2.1 Umum
Dalam menganalisis dan mendesain suatu struktur perlu ditetapkan kriteria yang dapat
digunakan sebagai ukuran maupun untuk menentukan apakah struktur tersebut dapat
diterima untuk penggunaan yang diinginkan atau untuk maksud desain tertentu. Kriteria-
kriteria yang perlu diperhatikan dalam analisis dan desain struktur diantaranya yaitu :
1. Kemampuan layan (Serviceability)
Struktur harus mampu memikul beban rancang serta aman tanpa kelebihan tegangan
pada material dan mempunyai deformasi yang masih dalam daerah yang diizinkan.
Dengan memilih ukuran serta bentuk elemen struktur dan bahan yang digunakan,
taraf tegangan pada struktur dapat ditentukan pada taraf yang dipandang masih dapat
diterima dan aman, hal ini merupakan kriteria kekuatan dan merupakan dasar yang
sangat penting. Defleksi atau deformasi besar dapat diasosiasikan dengan struktur
yang tidak aman, tetapi hal ini tidak selalu demikian. Deformasi dikontrol oleh
kekakuan struktur dan kekakuan sangat bergantung pada jenis, besar dan distribusi
bahan pada struktur.
2. Efisiensi
Kriteria ini mencakup tujuan desain struktur yang relatif lebih ekonomis. Ukuran
yang sering digunakan adalah banyak material yang diperlukan untuk memikul beban
yang diberikan dalam ruang pada kondisi dan kendala yang ditentukan.
3. Konstruksi
Tinjauan konstruksi sering juga mempengaruhi pilihan struktural dimana perakitan
elemen-elemen struktural akan efisiensi apabila materialnya mudah dibuat dan dirakit.
Syarat-syarat dalam mendesain suatu struktur diantaranya yaitu :
a. Keamanan/kekuatan
Struktur harus aman dan kuat terhadap gaya-gaya dan beban-beban yang bekerja
padanya seperti beban mati, hidup, angin dan gempa.
b. Kekakuan
Dalam perencanaan suatu gedung perlu diperhitungkan kekakuannya agar didapat
struktur yang kaku dan tidak mudah rusak saat terjadi gempa serta aman dari
faktor tekuk.
c. Stabilitas
Dalam mendesain struktur perlu juga diperhatikan kestabilannya terhadap momen-
momen yang bekerja padanya seperti momen geser dan gaya uplift.
2.1 .1 Pelat
Pelat adalah struktur planar kaku yang secara khas terbuat dari material monolit yang
tingginya kecil dibandingkan dengan dimensi-dimensi lainnya. Pelat dapat dianalisis
sebagai grid-grid menerus. Akan tetapi, kita akan mendapat manfaat lebih banyak apabila
kita meninjau pelat dengan memperhatikan bagaimana berbagai jenis pelat memberikan
momen dan gaya geser internal yang mengimbangi momen dan geser eksternal. Beban
yang umum bekerja pada pelat mempunyai sifat banyak arah dan tersebar. Sejak
digunakannya beton bertulang modern untuk pelat, hampir semua gedung menggunakan
material ini sebagai elemen pelat karena beton bertulang merupakan material yang dapat
memberikan kemungkinan dalam desain. Beton bertulang yang dicor di tempat adalah
material yang sangat berguna untuk membuat pelat karena banyak alasan. Beton
misalnya, selalu dapat dibuat bersifat 2 arah apabila ditulangi dengan benar. Pelat dapat
ditumpu diseluruh tepinya, atau hanya pada titik-titik tertentu (misalnya oleh kolom-
kolom), atau campuran antara tumpuan menerus dan titik. Kondisi tumpuan dapat
sederhana atau jepit. Adanya kemungkinan variasi kondisi tumpuan menyebabkan pelat
dapat digunakan untuk berbagai keadaan. Untuk merencanakan pelat beton bertulang
yang perlu dipertimbangkan tidak hanya pembebanan, tetapi juga ukuran dan syarat-
syarat tumpuan pada tepi. Syarat yang harus dipenuhi tidak hanya kekuatan tapi juga
kekakuannya.
