I. PENDAHULUAN
Propinsi Riau memiliki luas daerah perairan sebesar 225.306 km² dan daratan
94.561,61 km² dan memiliki potensi perairan umum yang cukup luas, yaitu 250.000
ha. Potensi ini belum dimanfaatkan secara optimal, khususnya untuk usaha budidaya
ikan dikolam. Dari 860 ha potensi perairan air tawar yang ada, baru 40%
dimanfaatkan untuk budidaya ikan dikolam. Dari segi teknik maupun ekonomi
Perikanan,2000).
Salah satu jenis ikan yang sangat potensial untuk dibudidayakan adalah ikan
baung (Mystus nemurus, C.V). Ikan baung adalah sejenis ikan lele (catfish) yang
hidup diperairan umum seperti sungai dan danau. Di indonesia ikan baung cukup
populer dan amat digemari oleh konsumen, khususnya di Sumatra dan Kalimantan
karena memiliki daging tebal dan rasa yang khas (Tang, 2003). Ikan baung
merupakan salah satu jenis ikan konsumsi yang banyak mengandung protein namun
Budidaya ikan baung (Mystus nemurus, C.V) sangat erat hubungannya dengan
tersedianya benih yang tepat dalam jumlah dan kualitasnya. Untuk mendapatkan
benih yang baik dapat dilakukan suatu usaha pembenihan. Dalam pembenihan,
perawatan larva merupakan hal yang perlu diperhatikan karena pada masa tersebut
2
merupakan masa yang paling rentan terhadap lingkungan seperti kualitas air, pakan,
penyakit dan sebagainya. Untuk itu penanganan yang serius perlu diperhatikan pada
masa larva sehingga permasalahan yang terjadi dapat diatasi semaksimal mungkin.
hambatan dalam meningkatkan produksi benih. Masa larva merupakan masa yang
sangat kritis untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan yang apabila
Telur-telur yang telah menetas selama beberapa hari belum mencari makanan, karena
pada tubuhnya masih tersedia kandungan makanan berupa kuning telur. Baru pada
saat kandungan makanan habis dengan sendirinya larva harus memperoleh makanan
dari luar tubuhnya. Jadi makanan harus tersedia dimana larva itu hidup.
larva ikan baung (Mystus nemurus,C.V) di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air
Tawar Sukabumi dan mengetahui permasalahan yang dihadapi serta berusaha unutuk
Dan dari hasil praktek magang ini diharapkan dapat meningkatkan wawasan ,
keterampilan dan pengalaman dalam usaha budidaya ikan khususnya budidaya Ikan
Baung (Mystus nemurus,C.V), dan dapat menerapkan ilmu tentang perawatan larva
Ikan Baung.
4
Pisces, sub kelas Teleostei, ordo Ostariophysi, sub ordo Siluroidea, family Bagridae,
Ikan Baung mempunyai bentuk tubuh panjang, licin dan tidak bersisik
kepalanya kasar dan depres dengan tiga pasang sungut disekeliling mulut dan
mencapai sirip dubur. Pada sirip dada dan sirip punggung, masing-masing terdapat
duri patil. Ikan Baung mempunyai sirip lemah (adipose fin ) di belakang sirip
punggung yang letaknya kira-kira sama dengan sirip dubur. Bagian atas kepala dan
badan berwarna coklat kehitam-hitaman sampai pertengahan sisi badan dan memutih
Sirip dubur mempunyai 2 jari-jari keras, satu diantaranya besar dan runcing
menjadi patil. Jumlah jari-jari lunaknya ada 7 buah. Sirip duburnya mempunyai 12-13
jari-jari lunak. Sirip perut mempunyai 6 jari-jari lunak. Sirip dada mempunyai 8-9
jari-jari lunak dan jari-jari keras yang menjadi patil dan kepalanya kasar (Djuhanda,
1981).
Menurt MADSULY (Dalam TANG, 2000) ikan baung selain di air tawar,
sungai dan danau juga terdapat pada perairan payau di muara sungai pada umumnya
dan serta ditemukan di daerah banjir. Ikan baung berhasil hidup dalam kolam yang
5
dasarnya berupa pasir dan batuan. Ikan baung suka hidup bergerombol di dasar
perairan, mereka membuat sarang berupa lubang di dasar perairan yang lunak dengan
aliran air yang tenang. Ikan baung menyukai tempat-tempat yang tersembunyi dan
tidak aktif keluar sarang sebelum sore hari (Tang, 2000). Setelah hari gelap ikan
baung akan keluar dengan cepat untuk mencari mangsa, tetapi tetap berada disekitar
sarangnya dan segera akan masuk kesarang bila ada gangguan sedikit saja (Solih,
1987).
dibersihkan dan diisi air setinggi 30 cm, diberi aerasi dan pemanas air. Sumber air
yang digunakan untuk menetaskan telur ikan baung harus bersih dan tidak
mengandung lumpur dan racun. Air bisa berasal dari sumur atau berasal dari sumber
menggunakan larutan Kalium Permanganat (PK) dosis 3-20 ppm atau dapat juga
dilakukan dengan cara lain yaitu dengan menggunakan senyawa chlorine yang
Setelah menetas, embrio memasuki masa fase larva. Larva adalah embrio
yang masih bersifat primitif, sedangkan dalam proses peralihan untuk menjadi bentuk
defenitif dengan cara metamorfose, sehubungan dengan perkembangan masa larva ini
6
dapat dibagi menjadi dua tahap yaitu prolarva dan post larva (Nelsen Dalam
Sumantadinata, 1983).
larva dari akuarium ketangki yang berisi larva mengapung dipermukaan air tangki.
