Anda di halaman 1dari 12

2

MODUL PERKULIAHAN

Aspek Hukum
Dalam
Pembangunan
Aspek Hukum dan Perundangan
Terkait dengan Pengadaan
Barang dan Jasa Konstruksi

Abstract Kompetensi
Pendalaman mengenai aspek hukum Memahami aspek hukum dan
dan perundangan terkait dengan perundangan terkait dengan pengadaan
pengadaan barang dan jasa konstruksi barang dan jasa konstruksi

Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh


Teknik Teknik Sipil P112100015 Widjojo Kurniadhi, ST, MM

02 Ir. Panani Kesai, MSc


Lily Kholida, ST, MT 
Retna Kristiana,ST,MM,MT 
Anom Wibisono, MT
Aspek Hukum dan Perundangan Jasa Konstruksi

Pengantar

Jasa konstruksi mempunyai peranan penting dan strategis dalam pencapaian


berbagai sasaran guna menunjang terwujudnya tujuan pembangunan nasional, di mana
pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang
merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Jasa
Konstruksi adalah layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa
pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultasi pengawasan pekerjaan
konstruksi. Para pihak dalam suatu pekerjaan konstruksi terdiri dari pengguna jasa dan
penyedia jasa. Pengguna jasa dan penyedia jasa dapat merupakan orang perseorangan
atau badan usaha baik yang berbentuk badan hukum maupun yang bukan berbentuk badan
hukum. Penyedia jasa konstruksi yang merupakan perseorangan hanya dapat
melaksanakan pekerjaan konstruksi yang berisiko kecil, yang berteknologi sederhana, dan
yang berbiaya kecil. Sedangkan pekerjaan konstruksi yang berisiko besar dan/atau yang
berteknologi tinggi dan/atau yang berbiaya besar hanya dapat dilakukan oleh badan usaha
yang berbentuk perseroan terbatas atau badan usaha asing yang dipersamakan. Karena
alasan tersebut maka para pelaku konstruksi harus memahami tinjauan hukum dalam
pengadaan barang dan jasa, sehingga dapat meminimalkan kerugian.

Kontrak Kerja Konstruksi

Dalam suatu Proyek Kerja Konstruksi yang baik, selalu ada Kontrak Kerja Konstruksi.
Seperti diatur juga dalam perundangan Indonesia yaitu dalam Undang Undang Jasa
Konstruksi no 2 Tahun 2017 Paragraf 3 Kontrak Kerja Konstruksi Pasal 46 dan Pasal 47.

UUJK No 2 Tahun 2017


Pasal 46
1) Pengaturan hubungan kerja antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa harus
dituangkan dalam Kontrak Kerja Konstruksi.
2) Bentuk Kontrak Kerja Konstruksi dapat mengikuti perkembangan kebutuhan dan
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Pasal 47
1) Kontrak Kerja Konstruksi paling sedikit harus mencakup uraian mengenai:
a. Para pihak, memuat secara jelas identitas para pihak;

2021 Aspek Hukum Dalam Pembangunan


2 Lily Kholida, S.T, M.T
Biro Bahan Ajar eLearning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
b. Rumusan pekerjaan, memuat uraian yang jelas dan rinci tentang lingkup kerja, nilai
pekerjaan, harga satuan, lumsum, dan batasan waktu pelaksanaan;
c. Masa pertanggungan, memuat tentang jangka waktu pelaksanaan dan pemeliharaan
yang menjadi tanggung jawab Penyedia Jasa;
d. Hak dan kewajiban yang setara, memuat hak Pengguna Jasa untuk memperoleh
hasil Jasa Konstruksi dan kewajibannya untuk memenuhi ketentuan yang
diperjanjikan, serta hak Penyedia Jasa untuk memperoleh informasi dan imbalan
jasa serta kewajibannya melaksanakan layanan Jasa Konstruksi;
e. Penggunaan tenaga kerja konstruksi, memuat kewajiban mempekerjakan tenaga
kerja konstruksi bersertifikat;
f. Cara pembayaran, memuat ketentuan tentang kewajiban Pengguna Jasa dalam
melakukan pembayaran hasil layanan Jasa Konstruksi, termasuk di dalamnya
jaminan atas pembayaran;
g. Wanprestasi, memuat ketentuan tentang tanggung jawab dalam hal salah satu pihak
tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana diperjanjikan;
h. Penyelesaian perselisihan, memuat ketentuan tentang tata cara penyelesaian
perselisihan akibat ketidaksepakatan;
i. Pemutusan Kontrak Kerja Konstruksi, memuat ketentuan tentang pemutusan Kontrak
Kerja Konstruksi yang timbul akibat tidak dapat dipenuhinya kewajiban salah satu
pihak;
j. Keadaan memaksa, memuat ketentuan tentang kejadian yang timbul di luar
kemauan dan kemampuan para pihak yang menimbulkan kerugian bagi salah satu
pihak;
k. Kegagalan Bangunan, memuat ketentuan tentang kewajiban Penyedia Jasa
dan/atau Pengguna Jasa atas Kegagalan Bangunan dan jangka waktu
pertanggungjawaban Kegagalan Bangunan;
l. Pelindungan pekerja, memuat ketentuan tentang kewajiban para pihak dalam
pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja serta jaminan sosial;
m. Pelindungan terhadap pihak ketiga selain para pihak dan pekerja, memuat kewajiban
para pihak dalam hal terjadi suatu peristiwa yang menimbulkan kerugian atau
menyebabkan kecelakaan dan/atau kematian;
n. Aspek lingkungan, memuat kewajiban para pihak dalam pemenuhan ketentuan
tentang lingkungan;
o. Jaminan atas risiko yang timbul dan tanggung jawab hukum kepada pihak lain dalam
pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi atau akibat dari Kegagalan Bangunan; dan
p. Pilihan penyelesaian sengketa konstruksi.

