Anda di halaman 1dari 10

Bab

PENDAHULUAN
Persoalan yang dihadapi oleh matematika sebelum abad ke-17
adalah bagaimana menanggulangi permasalahan-permasalahan yang
timbul terutama dalam ilmu-ilmu sains seperti Fisika dan Astronomi.
Ketika itu ahli-ahli astronomi memperkenalkan “trigonometri” yang
memungkinkan perhitungan atas jarak benda-benda langit dan luas
permukaannya. Aljabar dasar (aljabar elementer) juga ditemukan,
namun hanya mampu menyelesaikan permasalahan-permasalahan
sederhana berupa persamaan linear, persamaan kuadrat dan
persamaan pangkat tinggi dengan jumlah variabel sederhana.
Geometri bidang (planimetri) dan geometri ruang juga dikembangkan
untuk meghitung keliling, luas dan volume benda-benda teratur yang
sudah dikenal. Geometri analitik yang juga dikembangkan kemudian
adalah mempunyai tujuan untuk memecahkan persamaan linear,
persamaan lingkaran atau persamaan kurva-kurva seperti lintasan
peluru dan lintasan planet.

1.1 LATAR BELAKANG MUNCULNYA KALKULUS


Dalam awal abad ke­17, muncul permasalahan baru dalam bidang Fisika dan
Astronomi, yang mana beberapa ahlinya pada abad tersebut juga sekaligus ahli matematika.
Permasalahan­permasalahan pokok yang timbul antara lain dapat disebutkan sebagai berikut.

1
1. Bagaimana cara menentukan kecepatan sesaat dari suatu gerak dan lintasan ?

Benda­benda langit dan benda­benda bergerak di sekitar permukaan bumi mempunyai


kecepatan yang berubah, dan percepatan yang juga kadang­kadang berubah. Karena
kecepatan berubah maka terdapat kecepatan pada suatu saat tertentu yang disebut
kecepatan sesaat. Penentuan kecepatan sesaat inilah yang mendorong munculnya
“kalkulus”.

2. Bagaimana cara menentukan persamaan garis singgung melalui suatu titik pada kurva ?

Tiap titik pada suatu kurva (garis lengkung) mempunyai koefisien arah garis singgung
yang berbeda. Seandainya koefisien arah ini dapat ditentukan maka persamaan garis
singgungnya dapat ditentukan. Penentuan koefisien arah garis singgung inilah yang juga
mendorong munculnya “kalkulus”.

3. Bagaimana cara menentukan panjang busur, luas daerah antara kurva-kurva serta
volume sebagai hasil perputaran kurva pada suatu poros ?

Seperti telah diuraikan bahwa geometri bidang atau geometri dasar (elementer) dapat
dipakai menghitung keliling, luas dan volume benda­benda teratur yang sudah dikenal,
namun jika menyangkut kurva­kurva tertentu (tidak teratur) maka geometri elementer
tidak mampu lagi. Oleh karena itu, keterlibatan alat bantu pemecahan lainnya sangat
diperlukan. Penentuan panjang, luas atau volume dari kurva­kurva tertentu juga
mendorong munculnya “kalkulus”.

1.2 PENGERTIAN KALKULUS


Perkataan “kalkulus” berasal dari suatu kata dalam bahasa Latin yang berarti “batu
kerikil”. Seperti diketahui bahwa batu kerikil merupakan alat bantu ilmu berhitung yang
digunakan ahli­ahli matematika pada zaman kira­kira 600 tahun sebelum Masehi.
Kalkulus juga diartikan sebagai prosedur dari sejumlah prosedur. Dalam istilah sehari­
hari, kalkulus berarti teori dan prosedur dalam diferensial dan integral. Atau singkatnya,
kalkulus adalah diferensial dan integral. Kalkulus menggunakan aljabar, geometri,
trigonometri dan beberapa macam koordinat, dan sebagai landasannya adalah teori “limit”.

