Anda di halaman 1dari 63

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Propinsi Riau memiliki luas daerah perairan sebesar 225.306 km² dan daratan

94.561,61 km² dan memiliki potensi perairan umum yang cukup luas, yaitu 250.000

ha. Potensi ini belum dimanfaatkan secara optimal, khususnya untuk usaha budidaya

ikan dikolam. Dari 860 ha potensi perairan air tawar yang ada, baru 40%

dimanfaatkan untuk budidaya ikan dikolam. Dari segi teknik maupun ekonomi

pengembangan budidaya ikan air tawar di Propinsi Riau, memungkinkan dan

mempunyai prospek yang cukup baik (Badan Penelitian Dan Pengembangan

Perikanan,2000).

Salah satu jenis ikan yang sangat potensial untuk dibudidayakan adalah ikan

baung (Mystus nemurus, C.V). Ikan baung adalah sejenis ikan lele (catfish) yang

hidup diperairan umum seperti sungai dan danau. Di indonesia ikan baung cukup

populer dan amat digemari oleh konsumen, khususnya di Sumatra dan Kalimantan

karena memiliki daging tebal dan rasa yang khas (Tang, 2003). Ikan baung

merupakan salah satu jenis ikan konsumsi yang banyak mengandung protein namun

keberadaannya sudah jarang ditemui di perairan.

Budidaya ikan baung (Mystus nemurus, C.V) sangat erat hubungannya dengan

tersedianya benih yang tepat dalam jumlah dan kualitasnya. Untuk mendapatkan

benih yang baik dapat dilakukan suatu usaha pembenihan. Dalam pembenihan,

perawatan larva merupakan hal yang perlu diperhatikan karena pada masa tersebut
2

merupakan masa yang paling rentan terhadap lingkungan seperti kualitas air, pakan,

penyakit dan sebagainya. Untuk itu penanganan yang serius perlu diperhatikan pada

masa larva sehingga permasalahan yang terjadi dapat diatasi semaksimal mungkin.

Kegagalan usaha pemeliharaan pada stadia larva merupakan salah satu

hambatan dalam meningkatkan produksi benih. Masa larva merupakan masa yang

sangat kritis untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan yang apabila

dihubungkan dengan pencernaan dan asimilasi makanan.

Menurut Laporan Direktorat Jendral Perikanan (Dalam Cesilia, 2002)

kelemahan kegiatan pembenihan terletak pada rendahnya kelangsungan hidup larva.

Telur-telur yang telah menetas selama beberapa hari belum mencari makanan, karena

pada tubuhnya masih tersedia kandungan makanan berupa kuning telur. Baru pada

saat kandungan makanan habis dengan sendirinya larva harus memperoleh makanan

dari luar tubuhnya. Jadi makanan harus tersedia dimana larva itu hidup.

Berdasarkan hal tersebut diatas penulis tertarik untuk melaksanakan praktek

magang di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar Sukabumi khususnya

mengenai teknik perawatan larva dan permasalahan yang terjadi.


3

1.2. Tujuan dan Manfaat

Praktek magang ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana teknik perawatan

larva ikan baung (Mystus nemurus,C.V) di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air

Tawar Sukabumi dan mengetahui permasalahan yang dihadapi serta berusaha unutuk

mencari alternatif pemecahannya.

Dan dari hasil praktek magang ini diharapkan dapat meningkatkan wawasan ,

keterampilan dan pengalaman dalam usaha budidaya ikan khususnya budidaya Ikan

Baung (Mystus nemurus,C.V), dan dapat menerapkan ilmu tentang perawatan larva

Ikan Baung.
4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Biologi Ikan Baung (Mystus nemurus,C.V)

Saanin (1986) mengklasifikasi ikan baung kedalam phylum Chordata, kelas

Pisces, sub kelas Teleostei, ordo Ostariophysi, sub ordo Siluroidea, family Bagridae,

genus Mystus dan spesies Mystus nemurus C.V.

Ikan Baung mempunyai bentuk tubuh panjang, licin dan tidak bersisik

kepalanya kasar dan depres dengan tiga pasang sungut disekeliling mulut dan

sepasang di lubang pernafasan, sedangkan panjang sungut rahang atas hampir

mencapai sirip dubur. Pada sirip dada dan sirip punggung, masing-masing terdapat

duri patil. Ikan Baung mempunyai sirip lemah (adipose fin ) di belakang sirip

punggung yang letaknya kira-kira sama dengan sirip dubur. Bagian atas kepala dan

badan berwarna coklat kehitam-hitaman sampai pertengahan sisi badan dan memutih

kearah bagian bawah perut (Tang, 2003).

Sirip dubur mempunyai 2 jari-jari keras, satu diantaranya besar dan runcing

menjadi patil. Jumlah jari-jari lunaknya ada 7 buah. Sirip duburnya mempunyai 12-13

jari-jari lunak. Sirip perut mempunyai 6 jari-jari lunak. Sirip dada mempunyai 8-9

jari-jari lunak dan jari-jari keras yang menjadi patil dan kepalanya kasar (Djuhanda,

1981).

Menurt MADSULY (Dalam TANG, 2000) ikan baung selain di air tawar,

sungai dan danau juga terdapat pada perairan payau di muara sungai pada umumnya

dan serta ditemukan di daerah banjir. Ikan baung berhasil hidup dalam kolam yang
5

dasarnya berupa pasir dan batuan. Ikan baung suka hidup bergerombol di dasar

perairan, mereka membuat sarang berupa lubang di dasar perairan yang lunak dengan

aliran air yang tenang. Ikan baung menyukai tempat-tempat yang tersembunyi dan

tidak aktif keluar sarang sebelum sore hari (Tang, 2000). Setelah hari gelap ikan

baung akan keluar dengan cepat untuk mencari mangsa, tetapi tetap berada disekitar

sarangnya dan segera akan masuk kesarang bila ada gangguan sedikit saja (Solih,

1987).

2.2. Pemeliharaan Larva

Wadah untuk menetaskan telur dan perawatan larva adalah akuarium.

Akuarium yang digunakan berukuran 80 x 60 x 40 cm. sebelum digunakan akuarium

dibersihkan dan diisi air setinggi 30 cm, diberi aerasi dan pemanas air. Sumber air

yang digunakan untuk menetaskan telur ikan baung harus bersih dan tidak

mengandung lumpur dan racun. Air bisa berasal dari sumur atau berasal dari sumber

lainnya (Muflikhkah, 1993).

Menurut Afrianto Dan Liviawaty (1988) akuarium dibersihkan dengan

menggunakan larutan Kalium Permanganat (PK) dosis 3-20 ppm atau dapat juga

dilakukan dengan cara lain yaitu dengan menggunakan senyawa chlorine yang

banyak dijual di toko kimia.

Setelah menetas, embrio memasuki masa fase larva. Larva adalah embrio

yang masih bersifat primitif, sedangkan dalam proses peralihan untuk menjadi bentuk

defenitif dengan cara metamorfose, sehubungan dengan perkembangan masa larva ini
6

dapat dibagi menjadi dua tahap yaitu prolarva dan post larva (Nelsen Dalam

Sumantadinata, 1983).

Sebelum larva ditebarkan, larva diaklimatisasi terlebih dahulu terhadap

kondisi media pemeliharaan. Dengan cara membiarkan beberapa saat pengangkut

larva dari akuarium ketangki yang berisi larva mengapung dipermukaan air tangki.

Kemudian air tangki tersebut sedikit demi sedikit dimasukkan kedalam baskom

dengan menggunakan tangan (Tang, 2000).

Hutapea (2001) menyatakan bahwa besarnya nilai mortalitas larva ikan baung

terjadi pada saat kuning telur habis dan larva mulai mencari makanan dari luar. Pada

saat ini makanan yang mudah dicerna dan bergizi tinggi sangat dibutuhkan karena

saluran pencernaan ikan masih belum berkembang dengan baik. Jenis makanan yang

baik dan pemberian yang tepat waktu merupakan kunci keberhasilan tersedianya

benih untuk usaha budidaya ikan baung dan dapat meningkatkan angka

kelulushidupan benih.

Pemberian makanan pada larva harus segera dilakukan begitu kuning telur

habis diserap oleh tubuh dan mulai berenang tetap. Suhu air mempengaruhi kecepatan

pertumbuhan dan energi yang dibutuhkan. Kebutuhan kadar protein didalam makanan

tergantung pada ukuran ikan, dimana ikan yang lebih kecil membutuhkan kadar

protein yang lebih tinggi dari pada ikan yang lebih besar (Cho, Coweyn Dan

Watanabe, 1985).

Pada saat kemampuan larva sangat terbatas, ternyata kuning telur merupakan

sumber nutrien dan energi utama bagi larva selama periode endogenaous feeding atau
7

masih memiliki kuning telur, yang dimulai pada saat fertilisasi dan berakhir pada saat

larva mulai memperoleh pakan dari luar. Oleh karena itu volume kuning telur, selain

ukuran tubuh dapat menunjangkan keberhasilaan larva melewati fase kritis dalam

siklus hidupnya.

Blaxter (1981) mengemukakan bahwa mortalitas yang tertinggi sering terjadi

pada saat kritis yaitu pada saat larva mulai mengambil makanan dari luar untuk

pertama kalinya. Ditemukan juga bahwa mortalitas pada saat makanan yang pertama

dapat dihindari dengan memperhatikan ukuran makanan, distribusi dan keadaan

makanan, kualitas makanan dan kuantitas serta kepadatan larva menentukan

pertumbuhan larva, begitu juga ukuran bak pendederan.