Pelat selain sebagai penahan beban berlaku juga sebagai bagian pengaku lateral struktur.
Gaya dalam yang dominan adalah momen lentur, sehingga perancangan tulangannya
relatif sederhana.
Syarat-syarat untuk menentukan tebal minimum pelat (SK SNI T-15-1991-03):
Rumus 1
fy
h ≥ Ln [ 0.8+ 1500 ] (2.1)
(36 + 9β)
Rumus 2
fy (2.2)
h ≥ Ln [ 0.8+ 1500 ]
36
Rumus 3
Ln [0.8+ fy
] (2.3)
h≥ 1500
36+5β{αm-0.12[1+ β ]}
1
Dimana :
Ln : panjang bentang bersih pelat setelah dikurangi tebal balok (cm)
fy : tegangan leleh baja untuk pelat
h : tebal pelat
αm : koefisien jepit pelat
n : jumlah tepi pelat
β : Ln memanjang (cm) / Ln melintang (cm)
Selain itu pada SK SNI T–15–1991–03 Pasal 3.6.6 mengijinkan untuk menentukan
distribusi gaya dengan menggunakan koefisien momen yang dapat dilakukan dengan
mudah.
Setelah menentukan syarat-syarat batas, bentang dan tebal pelat kemudian beban-beban
dapat dihitung. Dalam SK SNI T 15–1991–03 pasal 3.2.2 untuk pelat yang sederhana
berlaku rumus :
(2.4)
WU = 1,2 WD + 1,6 WL
Menurut peraturan SK SNI T–15–1991–03 tabel 3.2.5 (b), batas lendutan maksimum
l
adalah bentang. Lendutan yang terjadi akibat beban merata (Timoshenko dkk,
480
1998) adalah :
(2.5)
. W.uH. 3b4
δ = α Ec (2.6)
D= D
dimana : 12 (1 - μ2)
δ : lendutan yang terjadi
α : koefisien lendutan
2.1 .2 Balok
Perancangan balok beton bertulang bertujuan untuk menghitung tulangan dan membuat
detail-detail konstruksi untuk menahan momen-momen lentur ultimit, gaya-gaya lintang,
dan momen-momen puntir dengan cukup kuat. Kekuatan suatu
balok lebih banyak dipengaruhi oleh tinggi dari pada lebarnya. Lebar yang sesuai
dapat sepertiga sampai setengah dari tinggi, tetapi mungkin jauh lebih kecil untuk suatu
balok tinggi, dan mungkin pula dipakai balok-balok yang lebih lebar dan rendah untuk
mempertahankan tinggi ruangan. Diusahakan agar dimensi balok jangan terlalu sempit
karena akan timbul kerusakan dalam menyediakan selimut beton dan jarak tulangan yang
memadai.
Secara umum dimensi balok diperkirakan dengan :
H = 1. L sampai dengan 1. L dengan L = bentang pelat terpanjang (2.7)
B = 10 1.
H sampai dengan 12
2
H dengan H = tinggi balok (2.8)
Untuk memeriksa
2 kekakuan 3 balok terhadap lendutan (δ), lendutan maksimum yang
terjadi pada tengah bentang bila balok dianggap sendi dan rol pada ujung-ujungnya
(Timoshenko dkk, 1988) adalah :
(2.9)
dimana :
4
L = panjang bentang balok δ = 5 .WU . L
E = modulus elastisitas balok 384 .EI
I = momen inersia balok
Dalam merencanakan penulangan balok harus dapat memenuhi persyaratan dibawah ini ;
B
1. > 0.3 (2.10)
H
2. bmin > 25cm (2.11)
3. min < < maks (2.12)
Koefisien balok dengan pelat, αm merupakan nilai rata-rata α untuk semua balok. Untuk
mencari lebar effektif dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
beff = bW + ½. L1 + ½.L2 (2.13)
beff = bW + 8 hf + 8 hf (2.14)
beff = L / 4 (2.15)
Menurut SK SNI T–15–1991–03 untuk lebar effektif dari balok “L” ditetapkan sebesar
1 1
lebar balok ditambah dengan harga terkecil dari nilai l atau 6h, ataupun l .