Kemudian air tangki tersebut sedikit demi sedikit dimasukkan kedalam baskom
Hutapea (2001) menyatakan bahwa besarnya nilai mortalitas larva ikan baung
terjadi pada saat kuning telur habis dan larva mulai mencari makanan dari luar. Pada
saat ini makanan yang mudah dicerna dan bergizi tinggi sangat dibutuhkan karena
saluran pencernaan ikan masih belum berkembang dengan baik. Jenis makanan yang
baik dan pemberian yang tepat waktu merupakan kunci keberhasilan tersedianya
benih untuk usaha budidaya ikan baung dan dapat meningkatkan angka
kelulushidupan benih.
Pemberian makanan pada larva harus segera dilakukan begitu kuning telur
habis diserap oleh tubuh dan mulai berenang tetap. Suhu air mempengaruhi kecepatan
pertumbuhan dan energi yang dibutuhkan. Kebutuhan kadar protein didalam makanan
tergantung pada ukuran ikan, dimana ikan yang lebih kecil membutuhkan kadar
protein yang lebih tinggi dari pada ikan yang lebih besar (Cho, Coweyn Dan
Watanabe, 1985).
Pada saat kemampuan larva sangat terbatas, ternyata kuning telur merupakan
sumber nutrien dan energi utama bagi larva selama periode endogenaous feeding atau
7
masih memiliki kuning telur, yang dimulai pada saat fertilisasi dan berakhir pada saat
larva mulai memperoleh pakan dari luar. Oleh karena itu volume kuning telur, selain
ukuran tubuh dapat menunjangkan keberhasilaan larva melewati fase kritis dalam
siklus hidupnya.
pada saat kritis yaitu pada saat larva mulai mengambil makanan dari luar untuk
pertama kalinya. Ditemukan juga bahwa mortalitas pada saat makanan yang pertama
2.3. Makanan
Sukendi (2001) menyatakan bahwa larva ikan baung bersifat kanibal, untuk
itu dapat diatasi dengan memberikan makan sampai kenyang. Larva ikan baung yang
baru menetas akan memanfaatkan kuning telur sampai dengan umur dua hari.
Umumnya makanan yang diberikan kepada larva adalah pakan alami bukan
pakan buatan. Pakan alami yang diberikan adalah kutu air (dapnia sp dan Moina sp)
bagi larva yang berukuran bukaan mulut besar, artemia bagi larva yang berukuran
mulut sedang dan rotifera bagi larva yang memiliki bukaan mulut kecil (Tang, 2000).
Atau dapat juga diberikan Tubifek sp yang dicincang dan panjang rata-rata 10
mm hal ini berhubungan dengan bertambahnya lebar bukaan mulut dengan kebiasaan
yang terkandung dalam Tubifek sp ini sebesar 55% sampai 61% dari bobot kering,
lemak antara 16% sampai 27% dan karbohidrat antara 7% sampai 12% dari bobot
merangsang pertumbuhan yang baik dan cepat diperlukan pakan dalam jumlah cukup,
mutu yang baik serta kondisi perairan yang mendukung pertumbuhan ikan.
Ketersediaan zat gizi dalam pakan seperti protein, lemak, karbohidrat, vitamin,
mineral dan air dalam jumlah yang tepat akan menghasilkan pertumbuhan yang baik
(Mujiman, 2001).
Air atau media pemeliharaan merupakan faktor utama untuk kehidupan ikan.
merupakan pelarut yang sangat baik sehingga hampir semua material dapat larut
didalamnya. Beberapa parameter kualitas air yang perlu dan sebaiknya diketahui
karbondioksida, amonia dan nitrit, dan kekerasan (kesadahan) air (Lesmana Dan
Dermawan, 2001).
Air merupakan media kehidupan bagi ikan dan organisme lainnya yang hidup
didalamnya, mengandung bahan kimia dalam bentuk terlarut atau dalam bentuk
9
tersuspensi. Data mengenai kualitas air ini sangat penting artinya bagi kelangsungan
hidup ikan. Secara umum Woynarovich And Horvath (1980) menyebutkan kriteria
kualitas air yaitu pH berkisar antara 7-8, suhu antara 24-30º C, oksigen terlarut 5-11
Boyd (1982) menyatakan kandungan oksigen terlarut bagi ikan catfish untuk
5,4 – 8,6 dan kadar amoniak yang baik bagi ikan dan organisme perairan adalah
kurang dari 1 ppm. Kualitas air memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap
survival dan pertumbuhan ikan. Kualitas air yang menunjang kelulushidupan larva
ikan baung adalah suhu 26-29º C, pH 6-7, oksigen terlarut 4-6 ppm, NH3 0,8 –1 ppm
pertumbuhan agar tetap normal. Diluar kisaran temperatur tersebut ikan akan
mengalami gangguan. Pada temperatur tinggi, ikan akan kekurangan oksigen dan
sistem enzim tidak dapat berfungsi dengan baik, menyebabkan timbulnya stres
Masa penetasan telur dan perawatan larva adalah masa yang paling rawan
terserang hama dan penyakit seperti jamur dan bakteri. Serangan parasit dapat terjadi
karena penanganan yang kurang baik, peralatan yang digunakan tidak steril, kualitas
air yang tidak baik dan keadaan lingkungan yang kurang baik (Kusumah, 1985).