2.3. Makanan

Sukendi (2001) menyatakan bahwa larva ikan baung bersifat kanibal, untuk

itu dapat diatasi dengan memberikan makan sampai kenyang. Larva ikan baung yang

baru menetas akan memanfaatkan kuning telur sampai dengan umur dua hari.

Umumnya makanan yang diberikan kepada larva adalah pakan alami bukan

pakan buatan. Pakan alami yang diberikan adalah kutu air (dapnia sp dan Moina sp)

bagi larva yang berukuran bukaan mulut besar, artemia bagi larva yang berukuran

mulut sedang dan rotifera bagi larva yang memiliki bukaan mulut kecil (Tang, 2000).

Atau dapat juga diberikan Tubifek sp yang dicincang dan panjang rata-rata 10

mm hal ini berhubungan dengan bertambahnya lebar bukaan mulut dengan kebiasaan

makan benih didasar wadah akuarium (Tang, 2000).


8

Nilai gizi Tubifek sp berhubungan dengan tempat tinggalnya. Kadar protein

yang terkandung dalam Tubifek sp ini sebesar 55% sampai 61% dari bobot kering,

lemak antara 16% sampai 27% dan karbohidrat antara 7% sampai 12% dari bobot

kering (Kasiorek Dalam Nurhasanah, 1997).

Pakan mempunyai peranan yang penting dalam pertumbuhan individu. Untuk

merangsang pertumbuhan yang baik dan cepat diperlukan pakan dalam jumlah cukup,

mutu yang baik serta kondisi perairan yang mendukung pertumbuhan ikan.

Ketersediaan zat gizi dalam pakan seperti protein, lemak, karbohidrat, vitamin,

mineral dan air dalam jumlah yang tepat akan menghasilkan pertumbuhan yang baik

(Mujiman, 2001).

2.4. Kualitas Air

Air atau media pemeliharaan merupakan faktor utama untuk kehidupan ikan.

Kualitasnya menentukan kesehatan maupun pertumbuhan ikan. Secara alami, air

merupakan pelarut yang sangat baik sehingga hampir semua material dapat larut

didalamnya. Beberapa parameter kualitas air yang perlu dan sebaiknya diketahui

dalam pemeliharaan ikan antara lain oksigen terlarut, derajat keasaman,

karbondioksida, amonia dan nitrit, dan kekerasan (kesadahan) air (Lesmana Dan

Dermawan, 2001).

Air merupakan media kehidupan bagi ikan dan organisme lainnya yang hidup

didalamnya, mengandung bahan kimia dalam bentuk terlarut atau dalam bentuk
9

tersuspensi. Data mengenai kualitas air ini sangat penting artinya bagi kelangsungan

hidup ikan. Secara umum Woynarovich And Horvath (1980) menyebutkan kriteria

kualitas air yaitu pH berkisar antara 7-8, suhu antara 24-30º C, oksigen terlarut 5-11

ppm, bersih dan bebas dari bahan-bahan yang mengandung racun.

Boyd (1982) menyatakan kandungan oksigen terlarut bagi ikan catfish untuk

menjamin kehidupan yang baik adalah 5 mg/l, karbondioksida maksimal 10 mg/l. pH

5,4 – 8,6 dan kadar amoniak yang baik bagi ikan dan organisme perairan adalah

kurang dari 1 ppm. Kualitas air memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap

survival dan pertumbuhan ikan. Kualitas air yang menunjang kelulushidupan larva

ikan baung adalah suhu 26-29º C, pH 6-7, oksigen terlarut 4-6 ppm, NH3 0,8 –1 ppm

dan CO2 7,1 –8,1 ppm (Anita, 2000).

Setiap ikan mempunyai temperatur tertentu untuk mempertahankan

pertumbuhan agar tetap normal. Diluar kisaran temperatur tersebut ikan akan

mengalami gangguan. Pada temperatur tinggi, ikan akan kekurangan oksigen dan

sistem enzim tidak dapat berfungsi dengan baik, menyebabkan timbulnya stres

(Afrianto Dan Liviawaty, 1992).

2.5. Hama dan Penyakit

Masa penetasan telur dan perawatan larva adalah masa yang paling rawan

terserang hama dan penyakit seperti jamur dan bakteri. Serangan parasit dapat terjadi

karena penanganan yang kurang baik, peralatan yang digunakan tidak steril, kualitas

air yang tidak baik dan keadaan lingkungan yang kurang baik (Kusumah, 1985).
10

Menurut Suyanto (1983) kesehatan ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor

yaitu 1) penyakit parasiter, yang disebabkan oleh virus, bakteri, protozoa, cacing dan

bangsa udang renik dan 2) penyakit non parasiter disebabkan oleh faktor kimia, fisika

dan kesalahan dalam pemberian pakan.

Kelebihan pemberian pakan menyebabkan metabolisme tidak efisien karena

pakan tidak dikonsumsi seluruhnya sehingga timbulnya hama dan penyakit pada ikan.

Pada air yang tidak mengalir biasanya larva ikan akan mengalami mortalitas yang

tinggi, yang disebabkan oleh jamur Saprolegnia. Dengan sistem air yang mengalir

dimana air masuk dan air yang keluar setiap saat akan menghindarkan benih ikan

baung terserang penyakit Ichtyophthyrius multifilis sp (white spoot) (Mugiasih,

1998).
11

III. METODE PRAKTEK

3.1. Waktu dan Tempat


Praktek magang ini dilaksanakan pada tanggal 14 februari 2006 sampai

dengan tanggal 7 april 2006 di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar

Sukabumi jawa Barat.

3.2. Bahan dan Alat


Bahan yang digunakan dalam praktek magang ini adalah Larva Ikan baung

(Mystus nemurus), cacing Tubifek sp untuk pakan alami.

Sedangkan alat yang digunakan adalah timbangan digital dengan tingkat

ketelitian 0,01gr dan 0,0001gr, Water heater, pompa air, akuarium dengan ukuran

80cm x 60cm x 40cm, happa, serokan, termometer, pH indikator. Gambar bahan dan

alat yang digunakan dapat dilihat pada lampiran 2.

3.3. Metode Praktek


Metode praktek yang digunakan adalah metode partisipasi aktif dilapangan

dimana ikut berperan aktif dalam kegiatan Pembenihan dan perawatan larva ikan

baung. Dan melakukan wawancara serta observasi langsung terhadap objek-objek

praktek dilapangan. Data yang diperoleh selama praktek magang berupa data primer

dan sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan pengamatan, pengukuran dan

perhitungan terhadap objek –objek praktek. Data sekunder diperoleh dari hasil
12

wawancara dengan karyawan Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar

Sukabumi Jawa Barat serta literatur yang mendukung kelengkapan dan kejelasan

mengenai data yang didapat tersebut.

3.4. Prosedur Praktek


1. Persiapan akuarium

Perawatan larva ikan baung dilakukan diakuarium yang berukuran 80 x 60 x

40cm. Sebelum digunakan akuarium tersebut dibersihkan dahulu kemudian diisi air

yang telah diendapkan selama 24jam dengan ketinggian25-30 cm kemudian diberi

aerasi dan water heater (pemanas air) dengan suhu 28o- 30oC.

2. Pemeliharaan larva

Telur yang sudah menetas menjadi larva di pindahkan kedalam akuarium

dimana suhu air sekitar 280C dan diberi aerasi. Pemeliharan larva dilakukan didalam

akuarium, larva yang berumur 1-2 hari tidak diberi pakan karena pada umur tersebut

masih mempunyai cadangan makanan berupa kuning telur. Umur 3-4 hari diberi

cacing Tubifek sp yang dicincang, pada umur 5-7 hari larva diberi cacing tubifek

utuh, kemudian dilakukan penggantian air sebanyak 50% volume air.

3. Pakan

Pakan yang diberikan pada larva ikan baung adalah Tubifek sp. sebelum

diberikan kepada larva Tubifek terlebih dahulu dicuci bersih dan ditampung dalam

ember. Pencucian dilakukan dengan menggunakan air mengalir sambil diaduk,

kemudian tubifek akan berkumpul sehingga dengan mudah dapat mengambilnya,


13

setelah itu baru diberikan kepada larva. Tubifek ditampung sementara didalam bak

yang diberi air mengalir atau diaerasi.

4. Kualitas air

Kualitas air yang ukur selama pemeliharaan larva adalah suhu, pH, O2.

pengukuran suhu air menggunakan termometer dan parameter lain dengan titrasi.

5. Penyakit

Penyakit yang sering menyerang disebabkan oleh bakteri, virus, parasit, dan

jamur. Sedangkan hama yang sering menyerang adalah kepiting dan belut.