2
1.3 SEKILAS SEJARAH KALKULUS

Dapat dikatakan bahwa usaha atau perjuangan yang dilakukan para ahli matematika
dalam menemukan kalkulus hingga keberadaannya sekarang ini kira­kira telah berlangsung
selama hampir 2500 tahun, yang dimulai dari masa Archimedes (287 – 212 SM) hingga masa
H. Lebesgue (1875 – 1941) di abad ke­20.
Permasalahan kalkulus sudah terpikirkan sejak masa Archimedes. Masalah yang
mengemuka pada saat itu adalah masalah “garis singgung”. Kemudian persoalan penemuan
kalkulus lebih mengemuka lagi pada awal abad ke­17 ketika Galileo (1564 – 1642) membuat
rumusannya dalam Astronomi, serta J. Kepler (1571 – 1630) mengemukakan hukumnya
tentang gerak planet pada tahun 1609. Dalam tahun 1637, R. Descartes (1596 – 1650)
menemukan sekaligus meletakkan dasar­dasar tentang “geometri analitik”. Seperti diketahui,
geometri analitik sangat dekat dengan kalkulus, disebabkan oleh kenyataan bahwa kalkulus
menggunakan geometri analitik.
Dapat dikatakan bahwa kalkulus benar­benar telah lahir ketika Newton (1642 – 1727)
menemukan “kalkulus” dalam tahun 1665, dan selanjutnya pada akhir abad ke­17 (yaitu tahun
1696), L’hopital (1667 – 1748) telah mengarang buku teksnya yang pertama tentang kalkulus.
Dalam masa yang hampir bersamaan namun secara tersendiri G. W. Leibniz (1646 – 1716)
juga telah menemukan dan meletakkan dasar­dasar tentang kalkulus. Sejarah berpendapat
bahwa di antara sekian ahli matematika yang disebutkan di atas, ada dua orang yang menonjol
yaitu Newton dan Leibniz. Newton dianggap sebagai pemikir utama kalkulus, namun Leibniz
lebih unggul dalam lambang­lambang kalkulus yang diperkenalkannya. Kesamaan di antara
Newton dan Leibniz adalah bahwa mereka menemukan kaitan antara kalkulus diferensial dan
kalkulus integral.
Sejarah kalkulus berlanjut terus hingga dalam tahun 1728, Euler (1707 – 1783)
memperkenalkan bilangan alam (dilambangkan dengan e), suatu bilangan yang sangat lazim
dalam kalkulus diferensial dan integral. [Penurunan bilangan alam ini akan dibicarakan dalam
Sub Bab 3.11]. Tak dapat pula dilupakan sumbangan dari J. Lagrange (1736 – 1813) yang
mulai menulis tentang “mekanika analitik” dalam tahun 1756. Selanjutnya dalam tahun 1799,
C. Gauss (1777 – 1855) membuat “teorema dasar aljabar”.
Meskipun dianggap bahwa kalkulus ditemukan pada akhir abad ke­17, dasar­dasarnya
tetap kacau dan berantakan. Ini mendorong A. L. Cauchy (1789 – 1857) untuk mengadakan
penelitian baku sehingga dalam tahun 1821 ia meletakkan gagasan yang teliti dan definisi

3
yang jelas tentang konsep limit. Sekitar 30 tahun kemudian, yaitu pada tahun 1854, G. F. B.
Riemann (1826 – 1866) telah membuat definisi yang modern tentang integral tertentu
(meskipun sebenarnya Newton dan Leibniz yang tetap dianggap sebagai peletak teorema
dasar tentang integral). Untuk menghormatinya, maka integral tertentu disebut pula “integral
Riemann”.
Awal abad ke­20 ditandai dengan ditemukannya integral yang disebut “integral
Lebesgue” dalam tahun 1902 oleh H. Lebesgue (1875 – 1941). Selanjutnya beberapa
penyumbang lain dalam bidang kalkulus yang tak bisa dilupakan adalah antara lain : Pierre de
Fermat (1601 – 1665), B. Pascal (1623 – 1662), Michel Rolle (1652 – 1719), J. Bernoulli
(1667 – 1748), B. Taylor (1685 – 1731), C. Maclaurin (1698 – 1746), T. Simpson (1710 –
1761), M. Agnesi (1718 – 1799), P. S. de Laplace (1749 – 1827), G. Green (1793 – 1841), K.
Weiestrass (1815 – 1897), J. Gibbs (1839 – 1903) dan S. Kovalevsky (1850 – 1891).