10
yaitu 1) penyakit parasiter, yang disebabkan oleh virus, bakteri, protozoa, cacing dan
bangsa udang renik dan 2) penyakit non parasiter disebabkan oleh faktor kimia, fisika
pakan tidak dikonsumsi seluruhnya sehingga timbulnya hama dan penyakit pada ikan.
Pada air yang tidak mengalir biasanya larva ikan akan mengalami mortalitas yang
tinggi, yang disebabkan oleh jamur Saprolegnia. Dengan sistem air yang mengalir
dimana air masuk dan air yang keluar setiap saat akan menghindarkan benih ikan
1998).
11
dengan tanggal 7 april 2006 di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar
ketelitian 0,01gr dan 0,0001gr, Water heater, pompa air, akuarium dengan ukuran
80cm x 60cm x 40cm, happa, serokan, termometer, pH indikator. Gambar bahan dan
dimana ikut berperan aktif dalam kegiatan Pembenihan dan perawatan larva ikan
praktek dilapangan. Data yang diperoleh selama praktek magang berupa data primer
dan sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan pengamatan, pengukuran dan
perhitungan terhadap objek –objek praktek. Data sekunder diperoleh dari hasil
12
Sukabumi Jawa Barat serta literatur yang mendukung kelengkapan dan kejelasan
40cm. Sebelum digunakan akuarium tersebut dibersihkan dahulu kemudian diisi air
aerasi dan water heater (pemanas air) dengan suhu 28o- 30oC.
2. Pemeliharaan larva
dimana suhu air sekitar 280C dan diberi aerasi. Pemeliharan larva dilakukan didalam
akuarium, larva yang berumur 1-2 hari tidak diberi pakan karena pada umur tersebut
masih mempunyai cadangan makanan berupa kuning telur. Umur 3-4 hari diberi
cacing Tubifek sp yang dicincang, pada umur 5-7 hari larva diberi cacing tubifek
3. Pakan
Pakan yang diberikan pada larva ikan baung adalah Tubifek sp. sebelum
diberikan kepada larva Tubifek terlebih dahulu dicuci bersih dan ditampung dalam
setelah itu baru diberikan kepada larva. Tubifek ditampung sementara didalam bak
4. Kualitas air
Kualitas air yang ukur selama pemeliharaan larva adalah suhu, pH, O2.
pengukuran suhu air menggunakan termometer dan parameter lain dengan titrasi.
5. Penyakit
Penyakit yang sering menyerang disebabkan oleh bakteri, virus, parasit, dan
jamur. Sedangkan hama yang sering menyerang adalah kepiting dan belut.
Data yang diperoleh pada saat praktek ditabulasikan kedalam tabel dan
larva ikan baung ada beberapa parameter yang diukur antara lain:
Untuk laju pertumbuhan harian dan tingkat kelulushidupan larva ikan baung
Wt
α= t -1 x 100%
Wo
Dimana:
Lt Lo
Lm =
t
Dimana:
Wt Wo
Wm =
t
Dimana:
Nt
SR : x100%
No
Dimana:
Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar Sukabumi pada tahun 1920
Menengah, kemudian diganti menjadi Pusat Latihan Perikanan pada tahun 1954-
1968, dan selanjutnya pada tahun 1968-1975 berfungsi sebagai Training Centre
Pola Keterampilan Budidaya Air Tawar, 1978-2005 menjadi Balai Budidaya Air
Tawar, dan akhirnya pada tahun 2006 menjadi Balai Besar Pengembangan Budidaya
Air Tawar yang merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Departemen Kelautan dan
Perikanan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal
Perikanan Budidaya.
Batu Kecamatan Sukabumi Utara Kabupaten Sukabumi Propinsi Jawa Barat sekitar
2,5 km dari pusat kota Sukabumi. Secara umum lahan kompleks BBPBAT memiliki
topografi yang relatif landai, dengan ketinggian berkisar 700 m di atas permukaan
17
laut. Kemiringan sebagian besar ke sebelah Selatan sekitar 0,5%. Kemiringan antara
2,5% terutama terdapat lahan yang telah dimanfaatkan untuk perkolaman dan fasilitas
budidaya yang lain. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 7. Adapun
Keadaan topografi tanah yang relatif landai ini sangat menentukan bagi
keberhasilan budidaya karena merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan
yang dianggap baik untuk lokasi perkolaman atau kolam adalah berkisar antara 3 -
5%. Dengan demikian sebagian besar kemiringan lahan yang ada di BBPBAT
Lokasi BBPBAT termasuk ke dalam daerah basah dengan iklim hujan tropis.