3.5. Analisa data

Data yang diperoleh pada saat praktek ditabulasikan kedalam tabel dan

selanjutnya dianalisa secara deskriptif. Dalam kegiatan pembenihan dan perawatan

larva ikan baung ada beberapa parameter yang diukur antara lain:

Untuk laju pertumbuhan harian dan tingkat kelulushidupan larva ikan baung

dianalisa dengan menggunakan rumus seperti dibawah ini.

a. Laju Pertumbuhan Harian (α)

Wt
α= t -1 x 100%
Wo

Dimana:

α = Laju Pertumbuhan Harian

Wo = Bobot Rata-rata Awal (gr)

Wt = Bobot Rata-rata Akhir (gr)


14

T = Waktu Pemeliharaan (15 hari)…….(Zonneveld,et al, 1991)

b. Laju Pertumbuhan Panjang Mutlak Rata-rata

Lt  Lo
Lm =
t

Dimana:

Lm = Pertumbuhan Panjang Mutlak Rata-rata (cm)

Lt = Panjang Rata-rata Pada Akhir Pemeliharaan (cm)

Lo = Panjang Rata-rata Pada Awal Pemeliharaan (cm)

T = Waktu Pemeliharaan (15 hari)……..Effendie (dalam Andersen, 1998)

c. Laju Petrtumbuhan Berat Mutlak Rata-rata

Wt  Wo
Wm =
t

Dimana:

Wm = Pertumbuihan Berat Mutlak Rata-rata

Wt = Berat Rata-rata Pada Akhir Pemeliharaan (gr)

Wo = Berat Rata-rata Pada Awal Pemeliharaan (gr)

T = Waktu Pemeliharaan (15 hari)……..Effendie (dalam Andersen,1998)

d. Persentase Kelangsungan Hidup (SR)

Nt
SR : x100%
No

Dimana:

SR = Persentase Kelangsungan Hidup (%)

Nt = Jumlah Larva Akhir Pemeliharaan (Ekor)


15

No = Jumlah Larva Awal Pemeliharaan (Ekor).......(Effendie, 1992)


16

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Keadaan Umum

4.1.1. Sejarah Singkat Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar

Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar Sukabumi pada tahun 1920

merupakan Culture School (Sekolah Pertanian), pada tahun 1943-1953 berubah

menjadi Noogako dan tahun 1953-1954 berubah menjadi Sekolah Pertanian

Menengah, kemudian diganti menjadi Pusat Latihan Perikanan pada tahun 1954-

1968, dan selanjutnya pada tahun 1968-1975 berfungsi sebagai Training Centre

Perikanan. Pada tahun 1976-1978 berkembang menjadi Pangkalan Pengembangan

Pola Keterampilan Budidaya Air Tawar, 1978-2005 menjadi Balai Budidaya Air

Tawar, dan akhirnya pada tahun 2006 menjadi Balai Besar Pengembangan Budidaya

Air Tawar yang merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Departemen Kelautan dan

Perikanan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal

Perikanan Budidaya.

4.1.2. Letak Geografis

Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar terletak di Kelurahan Sela

Batu Kecamatan Sukabumi Utara Kabupaten Sukabumi Propinsi Jawa Barat sekitar

2,5 km dari pusat kota Sukabumi. Secara umum lahan kompleks BBPBAT memiliki

topografi yang relatif landai, dengan ketinggian berkisar 700 m di atas permukaan
17

laut. Kemiringan sebagian besar ke sebelah Selatan sekitar 0,5%. Kemiringan antara

2,5% terutama terdapat lahan yang telah dimanfaatkan untuk perkolaman dan fasilitas

budidaya yang lain. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 7. Adapun

keadaan topografi kompleks BBPBAT Sukabumi dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Luas dan Kemiringan Lahan Kompleks BBPBAT Sukabumi

Kemiringan Lahan (%) Luas Lahan (ha) Persentase (%)


0–5 21,89 85,341
5–8 1,17 4,561
8 – 15 1,93 7,524
15 – 25 0,66 2,574
Jumlah 25,65 100
Sumber : Laporan Tahunan BBPBAT Sukabumi, 2005

Keadaan topografi tanah yang relatif landai ini sangat menentukan bagi

keberhasilan budidaya karena merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan

untuk membangun kolam. Susanto (1995) mengemukakan bahwa kemiringan tanah

yang dianggap baik untuk lokasi perkolaman atau kolam adalah berkisar antara 3 -

5%. Dengan demikian sebagian besar kemiringan lahan yang ada di BBPBAT

Sukabumi sangat mendukung untuk lokasi perkolaman.

Lokasi BBPBAT termasuk ke dalam daerah basah dengan iklim hujan tropis.

Musim penghujan berlangsung mulai dari bulan November sampai Mei dan musim

kemarau pada bulan Juni sampai September. Rata-rata hujan tahunan adalah 2.500-

3.000 mm pertahun, dengan suhu udara berkisar antara 20-290 C.

Jangkaru (1999) menyatakan bahwa khusus untuk lahan kering iklim basah,

jumlah curah hujan dipersyaratkan lebih dari 2.000 mm per tahun. Dengan curah
18

hujan 2.000 mm per tahun, berarti dalam jangka waktu satu tahun akan tertampung

air setinggi dua meter, sehingga kehilangan air sebagai akibat penguapan dan

peresapan dapat ditanggulangi. Dilihat dari curah hujannya yang sangat tinggi maka

lokasi BBPBAT Sukabumi sangat mendukung usaha budidaya perikanan sehingga

tidak perlu dilakukan penanggulangan yang berarti untuk mengatasi kehilangan air

karena penguapan.

4.1.3. Tugas dan Fungsi Balai

Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar Sukabumi mempunyai tugas

Melaksanakan
elaksanakan pengembangan dan penerapan teknik perbenihan, pembudidayaan,

pengelolaan kesehatan ikan, dan pelestarian perlindungan budidaya air tawar

. Dalam melaksanakan tugas, Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar

Sukabumi menyelenggarakan fungsi :

a. Identifikasi dan perumusan program pengembangan teknik budidaya air

tawar.

b. Pengujian standar perbenihan dan pembudidayaan ikan air tawar.

c. Pengujian alat, mesin dan teknik perbenihan serta pembudidayaan ikan air

tawar.

d. Pelaksanaan bimbingan penerapan standar perbenihan dan pembudidayaan

ikan air tawar.


19

e. Pelaksanaan sertifikasi mutu dan sertifikasi personil perbenihan dan

pembudidayaan ikan air tawar.

f. Pelaksanaan produksi dan pengelolaan induk penjenis dan induk dasar ikan air

tawar.

g. Pengawasan perbenihan, pembudidayaan ikan serta pengendalian hama dan

penyakit ikan air tawar.

h. Pengembangan teknik dan pengujian standar pengendalian lingkungan dan

sumberdaya induk dan benih ikan air tawar.

i. Pengelolaan sistem jaringan laboratorium penguji dan pengawasan perbenihan

dan pembudidayaan ikan air tawar.

j. Pengembangan dan pengelolaan sistem informasi dan publikasi

pembudidayaan ikan air tawar.

k. Pengelolaan keanekaragaman hayati.

l. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.

4.2. Struktur Organisasi

Sebagaimana tercantum dalam surat Keputusan Menteri Kelautan dan

Perikanan Nomor : KEP. 06E/MEN/2006, tanggal 12 April 2006 susunan organisasi

BBPBAT Sukabumi terdiri dari :

a. Sub Bagian Tata Usaha

b. Seksi Standarisasi dan Informasi

c. Seksi Pelayanan Teknik


20

d. Kelompok Jabatan Fungsional

Berdasarkan Surat Keputusan tersebut maka telah ditetapkan dalam Surat

Keputusan Kepala Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar Sukabumi Nomor

60/BBPBAT.S/Kp.420/I/02k tentang Penetapan Pegawai Pada Balai Besar

Pengembangan Budidaya Air Tawar Sukabumi.

Adapun susunan struktur organisasi Balai Besar Pengembangan Budidaya Air

Tawar Sukabumi adalah sebagai berikut :

a. Sub Bagian Tata Usaha

Melaksanakan penyusunan rencana, program, dan anggaran, pengelolaan

administrasi keuangan, kepegawaian, dan jabatan fungsional, puratan, barang

kekayaan milik negara, dan rumah tangga serta pelaporan.

b. Sub bagian Keuangan

Melakukan pengelolaan urusan administrasi keuangan dan barang kekayaan

milik negara serta penyiapan bahan penyusunan evaluasi dan pelaporan BBPBAT.

c. Sub bagian Umum

Melakukan penyiapan bahan penyusunan rencana, program, dan anggaran

serta pengelolaan urusan administrasi kepegawaian, jabatan fungsional, serta

pelaksanaan urusan persuratan dan rumah tangga di lingkungan BBPBAT.

d. Bidang Standarisasi Dan Informasi

Melaksanakan penyiapan dan standar teknik, alat dan mesin pembenihan,

pembudidayaan, pengendalian hama dan penyakit ikan air tawar, pengendalian


21

lingkungan dan sumber daya induk dan benih ikan air tawar, serta pengelolaan

jaringan informasi dan perpustakaan.

a. Seksi Standardisasi

Melakukan penyiapan bahan standar pengujian dan bimbingan penerapan

standar perbenihan, pembudidayaan, pengendalian hama, penyakit ikan, lingkungan,

dan sumber daya induk dan benih ikan air tawar.

b. Bidang Pelayanan Teknik

Melaksanakan pelayanan teknis kegiatan pengujian, pengembangan,

penerapan teknik, dan pemantauan serta pengawasan perbenihan dan pembudidayaan

ikan air tawar.

b. Seksi Sarana Lapangan

Melakukan pengelolaan sarana lapangan kegiatan pegujian, pengembangan,

penerapan, pemantauan dan pengawasan teknik perbenihan, budidaya, alat dan mesin,

pengendalian hama dan penyakit ikan, pengelolaan kesehatan ikan, lingkungan, serta

sumber daya induk dan benih ikan air tawar.

d. Seksi Sarana Laboratorium

Melakukan penyediaan dan pemeliharaan sarana laboratorium pengujian

teknik perbenihan, pembudidayaan, pengendalian lingkungan, serta pengendalian

hama dan penyakit ikan air tawar.