4
Bab
2

PENDAHULUAN
Telah disebutkan dalam Bab 1 bahwa G. W. Leibniz merupakan
salah seorang yang menonjol dalam bidang kalkulus. Selain itu,
Leibniz juga memperkenalkan istilah “fungsi” beserta dasar-dasarnya
dalam tahun 1694.
Konsep “fungsi” merupakan konsep yang sangat penting serta
banyak kegunaannya, sebab ia muncul hampir dalam setiap cabang
matematika termasuk kalkulus. Oleh karena itu, ada baiknya bila
fungsi dibahas sebelum membahas inti persoalan kalkulus.

2.1 PENGERTIAN FUNGSI


Berbeda dengan pengertian sehari­hari, kata “fungsi” dalam matematika menyatakan
suatu kaitan atau hubungan atau relasi yang khas (specific) antar dua buah himpunan. Relasi
dalam hal ini adalah pengawanan atau pemadanan dari unsur­unsur dalam himpunan pertama
dengan unsur­unsur dalam himpunan kedua.

Fungsi dapat didefinisikan sebagai aturan pengawanan sedemikian rupa sehingga


setiap unsur x dalam himpunan pertama mempunyai padanan tepat dengan satu unsur y
dalam himpunan kedua. Himpunan yang pertama tadi disebut daerah “asal” (domain) dan
misalnya disimbolkan dengan S, sementara himpunan yang kedua disebut daerah “kawan”
(codomain) yang dilambangkan misalnya dengan T.

Fungsi disebut pula “pemetaan” dan biasanya dilambangkan dengan sebuah huruf kecil
misalnya f. Dengan demikian fungsi dapat ditulis :

5
f:ST ........................................................................................... (2­1)
Karena x Є S dan y Є T, maka dapat dinyatakan :
y = f(x) ............................................................................................. (2­2)
atau
f:xy .............................................................................................. (2­3)
atau
x  f(x) ................................................................................................ (2­4)
atau
f
x 
 y ........................................................................................... (2­5)
Dalam persamaan (2­1) sampai (2­5), f disebut juga sebagai “operator”. Lambang f(x)
disebut peta atau bayangan atau padanan dari x oleh f atau nilai f pada x. Himpunan
padanan semua unsur S dalam T disebut daerah hasil (range) dari f dan ditulis :
f(S) = {f(x)  x Є S} ........................................................................ (2­6)
Jika daerah asal dari suatu fungsi tidak diperinci maka selalu dianggap bahwa daerah asalnya
adalah himpunan bilangan nyata terbesar. Dengan demikian aturan fungsi ada maknanya dan
akan memberikan nilai bilanghan nyata. Daerah asal yang demikian disebut daerah asal
alamiah (natural domain).
Bilamana aturan untuk suatu fungsi diberikan oleh y = f(x) maka biasanya x disebut
variabel bebas (independent variable) dan y disebut variabel tak bebas (dependent variable)
atau variabel terikat. Jadi sembarang unsur dari daerah asal dapat dipilih sebagai nilai variabel
bebas x, dan nilai y bergantung pada pilihan nilai x.