Musim penghujan berlangsung mulai dari bulan November sampai Mei dan musim
kemarau pada bulan Juni sampai September. Rata-rata hujan tahunan adalah 2.500-
Jangkaru (1999) menyatakan bahwa khusus untuk lahan kering iklim basah,
jumlah curah hujan dipersyaratkan lebih dari 2.000 mm per tahun. Dengan curah
18
hujan 2.000 mm per tahun, berarti dalam jangka waktu satu tahun akan tertampung
air setinggi dua meter, sehingga kehilangan air sebagai akibat penguapan dan
peresapan dapat ditanggulangi. Dilihat dari curah hujannya yang sangat tinggi maka
tidak perlu dilakukan penanggulangan yang berarti untuk mengatasi kehilangan air
karena penguapan.
Melaksanakan
elaksanakan pengembangan dan penerapan teknik perbenihan, pembudidayaan,
tawar.
c. Pengujian alat, mesin dan teknik perbenihan serta pembudidayaan ikan air
tawar.
f. Pelaksanaan produksi dan pengelolaan induk penjenis dan induk dasar ikan air
tawar.
Keputusan Kepala Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar Sukabumi Nomor
milik negara serta penyiapan bahan penyusunan evaluasi dan pelaporan BBPBAT.
lingkungan dan sumber daya induk dan benih ikan air tawar, serta pengelolaan
a. Seksi Standardisasi
penerapan, pemantauan dan pengawasan teknik perbenihan, budidaya, alat dan mesin,
pengendalian hama dan penyakit ikan, pengelolaan kesehatan ikan, lingkungan, serta
bimbingan pelayanan standar teknik, alat, dan mesin, serta sertifikasi pembenihan dan
pembudidayaan, dan penyuluhan dan kegiatan lain yang sesuai dengan tugas masing-
jawab terhadap urusan internal dan eksternal. Kemudian Sub bagian tata usaha
menyurat, dan rumah tanggga lokal, bagian standarisasi dan informasi melaksanakan
Dilihat dari struktur organisasi yang ada di BBPBAT Sukabumi, sudah sangat
pernyataan Alawi (1994) bahwa tenaga (staf) yang diperlukan dalam sebuah balai
benih ikan terdiri dari kepala BBI, tenaga trampil/teknisi, tenaga adminsitrasi dan
tenaga lapangan. Adapun susunan struktur organisasi dan struktur klompok jabatan
Jumlah 2 54 49 11 116
terdiri dari golongan I, golongan II, golongan III dan golongan IV. Pegawai
golongan III.
Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan tenaga kerja di BBPBAT
Sukabumi bervariasi, mulai dari Sekolah Dasar (SD) sampai Perguruan Tinggi atau
Strata 2 (S2). Dilihat dari tingkat pendidikannya pegawai BBPBAT Sukabumi ini di
dominasi oleh tenaga kerja yang berpendidikan SLTA. Sumberdaya manusia yang
sangat baik bagi pengembangan teknologi budidaya air tawar sehingga mampu
25
memproduksi serta melestarikan berbagai spesies ikan yang memiliki nilai ekonomis
penting.
BBPBAT Sukabumi dilengkapi dengan berbagai sarana dan prasarana. Sarana dan
prasarana yang dimiliki oleh BBPBAT Sukabumi sampai tahun 2006 meliputi :
hatchery Mas dan Nila, hatchery Ikan Hias, hatchery Udang Galah, hatchery Kodok,
hatchery Patin, Lele, Gurame dan Bawal serta hatchery Baung, Mas, Jelawat dan
dimiliki oleh BBPBAT Sukabumi berupa Hatchery Ikan Hias dan Laboratorium
Karantina. Fasilitas penunjang yang ada khususnya hatchery ikan Baung adalah
sebagai berikut :
Wadah
Wadah yang digunakan dalam pemeliharaan ikan baung terdiri dari bak fiber
glass dan akuarium yang digunakan sebagai bak pemeliharaan induk, bak pemijahan,
serta bak penampungan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini.
26
Tabel 4. Fasilitas atau alat yang terdapat pada hachery Ikan Baung
No Fasilitas Jumlah
1 Kolam induk 2
2 Bak pemijahan 3
3 Kolam pendederan 5
4 Kolam pemeliharaan 6
5 Bak fiber 11
6 Akuarium 50
7 Heather 37
8 Termometer 5
9 Blower 2
10 Lemari pendidingin 1
11 Timbangan 2
penunjang yang dimiliki BBPBAT Sukabumi untuk hatchery Ikan Baung sudah
cukup baik dan memenuhi syarat dalam melakukan suatu usaha budidaya. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Alawi (1994) bahwa fasilitas bangsal pembenihan terdiri
dari bak pemijahan, bak penetasan, bak pemeliharaan larva, bak pemeliharaan
makanan alami, bak penampungan, ruang penanganan dan pengepakan serta ruang
laboratorium.
