Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH PENEGAKAN HAM DI ERA

REFORMASI

MATA KULIAH
Pendidikan Pancasila

DOSEN PENGAMPU
Drs. Hasbi, M.Si., Ph.D.

DISUSUN OLEH KELOMPOK 5


Muflih Fadhlurrahman Jalil (H051211049)
Andi Nailah Ibtisam Galsan (H051211071)
Dwi Ina Larasati Misi (H051211074)
Imelda Putri Deliansyah (H051211075)
Syahza Mahza (H051211082)
Jelita Zalzabila (H051211086)

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


PRODI STATISTIKA
UNIVERSITAS HASANUDDIN TAHUN AJARAN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami penjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah mengaruniakan
rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Penegakan Hak Asasi
Manusia di Era Reformasi” dengan baik dan tepat. Kami juga mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah mendukung dalam penyusunan makalah ini.

Kami berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita mengenai penegakan HAM di Indonesia khususnya pada Era Reformasi.
Kami juga menyadari bahwa didalam makalah ini terdapat kekurangan. Oleh sebab itu, kami
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di
masa yang akan datang.

Semoga makalah ini dapat dipahami dan bermanfaat bagi para pembaca. Sebelumnya
kami mohon maaf apabila terdapat kata-kata yang kurang berkenan. Kami memohon kritik
dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Makassar, 9 Oktober 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.....................................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah................................................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan..................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Konsep Penegakan HAM di Era Reformasi.........................................................................3


2.2 Realitas Penegakan HAM di Era Reformasi........................................................................4
2.3 Permasalahan dalam Penegakan HAM di Era Reformasi....................................................5
2.4 Solusi Terhadap Masalah Penegakan HAM di Era Reformasi............................................7

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan..........................................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................10

ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah negara yang mengedepankan rakyatnya untuk membangun
kesejahteraan yang artinya negara Indonesia ketat akan hukumnya yang berlaku dan
setiap rakyat harus tunduk kepada hukum tersebut. Hukum di Indonesia memiliki ciri
tersendiri, diantaranya yaitu asas kekeluargaan adalah pokok tolak negara hukum,
pancasila sebagai dasar dilaksanakannya hukum, partisipasi warga yang luas,
kekuatan tidak mempengaruhi peradilan yang bebas dan perlindungan terhadap HAM.
Sebuah negara tentu diperlukan demokrasi, untuk tetap memperkokoh demokrasi
tentu perlu adanya HAM. Bangsa Indonesia sangat perlu ditekankan akan HAM bagi
masyarakat yang ada di Indonesia. HAM ini sendiri dasar dari anugerah Tuhan Yang
Maha Esa yang tertanam pada diri tiap manusia, yang berkaitan dengan martabat dan
harkat manusia. HAM ini bersifat dinamis dan historis sehingga harus berkembang
dalam bernegara, bermasyarakat, dan berbangsa. Karena adanya HAM ini maka
diperlukan perlindungan hukum, HAM akhirnya memiliki UU sebagai perlindungan
hukumnya yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia. Dengan adanya perlindungan HAM ini MPR dalam ST tahun 2001
memutuskan perubahan mengenai pasal yang berlaku yang berkaitan dengan HAM
pada ketiga UUD 1945, dimana perubahan ini bertujuan untuk semakin
ditegakkannya dan dihormati Hak Asasi Manusia di Indonesia. Pancasila adalah
cerminan HAM dari sila kedua Pancasila yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab.
Dalam hukum dasar negara Indonesia yaitu UUD RI 1945 (sebelum amandemen),
tidak didapati istilah Hak Asasi Manusia baik dalam pembukaan, batang tubuh
maupun penjelasannya. Akan tetapi, tercantum Hak Warga Negara dan Hak Penduduk
yang dikaitkan dengan kewajibannya yaitu dalam pasal 27, 28, 29, 30 dan 31. Dari
pasal-pasal tersebut terdapat 5 pokok mengenai HAM yang terdapat dalam Batang
Tubuh UUD RI 1945, yaitu:
1. Kesamaan kedudukan dan kewajiban warga negara di dalam hukum dan
pemerintahan (pasal 27 ayat 1).
2. Hak setiap warga negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layang (pasal 27
ayat 2).
3. Hak kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan
dan tulisan sebagaimana yang ditetapkan dengan UU (pasal 28).