2021 Aspek Hukum Dalam Pembangunan


3 Lily Kholida, S.T, M.T
Biro Bahan Ajar eLearning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
2) Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kontrak Kerja Konstruksi dapat
memuat kesepakatan para pihak tentang pemberian insentif.

Kontrak Kerja Konstruksi di Dunia

Di Dunia banyak sekali jenis kontrak yang dapat digunakan,seperti misalnya :


– JCT (Joint Contracts Tribunal yang diprakarsai oleh RIBA: Royal Institute of British
Architects dan NFBTE National Federation of Building Trades Employers.
– NEC, (New Engineering Contract) yang banyak juga digunakan di Hongkong
– ICC, International Chamber of Commerce dengan ICC model contracts.
– FIDIC (Fédération Internationale Des Ingénieurs-Conseils/ Federasi Insinyur-
Konsultan Internasional) dengan Rainbow Seriesnya.
– AS4000 (Australian Standard General Conditions of Contract)
– SIA (Singapore Institute of Architects) Conditions Of Contract
– PSSCOC (Public Sector Standard Conditions Of Contract) oleh pemerintah
Singapura.
 Masing masing dengan kelebihan dan kekurangannya, Indonesia pada dekade terakhir
ini banyak menggunakan FIDIC Condition of Contract sebagai Kontrak Kerja dalam
proyek proyek konstruksi yang berskala besar.

 Untuk kontrak yang bersifat umum dan internasional, dalam penerapannya perlu
disesuaikan lagi di masing masing wilayah/Negara. Untuk itu didalam kontrak kerja
konstruksi selalu terdapat pasal mengenai Hukum dan Bahasa Kita ambil contoh:
Dalam FIDIC Red Book, (Persyaratan Kontrak Edisi Maret 2006) Dalam Pasal 1.4
terdapat aturan megenai Hukum dan Bahasa

 Hukum dan Bahasa

Kontrak harus tunduk pada hukum negara atau ketentuan hukum lain yang dinyatakan
dalam Kontrak. Bahasa yang digunakan dalam Kontrak haruslah yang dinyatakan dalam
Data Kontrak. Bahasa untuk komunikasi haruslah yang dinyatakan dalam Data Kontrak. Bila
tidak dinyatakan di sana, bahasa untuk komunikasi haruslah bahasa yang digunakan dalam
Kontrak.
Hukum Negara di Indonesia
 Karena disebutkan bahwa Kontrak harus tunduk pada hukum Negara dan ketentuan
hukum lainnya dan apabila proyek yang kita kerjakan adalah proyek di Indonesia, maka
kita perlu melihat ke Hukum di Indonesia:

2021 Aspek Hukum Dalam Pembangunan


4 Lily Kholida, S.T, M.T
Biro Bahan Ajar eLearning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
 Hukum Indonesia menurut undang-undang Republik Indonesia nomor 12 tahun 2011
tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, memiliki Hierarki sebagai berikut:
– Pasal 7(1) Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
– (2) Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan hierarki
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
 Jadi setiap proyek konstruksi yang dalam kontraknya menyatakan tunduk pada hukum
Negara maka harus tunduk pada hukum sesuai dengan yang tercantum undang-undang
Republik Indonesia nomor 12 tahun 2011 tersebut diatas.