Sistem Aerasi
menjaga agar kadar oksigen terlarut selalu baik (>1 ppm). Aerasi yang diperoleh
berasal dari blower dengan kapasitas 85 watt, dimana penggunaannya dilengkapi pipa
PVC berdiameter ½ inch sebagai penyalur yang dihubungkan dengan selang aerasi
yang dilengkapi dengan stop kran dan batu aerasi ke setiap wadah budidaya.
27
Alat Penunjang
Sukabumi diperlukan beberapa alat sebagai sarana tambahan. Sarana tambahan yang
Tabel 5. Alat Penunjang yang Digunakan oleh Hatchery Ikan Baung di BBPBAT
Sukabumi
merupakan hal yang sangat mempengaruhi proses produksi. Dari Tabel 4 dan 5 dapat
dilihat bahwa jumlah sarana yang digunakan sebagai penunjang hatchery Ikang
Baung yang ada di BBPBAT Sukabumi cukup memadai atau sudah memenuhi syarat
4.4.2. Perkolaman
Kolam yang ada di BBPBAT Sukabumi sebanyak 120 kolam dengan luas
28 Kolam Air Deras (KAD) di Cisaat dan 12 jaring apung di waduk Cirata, Cianjur.
pemeliharaan induk serta penerapan teknik budidaya air tawar dan perekayasaan.
4.4.3. Laboratorium
kesehatan ikan dan lingkungan, laboratorium kualitas air, laboratorium pakan dan
laboratorium karantina.
gedung utama sebagai ruang perkantoran (2,467 m2). Selain itu dilengkapi dengan
sarana lainnya berupa perpustakaan (96 m2), ruang pertemuan (375 m2), wisma tamu
PLN Cabang Selabintana dengan daya terpasang sebesar 52 KVA. Sebagai sumber
berasal dari sungai Panjalu dan Cisarua serta saluran yang terdiri dari 12 jalur pipa 6
29
inch, sepanjang 3800 m dari sungai Cipelang. Ketiga sumber air tersebut berasal dari
terdiri dari kendaraan roda empat sebanyak 6 unit dan kendaraan roda dua sebanyak 4
unit.
Akuarium pemeliharaan larva dapat dilihat pada lampiran 4. Dengan padat tebar
yang sesuai dengan kebutuhan ikan. Penggantian air dilakukan tiap hari atau
ikan yang tersuspensi kedalam air. Air dikeluarkan dengan mengunakan selang
30
bersamaan dengan air masuk dan untuk menghindari stress pada larva yang
disebabkan tekanan air yang terlalu deras selang pengeluaran air diberi saringan yang
bertujuan agar larva tidak ikut tersedot keluar. Kotoran yang masih tersisa dan
Larva yang baru menetas mengandung kuning telur sebagai nutrisi awal untuk
melengkapi organ-organ tubuh, setelah berumur 2hari larva sudah diberi pakan
berupa cacing Tubifek sp yang dicincang dan ditebar merata dengan cara diremah
sehingga cacing terpisah-terpisah dari koloninya. Menurut Tang (2000), larva ikan
baung sudah mampu memangsa dan mencerna makanan pada saat kunig telur masih
tersisa, sehingga didalam tubuh larva terdapat 2 sumber energi yaitu kuning telur dan
pakan dari luar (Exgenous energy) setelah berumur 3 hari larva sudah dapat diberi
cacing tubifek utuh dan dapat ditambahkan pakan pellet yang dihancurkan sampai
Larva ikan baung akan cepat mengalami pertumbuhan apabila diberi pakan
cacing Tubifek sp. Karena cacing tubifek mengandung protein dan lemak yang tinggi.
Gambar cacing Tubifek sp dapat dilihat pada Lampiran 3. Data pertumbuhan larva
baung dapat dilihat pada Tabel 7, dan jumlah pakan yang diberikan dapat dilihat pada
Tabel 8.
31
Dari Tabel 7 dapat diketahui panjang dan berat rata-rata larva baung dengan
lama pemeliharaan 15hari. Dimana pada hari ke3 sampai hari ke6 mengalami
pertambahan panjang dan berat sebesar 0,3cm dan 0,0054gr, pada hari ke6 samapi
hari ke9 mengalami pertambahan panjang dan berat sebesar 0,43cm dan 0,0194gr,
pada hari ke9 sampai hari ke12 mengalami pertambahan panjang dan berat sebesar
0,07cm dan 0,014gr, pada hari ke12 sampai hari ke15 mengalami panjang dan berat
Dari Tabel 8 dapat diketahui frekuensi dan jenis pakan yang diberikan dari
umur 2-15 hari. Larva ikan baung (Mystus nemurus, C.V) mempunyai volume kuning
telur yang besar 498mm3 (Tang, 2003). Larva memiliki cadangan makanan yang
cukup untuk membangun organ tubuh sehingga lebih siap beradaptasi dengan
lingkungan dan pakan dari luar. Pada larva tersebut telah muncul kemampuan
32
memangsa dan mencerna makanan saat kuning telur masih tersisa, sehingga didalam
tubuh larva terdapat dua sumber energi yaitu kuning telur, dan pada saat kuning telur
habis larva harus mencari makanan dari luar. Selanjutnya dapat dihitung
pertumbuhan panjang Mutlak rata-rata serta laju pertumbuhan berat Mutlak rata-rata
dan laju pertumbuhan harian larva baung. Untuk lebih jelasnya hasil pengukuran
panjang dan berat tubuh ikan baung dapat dilihat pada Lampiran 6.