CONTOH 2.1 :
Diberikan S = {3, 4, 5, 6} dan T = {1, 2, 3, 4}. Aturan pengawanan antara x Є S dengan y Є T
adalah y = x ­ 2. Apakah aturan pengawanan tersebut memenuhi aturan suatu fungsi ? Jika ya,
tentukanlah daerah hasilnya (range).
JAWAB :
Baiklah bila unsur­unsur dikawankan sesuai dengan aturan y = x ­ 2.
xЄS y=x­2
3 1
4 2
5 3
6 4

6
Terlihat bahwa dengan mengambil satu nilai x yang tertentu maka dihasilkan satu nilai y
pula. Setiap unsur x dalam S mempunyai tepat satu kawan dalam T, sehingga aturan
pengawanan tersebut adalah fungsi, dan ditulis :
f(x) = x ­ 2 atau x  x ­ 2
Daerah hasilnya adalah : f(S) = {1, 2, 3, 4} = T

CONTOH 2.2 :
Diberikan S = {3, 4, 5, 6} dan T = {1, 2, 3, 4}. Aturan pengawanan antara x Є S dengan y Є T
adalah y = x ­ 3. Apakah aturan pengawanan tersebut memenuhi aturan suatu fungsi ? Jika ya,
tentukanlah daerah hasilnya (range).
JAWAB :

Baiklah bila unsur­unsur dikawankan sesuai dengan aturan y = x ­ 3.


xЄS y=x­3
3 0
4 1
5 2
6 3

Terlihat bahwa ada unsur x dalam S (yaitu 3 Є S) yang tidak mempunyai kawan dalam T
(unsur 0 bukan anggota dari T), sehingga aturan pengawanan di atas tidak memenuhi syarat
sebagai fungsi.

CONTOH 2.3 :
1
Carilah daerah asal alamiah dari f(x) =
x 3
JAWAB :

Daerah asal alamiah untuk f adalah S = {x Є R, x ≠ 3}. Bilangan 3 dikecualikan untuk


menghindari pembagian dengan nol. Jadi dikatakan bahwa daerah asal alamiah fungsi di atas
adalah himpunan unsur x dalam bilangan nyata sedemikian rupa sehingga x tidak sama
dengan 3.

CONTOH 2.4 :
Mana dari yang berikut yang menentukan suatu fungsi dengan rumus y = f(x) ?
a) x2 + y2 = 4

7
y
b) 3x =
y 1
JAWAB :

a) x2 + y2 = 4 diubah menjadi y = 4  x 2 . Terlihat bahwa terdapat unsur­unsur x yang


menghasilkan y yang tidak tunggal. Hal ini disebabkan oleh hasil dari akar bilangan
positif yang menghasilkan bilangan yang berlawanan tanda (±). Jadi x2 + y2 = 4 bukanlah
suatu fungsi. [Catatan : daerah asal adalah 4 ­ x2  0 atau ­2  x  2. Ini untuk
menghindari akar dari bilangan negatif].
y 3x
b) 3x = dapat diubah menjadi y = . Terlihat bahwa untuk setiap x yang nyata
y 1 1  3x
1 y
kecuali x = maka akan didapatkan nilai y yang tunggal. Jadi 3x = adalah suatu
3 y 1
1 1
fungsi. [Catatan : daerah asal untuk fungsi tersebut adalah x Є R, x ≠ . Unsur
3 3
dikecualikan untuk menghindari pembagian dengan nol].

2.2 GRAFIK FUNGSI


Dalam menggambarkan grafik fungsi maka pada umumnya digunakan cara titik demi
titik yaitu apa yang disebut sebagai sistem kordinat siku­siku (Cartesian). Grafik dari suatu
fungsi kadang­kadang disebut “kurva”. Cara ini mula­mula dilakukan oleh ahli matematika
Rene Descartes dalam tahun 1637. Himpunan bilangan terurut (x, y) merupakan himpunan
titik­titik pada bidang yang disebut bidang Cartesian.
Kadang­kadang terdapat apa yang disebut “asimtot” yang mana terlibat dalam grafik
suatu fungsi. Asimtot terdiri atas “asimtot tegak”, “asimtot datar” dan “asimtot miring”.
Asimtot tegak adalah suatu garis tegak tertentu (sejajar sumbu Y) yang didekati kurva secara
tak terbatas. Dapat diartikan bahwa kurva akan memotong asimtot tegak di titik dengan y tak
terbatas. Dengan demikian asimtot tegak akan menghasilkan y    dalam suatu
persamaan fungsi.
Demikian pula asimtot datar diartikan sebagai suatu garis datar tertentu (sejajar sumbu
X) yang didekati kurva secara tak terbatas. Dapat diartikan bahwa kurva akan memotong
asimtot datar di titik dengan x tak terbatas. Dengan demikian asimtot datar akan
menghasilkan x    dalam suatu persamaan fungsi. Selanjutnya, asimtot miring adalah
suatu garis miring yang didekati kurva secara tak terbatas.