22

f. Kelompok Jabatan Fungsional

Menyelenggarakan kegiatan perekayasaan, pegujian, penerapan, dan

bimbingan pelayanan standar teknik, alat, dan mesin, serta sertifikasi pembenihan dan

pembudidayaan, pengendalian hama dan penyakit ikan, pengawasan benih dan

pembudidayaan, dan penyuluhan dan kegiatan lain yang sesuai dengan tugas masing-

masing jabatan fungsional berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Tugas dari kepala BBPBAT Sukabumi adalah sebagai yang bertanggung

jawab terhadap urusan internal dan eksternal. Kemudian Sub bagian tata usaha

bertanggung jawab terhadap urusan kepegawaian, keuangan, perlengkapan, surat

menyurat, dan rumah tanggga lokal, bagian standarisasi dan informasi melaksanakan

dan melayani kebutuhan informasi dan pengelolaan, sedangkan klompok jabatan

fungsional bertanggung jawab terhadap bidang masing – masing.

Dilihat dari struktur organisasi yang ada di BBPBAT Sukabumi, sudah sangat

baik untuk menujang keberhasilan usaha budidaya perikanan sesuai dengan

pernyataan Alawi (1994) bahwa tenaga (staf) yang diperlukan dalam sebuah balai

benih ikan terdiri dari kepala BBI, tenaga trampil/teknisi, tenaga adminsitrasi dan

tenaga lapangan. Adapun susunan struktur organisasi dan struktur klompok jabatan

fungsional BBPBAT Sukabumi dapat dilihat pada lampiran 1.


23

4.3. Sumberdaya Manusia

Dalam melaksanakan fungsi teknik maupun administrasi, Balai Besar

Pengembangan Budidaya Air Tawar Sukabumi menggunakan sistem pemilihan

sesuai dengan keterampilan dan keahlian masing-masing. Keadaan pegawai di Balai

Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar Sukabumi menurut status kepegawaiannya

dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Jumlah Pegawai BBPBAT Sukabumi 2006 Menurut Status


Kepegawaian
Golongan/Ruang
No Status Jumlah
IV III II I
1 PNS 2 59 49 11 121
2 Mutasi - 4 - - 4
3 Pensiun - 1 - - 1

Jumlah 2 54 49 11 116

Sumber : Laporan Tahunan BBPBAT Sukabumi, 2005

Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa keadaan pegawai di BBPBAT Sukabumi

terdiri dari golongan I, golongan II, golongan III dan golongan IV. Pegawai

BBPBAT Sukabumi ini lebih banyak di dominasi dari golongan II dan

golongan III.

Sedangkan susunan struktural dan fungsional pegawai BBPBAT Sukabumi

dapat dilihat pada Tabel 3.


24

Tabel 3. Jumlah Pegawai BBPBAT Sukabumi 2003 Berdasarkan Tingkat


Pendidikan dan Profesi
Pendidikan
No Profesi Jumlah
S2 S1/D4 D3 SLTA SLTP SD
1 STRUKTURAL
Kepala Balai - 1 - - - - 1
Subag TU 1 1 2 27 7 - 38
Pelayanan Teknis - 1 1 2 - - 4
Standarisasi & Informasi - 1 1 3 - - 5
2 FUNGSIONAL
Perekayasa 5 13 - - - - 18
Litkayasa - - 2 27 - - 29
Pengawas benih - 1 - 5 - - 6
Pengawas perikanan - - - 3 - - 3
Pengendali hama dan - - - 2 - - 2
penyakit ikan
Pustakawan - - - 1 - - 1
Analisa Kepegawaian - - - 1 - - 1
Teknisi Perikanan 2 6 - 5 3 - 17
Jumlah 8 24 6 76 10 - 126
Sumber : Laporan Tahunan BBPBAT Sukabumi, 2006

Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan tenaga kerja di BBPBAT

Sukabumi bervariasi, mulai dari Sekolah Dasar (SD) sampai Perguruan Tinggi atau

Strata 2 (S2). Dilihat dari tingkat pendidikannya pegawai BBPBAT Sukabumi ini di

dominasi oleh tenaga kerja yang berpendidikan SLTA. Sumberdaya manusia yang

ada di BBPBAT Sukabumi ini cukup mendukung untuk kelangsungan suatu

BBPBAT. Berdasarkan hal tersebut maka prospek BBPBAT Sukabumi kedepan

sangat baik bagi pengembangan teknologi budidaya air tawar sehingga mampu
25

memproduksi serta melestarikan berbagai spesies ikan yang memiliki nilai ekonomis

penting.

4.4. Sarana dan Prasarana

Untuk mendukung kegiatan BBPBAT Sukabumi secara keseluruhan, maka

BBPBAT Sukabumi dilengkapi dengan berbagai sarana dan prasarana. Sarana dan

prasarana yang dimiliki oleh BBPBAT Sukabumi sampai tahun 2006 meliputi :

4.4.1. Panti Benih (Hatchery)

Pada BBPBAT Sukabumi terdapat beberapa hatchery yang terdiri dari

hatchery Mas dan Nila, hatchery Ikan Hias, hatchery Udang Galah, hatchery Kodok,

hatchery Patin, Lele, Gurame dan Bawal serta hatchery Baung, Mas, Jelawat dan

Mola. Untuk udang galah juga terdapat hatchery di Pelabuhan Ratu.

Tempat kegiatan pembenihan dan pemeliharaan larva lobster tawar yang

dimiliki oleh BBPBAT Sukabumi berupa Hatchery Ikan Hias dan Laboratorium

Karantina. Fasilitas penunjang yang ada khususnya hatchery ikan Baung adalah

sebagai berikut :

Wadah

Wadah yang digunakan dalam pemeliharaan ikan baung terdiri dari bak fiber

glass dan akuarium yang digunakan sebagai bak pemeliharaan induk, bak pemijahan,

pengeraman dan penetasan telur, pemeliharaan benih, pendederan dan pembesaran

serta bak penampungan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini.
26

Tabel 4. Fasilitas atau alat yang terdapat pada hachery Ikan Baung

No Fasilitas Jumlah
1 Kolam induk 2
2 Bak pemijahan 3
3 Kolam pendederan 5
4 Kolam pemeliharaan 6
5 Bak fiber 11
6 Akuarium 50
7 Heather 37
8 Termometer 5
9 Blower 2
10 Lemari pendidingin 1
11 Timbangan 2

Berdasarkan hasil dari Tabel 4 tersebut dapat disimpulkan bahwa sarana

penunjang yang dimiliki BBPBAT Sukabumi untuk hatchery Ikan Baung sudah

cukup baik dan memenuhi syarat dalam melakukan suatu usaha budidaya. Hal ini

sesuai dengan pernyataan Alawi (1994) bahwa fasilitas bangsal pembenihan terdiri

dari bak pemijahan, bak penetasan, bak pemeliharaan larva, bak pemeliharaan

makanan alami, bak penampungan, ruang penanganan dan pengepakan serta ruang

laboratorium.

Sistem Aerasi

Dalam kegiatan pembenihan ikan baung diperlukan sistem aerasi untuk

menjaga agar kadar oksigen terlarut selalu baik (>1 ppm). Aerasi yang diperoleh

berasal dari blower dengan kapasitas 85 watt, dimana penggunaannya dilengkapi pipa

PVC berdiameter ½ inch sebagai penyalur yang dihubungkan dengan selang aerasi

yang dilengkapi dengan stop kran dan batu aerasi ke setiap wadah budidaya.
27

Alat Penunjang

Untuk menunjang dalam operasional produksi ikan baung di BBPBAT

Sukabumi diperlukan beberapa alat sebagai sarana tambahan. Sarana tambahan yang

digunakan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Alat Penunjang yang Digunakan oleh Hatchery Ikan Baung di BBPBAT

Sukabumi

Keperluan Alat Ukuran


Pemindahan benih Scoopnet 450-500 mikron
Baskom 10, 15 dan 20 liter
Nampan 40 x 30 cm
Sendok plastik 3 buah
Pemberian pakan Ember 5 liter
Gayung 1 liter
Ayakan tepung 450 mikron
Gelas ukur 250 ml
Alat sipon wadah Selang 0,5; 1 dan 3 cm
Pemindahan air Pompa air 1 buah
Pengukur suhu Thermometer Celcius
Pelindung benih Pipa PVC ½ inch 5 cm
Pipa PVC 2 inch 20 cm
Daun palem
Pembersih wadah Spon 3 buah
Sikat besar 3 buah

Banyak atau tidaknya sarana penunjang dalam suatu usaha budidaya

merupakan hal yang sangat mempengaruhi proses produksi. Dari Tabel 4 dan 5 dapat

dilihat bahwa jumlah sarana yang digunakan sebagai penunjang hatchery Ikang

Baung yang ada di BBPBAT Sukabumi cukup memadai atau sudah memenuhi syarat

untuk melakukan pembenihan.


