أَنتَ َموْ لَ ٰىنَا فَٱنصُرْ نَا َعلَى ْٱلقَوْ ِم ْٱل َكفِ ِرين‬
“Dia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan dia mendapat siksa (dari
kejahatan) yang dikerjakannya.” (QS. Al-Baqarah [2]: 286)

َ‫ْض الَّ ِذي َع ِملُوا لَ َعلَّهُ ْم يَرْ ِجعُون‬ ِ َّ‫ت أَ ْي ِدي الن‬
َ ‫اس لِيُ ِذيقَهُ ْم بَع‬ ْ َ‫ظَهَ َر ْالفَ َسا ُد فِي ْالبَرِّ َو ْالبَحْ ِر بِ َما َك َسب‬

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia.” (QS.
Ar-Rum [30]: 41)
            Aliran Jabariyah berpendapat : (manusia) dengan terpaksa atas perbuatannya dan
mengingkari daya kemampuan keseluruhannya, menganngap bahwa surga dan neraka keduanya
rusak dan binasa dan beranggapan juga bahwa sesungguhnya iman itu adalah ma’rifat pada Allah
SWT saja. Sesungguhnya kufur adalah sebuah kebodohan belaka. Tak ada perbuatan dan amal
perbuatan bagi seseorang selain Allah SWT.”

Aliran Al-Bakariyah membuat bid’ah dalam fiqih : “mengharamkan bawang putih, brambang dan
mewajibkan (batal) wudu karena berbunyinya perut.”

            Menurut Syahrastani, terdapat tiga golongan dalam Jabariyah, yaitu :

1)   Jahmiyah

Jahmiyah adalah sekte para pengikut Jahm bin Sofwan, salah seotrang yang paling berjasa besar
dalam mengembangkan aliran Jabariyah. Ajaran Jahmiyah yang terpenting adalah al Bari Ta’ala
(Allah SWT Tuhan Maha Pencipta lagi Maha Tinggi) Allah SWT tidak boleh disifatkan dengan sifat
yang dimiliki makhluk-Nya, seperti sifat hidup (hay) dan mengetahui (‘alim), karena penyifatan
seperti itu mengandung pengertian penyerupaan Tuhan dengan makhluk-Nya, padahal penyerupaan
seperti itu tidak mungkin terjadi.

2)   Najjariyah

Sekte ini dipimpin oleh Al Husain bin Muhammad an Najjar (w. 230 H / 845 M). Ajaran yang
dikemukakan bahwa Allah memiliki kehendak terhadap diri-Nya sendiri, sebagaimana Allah
mengetahui diri-Nya. Tuhan menghendaki kebaikan dan kejelekan, sebagaimana ia menghendaki
manfaat dan mudzarat.

3)   Dirariyah

Sekte ini dipimpin oleh Dirar bin Amr dan Hafs al Fard. Kedua pemimpin tersebut sepakat
meniadakan sifat – sifat Tuhan dan keduanya juga berpendirian bahwa Allah SWT itu Maha
Mengetahui dan Maha Kuasa, dalam pengertian bahwa Allah itu tidak jahil (bodoh) dan tidak pula
‘ajiz (lemah).

Dari ketiga golongan ini, syahrastani mengklarifikasikan menjadi dua bagian besar. Pertama,
Jabariyah murni yang berpendapat bahwa baik tindakan maupun kemampuan manusia melakukan
seutu kemauan atau perbuatannya tidak efektif sama sekali. Kedua Jabariyah moderat yang
berpandangan bahwa manusia mempunyai sedikit kemampuan untuk mewujudkan kehendak dan
perbuatannya.

E.     Pokok-Pokok Pemikiran Jabariyah

1)        Manusia tidak mampu berbuat apa-apa. Bahwa segala perbuatan manusia merupakan
paksaan dari Tuhan dan merupakan kehendak-Nya yang tidak bisa ditolak oleh manusia. Manusia
tidak punya kehendak dan pilihan. Ajaran ini dikemukakan oleh jahm bin shofwan.

2)        Surga dan neraka tidak kekal, begitu pun dengan yang lainnya, hanya Tuhan yang kekal.

3)        Iman adalah ma’rifat dalam hati dengan hanya membenarkan dalam hati. Artinya, bahwa
manusia tetap dikatakan beriman meskipun ia meninggalkan fardhu dan melalkukan dosa besar,
tetap dikatakan beriman walaupun tanpa amal.
4)        Kalam Tuhan adalah makhluk, Allah SWT mahasuci dari segala sifat keserupaan dengan
makhluk-Nya, maka Allah tidak dapat dilihat meskipun di akhirat kelak, oleh karena itu Al-Qur’an
sebagai makhluk adalah baru dan terpisah dari Allah, tidak dapat disifatkan kepada Allah SWT.

5)        Allah tidak mempunyai sifat serupa makhluk seperti berbicara, melihat, dan mendengar.

6)        Tuhan menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi manusia berperan dalam mewujudkan
perbuatan itu. Teori ini dikemukakan oleh Al-Asy’ari yang disebut teori kasah, sementara An-najjar
mengaplikasikannya dengan ide bahwa manusia tidak lagi seperti wayang yang digerakkan, sebab
tenaga yang diciptakan Tuhan dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan
perbuatannya.

  

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

            Kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan makalah ini adalah Alirah Jabariyah ini
berpendapat bahwa apa yang kita lakukan itu atas kehendak Allah SWT atau qodrat dan irodat-Nya.
Paham Jabariyah memandang manusia sebagai makhluk yang lemah dan tidak berdaya. Manusia
tidak sanggup mewujudkan perbuatan-perbuatannya sesuai dengan kehendak dan pilihan bebasnya.
Pendeknya, perbuatan-perbuatan itu hanyalah dipaksakan Tuhan kepada manusia. Paham Jabariyah
terpecah ke dalam dua kelompok, ekstrim dan moderat. Ja'ad ibn Dirham dan Jahm ibn Shafwan
mewakili kelompok ekstrim.

            Sedang Husain al-Najjar dan Dirar ibn 'Amr mewakili kelompok moderat. Jabariyah berarti
menghilangkan perbuatan dari hamba secara hakikat dan menyandarkan perbuatan tersebut kepada
Allah SWT. Tokoh pemikirnya adalah al-Ja'ad ibn Dirham aliran Jabariyah ini menganut paham bahwa
manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam menentukan kehendak dan perbuatannya. Manusia
dalam paham ini betul melakukan perbuatan, tetapi perbuatannya itu dalam keadaan terpaksa.

B.     Saran

            Dengan dibuatnya makalah ini semoga dapat bermanfaat bagi para pembaca dan kami selaku
pembuat makalah. Kami berharap makalah ini dapat menjadi rujukan atau referensi bagi para
pembaca. Serta kami dengan terbuka menerima masukan-masukan dari para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. (2017, 4 3). Retrieved from Makalahku:


http://www.makalahterbaruku.online/2017/04/makalah-aliran-

Mu'in, K. T. (n.d.). Ilmu Kalam. Jakarta: PT. AKA.

Nasir, K. A. (2010). Pemikiran Kalam (Teologi Islam). Jakarta: Rajawali Pers.

Nasution, H. (1972). Teologi Islam. Jakarta : Yayasan Penerbit Universitas Indonesia

Unknown. (2013, 10 20). Retrieved from Gudang Makalah:


http://pintumakalah.blogspot.com/2013/10/makalah-lengkap-aliranjabariyah.html

Anda mungkin juga menyukai