8
CONTOH 2.5 :
1
Diketahui fungsi f(x) = . Tentukanlah asimtot tegak dan asimtot datarnya, kemudian
5 x
tentukan pula daerah asal dan daerah hasilnya. Gambarkan pula grafiknya.
JAWAB :

1 1
Fungsi f(x) = dapat ditulis y = .
5 x 5 x
Mencari asimtot tegak :
1
Pandanglah y = . Supaya y   maka tentunya (5 ­ x)  0+. Jadi x  5-. Supaya y 
5 x
­  maka tentunya (5 ­ x)  0­. Jadi x  5+. Sehingga persamaan asimtot tegaknya adalah x
1 1
= 5. Cara lain : adalah dengan mengubah y = menjadi x = 5 ­ . Dengan mengambil
5 x y
y  ­  maka akan diperoleh x  5+. Selanjutnya dengan mengambil y  +  maka akan
diperoleh x  5­. Berarti persamaan asismtot tegaknya adalah x = 5.
[Catatan : x  5+ artinya x mendekati 5 dari arah kanan, sedangkan x  5­ artinya x
mendekati 5 dari arah kiri].
Mencari asimtot datar :
1 1
Pandanglah y = . Dengan mengambil x  +  maka tentunya  0- atau y  0­.
5 x 5 x
1
Dengan mengambil x  ­  maka diperoleh  0+ atau y  0+. Jadi persamaan
5 x
asimtot datarnya adalah y = 0 yang tidak lain dari sumbu­X. Cara lain : adalah dengan
1 1
mengubah y = menjadi x = 5 ­ . Supaya x  +  maka tentunya y  0­. Supaya x
5 x y
 ­  maka tentunya y  0+. Sehingga persamaan asimtot datarnya adalah y = 0 yang tidak
lain dari sumbu­X.
1
Daerah asal dan daerah hasil : dari f(x) = , terlihat bahwa daerah asalnya adalah S = {x
5 x
Є R, x ≠ 5}, sedangkan daerah hasilnya adalah f(S) = {y Є R, y ≠ 0}. [Catatan : dapat
dikatakan bahwa daerah asal adalah semua x kecuali asimtot tegaknya, sedangkan daerah
hasil adalah semua y kecuali asimtot datarnya].
Gambar grafik :

9
Y

x5
asimtot tegak
1
y
5x

X
y0 0 5

asimtot datar

Gambar 2.1 Grafik untuk fungsi dalam Contoh 2.5.

LATIHAN 2.1
1. Untuk S = [0, ] dan T = R = himpunan bilangan nyata, apakah aturan pengawanan
antara x Є S dengan y Є T dimana x = y2 memenuhi syarat suatu fungsi atau tidak ?
2. Untuk S = T = [0, ], apakah aturan pengawanan antara x Є S dengan y Є T dimana x
= y2 memenuhi syarat suatu fungsi atau tidak ?
3. Manakah dari yang berikut yang menentukan suatu fungsi f dengan rumus y = f(x) ?
a. xy + y + 3x = 4

b. x = 3y  1

4. Tentukanlah daerah asal alamiah dari f(x) = 9 x2

3
5. Dari f(x) = , tentukanlah asimtot tegak dan asimtot datarnya, kemudian tentukan
x2
daerah asal dan daerah hasilnya. Gambarkan pula grafiknya.

10

Anda mungkin juga menyukai