Hasil laju pertumbuhan panjang mutlak larva baung berkisar antara 0,0967 –
Hasil laju pertumbuhan berat mutlak rata-rata larva baung berkisar antara
0,0071 – 0,0122. untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 10.
mutlak rata-rata larva baung selama 15 hari. Pertumbuhan berat larva mulai dari umur
33
0hari sampai 15 hari berkisar antara 0,0071 – 0,0122gr. Menurut Huet (1975)
lebih besar dari pada yang dibutuhkan untuk pemeliharaan tubuh. Seiring dengan
bertambahnya berat tubuh maka pertambahan panjang juga akan terjadi dengan
yang tepat dan baik serta jenis pakan dan jumlah pakan yang diberikan. Pertambahan
opanjang larva dari umur 0hari sampai umur 15 hari berkisar antara 0,0967 – 0,14
cm. Perhitungan panjang dan Berat Mutlak rata-rata larva baung dapat dilihat pada
lampiran 7.
Hasil laju pertumbuhan harian larva baung berkisar antara 29,64% - 34,28%
yang telah dilakukan selama magang di BBPBAT sukabumi pada ikan baung maka
nilai laju pertumbuhan harian ini relatif baik. Hal ini dikarenakan kegiatan
menyeleksikan daur hidupnya secara keseluruhan dengan factor luar dan dalam dari
lingkungannya. Factor luar berupa kualits air, kondisi lingkungan dan kualitas pakan.
Sedangkan faktor dalam yaitu umur dan kemampuan menyesuaikan diri dengan
75,33% - 85,67% atau dengan persentase Rata 2 79,55%. Hal ini berdasarkan angka
yang diperoleh pada setiap pemijahan ikan baung oleh teknisi Hatchery ikan baung
sampai berumur 15 hari adalah 69,04%. Penyebab kematian pada larva selama
pemeliharaan adalah sifat kanibalisme yang timbul pada larva. Hal ini disebabkan
karena frekuensi pemberian pakan yang kurang. Selain itu pemberian pakan yang
terlambat dapat menyebabkan ikan saling memangsa, larva ikan “catfish” akan besifat
kanibalisme apabila terjadinya kekurangan makanan, satu larva dapat memangsa dua
35
makanan selama pemberian pakan dapat diketahui sebagai penyebab utama mortalitas
larva. Untuk menghindari kanibalisme disarankan memberikan pakan 4-5 kali sehari
mengingat ikan ini bersifat nokturnal. Selain menjaga kualitas air pakan juga
pertumbuhan yang baik dan cepat diperlukan pakan yang cukup, mutu yang bagus,
ketersediaan gizi dalam pakan seperti protein, Karbohidrat, Vitamin, dan air dalam
jumlah yang tepat akan menghasilkan pertumbuhan yang baik (Mujiman, 2001).
Perhitungan Persentase kelangsungan hidup larva baung dapat dilihat pada lampiran
9.
Tubifex merupakan pakan yang baik untuk larva karena mengandung nilai
gizi yang baik untuk pertumbuhan larva baung. Kandungan gizi yang terdapat pada
tubifex khususnya protein sangat tinggi yaitu sebesar 57 % sehingga dapat memacu
pertumbuhan larva dengan cepat tanpa adanya penyakit. Sedangkan kematian larva
Larva yang baru habis kuning telur (yolk) sangat peka terhadap perubahan
kualitas air, kematian total sering terjadi pada stadia ini. Pengontrolan kualitas air
perlu dilakukan dengan cara pengukuran parameter kualitas air seperti suhu, derajat
keasaman, O2. pengukuran kualitas air perlu dilakukan untuk mengetahui kondisi dari
media air.
