Anda di halaman 1dari 1

Terjadinya krisis moneter pada tahun 1998 di Indonesia dipicu oleh beberapa faktor, mulai dari

bidang ekonomi,bidang sosial maupun politik. Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi:

1. Faktor Politik
Pada tahun 1998 krisis ekonomi bercampur kepanikan politik saat rezim Soeharto hendak
tumbang. Sulitnya merobohkan bangunan rezim Soeharto mengakibatkan harus dilakukan
pengorbanan besar berupa kekacauan yang mengakibatkan banyak investor kabur dari
Indonesia. Pelarian modal besar-besaran karena kepanikan politik ini praktis lebih dahsyat
daripada pelarian modal yang dipicu oleh pertimbangan ekonomi semata (flight for quality).
Karena itu, rupiah merosot amat drastis dari level semula Rp 2.300 per dollar AS
(pertengahan 1997) menjadi level terburuk Rp17.000 per dollar AS (Januari 1998).
2. Faktor ekonomi
Persoalan kedua yang menjadi akar terjadinya krisis moneter 1998 adalah besarnya utang luar
negeri swasta. Per Maret 1998, total utang luar negeri dikabarkan tembus hingga 138 miliar
dolar AS, sekitar 72,5 miliar dolar AS merupakan utang swasta. Kabar buruknya lagi, dua
pertiganya adalah utang jangka pendek dan jatuh tempo pada tahun 1998. Tak berhenti
sampai di situ, cadangan devisa saat itu tersisa 14,44 miliar dolar AS sehingga tak cukup
untuk membayar utang sekaligus bunganya. Inilah yang kemudian membuat nilai tukar rupiah
mendapat tekanan berat dan menjadikan sistem ekonomi Indonesia mengalami keterpurukan.
3. Faktor social
Selain factor ekomoni dan politik, krisis moneter 1998 juga didasari oleh kuragnya
kepercayaan masyarakat dan pasar. Efek bola salju krismon pun semakin terasa seiring
rontoknya kepercayaan pasar dan masyarakat akibat kebijakan pemerintah yang plin-plan
dalam menangani krismon. Di sisi lain, kesehatan Presiden Soeharto yang semakin memburuk
membuat suksesi mengalami ketidakpastian. Alhasil, investor asing pun enggan memberi
bantuan finansial secara cepat
4. Faktor lingkungan
Fenomena El Nino tahun 1997 berdampak terjadinya kemarau berkepanjangan, sehingga
banyak lahan pertanian padi maupun lahan menanam pangan lainnya yang mengalami
kekeringan. Selain itu, petani pada umumnya  kekurangan modal usaha tani dan pemerintah
juga tidak dapat memenuhi modal akibat terjadinya krisis ekonomi, sehingga posisi pertanian
semakin tak berdaya karena meningkatnya harga sarana produksi akibat krisis
ekonomi.  Dalam suasana krisis ekonomi juga banyak perusahaan yang tidak mampu lagi
melanjutkan usahanya sehingga berdampak  terhadap pemutusan hubungan kerja yang tentu
saja menambah angka pengangguran.

Anda mungkin juga menyukai