 Untuk lebih khususnya maka kita perlu mengetahui peraturan/undang-undang mana


yang lebih spesifik ke bidang konstruksi.

 Di Indonesia kita memiliki:


– UNDANG UNDANG
 UUJK No 2 – 2017 (Undang Undang Jasa Konstruksi no 2 tahun 2017 tentang
Jasa Konstruksi )
 UU N 24 – 2009 (Undang undang No 2 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa ,
dan Lambang Negara, Serta Lagu Kebangsaan)
– PERATURAN PEMERINTAH
 PP No 54/2016 (Peraturan Pemerintah Nomor 54/2016 Perubahan Ketiga Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa
Konstruksi)
– PERATURAN PRESIDEN (PERPRES)
 Perpres 16/2018 (Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 16 Tahun 2018
Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah)

2021 Aspek Hukum Dalam Pembangunan


5 Lily Kholida, S.T, M.T
Biro Bahan Ajar eLearning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
ASPEK YANG MENCAKUP PERATURAN DAN PERUNDANGAN YANG TERKAIT
DENGAN PENGADAAN BARANG DAN JASA

Beberapa aspek yang mencakup peraturan dan perundang-undangan yang terkait


pengadaan barang dan jasa adalah :
1. Bidang hukum yang berhubungan dengan pengadaan barang dan jasa
2. Hierarki perundang-undangan
3. Peraturan dan perundang-undangan yang berhubungan dengan pengadaan barang
dan jasa (modul 3)
4. Hukum perjanjian/kontrak (modul 3)

1. Bidang hukum yang berhubungan dengan pengadaan barang dan jasa


Yaitu bidang hukum yang secara langsung dan tidak langsung mengatur
pelaksanaan pengadaan barang dan jasa :
Hukum Administrasi Negara (HAN)/ Hukum Tata Usaha Negara ; mengatur
hubungan hukum antara penyedia dan pengguna pada proses persiapan sampai
dengan proses penerbitan surat penetapan penyedia barang dan jasa.
 Keputusan pengguna barang merupakan keputusan pejabat negara/daerah
bukan berkedudukan sebagai individu/pribadi
 Ruang lingkup pengaturan : bentuk dan tingkah laku pemerintah, hukum
kepegawaian dan peradilan administrasi negara
 Hukum administrasi negara mengatur pelaksanaan teknis dalammengelola
negara
karena itu, keputusan pengguna barang merupakan keputusan pejabat
negara/daerah, apabila terjadi sengketa tata usaha negara, pihak yang dirugikan
(penyedia barang/jasa atau masyarakat) akibat dikeluarkan Keputusan Tata Usha
Negara apabila tidak ditemukan upaya penyelesaiannya, dapat mengajukan
keberatan kepada instansi yang mengeluarkan keputusan tersebut. Subjek hukum
baik orang perorangan maupun subjek hukum perdata dapat mengajukan gugatan
pembatalan secara tertulis melalui Pengadilan Tata Usaha Negara dengan atau
tanpa disertai tuntutan ganti rugi atau rehabilitasi, sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
Berdasarkan Pasal 53 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 gugatan dapat diajukan
oleh dan dalam hal:
1) Seseorang atau badan hukum perdata yang kepentingannya dirugikan oleh suatu
Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada
2021 Aspek Hukum Dalam Pembangunan
6 Lily Kholida, S.T, M.T
Biro Bahan Ajar eLearning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
Pengadilan yang berwenang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara
yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai
tuntutan ganti rugi dan/atau rehabilitasi;
2) Alasan-alasan yang dapat digunakan dalam gugatan adalah;
a. Suatu Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang bersifat prosedural/formal.
b. Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan bertentangan dengan
ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundang-undangan
c. Dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang tidak berwenang
(penyalahgunaan wewenang)

Hukum Perdata ; mengatur hubungan hukum antara penyedia dan pengguna sejak
penandatanganan kontrak sampai dengan berakhirnya kontrak pengadaan barang dan jasa.
Dapat didefinisikan sebagai hukum yang mengatur hubungan antara subjek hukum dengan
subjek hukum lainnya di bidang keperdataan. Keperdataan dimaksudkan adalah lalu lintas
hukum yang berhubungan antara individu dengan individu lain. Dalam perjanjian
pemborongan, hak dan kewajiban para pihak adalah pengguna barang/jasa. Pengguna
barang/jasa menerima hasil pekerjaan, yang sebelumnya sesuai dengan isi perjanjian.
Sedangkan kewajibannya adalah membayar harga dari pekerjaan yang telah dilaksanakan.
Selanjutnya Hak pihak pemborong/penyedia adalah menerima pembayaran sesuai dengan
harga kontrak dari pihak yang memborongkan pekerjaan (pengguna). Sedangkan kewajiban
penyedia adal menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan isi kontrak.