28

4.4.2. Perkolaman

Kolam yang ada di BBPBAT Sukabumi sebanyak 120 kolam dengan luas

total 10 Ha yang berada di Jl. Selabintana Sukabumi, 12 Kolam di Pelabuhan Ratu,

28 Kolam Air Deras (KAD) di Cisaat dan 12 jaring apung di waduk Cirata, Cianjur.

Kolam-kolam ini merupakan tempat kegiatan pembenihan, pembesaran dan

pemeliharaan induk serta penerapan teknik budidaya air tawar dan perekayasaan.

4.4.3. Laboratorium

Laboratorium yang ada di BBPBAT Sukabumi, terdiri dari laboratorium

kesehatan ikan dan lingkungan, laboratorium kualitas air, laboratorium pakan dan

laboratorium karantina.

4.4.4. Gedung Utama

Dalam melaksanakan tata usaha balai, BBPBAT Sukabumi menggunakan

gedung utama sebagai ruang perkantoran (2,467 m2). Selain itu dilengkapi dengan

sarana lainnya berupa perpustakaan (96 m2), ruang pertemuan (375 m2), wisma tamu

(580 m2) dan sarana ibadah (180 m2).

4.4.5. Sumber Listrik

Energi listrik untuk seluruh kegiatan di BBPBAT Sukabumi bersumber dari

PLN Cabang Selabintana dengan daya terpasang sebesar 52 KVA. Sebagai sumber

cadangan digunakan generator set sebanyak 1 unit dengan daya 80 KVA.

4.4.6. Sumber Air

Sumber air untuk kolam produksi dan pengujian di BBPBAT Sukabumi

berasal dari sungai Panjalu dan Cisarua serta saluran yang terdiri dari 12 jalur pipa 6
29

inch, sepanjang 3800 m dari sungai Cipelang. Ketiga sumber air tersebut berasal dari

kaki gunung Gede dengan debit air 25 liter/detik.

4.4.7. Sarana Transportasi

Sarana tansportasi yang ada di BBPBAT Sukabumi berjumlah 10 unit yang

terdiri dari kendaraan roda empat sebanyak 6 unit dan kendaraan roda dua sebanyak 4

unit.

4.5. Pemeliharaan Larva

Telur yang telah menetas menjadi larva dipindahkan ke akuarium


0
pemeliharaan yang telah di siapkan dengan suhu 28 C dan diberi aerasi.

Pemeliharaan larva dilakukan di dalam akuarium berukuran 80 x 60 x 40cm.

Akuarium pemeliharaan larva dapat dilihat pada lampiran 4. Dengan padat tebar

dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Padat tebar Larva Baung Pada Umur 2 Hari.

No. Wadah Ukuran Wadah Padat Tebar (ekor)


1. Akuarium I 80 x 60 x 40 cm 300
2. Akuarium II 80 x 60 x 40 cm 300
3. Akuarium III 80 x 60 x 40 cm 300

Kegiatan pemeliharaan larva berupa pengelolahan kualitas air dan pemberian

pakan. Pengelolahan kualitas air bertujuan menjaga kesetabilan parametrer-parameter

yang sesuai dengan kebutuhan ikan. Penggantian air dilakukan tiap hari atau

disesuaikan dengan tingkat kekeruhan yang disebabkan oleh sisa-sisa metabolisme

ikan yang tersuspensi kedalam air. Air dikeluarkan dengan mengunakan selang
30

bersamaan dengan air masuk dan untuk menghindari stress pada larva yang

disebabkan tekanan air yang terlalu deras selang pengeluaran air diberi saringan yang

bertujuan agar larva tidak ikut tersedot keluar. Kotoran yang masih tersisa dan

mengendap didasar kolam disipon kemudian larva diberi pakan.

Larva yang baru menetas mengandung kuning telur sebagai nutrisi awal untuk

melengkapi organ-organ tubuh, setelah berumur 2hari larva sudah diberi pakan

berupa cacing Tubifek sp yang dicincang dan ditebar merata dengan cara diremah

sehingga cacing terpisah-terpisah dari koloninya. Menurut Tang (2000), larva ikan

baung sudah mampu memangsa dan mencerna makanan pada saat kunig telur masih

tersisa, sehingga didalam tubuh larva terdapat 2 sumber energi yaitu kuning telur dan

pakan dari luar (Exgenous energy) setelah berumur 3 hari larva sudah dapat diberi

cacing tubifek utuh dan dapat ditambahkan pakan pellet yang dihancurkan sampai

selesai masa pemeliharaan.

Larva ikan baung akan cepat mengalami pertumbuhan apabila diberi pakan

cacing Tubifek sp. Karena cacing tubifek mengandung protein dan lemak yang tinggi.

Gambar cacing Tubifek sp dapat dilihat pada Lampiran 3. Data pertumbuhan larva

baung dapat dilihat pada Tabel 7, dan jumlah pakan yang diberikan dapat dilihat pada

Tabel 8.
31

Tabel 7. Data Pertumbuhan Panjang dan Berat Rata-rata Larva Baung

No Akuari Panjang Rata-rata (cm) Berat Rata-rata (gr)


3 6 9 12 15 3 6 9 12 15
um
1. I 0,6 0,9 1,33 1,4 2,05 0,0022 0,0076 0,027 0,041 0,108
2. II 0,6 0,8 1,46 1,61 2,7 0,0025 0,0075 0,031 0,079 0,185
3. III 0,6 0,8 1,41 1,61 2,39 0,0022 0,0072 0,037 0,075 0,183

Dari Tabel 7 dapat diketahui panjang dan berat rata-rata larva baung dengan

lama pemeliharaan 15hari. Dimana pada hari ke3 sampai hari ke6 mengalami

pertambahan panjang dan berat sebesar 0,3cm dan 0,0054gr, pada hari ke6 samapi

hari ke9 mengalami pertambahan panjang dan berat sebesar 0,43cm dan 0,0194gr,

pada hari ke9 sampai hari ke12 mengalami pertambahan panjang dan berat sebesar

0,07cm dan 0,014gr, pada hari ke12 sampai hari ke15 mengalami panjang dan berat

sebesar 0,65cm dan 0,067gr.

Tabel 8. Jenis Pakan dan Frekuensi Pemberian Pakan

No Umur Frekuensi Dosis Jenis pakan


1. 3-6 hari 3X / hari 3% / BB Tubifek sp
2. 6-9 hari 3X / hari 3% / BB Tubifek sp
3. 9-12 hari 3X / hari 3% / BB Tubifek sp
4. 12- 15 hari 3X / hari 3% / BB Tubifek sp

Dari Tabel 8 dapat diketahui frekuensi dan jenis pakan yang diberikan dari

umur 2-15 hari. Larva ikan baung (Mystus nemurus, C.V) mempunyai volume kuning

telur yang besar 498mm3 (Tang, 2003). Larva memiliki cadangan makanan yang

cukup untuk membangun organ tubuh sehingga lebih siap beradaptasi dengan

lingkungan dan pakan dari luar. Pada larva tersebut telah muncul kemampuan
32

memangsa dan mencerna makanan saat kuning telur masih tersisa, sehingga didalam

tubuh larva terdapat dua sumber energi yaitu kuning telur, dan pada saat kuning telur

habis larva harus mencari makanan dari luar. Selanjutnya dapat dihitung

pertumbuhan panjang Mutlak rata-rata serta laju pertumbuhan berat Mutlak rata-rata

dan laju pertumbuhan harian larva baung. Untuk lebih jelasnya hasil pengukuran

panjang dan berat tubuh ikan baung dapat dilihat pada Lampiran 6.

Hasil laju pertumbuhan panjang mutlak larva baung berkisar antara 0,0967 –

0,14cm dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Panjang Mutlak Rata-rata Larva Baung Selama Pemeliharaan

Wadah Panjang Rata-rata Pertambahan


Awal Akhir Panjang Mutlak
Rata-rata (cm)
I. 0,6 2,05 0,0967
II. 0,6 2,7 0,14
III. 0,6 2,39 0,1193

Hasil laju pertumbuhan berat mutlak rata-rata larva baung berkisar antara

0,0071 – 0,0122. untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Berat Mutlak Rata-rata Larva Baung Selama Pemeliharaan

Wadah Berat Rata-rata Pertambahan


Awal Akhir Berat Mutlak
Rata-rata (cm)
I. 0,0022 0,108 0,0071
II. 0,0025 0,185 0,0122
III. 0,0022 0,183 0,0121
Dari Tabel 9 dan 10 dapat dilihat bahwa nilai pertumbuhan panjang dan berat

mutlak rata-rata larva baung selama 15 hari. Pertumbuhan berat larva mulai dari umur
33

0hari sampai 15 hari berkisar antara 0,0071 – 0,0122gr. Menurut Huet (1975)

menyatakan bahwa pertumbuhan terjadi apabila jumlah makanan yang dikonsumsi

lebih besar dari pada yang dibutuhkan untuk pemeliharaan tubuh. Seiring dengan

bertambahnya berat tubuh maka pertambahan panjang juga akan terjadi dengan

sendirinya. Pertumbuhan berat maupun panjang larva sebaiknya pemberian pakan

yang tepat dan baik serta jenis pakan dan jumlah pakan yang diberikan. Pertambahan

opanjang larva dari umur 0hari sampai umur 15 hari berkisar antara 0,0967 – 0,14

cm. Perhitungan panjang dan Berat Mutlak rata-rata larva baung dapat dilihat pada

lampiran 7.