Secara keseluruhan kualitas air menunjukkan nilai yang baik dan sesuai
dengan batas toleransinya. Terlihat bahwa hasil pengukuran terhadap kualitas air
media, kisaran suhu air selama magang adalah 26- 30 oC. Menurut Arikul dan
golongan catfish berkisar antara 26 -31oC. suhu mempunyai pengaruh tehadap ikan
terutama pada masa larva. Suhu mempengaruhi kegiatan dan proses kehidupan ikan-
ikan untuk bernafas, refroduksi, nafsu makan ikan laju pencernaan dan laju
terlarut 5-6,5ppm, kadar oksigen 5ppm akan memberikan pertumbuhan normal bagi
ikan, namun apabila mencapai 7ppm maka ikan akan tumbuh dengan baik Suhendra
penggantian dengan teratur, Penggantian air dilakukan setiap hari. Jumlah pakan yang
diberikan sangat berpengaruh pada penurunan kualitas air, jumlah pakan yang terlalu
banyak akan cepat mengotori air karena pakan hidup selalu mengeluarkan
kotoran.selain itu pakan hidup mengkonsumsi oksigen sehingga kalau jumlah yang
Sisa pakan yang diberikan berlebihan dapat menyebabkn air menjadi kotor
dan keruh. Kotoran dan sisa pakan dapat menyebabkan hidupnya bibit penyakit yang
akhirnya dapat menulari ikan. Oleh karena itu kotoran dan sisa pakan dapat
dan sisa pakan didasar maupun kotoran yang menempel didinding akuarium. Dengan
penyiponan air didalam akuariun berkurang, untuk itu air didalam wadah
pemeliharaan ditambah air baru yang bersih sejumlah air yang dikeluarkan. Jumlah
air yang keluar sebaiknya dibatasi. Hal ini untuk menghindari stress pada ikan, stress
dapat terjadi akibat perubahan kualitas air secara mendadak, terutama suhu. Air yang
digunakan berupa air tanah yang memiliki salinitas 0ppt (Air tawar). Air ini
ditampung dalan bak penmpungan dan diberi aerasi selama 24jam sebelum
digunakan.
Selama praktek magang tidak ditemukan penyakit pada larva ikan baung,
tetapi di BBPBAT sukabumi penyakit yang sering menyerang larva ikan baung
adalah “Ichtyopthirius multifillis” atau yang sering dikenal dengan “White spot”
(bintik putih) penyakit ini disebabkan oleh kurang baiknya pengontrolan kualitas air.
200gr/m2 setiap 10 hari. Selama pemeliharaan juga dapat diatasi dengan merendam
ikan yang terinfeksi dengan air yang telah diberi larutan Oxytetracycline sebanyak
38
peralatan yang digunakan baik akuarium pemeliharaan dan ikan peliharaan serta tetap
V.1.Kesimpulan
39
kelulushidupan Larva setelah berumur 15 hari 79,55% dengan suhu berkisar antara 28
– 30 0 C, pH 6,5 – 6,8 dan oksigen terlarut 5 – 6,5 ppm. Selama pemeliharaann larva
diberi pakan Tubifek sp. Dengan laju pertumbuhan harian berkisar antara 29,64% -
Rata-rata pada hari ke15 adalah 2,05 – 2,7 cm dan berat Rata-rata 0,108 – 1,185gr.
Kematian pada larva disebabkan oleh sifat kanibalisme yang timbul pada larva.
V.2.Saran
Untuk memperoleh produksi benih baung yang baik di sarankan agar dalam
pemeliharaan larva baung pemberian pakan sebaiknya diberikan 4-5kali sehari karena
larva baung bersifat kanibalisme sehingga dengan pemberian pakan yang sering dapat
DAFTAR PUSTAKA
Alawi, H., 1994. Pengelolaaan BBI. Fakultas perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Riau. 65 hal (tidak diterbitkan).
Anita., 2000. Pengaruh Pemberian Dedak yang Diperkaya dengan Telur dan Em4
Terhadap Pertumbuhan dan Kelulushidupan Larva Ikan Baung (Mystus
nemurus,C.V.). Skripsi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas
Riau. 60 hal (tidak diterbitkan).
Andayani, S., 1998. Kelangsungan hidup larva ikan baung (Mystus nemurus,C.V)
dengan pemberian pakan artemia dan pakan buatan Beraquazyme pada
tingkat umur yang berbeda. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Riau. Pekanbaru. 63 hal (tidak diterbitkan)
Blaxter, H. S., 1981. Development og Egg and Larvae. P 184 – 190. In WS. Hoarand
D. J. Randall. Fish Physiology Volume III. reproduction and Growth
Bioluminacence, Pigment and Pioson. Academic Press. New York.
Boyd, C. E., 1982. Water Quality Management in pond Fish Culture. International
Centre for Aquaculture Experiment Sattion Auburn University Albana.
359 p.
Cesilia, F., 2002. Pertumbuhan dan Kelulusan Larva Baung dengan Pakan Artemia.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. Pekanbaru.
Kusumah, H., (1985). Penyakit dan Hama Ikan Untuk Sekolah menengah Usaha
Perikanan. Departemen Pertanian Balai Pendidikan dan Latihan
penyuluhan Pertanian. Bogor. 60hal.
Lesmana Dan Dermawan, I.2001. Budidaya Ikan Hias Air Tawar Populer. Penebar
Swadaya. Jakarta.137hal
Mugiasih, T., 1998. Pengaruh penggantian Pakan Alami (Artemia sp) dengan Pakan
Buatan Terhadap Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Larva Ikan
Baung dengan Sistem Air Mengalir. Skripsi Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Universitas Riau. 45 hal (yidak diterbitkan).
Muflikhah, N., 1993. Pemijahan Ikan Baung dengan Sisitem Rangsangan Hormon.
Warta penelitian dan Pengembangan Pertanian. Vol XV(5).
Prianto,E., 1998. Kelangsungan hidup larva dan pertumbuhan larva ikan baung
(Mystus nemurus, C.V) dengan pemberian pakan Tubifek sp pada dosis
yang berbeda. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. 64
hal (tidak diterbitkan).