1
4. Hak kebebasan asasi untuk memeluk agama bagi penduduk dijamin negara (pasal
28 ayat 1).
5. Hak atas pengajaran (pasal 31 ayat 1).

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dari makalah ini, yaitu:
1. Bagaimana konsep penegakan HAM di era reformasi?
2. Bagaimana realita penegakan HAM di era reformasi?
3. Bagaimana permasalahan dan pelanggaran penegakan HAM di era reformasi?
4. Apa solusi dari permasalahan dan pelanggaran penegakan HAM di era reformasi?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui konsep penegakan HAM di era reformasi.
2. Untuk mengetahui realita penegakan di era reformasi.
3. Untuk mengetahui permasalahan dan pelanggaran penegakan HAM di era
reformasi.
4. Untuk mengetahui solusi dari permasalahan dan pelanggaran penegakan HAM di
era reformasi.

2
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Konsep Penegakan HAM di Era Reformasi


Pada Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Hak Asasi Manusia adalah hak
yang tertanam pada hakikatnya dan keberadaan manusia sebagai makhluk ciptaan
Tuhan Yang Maha Esa dan anugerah yang harus dijunjung tinggi, dihormati, dan
dilindungi oleh negara. HAM harus didasari oleh hukum agar dapat memberikan
kekuatan moral untuk menjalin martabat manusia. Untuk menegakkan kebebasan
manusia secara fundamental, maka diperlukan melindungi sistem ekonomi, politik,
HAM sosial, dan tentu budaya manusia yang bertujuan untuk berjalannya pengadilan
dalam menyelesaikan pelanggaran HAM berat.
Pada era reformasi dikeluarkan peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1999 tentang pengadilan Hak Asasi Manusia, tetapi peraturan
tersebut tidak disetujui DPR. Dalam UU No. 39 Tahun 1999 dijelaskan terperinci
pada bab iii dengan judul HAM dan Dasar Kebebasan Dasar Manusia pada pasal 9-
66. Permasalahan Hak Asasi Manusia sebagai pembangun sosial juga telah diatur oleh
pemerintah yang mana terdapat di dalam Peraturan Pemerintah nomor 7 Tahun 2005.
HAM itu bersifat universal karena hak-hak tersebut melekat pada diri manusia.
Pada pemberian jaminan atau perlindungan HAM sesungguhnya tidak boleh ada
pembedaan karena manusia pada dasarnya tidaklah sama. Terdapat empat kelompok
pandangan yang dirumuskan oleh Muladi mengenai peta konsep HAM yang saat ini
berkembang, yaitu:
1) Mereka yang berpandangan Universal-absolut, yang memandang HAM sebagai
nilai-nilai universal seperti yang dirumuskan di dalam the international bill of
human rights dan tidak menghargai sama sekali profil budaya yang ada pada
masing-masing bangsa.
2) Mereka yang berpandangan universal-relatif, yang memandang persoalan HAM
sebagai masalah universal namun tetap mengakui adanya pengecualian yang
didasarkan pada asas-asas hukum internasional.
3) Mereka yang berpandangan Partikularistik-absolut, yang memandang HAM
sebagai persoalan masing-masing bangsa dan melakukan penolakan
pemberlakuan dokumen internasional mengenai HAM tanpa adanya alasan yang
kuat.
3
4) Mereka yang berpandangan Partikularistik-relatif, yang melihat persoalan HAM
sebagai masalah universal dan sebagai masalah nasional masing-masing bangsa,
dimana pemberlakuan dokumen-dokumen internasional tentang HAM harus
diserasikan, diseimbangkan, dan memperoleh dukungan dan tertanam dalam
budaya bangsa.