Hasil laju pertumbuhan harian larva baung berkisar antara 29,64% - 34,28%

dan lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Laju Pertumbuhan Harian Larva Baung

Wadah Berat Rata-rata Laju Pertumbuhan


Awal Akhir Harian (%)
I. 0,0022 0,108 29,64
II. 0,0025 0,185 33,23
III. 0,0022 0,183 34,28

Dilihat dari laju pertumbuhan harian, berdasarkan kegiatan pemeliharaan larva

yang telah dilakukan selama magang di BBPBAT sukabumi pada ikan baung maka

nilai laju pertumbuhan harian ini relatif baik. Hal ini dikarenakan kegiatan

pembenihan ikan baung dalam tahap perkembangan. Perhitungan Laju pertumbuhan

harian larva baung dapat dilihat pada lampiran 8.


34

4.7. Persentase Kelangsungan Hidup

Tingkat kelangsungan hidup (Survial Rate) adalah kemampuan untuk

menyeleksikan daur hidupnya secara keseluruhan dengan factor luar dan dalam dari

lingkungannya. Factor luar berupa kualits air, kondisi lingkungan dan kualitas pakan.

Sedangkan faktor dalam yaitu umur dan kemampuan menyesuaikan diri dengan

lingkungan (Bachtiar, 2004).

Tabel 12. Persentase Kelangsungan Hidup Larva

Wadah Pakan Jumlah Jumlah Jumlah Persentase


awal Mati (ekor) akhir (ekor) (%)
(ekor)
Akuarium I Tubifek sp 300 67 233 77,67
Akuarium II Tubifek sp 300 43 257 85,67
Akuarium III Tubifek sp 300 74 226 75,33
Rata-rata 79,55

Selama pemeliharaan tinghat kelangsungan hidup diperoleh cukup tinggi yaitu

75,33% - 85,67% atau dengan persentase Rata 2 79,55%. Hal ini berdasarkan angka

yang diperoleh pada setiap pemijahan ikan baung oleh teknisi Hatchery ikan baung

diBBPBAT sukabumi yaitu dengan SR 70 – 90%. Menurut Desmarita (2004)

Persentase kelangsungan hidup yang diperoleh dengan pemberian pakan Tubifek sp

sampai berumur 15 hari adalah 69,04%. Penyebab kematian pada larva selama

pemeliharaan adalah sifat kanibalisme yang timbul pada larva. Hal ini disebabkan

karena frekuensi pemberian pakan yang kurang. Selain itu pemberian pakan yang

terlambat dapat menyebabkan ikan saling memangsa, larva ikan “catfish” akan besifat

kanibalisme apabila terjadinya kekurangan makanan, satu larva dapat memangsa dua
35

ekor sekaligus. Kamler ( dalam Zulkifli, 1995) menyatakan bahwa kekurangan

makanan selama pemberian pakan dapat diketahui sebagai penyebab utama mortalitas

larva. Untuk menghindari kanibalisme disarankan memberikan pakan 4-5 kali sehari

mengingat ikan ini bersifat nokturnal. Selain menjaga kualitas air pakan juga

mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan larva, untuk meransang

pertumbuhan yang baik dan cepat diperlukan pakan yang cukup, mutu yang bagus,

ketersediaan gizi dalam pakan seperti protein, Karbohidrat, Vitamin, dan air dalam

jumlah yang tepat akan menghasilkan pertumbuhan yang baik (Mujiman, 2001).

Perhitungan Persentase kelangsungan hidup larva baung dapat dilihat pada lampiran

9.

Tubifex merupakan pakan yang baik untuk larva karena mengandung nilai

gizi yang baik untuk pertumbuhan larva baung. Kandungan gizi yang terdapat pada

tubifex khususnya protein sangat tinggi yaitu sebesar 57 % sehingga dapat memacu

pertumbuhan larva dengan cepat tanpa adanya penyakit. Sedangkan kematian larva

disebabkan sifat kanibal larva yaitu saling memakan sesama.

4.8. Kualitas Air

Larva yang baru habis kuning telur (yolk) sangat peka terhadap perubahan

kualitas air, kematian total sering terjadi pada stadia ini. Pengontrolan kualitas air

perlu dilakukan dengan cara pengukuran parameter kualitas air seperti suhu, derajat

keasaman, O2. pengukuran kualitas air perlu dilakukan untuk mengetahui kondisi dari

media air.

Tabel 13. Data Kualitas Air Pada Pameliharaan Larva


36

No. Parameter Hasil pengukuran


1. Suhu 260 - 300C
2. PH 6,5 - 6,8
3. O2 5 – 6,5 ppm

Secara keseluruhan kualitas air menunjukkan nilai yang baik dan sesuai

dengan batas toleransinya. Terlihat bahwa hasil pengukuran terhadap kualitas air

media, kisaran suhu air selama magang adalah 26- 30 oC. Menurut Arikul dan

sritongkong (dalam Andayani, 1998)menyatakan bahwa suhu yang baik bagi

golongan catfish berkisar antara 26 -31oC. suhu mempunyai pengaruh tehadap ikan

terutama pada masa larva. Suhu mempengaruhi kegiatan dan proses kehidupan ikan-

ikan untuk bernafas, refroduksi, nafsu makan ikan laju pencernaan dan laju

metabolisme yang selanjutnya mempengaruhi pertumbuhan ikan (Hickling dalam

Andayani, 1998). Kisaran pH 6,5-6,8, menurut Soetomo ( dalam Prianto,1998)

umumnya ikan dapat mentolerir dengan kisaran pH 6,5-9. kandungan oksiggen

terlarut 5-6,5ppm, kadar oksigen 5ppm akan memberikan pertumbuhan normal bagi

ikan, namun apabila mencapai 7ppm maka ikan akan tumbuh dengan baik Suhendra

et al ( dalam Andayani, 1998). Untuk menjaga kualitas air harus dilakukan

penggantian dengan teratur, Penggantian air dilakukan setiap hari. Jumlah pakan yang

diberikan sangat berpengaruh pada penurunan kualitas air, jumlah pakan yang terlalu

banyak akan cepat mengotori air karena pakan hidup selalu mengeluarkan

kotoran.selain itu pakan hidup mengkonsumsi oksigen sehingga kalau jumlah yang

diberikan berlebih maka kadar oksigen terlarut akan cepat turun.


37

Sisa pakan yang diberikan berlebihan dapat menyebabkn air menjadi kotor

dan keruh. Kotoran dan sisa pakan dapat menyebabkan hidupnya bibit penyakit yang

akhirnya dapat menulari ikan. Oleh karena itu kotoran dan sisa pakan dapat

dibersihkan secara rutin dari wadah pemeliharaan, membersihkan kotoran dapat

dibersihkan dengan cara penyiponan. Penyiponan terutama dilakukan untuk kotoran

dan sisa pakan didasar maupun kotoran yang menempel didinding akuarium. Dengan

penyiponan air didalam akuariun berkurang, untuk itu air didalam wadah

pemeliharaan ditambah air baru yang bersih sejumlah air yang dikeluarkan. Jumlah

air yang keluar sebaiknya dibatasi. Hal ini untuk menghindari stress pada ikan, stress

dapat terjadi akibat perubahan kualitas air secara mendadak, terutama suhu. Air yang

digunakan berupa air tanah yang memiliki salinitas 0ppt (Air tawar). Air ini

ditampung dalan bak penmpungan dan diberi aerasi selama 24jam sebelum

digunakan.

4.9. Hama dan Penyakit

Selama praktek magang tidak ditemukan penyakit pada larva ikan baung,

tetapi di BBPBAT sukabumi penyakit yang sering menyerang larva ikan baung

adalah “Ichtyopthirius multifillis” atau yang sering dikenal dengan “White spot”

(bintik putih) penyakit ini disebabkan oleh kurang baiknya pengontrolan kualitas air.

Pengobatan dapat dilakukan dengan cara menebarkan garam dapur sebanyak

200gr/m2 setiap 10 hari. Selama pemeliharaan juga dapat diatasi dengan merendam

ikan yang terinfeksi dengan air yang telah diberi larutan Oxytetracycline sebanyak
38

2mg/l. pencegahan terhadap penyakit dapat dilakukan dengan pembersihan terhadap

peralatan yang digunakan baik akuarium pemeliharaan dan ikan peliharaan serta tetap

menjaga kualitas air.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

V.1.Kesimpulan
39

Dari hasil praktek magang yang dilakukan diperoleh persentase

kelulushidupan Larva setelah berumur 15 hari 79,55% dengan suhu berkisar antara 28

– 30 0 C, pH 6,5 – 6,8 dan oksigen terlarut 5 – 6,5 ppm. Selama pemeliharaann larva

diberi pakan Tubifek sp. Dengan laju pertumbuhan harian berkisar antara 29,64% -

34,28%, Pertambahan panjang Mutlak rata-rata berkisar 0,0967-0,14cm, dan

pertambahan berat mutlak rata-rata berkisar antara 0,0071-0,0122gr, dengan panjang

Rata-rata pada hari ke15 adalah 2,05 – 2,7 cm dan berat Rata-rata 0,108 – 1,185gr.