Saanin, H., 1986. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Bina Cipta. Jakarta.520hal
Suyanto, S R., 1983. Parasit Ikan dan Cara-cara Pemberantasanya. Penebar swadaya.
Jakarta 51hal.
Solih, A., 1987. Study Makanan dan Habitat Ikan Baung (Mystus nemurus, C.V) di
Bandung Kuning Waduk Jati Luhur Kabupaten Kerawang, Skripsi
Fakultas Perikanan IPB Bogor. (tidak diterbitkan)
Tang, U. M. 2000. Kajian Biologi Pakan dan Lingkungan Pada Awal Daur Hidup
Ikan Baung (Mystus nemurus, C.V) . Program Psaca Sarjana Institut
Pertanian Bogor. Bogor.118hal.
42
Woynarovich, E And L. Horvath., 1980. The artifical Progation of Warm Water Fin
fishes A Manual for extention. FAO Fish. Tech. Pap., (201):
Lt Lo
Akuarium I. Lm =
t
2,05 0,6
=
15
= 0,0967
2,7 0,6
Akuarium II. Lm =
15
= 0,14
2,39 0,6
Akuarium III. Lm =
15
= 0,1193
Wt Wo
Akuarium I. Wm =
t
0,108 0,0022
=
15
= 0,0071
0,185 0,0025
Akuarium II. Wm =
15
= 0,0122
0,183 0,0022
Akuarium III. Wm =
15
= 0,0121
47
Wt
Akuarium I. = t - 1 x 100%
Wo
0,108
= 15 - 1 x 100%
0,0022
= 29,64%
0,185
Akuarium II. = 15 - 1 x 100%
0,0025
= 33,23%
0,183
Akuarium III. = 15 - 1 x 100%
0,0022
= 34,28%
Nt
Akuarium I. SR = x 100%
No
49
233
= x 100%
300
= 77,67%
257
Akuarium II. SR = x 100%
300
= 85,67%
266
Akuarium III. SR = x 100%
300
Lampiran 11. Denah Lokasi Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar
Sukabumi
51
52
RINGKASAN
Air Tawar Sukabumi Jawa Barat yang di mulai pada tanggal 14 Februari- 7 April
2006. Tujuan dari praktek magang ini adalah untuk mengetahui teknik pembenihan
dan perawatan larva ikan baung (Mystus Nemurus, C. V). Dan permasalahan yang di
ikut berperan aktif dalam kegiatan pembenihan dan perawatan larva ikan baung. Data
diperoleh dari wawancara dari pegawai yang terkait dan literatur- literatur yang
berkaitan dengan pembenihan secara umum dan perawatan larva secara khusus di
Larva ikan baung dipelihara dalam akuarium berukuran 80x 60x 40 cm.
makanan yang diberikan berupa pakan alami yaitu Tubifex sp. Larva yang baru
menetas tidak diberi pakan karena mempunyai kuning telur, pada umur 2 hari
diberikan cacing Tubifex yang dicincang dan pada umur 3- 15 hari diberikan cacing
persentase kelulushidupan 79,55% dan pertambahan panjang dan berat mutlak rata-
harian 29,64% - 34,28%. Selama praktek magang tidak ditemukan penyakit yang
54
menyerang larva baung. Kematian pada larva diakibatkan oleh Sifat kanibalisme pada
larva.
Kisaran kualitas air selama pemeliharaan larva ikan baung adalah suhu 28 o-
30oC, pH 6,5- 6,8 dan oksigen terlarut 5 - 6,5. kondisi kualitas air ini sangat
KATA PENGANTAR
55
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T yang telah
memberikan rahmad dan hidayah- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
Laporan praktek magang ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk meraih
gelar sarjana muda pada program D3 Budidaya Perikanan Fakulatas Perikanan dan
besarnya kepada:
kasih sayang dan motivasi baik secara moral maupun meteril, abang-abangku
3. Ibu Ir. Nuraini MS, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
kekompakan kita selama melaksanakan magang baik dalam suka maupun duka,
8. Susi, Ifit das, Ifit Ros, Een, teman- teman kosku dan semua teman-
teman angkatan 2003 terimakasih atas kebersamaan kita selama ini semoga
laporan praktek magang ini belum sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun demi kebaikan laporan ini. Akhir kata
penulis mengucapkan terimakasih, semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semua.
LISDAYANTI
57
OLEH
LISDAYANTI
0302006
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar ahli Madya
perikanan pada Fakultas perikanan dan Ilmu kelautam Universitas Riau
OLEH
LISDAYANTI
0302006
2006
NAMA MAHASISWA : LISDAYANTI
Disetujui ;
Mengetahui ;
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN.................................................................................................. i
KATA PENGANTAR.................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL........................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................... vi
I. PENDUHULUAN
1.1 Latar belakang................................................................................ 1
1.2. Tujuan dan Manfaat....................................................................... 3
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
62
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
.................................................................................................................... 23
Propesi........................................................................................................ 24
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
13. Sertifikat..................................................................................................... 48