Muladi pernah berpendapat, Indonesia jelas memiliki pandangan Partikularistik-


relatif dimana Indonesia berusaha menemukan titik dialogis di antara keempat
pandangan tersebut dengan UUD 1945, Pancasila, dan dokumen internasional
mengenai HAM.
Instrumen-instrumen penegakan hukum HAM telah ada pada saat era reformasi,
yaitu amandemen UUD 1945 yang kemudian dimasukkan kedalam HAM dalam bab
tersendiri yang menjelaskan HAM secara detail melalui pasal-pasal. Ketetepan MPR
RI No. XVII/MPR/1998 mengenai HAM yang berisikan tugas kepada lembaga
tinggi negara dan seluruh aparatur pemerintah untuk menghormati, menegakkan, dan
menyebarluaskan pemahaman tentag HAM kepada semua masyarakat. Ketetapan ini
juga menugaskan Presiden RI dan DPR RI untuk meratifiksi berbagai instrumen
PBB tentang HAM selama tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945 dan
berlakunya Undang-Undang RI No.9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan
Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dan Undang-Undang RI No. 39 Tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia yang memperkuat posisi Komnas HAM yang
dibentuk sebelumnya berdasarkan Keppres No. 50 Tahun 1993 tentang Komisi
Nasional HAM, Undang-Undang No. 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan
Diskriminasi Ras dan Etnis.
Meskipun instrumen-instrumen penegakan HAM di Indonesia sudah cukup
memadai, namun dalam praktek penegakan HAM masih dihadapkan dengan
berbagai masalah yang perlu diidentifikasi dan mencari solusi, agar penegakan HAM
di Indonesia sebagai negara hukum tidak hanya sebuah retorika belaka, namun
benar-benar menjadi jati diri bangsa Indonesia yang sesungguhnya.

2.2 Realitas Penegakan di Era Reformasi


Penegakan HAM di Indonesia pasti memiliki ekspetasi dari upaya yang dilakukan
yaitu untuk menjaga dan melindungi hak yang terdapat pada orang lain yang tertanam

4
sejak lahir yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa, agar bangsa Indonesia
menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia dan hukum yang berlaku di Indonesia.
Ekspetasi itu tidak sesuai dengan realitanya, karena di Indonesia masih banyak
dilakukannya pelanggaran-pelanggaran HAM hingga saat ini. Pada masa reformasi,
yang menjadi topik pembicaraan dari ruang publik adalah masalah HAM. Hal ini
terjadi karena banyaknya permasalahan penegakannya dalam sejarah Indonesia
sebelumnya. Pengabadian HAM kerap terjadi dalam praktik birokrasi, baik selama
masa Orde Lama maupun Orde Baru. Reformasi merupakan momen bagi
pemerintahan Orde Baru yang telah berkuasa selama 32 tahun. Ia menampilkan iklim
politik yang membebaskan dan demokrasi. Kritis ekonomi yang terjadi pada detik-
detik terakhir reformasi membuka mata sebagian besar orang bahwa birokrasi Orde
Baru telah dijalankan dengan buruk. Korupsi adalah salah satu bentuk yang dilakukan
oleh kerabat dekat presiden.
Karena masih banyaknya pelanggaran yang terjadi di Indonesia ini membuktikan
bahwa masih sedikit masyarakat Indonesia, penegakan hukum, dan penyelenggara
negara belum mengerti hakikat sesungguhnya dari HAM dan kewajiban asasinya.
Sebagai contoh kasus pelanggaran HAM yaitu kasus Trisakti dan kasus Semanggi
pada tahun 1998 dan 1999 yang ditetapkan sebagai kasus pelanggaran HAM berat.

2.2 Masalah dalam Penegakan HAM di Era Reformasi


Perjuangan Order Reformasi dimulai dengan adanya krisis ekonomi yang
melanda Indonesia tahun 1997. Dengan dipelopori mahasiswa, rakyat Indonesia
mulai melawan ketidakadilan yang dilakukan Pemerintah Order Baru dan
memperjuangkan demokratisasi di Indonesia. Pergantian pemerintahan dari Orde Baru
ke Orde Reformasi memberikan harapan bahwa demokratisasi telah dimulai. Namun
patut disayangkan bahwa krisis ekonomi sejak tahun 1997 belum membaik. Begitu
juga permasalahan penegakan hukum, keadilan, dan kepastian hukum yang masih
jauh dari yang diharapkan masyarakat. Akibatnya, terjadi beberapa kali
kesalahpahaman atau bentrokan antara mahasiswa dan masyarakat dengan aparat
pemerintah baik TNI maupun Polri serta terjadi peristiwa-peristiwa yang diduga
merupakan pelanggaran hak asasi manusia. Kesalahpahaman dan bentrokan yang
terjadi telah mengakibatkan jatuhnya korban dari pihak mahasiswa serta masyarakat
maupun TNI atau Polri.