Hukum Pidana ; mengatur hubungan hukum antara penyedia dan pengguna sejak tahap
persiapan pengadaan sampai dengan selesainya kontrak pengadaan barang dan jasa.
ruang lingkup tindakan/perbuatan yang dilakukan baik pengguna barang/jasa maupun
penyedia adalah segala perbuatan atau tindakan yang melawan hukum. Artinya, bahwa
tindakan/perbuatan dalam pengadaan barang/jasa tidak sesuai dengan peraturan
perundangan mulai dari tahap persiapan sampai selesai/berakhirnya kontrak. karena hukum
pidana merupakan hukum publik, ada kewajiban negara secara langsung untuk melindungi
segala hak dan kepentingan pengguna dan penyedia barang/jasa.
Contoh titik rawan Tindak Pidana ;
Pada tahap perencanaan pengadaan, seperti adanya indikasi penggelembungan
anggaran atau mark-up, pelaksanaan pengadaan yang diarahkan, rekayasana
penyatuan dan/atau memecah-mecah.

2021 Aspek Hukum Dalam Pembangunan


7 Lily Kholida, S.T, M.T
Biro Bahan Ajar eLearning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
Bisa terjadi pada tahap kualifikasi perusahaan, tahap evaluasi pengadaan, tahap
penandatangan kontrak, dan tahap penyerahan barang yang tidak memenuhi syarat dan
bermutu rendah yang dapat menimbulkan kerugian
Pada tindak pemalsuan dokumen, ingkar janji untuk melaksanakan pekerjaan
(wanprestasi)

Bilamana terjadi cidera janji terhadap kontrak, yakni tidak dipenuhinya isi kontrak,
maka mekanisme penyelesaiannya dapat ditempuh sebagaimana yang diatur dalam isi
kontrak karena kontrak berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang
memembuatnya. Hal ini juga dapat dilihat pada UUJK pada bab X yang mengatur tentang
sanksi dimana pada pasal 43 ayat (1), (2), dan (3).
Yang secara prinsip isinya sebagaimana berikut, barang siapa yang merencanakan,
melaksanakan maupun mengawasi pekerjaan konstruksi yang tidak memenuhi ketentuan
keteknikan dan mengakibatkan kegagalan pekerjaan konstruksi (saat berlangsungnya
pekerjaan) atau kegagalan bangunan (setelah bangunan diserahterimakan), maka akan
dikenai sanksi pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling
banyak 5 % (lima persen) untuk pelaksanaan pekerjaan konstruksi dan 10% (sepuluh
persen) dari nilai kontrak untuk perencanaan dan pengawasan, dari pasal ini dapat dilihat
penerapan Sanksi pidana tersebut merupakan pilihan dan merupakan jalan terakhir
bilamana terjadi kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan karena ada
pilihan lain yaitu denda.
 
Dalam hal lain memungkin terjadinya bila tidak dipenuhinya suatu pekerjaan sesuai dengan
isi kontrak terutama merubah volume dan matrial memungkinkan terjadinya unsur Tindak
Pidana Penipuan dan Penggelapan, yaitu yang diatur dalam ;
 
Pasal 378 KUHP (penipuan) ;
“ Barang siapa dengan maksud untuk mengantungkan diri sendiri atau orang lain dengan
melawan hokum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat
ataupun dengan rangkaian kebohongan menggerakan orang lain untuk menyerahkan
sesuatu benda kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang,
diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun”.
 