Kematian pada larva disebabkan oleh sifat kanibalisme yang timbul pada larva.

V.2.Saran

Untuk memperoleh produksi benih baung yang baik di sarankan agar dalam

pemeliharaan larva baung pemberian pakan sebaiknya diberikan 4-5kali sehari karena

larva baung bersifat kanibalisme sehingga dengan pemberian pakan yang sering dapat

mengurangi sifat kenibalisme dan meningkatkan kelulushidupan larva.

DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E Dan E. Liviawaty., 1988. Beberapa Metode Budidaya Ikan. Kanasius.


Yogyakarta. 103 hal.
40

_________________________________ 1992. Pengendalian Hama dan Penyakit


Ikan. Cetakan Pertama. Kanasius. Yogyakarta. 89hal.

Alawi, H., 1994. Pengelolaaan BBI. Fakultas perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Riau. 65 hal (tidak diterbitkan).

Anita., 2000. Pengaruh Pemberian Dedak yang Diperkaya dengan Telur dan Em4
Terhadap Pertumbuhan dan Kelulushidupan Larva Ikan Baung (Mystus
nemurus,C.V.). Skripsi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas
Riau. 60 hal (tidak diterbitkan).

Andayani, S., 1998. Kelangsungan hidup larva ikan baung (Mystus nemurus,C.V)
dengan pemberian pakan artemia dan pakan buatan Beraquazyme pada
tingkat umur yang berbeda. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Riau. Pekanbaru. 63 hal (tidak diterbitkan)

Blaxter, H. S., 1981. Development og Egg and Larvae. P 184 – 190. In WS. Hoarand
D. J. Randall. Fish Physiology Volume III. reproduction and Growth
Bioluminacence, Pigment and Pioson. Academic Press. New York.

Boyd, C. E., 1982. Water Quality Management in pond Fish Culture. International
Centre for Aquaculture Experiment Sattion Auburn University Albana.
359 p.

Cesilia, F., 2002. Pertumbuhan dan Kelulusan Larva Baung dengan Pakan Artemia.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. Pekanbaru.

Cho, C. H. Y, C. B. Coweyn And T. Watanabe., 1985. Fish Nutritionsin Asia


Metthodologycal Aproaches to Reasearch and Development. IDSC.
Ottawa. 154p.

Desmarita., 2004. Teknik Perawatan Larva Baung (Mystus nemurus,C.V). Laporan


Praktek Magang Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Univerasitas
Riau. Pekanbaru. 34hal (tidak diterbitkan)

Djuhanda. T., 1981. Dunia Ikan. Armico. Bandung. 130hal.


Hutapea, S., 2001. Biologi Reproduksi dan Pengendalian Dalam upaya Pembenihan
Ikan Baung (Mystus nemurus, C.V) di Perairan sungai kampar. Riau.
disertai Program Pasca Sarjana. IPB Bogor. 217hal.
41

Kusumah, H., (1985). Penyakit dan Hama Ikan Untuk Sekolah menengah Usaha
Perikanan. Departemen Pertanian Balai Pendidikan dan Latihan
penyuluhan Pertanian. Bogor. 60hal.
Lesmana Dan Dermawan, I.2001. Budidaya Ikan Hias Air Tawar Populer. Penebar
Swadaya. Jakarta.137hal

Mugiasih, T., 1998. Pengaruh penggantian Pakan Alami (Artemia sp) dengan Pakan
Buatan Terhadap Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Larva Ikan
Baung dengan Sistem Air Mengalir. Skripsi Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Universitas Riau. 45 hal (yidak diterbitkan).

Mudjiman, A., 2001. Makanan ikan. Penebar Swadaya. Jakarta. 190hal

Muflikhah, N., 1993. Pemijahan Ikan Baung dengan Sisitem Rangsangan Hormon.
Warta penelitian dan Pengembangan Pertanian. Vol XV(5).

Nuraini, H., 1994. Penuntun Praktikum Manajemen Produksi Pembenihan Ikan.


Laboratorium Pengembangan Ikan. Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan
Universitas Riau. 38hal

Prianto,E., 1998. Kelangsungan hidup larva dan pertumbuhan larva ikan baung
(Mystus nemurus, C.V) dengan pemberian pakan Tubifek sp pada dosis
yang berbeda. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. 64
hal (tidak diterbitkan).

Saanin, H., 1986. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Bina Cipta. Jakarta.520hal

Sumantadinata, K., 1983. Pembiakan Ikan-ikan Peliharaan di Indonesia. Sastra


Budaya. Jakarta. 132hal

Suyanto, S R., 1983. Parasit Ikan dan Cara-cara Pemberantasanya. Penebar swadaya.
Jakarta 51hal.

Solih, A., 1987. Study Makanan dan Habitat Ikan Baung (Mystus nemurus, C.V) di
Bandung Kuning Waduk Jati Luhur Kabupaten Kerawang, Skripsi
Fakultas Perikanan IPB Bogor. (tidak diterbitkan)

Sukendi. 2001. Biologi Reproduksi dan Pengendaliannya Dalam Upaya Pembenihan


Ikan Baung (Mystus nemurus, C.V) dari Perairan Sungai Kampar Riau.
TesisTidak diterbitkan)

Tang, U. M. 2000. Kajian Biologi Pakan dan Lingkungan Pada Awal Daur Hidup
Ikan Baung (Mystus nemurus, C.V) . Program Psaca Sarjana Institut
Pertanian Bogor. Bogor.118hal.
42

___________ 2003. Teknik Budidaya Ikan Baung. Kanasius (IKAPI).


Yogyakarta.84 hal

Woynarovich, E And L. Horvath., 1980. The artifical Progation of Warm Water Fin
fishes A Manual for extention. FAO Fish. Tech. Pap., (201):

Lampiran 1. Struktur Organisasi BBPBAT Sukabumi


43

Lampiran 2. Gambar Bahan dan Alat yang digunakan


44

Lampiran 3. Gambar Pakan Alami

Lampiran 4. Gambar Akuarium Pemeliharaan Larva


45

Lampiran 5. Gambar Larva Baung

Lampiran 7. Perhitungan Panjang dan Berat Mutlak Rata-rata Larva Baung

Panjang Mutlak Rata-rata Larva Baung Selama Pemeliharaan.


46

Lt  Lo
Akuarium I. Lm =
t

2,05  0,6
=
15

= 0,0967

2,7  0,6
Akuarium II. Lm =
15

= 0,14

2,39  0,6
Akuarium III. Lm =
15

= 0,1193

Panjang Mutlak Rata-rata Larva Baung Selama Pemeliharaan

Wt  Wo
Akuarium I. Wm =
t

0,108  0,0022
=
15

= 0,0071

0,185  0,0025
Akuarium II. Wm =
15

= 0,0122

0,183  0,0022
Akuarium III. Wm =
15

= 0,0121
47

Lampiran 8. Laju Pertumbuhan Harian


48

Wt
Akuarium I.  = t - 1 x 100%
Wo

0,108
= 15 - 1 x 100%
0,0022

= 29,64%

0,185
Akuarium II.  = 15 - 1 x 100%
0,0025

= 33,23%

0,183
Akuarium III.  = 15 - 1 x 100%
0,0022

= 34,28%

Lampiran 9. Perhitungan Tingkat Kelangsungan Hidup Larva Baung Umur 15 hari

Nt
Akuarium I. SR = x 100%
No
49

233
= x 100%
300

= 77,67%

257
Akuarium II. SR = x 100%
300

= 85,67%

266
Akuarium III. SR = x 100%
300

Lampiran 10. Peta Wilayah Sukabumi


50

Lampiran 11. Denah Lokasi Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar
Sukabumi
51
52

RINGKASAN

LISDAYANTI (0302006) TEKNIK PERAWATAN LARVA BAUNG (Mystus


Nemurus, C.V) DI BALAI BESAR PENGEMBANGAN BUDI DAYA AIR
53

TAWAR SUKABUMI, JAWA BARAT. Di bawah bimbingan ibu Ir. Nuraini,


MS.

Praktek magang ini di laksananakan di Balai Besar Pengembangan Budidaya

Air Tawar Sukabumi Jawa Barat yang di mulai pada tanggal 14 Februari- 7 April

2006. Tujuan dari praktek magang ini adalah untuk mengetahui teknik pembenihan

dan perawatan larva ikan baung (Mystus Nemurus, C. V). Dan permasalahan yang di

hadapi selanjutnya dicari alternatif pemecahan masalah tersebut.

Metode yang digunakan adalah metode partisipasi aktif dilapangan dimana

ikut berperan aktif dalam kegiatan pembenihan dan perawatan larva ikan baung. Data

primer diperoleh dengan melakukan pengamatan langsung, sedangkan data sekunder

diperoleh dari wawancara dari pegawai yang terkait dan literatur- literatur yang

berkaitan dengan pembenihan secara umum dan perawatan larva secara khusus di

Balai Basar Pengembangan Budidaya Air Tawar Sukabumi.