5
Pada bulan November 1998 pemerintahan transisi Indonesia mengadakan
Sidang Istimewa untuk menentukan pemilu berikutnya dan membahas agenda-
agenda pemerintahan yang akan dilakukan. Mahasiswa bergolak kembali karena
mereka tidak mengakui pemerintahan B.J Habibie dan tidak percaya dengan para
anggota DPR/MPR Order Baru. Mereka juga mendesak untuk menyingkirkan
militer dari politik serta pembersihan pemerintahan dari orang-orang Order Baru.
Masyarakat dan mahasiswa menolak Sidang Istimewa 1998 dan juga menentang
dwifungsi ABRI/TNI karena dwifungsi inilah salah satu penyebab bangsa ini tak
pernah bisa maju sebagaimana mestinya. Benar memang ada kemajuan, tapi bisa
lebih maju dari yang sudah berlalu, jadi boleh dikatakan kita diperlambat maju.
Sepanjang diadakannya Sidang Istimewa itu masyarakat bergabung dengan mahasiswa
setiap hari melakukan demonstrasi ke jalan-jalan di Jakarta dan kota-kota besar
lainnya di Indonesia.
Peristiwa ini mendapat perhatian sangat besar dari dunia internasional
terlebih lagi nasional. Hampir seluruh sekolah dan universitas di Jakarta, tempat
diadakannya Sidang Istimewa tersebut, diliburkan untuk mencegah mahasiswa
berkumpul. Apapun yang dilakukan oleh mahasiswa mendapat perhatian ekstra
ketat dari pimpinan universitas masing-masing karena mereka dibawah tekanan
aparat yang tidak menghendaki aksi mahasiswa. Sejarah membuktikan bahwa
perjuangan mahasiswa tak bisa dibendung, mereka sangat berani dan jika perlu
mereka rela mengorbankan nyawa mereka demi Indonesia baru.
Tragedi Semanggi sudah sepuluh tahun berlalu tanpa ada kepastian hukum. Saat
ini kembali bangsa Indonesia memperingati momentum Mei berdarah, yang telah
melahirkan pahlawan reformasi. Namun banyak orang yang sudah mulai lupa
makna dibalik perjuangan para mahasiswa tersebut. Belum adanya titik terang
tentang kasus Semanggi I sangat erat hubungannya dengan pernyataan Jaksa
Agung Hendarman Supandji bahwa pihaknya kesulitan menangani kasus
Semanggi I sebagai pelanggaran berat HAM. Tragedi Semanggi I yang
dikategorikan termasuk Pelanggaran HAM berat, menjadi banyak tanda tanya di
masyarakat. Oleh karena itu, Presiden Jokowi didesak untuk menerbitkan surat
keputusan presiden untuk membentuk pengadilan HAM adhoc segera
memerintahkan Jaksa Agung agar melakukan penyidikan kasus pelanggaran HAM
berat Tragedi Semanggi I, 13 November 1998. Rekonsiliasi dengan pengungkapan

6
Kebenaran (Judicial & non judicial).
Akhirnya, pemerintah memutuskan untuk menyelesaikan kasus pelanggaran
HAM berat tragedi Semanggi I melalui jalur non-yudisial atau rekonsiliasi. Ketua
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Imdadun Rahmat mengatakan,
keputusan tersebut diambil berdasarkan sikap politik pemerintah saat ini.

2.4 Solusi Terhadap Masalah Penegakan HAM di Era Reformasi


Tragedi Semanggi I di Indonesia, pada 13 November 1998 terjadi peristiwa
kerusuhan di Kawasan Semanggi, Jakarta Selatan yang dilakukan oleh mahasiswa
ketika menyuarakan protes terhadap pemerintahan Bacharuddin Jusuf Habibie. Pada
tanggal 11 November 1998, mahasiswa dan masyrakat yang bergerak dari jalan
Salemba bentrok dengan pamswakarsa di kompleks tugu proklamasi. 12 November
1998, ratusan ribu mahasiswa dan masyarakat bergerak menuju Gedung DPR/MPR
dari segala arah. Tetapi tidak ada yang berhasil menembus kesana karena dikawal
dengan sangat ketat oleh TNI, brimob dan juga pamswakarsa. Pada malam harinya
terjadi bentrok yang mengakibatkan satu orang pelajar meninggal dunia. 13
November 1998 banyak mahasiswa dan masyarakat yang sudah bergabung dan
mencapai daerah Semanggi dan sekitarnya. Sekitar jam 15.00 WIB, kendaraan lapis
baja mulai bergerak untuk membubarkan massa, membuat masyarakat melarikan diri,
lalu dipapar tembakan membabi buta oleh aparat. Mulai jam 15.00 WIB sampai dini
hari terus terjadi penembakan terhadap mahasiswa di daerah semanggi yang
menyebabkan banyak korban berjatuhan, baik yang meninggal tertembak maupun
yang terluka. Tragedi Semanggi I menyebabkan 18 orang meninggal dan 109 orang
terluka.
Kasus pelanggaran HAM pada tragedi Semanggi I telah ditindak lanjuti melalui
jalur hukum yaitu dengan menghukum pelaku di lapangan. Tragedi Semanggi I
dikategorikan pelanggaran HAM berat. Solusi yang dilakukan yaitu adanya
pembentukan komisi penyelidikan pelanggaran hak asasi manusia peristiwa Semanggi
I meskipun DPR RI telah merekomendasikan agar kasus semanggi di tindak lanjuti
dengan pengadilan umum dan pengadilan militer, namun dengan adanya dugaan telah
terjadinya pelanggaran HAM berat, tuntutan keadilan bagi keluarga, korban, dan
masyarakat. Komnas HAM perlu melakukan penyelidikan pelanggaran HAM
Semanggi I, maka pada rapat paripurna Komnas HAM 5 Juni 2001 menyepakati