12 2 1
2.1 .3 Kolom
Kolom-kolom di dalam sebuah konstruksi berfungsi meneruskan beban-beban dari balok-
balok dan pelat-pelat ke bawah sampai ke pondasi. Karenanya, kolom-kolom merupakan
bagian konstruksi tekan, meskipun mungkin harus pula menahan gaya-gaya lentur akibat
kontinuitas dari konstruksi. Perencanaan kolom memperhatikan keadaan batas tegangan
(kekuatan) dan kekakuan untuk menghindari deformasi berlebihan dan tekuk. Daktail
b
tulangan yang benar dan penutup beton yang cukup adalah penting. Perbandingan
h
dari kolom tidak boleh < dari 0.4.
Syarat untuk menentukan dimensi kolom (Kusuma dan Andriono, 1996), yaitu:
Nu
≤ 0.2 fc'
Agross
Nu (2.16)
Agross ≥
0.2 fc'
Pn
o
Pno
Compression failure
Pn
a
b
Pnb Mn
Mn c tension failureMnb
Mno
Selanjutnya Mario Paz (1996 : 181) mengatakan sebuah kolom yang bermassa seragam
dengan kedua ujungnya terjepit atau tak berotasi, konstanta kekakuannya adalah
12 EI
K (2.23)
L3
Dimana : L : tinggi kolom
E : Modulus elastisitas
Konstanta kekakuan kolom tidak digunakan dalam perhitungan ETABS, melainkan
secara otomatis sudah dihitung oleh ETABS pada saat mengimput atau memasukkan
dimensi kolom.
Kemudian dikatakan lagi, redaman yang ada pada struktur relatif kecil dan secara
praktis tidak mempengaruhi perhitungan frekuensi natural dan pola perubahan bentuk
dari sitem, jadi pengaruh redaman dapat diabaikan. Oleh sebab itu pada praktiknya untuk
struktur teredam diselesaikan dengan metode yang sama untuk sistem struktur tak
teredam (Mario Paz, 1996 : 228)
Bentuk dan penempatan dinding geser mempunyai akibat yang besar terhadap perilaku
struktural apabila dibebani secara lateral. Inti yang diletakkan asimetris terhadap bentuk
bangunan harus memikul torsi selain lentur dan geser.
Akan tetapi, rotasi dapat juga terjadi pada bangunan yang memiliki susunan dinding
geser simetris apabila angin bekerja pada fasade yang terbuat dari tekstur permukaan
yang berbeda (halus-kasarnya permukaan) atau apabila angin tidak bekerja pada titik
berat massa bangunan. (Gambar 2.6)
Gambar 2.6 : Pengaruh permukaan dan letak dinding terhadap gaya lateral
Perlawanan yang optimal terhadap torsi diperoleh pada penampang inti tertutup. Akan
tetapi, ketika menganalisis perlawanan terhadap torsi, kekakuan torsi harus dikurangi
apabila terdapat bukaan jendela dan bukaan lainnya karena menurunnya kekakuan
dinding akibat perlubangan tersebut. Belahan dinding yang mempunyai bukaan besar
untuk memuat sistem mekanikal dan elektris mungkin tidak dapat menahan beban
demikian.
Apabila resultan dari gaya- gaya lateral melalui titik berat dari kekakuan relatif
bangunan, maka yang dihasilkan hanyalah reaksi translasi. Kasus yang paling jelas
adalah pada bangunan dinding geser murni. Pada bangunan dinding geser rangka kaku,
sebagai perkiraan awal dianggap bahwa geser akan dipikul seluruhnya oleh inti karena
Apabila susunan dinding geser itu adalah asimetris, maka resultan gaya lateral tidak
melalui titik berat kekakuan bangunan. Yang terjadi adalah rotasi dari dinding geser
ditambah dengan translasi. Penyebaran tegangan tergantung pada bentuk sistem dinding
geser.