Larva ikan baung dipelihara dalam akuarium berukuran 80x 60x 40 cm.

makanan yang diberikan berupa pakan alami yaitu Tubifex sp. Larva yang baru

menetas tidak diberi pakan karena mempunyai kuning telur, pada umur 2 hari

diberikan cacing Tubifex yang dicincang dan pada umur 3- 15 hari diberikan cacing

Tubifex utuh. Pemberian pakan diberikan 3x sehari secara Adlibitum. Dengan

persentase kelulushidupan 79,55% dan pertambahan panjang dan berat mutlak rata-

rata berkisar antara 0,0679-0,14cm dan 0,0071-0,0122 dengan laju pertumbuhan

harian 29,64% - 34,28%. Selama praktek magang tidak ditemukan penyakit yang
54

menyerang larva baung. Kematian pada larva diakibatkan oleh Sifat kanibalisme pada

larva.

Kisaran kualitas air selama pemeliharaan larva ikan baung adalah suhu 28 o-

30oC, pH 6,5- 6,8 dan oksigen terlarut 5 - 6,5. kondisi kualitas air ini sangat

mendukung kelulushidupan larva.

KATA PENGANTAR
55

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T yang telah

memberikan rahmad dan hidayah- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan

praktek magang ini yang berjudul “TEKNIK PERAWATAN LARVA IKAN

BAUNG (Mystus Nemurus, C.V) DI BALAI BESAR PENGEMBANGAN

BUDIDAYA AIR TAWAR SUKABUMI JAWA BARAT”.

Laporan praktek magang ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk meraih

gelar sarjana muda pada program D3 Budidaya Perikanan Fakulatas Perikanan dan

Ilmu Kelautan Universitas Riau.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan termakasih sebesar-

besarnya kepada:

1. Ayahanda Ali Akbar (alm), Ibunda Rahmawati yang telah memberikan

kasih sayang dan motivasi baik secara moral maupun meteril, abang-abangku

Syaifullah, Marzuki, Martinus, Mardelis dan Kakakku Lismawati yang telah

memberikan semangat. Semoga Allah S.W.T selalu melimpahkan rahmat dan

karunianya kepada mereka semua.

2. Bapak Dr.Ir. Bustari Hasan, M.Sc, selaku pimpinan beserta staf-staf

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau.

3. Ibu Ir. Nuraini MS, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan

bimbingan dalam menyelesaikan laporan praktek magang.

4. Ibu Dra.Hj.Iesje Lukistyowati, MS, selaku ketua program diploma III

Budidaya Perikanan Universitas Riau.


56

5. Bapak Ir. Ahmad Jauhari yang telah membantu penulis dalam

melaksanankan praktek magang.

6. Neti, Tendi, Roy, Deni, Didi, Dodo, Dodot terimakasih atas

kekompakan kita selama melaksanakan magang baik dalam suka maupun duka,

semoga kenangan ini menjadi abadi.

7. Teman-teman dari UNDIP, UNHAS, STP Jakarta, POLITEKNIK

Lampung adek –adek dari SMK Perikanan Jambi, SMK Cibadak.

8. Susi, Ifit das, Ifit Ros, Een, teman- teman kosku dan semua teman-

teman angkatan 2003 terimakasih atas kebersamaan kita selama ini semoga

persahabatan kita abadi.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan dan penyusunan

laporan praktek magang ini belum sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan

kritik dan saran yang bersifat membangun demi kebaikan laporan ini. Akhir kata

penulis mengucapkan terimakasih, semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semua.

Pekanbaru, Mei 2006

LISDAYANTI
57

LAPORAN PRAKTEK MAGANG

TEKNIK PERAWATAN LARVA IKAN BAUNG (Mystus


Nemurus,C.V) DIBALAI BESAR PENGEMBANGAN BUDIDAYA
AIR TAWAR SUKABUMI JAWA BARAT

OLEH

LISDAYANTI
0302006

PROGRAM STUDI DIPLOMA III BUDIDAYA PERIKANAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2006
58

LAPORAN PRAKTEK MAGANG

TEKNIK PERAWATAN LARVA IKAN BAUNG(Mystus


Nemurus,C.V) DIBALAI BESAR PENGEMBANGAN BUDIDAYA
AIR TAWAR SUKABUMI JAWA BARAT

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar ahli Madya
perikanan pada Fakultas perikanan dan Ilmu kelautam Universitas Riau

OLEH

LISDAYANTI
0302006

PROGRAM STUDI DIPLOMA III BUDIDAYA PERIKANAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
59

2006
NAMA MAHASISWA : LISDAYANTI

NOMOR MAHASISWA : 0302006

PROGRAM STUDI : DIPLOMA III BUDIDAYA PERIKANAN

JUDUL PRAKTEK MAGANG : TEKNIK PERAWATAN LARVA IKAN

BAUNG (Mystus nemurus, C.V) DI BALAI

BESAR PENGEMBANGAN BUDIDAYA

AIR TAWAR SUKABUMI JAWA BARAT

Disetujui ;

Ketua Program Diploma III BDP Dosen Pembimbing


Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan
Universitas Riau

Dra. Hj. Iesje Lukistyowati, MS Ir. Nuraini, MS


NIP. 131 791 470 NIP. 131 618 929

Mengetahui ;

Dekan FAPERIKA UNRI

Dr. Ir. Bustari Hasan, M.Sc


60

NIP. 131 602 790

DAFTAR ISI

Halaman
RINGKASAN.................................................................................................. i

KATA PENGANTAR.................................................................................... ii

DAFTAR ISI................................................................................................... iv

DAFTAR TABEL........................................................................................... v

DAFTAR LAMPIRAN................................................................................... vi

I. PENDUHULUAN
1.1 Latar belakang................................................................................ 1
1.2. Tujuan dan Manfaat....................................................................... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Biologi Ikan Baung (Mystus nemurus, C.V)................................. 4
2.2. Pemeliharaan Larva....................................................................... 5
2.3. Makanan ....................................................................................... 7
2.4. Kualitas Air.................................................................................... 8
2.5. Hama dan Penyakit........................................................................ 9

III. METODE PRAKTEK


3.1. Waktu dan Tempat......................................................................... 11
3.2. Bahan dan Alat.............................................................................. 11
3.3. Metode Praktek.............................................................................. 11
3.4. Prosedur Praktek............................................................................ 12
3.4.1. Persiapan Akuarium............................................................. 12
3.4.2. Pemeliharaan Larva............................................................. 12
3.4.3. Pakan.................................................................................... 12
3.4.4. Kualitas Air.......................................................................... 13
3.4.5. Hama dan Penyakit.............................................................. 13
3.5. Analisa Data................................................................................... 13

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1. Keadaan Umum ............................................................................ 16
4.1.1. Sejarah Singkat BBPBAT Sukabumi.................................. 16
4.1.2. Letak Geografis................................................................... 16
61

4.1.3. Tugas dan Fungsi BBPBAT................................................ 18


4.2. Struktur Organisasi........................................................................ 19
4.3. Sumberdaya Manusia..................................................................... 23
4.4. Sarana dan Prasarana..................................................................... 25
4.5. Pemeliharaan Larva....................................................................... 29
4.6. Persentase Kelangsungan Hidup (SR)........................................... 34
4.7. Kualitas Air.................................................................................... 35
4.8. Hama dan Penyakit........................................................................ 37

V. KESIMPULAN DAN SARAN


5.1. Kesimpulan ................................................................................... 39
5.2. Saran.............................................................................................. 39

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
62

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Luas dan Kemiringan Lahan Kompleks BBPBAT Sukabumi................... 17

2. Jumlah Pegawai BBPBAT Sukabumi 2006 Menurut Status Kepegawaian

.................................................................................................................... 23

3. Jumlah Pegawai BBPBAT Sukabumi 2006 Berdasarkan Tingkat Pendidikan dan

Propesi........................................................................................................ 24

4. Fasilitas atau Alat yang Terdapat pada Hachery Ikan Baung..................... 26

5. Alat Penunjang yang Digunakan hatchery Ikan Baung di BBPBAT Sukabumi 27

6. Padat tebar Larva Baung Pada Umur 2 Hari ............................................. 29

7. Data Pertumbuhan Panjang dan Berat Rata2 Larva Baung........................ 31

8. Jenis Pakan dan Frekuensi Pemberian Pakan............................................... 31

9. Panjang Mutlak Rata-rata Larva Baung Selama Pemeliharaan.................... 32

10. Berat Mutlak Rata-rata Larva Baung Selama Pemeliharaan...................... 32

11. Laju Pertumbuhan Harian Larva Baung.................................................... 33

12. Persentase Kelangsungan Hidup Larva...................................................... 34

13. Data Kualitas Air Pada Pemeliharaan Larva.............................................. 36


63

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Struktur Organisasi BBPBAT Sukabumi..................................................... 40

2. Gambar Bahan dan Alat yang Digunakan ................................................... 41

3. Gambar Pakan Alami.................................................................................... 42

4. Gambar Akuarium Pemeliharaan Larva....................................................... 42

5. Gambar Larva Baung.................................................................................... 43

6. Hasil Pengukuran Panjang dan Berat Larva Baung...................................... 44

7. Perhitungan Panjang dan Berat Mutlak Rata-rata Larva Baung................... 45

8. Perhitungan Laju Pertumbuhan Harian ....................................................... 46

9. Perhitungan Kelangsungan Hidup Larva umur 15 hari................................ 47

10. Peta Wilayah Sukabumi.............................................................................. 48

11. Denah Lokasi BBPBAT Sukabumi............................................................ 49

12. Jadwal Kegiatan Magang............................................................................ 50

13. Sertifikat..................................................................................................... 48

Anda mungkin juga menyukai