7
pembentukan komisi penyelidikan pelanggaran Hak Asasi Manusia peristiwa
Semanggi I yang selanjutnya dituangkan dalam SK Nomor 034/KOMNAS
HAM/VII/2001 tanggal 27 Agustus 2001.
Solusi yang utama untuk pelanggaran HAM pada era reformasi saat itu adalah
dengan melakukan penegakan hukum sebagaimana yang diatur dalam konstitusi dan
berbagai aturan HAM. Namun pada saat itu pasalnya, ruang yang diberikan untuk
pemenuhan dan perlindungan HAM masih tergolong minim.

8
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Konsep penegakan HAM di era reformasi pada saat itu berhasil dengan
adanya instrumen-instrumen diantaranya, amandemen UUD 1945 yang kemudian
memasukkan HAM ke dalam bab tersendiri yang menjelaskan HAM secara detail
melalui pasal-pasalnya. Serta terdapat ketetapan MPR RI No XVII/MPR/1998
tentang Hak Asasi Manusia yang memberikan tugas ke Lembaga Tinggi Negara dan
seluruh aparatur pemerintah. Realita penegakan di era reformasi masih berbeda
dengan ekspetasi yang ada, karena masih terdapat pelanggaran-pelanggaran HAM
yang terjadi hingga saat ini. Permasalahan dan pelanggaran HAM di era reformasi
terutama pada tragedi trisakti yang menewaskan 6 orang mahasiswa, dan pada saat
itu perubahan terjadi dengan cepat; perlawanan kepada aparat, pembakaran gedung
dan kendaraan, penjarahan dan tidakan kriminal lainnya yang memicu perubahan
politik ditingkat elit dengan puncaknya pengunduran diri Soeharto sebagai presiden
Republik Indonesia. Jelaslah bahwa insiden trisakti telah menjadi momentum yang
merubah Indonesia. Serta solusi dari permasalahan dan pelanggaran penegakan HAM
di era reformasi terutama tragedi trisakti yaitu dengan dikeluarkannya Undang-
Undang serta adanya sanksi terhadap pelaku. Dan juga adanya Lembaga Studi dan
Advokasi (ELSAM) yang mendorong pemerintahan Indonesia untuk segera
mengakui, menyesali, dan melakukan permintaan maaf secara resmi, atas berbagai
kasus pelanggaran HAM yang terjadi di masa lalu, dan menindak lanjutinnya dengan
berbagai agenda penyelesaian yang menyeluruh baik yudisial maupun non-yudisial.

9
DAFTAR PUSTAKA
Lestari, L. & Arifin R. (2019). Penegakan Dan Perlindungan Hak Asasi Manusia Di
Indonesia Dalam Konteks Implementasi Sila Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab.
Jurnal Komunikasi Hukum (JKH) Universitas Pendidikan Ganesha. Vol. 5, No. 2, hh.
14-16.

Agustina, M. S. A. Tinjauan Yuridis Tentang Proses Peradilan Pidana Dan Penegakan


HAM Di Indonesia. YUSTITIABELEN. 2018. 4(1): 132-135.

Siroj, A. M. Problem Penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia. HAKAM. 2020. 4 (1): 3-4.

Azzahra A. 2020. Analisis Tragedy Semanggi I Terhadap Upaya Penuntutan Penyelesaian


Pelanggaran HAM. Jurnal academia praja. hh 106-120.

10
11

Anda mungkin juga menyukai