8.2 Sistem Perbesaran Kolom Sudut serta Balok Lantai Atas dan Bawah
Penggunaan perkakuan tambahan berupa perbesaran kolom sudut serta balok lantai atas
dan bawah sangat bermanfaat untuk meningkatkan faktor kekakuan pada sepanjang
rangka. Selain mampu memperkecil terjadinya lendutan juga dapat mereduksi momen-
perkakuan. Dari gedung berlantai 10 yang dianalisis dengan cara statis ekivalen, pada
bangunan yang bertapak bujur sangkar perkakuan yang ada mampu memperkecil
lendutan yang terjadi. Sedangkan pada bangunan bertapak persegi panjang, perkakuan
Pada gedung berbentuk persegi panjang sistem perkakuan tambahan ini menimbulkan
efek yang agak berbeda dengan gedung berbentuk bujur sangkar. Sistem perkakuan
hanya mampu memperkecil goyangan pada lantai ke-1 dan ke-2. Sedangkan mulai lantai
ke-3 dan seterusnya ke atas, goyangan yang terjadi lebih besar dibandingkan dengan
Perkakuan pada struktur gedung membawa pengaruh pada momen yang dihasilkan oleh
balok dan kolom. Pada lantai teratas terjadi peningkatan momen yang besar hampir pada
semua baloknya, terlebih pada balok sepanjang sisi gedung yang diberi perkakuan, hal ini
Berdasarkan distribusi momen akibat beban vertikal dan beban lateral, sistem perkakuan
untuk gedung berbentuk bujur sangkar diperoleh momen tumpuan (negatif) yang
bertambah besar dan momen lapangan (positif) yang relatif lebih kecil. Sedangkan pada
Pengaruh perkakuan pada redistribusi momen gedung berbentuk persegi panjang tidak
Gambar 2.7 : Sistem perkakuan vertikal dengan perbesaran kolom serta balok
Pada Tugas Akhir ini perhitungan struktur atas dengan sistem perkakuan vertikal dinding
geser. Pemilihan dinding geser ini diharapkan cukup efektif untuk bangunan-bangunan
2.7 Tulangan
Baja dalam beton bertulang berfungsi memikul tegangan tarik, sedangkan beton sendiri
berfungsi untuk memikul tegangan tekan. Dengan demikian, pada suatu gelagar beton
bertulang, beton berfungsi memikul gaya tekan batang-batang baja yang dipasang
longitudinal diletakkan di dekat permukaan tarik untuk memikul gaya tarik, dan sering
kali batang-batang baja tambahan diletakkan sedemikian rupa sehingga dapat memikul
timbulnya tegangan tarik yang disebabkan oleh gaya geser pada badan gelagar. Supaya
pemakaian tulangan bisa berjalan dengan efektif, harus diusahakan agar tulangan dan
beton dapat mengalami deformasi bersama-sama, yaitu agar terdapat ikatan yang cukup
kuat diantara kedua material tersebut untuk memastikan tidak terjadinya gerakan relatif
berimbang) artinya tulangan leleh pada saat yang bersamaan dengan hancur beton. Ada
dua kondisi dalam perencanaan yaitu kondisi Over Reinforced dan Under Reinforced.
1. Over Reinforced
Tulangan banyak
Keruntuhan tekan
Keruntuhan tiba-tiba
Brittle failure
2. Under reinforced
Tulangan sedikit
Keruntuhan tarik
Dactile failure
Karena sifat dari over reinforced yang runtuhnya tiba-tiba, perancangan tidak boleh
As
= (2.29)
b d
As : luas tulangan
1
b = 0.85 fc' (2.30)
f y + 6000
Kapasitas momen akan meningkat dengan semakin banyaknya tulangan, tetapi tulangan
yang makin banyak menyebabkan penampang tersebut menjadi over reinforced. Dalam
perancangan, penampang dengan kapasitas besar tapi tetap under reinfoced. Solusinya
adalah penampang dengan tulangan rangkap (ada yang diatas (tekan) dan ada di bawah
(tarik)).