Pasal 372 KUHP (penggelapan) ;
“ Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki suatu benda yag seluruhnya
atau sebagian milik orang lain, yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan,

2021 Aspek Hukum Dalam Pembangunan


8 Lily Kholida, S.T, M.T
Biro Bahan Ajar eLearning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
diancam karena penggelapan dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau
denda paling banyak Rp.900,-“  
 
 Pidana Korupsi ; persoalannya selama ini cidera janji selalu dikaitkan dengan tindak
pidana korupsi dalam hal kontrak kerja konstruksi untuk proyek yang dibiayai uang negara
baik itu APBD atau APBN dimana cidera janji selalu dihubungkan dengan UU No. 31 Tahun
1999 
 
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo UU No 20 Tahun 2001, Pasal 2 ayat (1)
yang menjelaskan unsur-unsurnya adalah ;
1. Perbuatan melawan hukum; 
2. Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi; 
3. Merugikan keuangan Negara atau perekonomian; 
4. Menyalahgunakan kekuasaan, kesempatan atas sarana yang ada padanya karena
jabatan  dan kedudukannya dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain.

Dalam kasus pidana korupsi unsur perbuatan melawan hukum sebagaimana pasal tersebut
harus dapat dibuktikan secara hukum formil apakah tindakan seseorang dapat dikategorikan
perbuatan melawan hukum sehingga dapat memperkaya diri sendiri atau orang lain yang
dapat menyebabkan kerugian keuangan Negara dan perekonomian Negara.
Kemudian institusi yang berhak untuk menentukan kerugian Negara dapat dilihat di UU No
15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dalam Pasal 10 ayat (1) UU
BPK yang menyebutkan : BPK menilai dan atau menetapkan jumlah kerugian negara yang
diakibatkan perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai yang dilakukan
bendahara, pengelola BUMN/BUMD, dan lembaga lain yang menyelenggarakan
pengelolaan keuangan negara.
 
Jika BPK menemukan kerugian Negara tetapi tidak ditemukan unsur pidana sebagaimana
UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo UU No 20 Tahun
2001, maka aparat penyidik dapat memberlakukan pasal 32  ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999
yaitu : Dalam hal penyidik menemukan dan berpendapat bahwa satu atau lebih unsur tindak
pidana korupsi tidak terdapat cukup bukti, sedangkan secara nyata telah ada kerugian
keuangan negara, maka penyidik segera menyerahkan berkas perkara hasil penyidikan
tersebut kepada Jaksa Pengacara Negara untuk dilakukan gugatan perdata atau diserahkan
kepada instansi yang dirugikan untuk mengajukan gugatan.
 

2021 Aspek Hukum Dalam Pembangunan


9 Lily Kholida, S.T, M.T
Biro Bahan Ajar eLearning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
Pasal ini memberikan kesempatan terhadap gugatan perdata untuk perbuatan hukum
yang tidak memenuhi unsur tindakpidana korupsi, namun perbuatan tersebut dapat dan /
atau berpotensi menimbulkan kerugian negara. 
 
Sehingga dapat ditarik kesimpulan apabila terjadi kerugian negara maka upaya penuntutan
tindak pidana korupsi bukan merupakan satu-satunya cara, akan tetapi ada cara
penyelesaian yang lain yaitu cara penyelesaian masalah melalui gugatan perdata.

2. Hierarki Perundang-undangan
Sesuai Undang-undang No 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan, Hirarki peraturan perundang-undangan mempunyai susunan sebagai berikut :
1. Undang-undang Dasar 1945 beserta amandemennya
2. a. Undang-undang (UU)
b. Peraturan Pemerintah pengganti UU (Perpu)
3. Peraturan Pemerintah (PP)
4. Peraturan Presiden
5. Peraturan Daerah (Perda)

3. Peraturan Jasa Konstruksi


1. Undang-Undang No.18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi
2. PP No.28 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi
3. PP No.29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi
4. PP No.30 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi
5. Kepres RI No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah berikut perubahannya
6. Kepmen KIMPRASWIL No.339/KPTS/M/2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Pengadaan Jasa Konstruksi oleh Instansi Pemerintah
7. Surat Edaran Menteri PU No.08/SE/M/2006 perihal Pengadaan Jasa Konstruksi
untuk Instansi Pemerintah Tahun Anggaran 2006
8. Peraturan Menteri PU No. 50/PRT/1991 tentang Perizinan Perwakilan Perusahaan
Jasa Konstruksi Asing
9. dan peraturan-peraturan lainnya

KEPPRES PENGADAAN BARANG DAN JASA


2021 Aspek Hukum Dalam Pembangunan
10 Lily Kholida, S.T, M.T
Biro Bahan Ajar eLearning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
1. Keppres No 80 Tahun 2003
2. Keppres No 61 Tahun 2004
3. Keppres No 32 Tahun 2005
4. Keppres No 70 Tahun 2005
5. Keppres No 8 Tahun 2006
6. Keppres No 79 Tahun 2006
7. Keppres No 85 Tahun 2006
8. Keppres No 95 Tahun 2007
 Perpres No 54 Tahun 2010
TUJUAN POKOK PERPRES NO 54 TAHUN 2010
a. Mempercepat proses pengadaan, sehingga kontrak-kontrak pengadaan bisa mulai
dilaksanakan pada bulan Januari/Februari (Awal tahun fiskal yang berjalan)
b. Akselerasi Penggunaan E-Procurement
Mulai tahun 2011, dan diwajibkan (mandatory) pada tahun 2012, seluruh K/D/L/I
mempergunakan e-procurement. Untuk mewujudkan pasar yang terintegrasi secara
nasional, untuk mencapai efisiensi, transparansi dan akuntabilitas yang lebih tinggi.
Untuk itu dilakukan juga revisi Peraturan Pemerintah Nomor 29/2000 tentang Jasa
Konstruksi
c. Penyederhanaan aturan, diperkenalkan lelang sederhana, serta pengadaan
langsung untuk barang/jasa yang sudah memiliki price list dikenal luas (Harga mobil
GSO, sewa hotel dan kantor)
d. Untuk pekerjaan yang tergantung dengan cuaca (reboisasi, pembenihan) maupun
layanan yang harus tersedia sepanjang tahun mulai tanggal 1 Januari (pelayanan
perintis udara/laut, pita cukai, konsumsi/obat di RS, konsumsi di Lapas, pembuangan
sampah dan cleaning servis) diperkenalkan kontrak multiyears (jamak tahun), dan
asalkan nilai kontrak tidak lebih dari Rp 10 Milyar persetujuan langsung dilakukan
oleh PA masing-masing (tidak lagi minta persetujuan Menteri Keuangan). DI luar
yang di atas, tetap perlu persetujuan Menteri Keuangan
e. Swakelola untuk Alutsista, Almatsus, dilakukan oleh industri dalam negeri, untuk
mencapai kemandirian.
f. Swakelola untuk riset dan rekayasa dilakukan oleh lembaga riset dan perguruan
tinggi, agar dapat diwujudkan produk yang inovatif. Disamping itu ekonomi kreatif
untuk hal-hal yang inovatif berbasis budaya juga difasilitasi dengan sayembara
g. Keberpihakan pada usaha kecil ditingkatkan dari Rp 1 Miliar menjadi Rp 2,5 Miliar
h. Keberpihakan kepada industri dalam negeri ditingkatkan
i. Diperkenalkan jaminan sanggah banding ( 2 per mil dari nilai kontrak)

2021 Aspek Hukum Dalam Pembangunan


11 Lily Kholida, S.T, M.T
Biro Bahan Ajar eLearning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
Daftar Pustaka
1. Project Management Institute, A Guide to Project Management Body of Knowledge, 2017
edition.
2. Nazarkhan Yasin, Mengenal Klaim Konstruksi dan Penyelesaian Sengketa
Konstruksi, 2nd, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2004
3. Lubis, Abu Samman. Tinjauan Hukum dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. 2011
4. Hartono, Widi. Aspek Hukum dan Administrasi Proyek. 2011
5. Hansen, Seng. Manajemen Kontrak konstruksi. 2015
6. Siahaya, Willem. Manajemen Pengadaan. 2013
7. Srijanti, Purwanto, Artiningrum, 2007, Etika Membangun Sikap Profesionalisme
Sarjana, Graha Ilmu, Yogyakarta
8. Blau, Peter.M dan Meyer, Marshall.W, 2000, Birokrasi DalamMasyarakat Modern, J
akarta, Prestasi Pustakaraya.
9. Islamy, Irfan, M. 1998, Agenda Kebijakan Reformasi Administrasi Negara , Malang,
Fakultas Ilmu Administrasi-UniversitasBrawijaya.
10.  Sumber Internet :
11. https://id.wikipedia.org/wiki/Manajemen
12. http://rickyneva.blogspot.co.id/2010/10/penerapan-manajemen-dalam-dunia-
kerja.html
13. https://www.jurnal.id/id/blog/2017/pengertian-fungsi-dan-unsur-unsur-manajemen
14. http://naufalitasugiarto.blogspot.co.id/2017/03/pentingnya-manajemen-dalam-
organisasi.html

2021 Aspek Hukum Dalam Pembangunan


12 Lily Kholida, S.T, M.T
Biro Bahan Ajar eLearning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/

Anda mungkin juga menyukai