Anda di halaman 1dari 6

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


Jl. R. A. Kartini No.11 A, Salatiga 50711
Jawa Tengah Indonesia
Telepon : (0298) 324-861; Fax : (0298) 321728
E-mail :fkikuksw@adm.com

PENENTUAN TINGGI BADAN BERDASARKAN TINGGI LUTUT PANJANG


DEPA DAN PANJANG ULNA
Asriani Rombe1, Gelora Mangalik S.Gz, M.Si2, Brigitte Sarah Renyoet S.Gz, M.Si3.
1.2,3
Program Studi Ilmu Gizi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Kristen Satya Wacana
472018031@student.uksw.edu

ABSTRAK
Tinggi badan (TB) merupakan komponen beberapa indikator status gizi sehingga pengukuran
TB seseorang secara akurat sangatlah penting untuk menentukan nilai IMT (Indeks Massa Tubuh).
Tulang ulna adalah sebuah tulang pipa yang mempunyai sebuah batang dan dua ujung yang berada di
sebelah medial dari lengan bawah dan lebih panjang dari radius.Tujuan dari praktikum ini adalah
praktikan mampu mengukur tinggi lutut, panjang depa dan panjang ulna, praktikan mampu menilai
tinggi badan dengan menggunakan tinggi lutut, panjang depa dan panjang ulna serta praktikan mampu
membandingkan akurasi dari nilai estimasi tinggi badan berdasarkan pengukuran tinggi lutut, panjang
depa dan panjang ulna. Praktikum ini menggunakan 2 responden untuk diukur tingi badan
berdasarkan tinggi lutut, panjang depa dan panjang ulna. Dapat disimpulkan bahwa praktikan telah
mampu mengukur tinggi lutut, panjang depa dan panjang ulna, praktikan telah mampu menilai tinggi
badan dengan menggunakan tinggi lutut, panjang depa dan panjang ulna serta praktikan telah mampu
membandingkan akurasi dari nilai estimasi tinggi badan berdasarkan pengukuran tinggi lutut, panjang
depa dan panjang ulna.
Kata kunci: Tinggi Badan, Panjang Depa, Pnajang Ulna, Tinggi Lutut. Kata: 163 kata

ABSTRACT
Height (TB) is a component of several indicators of nutritional status so accurate
measurement of one's TB is very important to determine the value of BMI (Body mass index). Ulna
bone is a pipe bone that has a stem and two ends that are medial to the forearm and longer than the
radius. The purpose of this practicum is that the praktikan is able to measure knee height, fathom
length and length of the ulna, the practitioner is able to assess height with using knee height, fathom
length and ulna length and praktikan able to compare the accuracy of the estimated height based on
measurements of knee height, fathom length and ulna length. This practicum uses 2 respondents to
measure height based on knee height, fathom length and ulna length. It can be concluded that
praktikan has been able to measure knee height, fathom length and ulna length, praktikan has been
able to assess height using knee height, fathom length and ulna length as well as praktikan have been
able to compare the accuracy of the estimated height based on knee height measurements, fath and
ulna length.
Keywords: Height, Fathom Length, Ulna Length, Knee Height. Words: 187 words
PENDAHULUAN
Tinggi badan (TB) merupakan komponen beberapa indikator status gizi sehingga pengukuran
TB seseorang secara akurat sangatlah penting untuk menentukan nilai IMT (Indeks Massa Tubuh).
IMT berguna sebagai indikator untuk menentukan adanya indikasi kasus KEK (Kurang Energi
Kronik) dan kegemukan (obesitas). Namun untuk memperoleh pengukuran TB yang tepat pada usila
cukup sulit karena masalah postur tubuh, kerusakan spinal, atau kelumpuhan yang menyebabkan
harus duduk di kursi roda atau di tempat tidur. Beberapa penelitian menunjukkan perubahan TB usila
sejalan dengan peningkatan usia dan efek beberapa penyakit seperti osteoporosis. Oleh karena itu,
pengukuran tinggi badan usila tidak dapat diukur dengan tepat sehingga untuk mengetahui tinggi
badan usila dapat dilakukan dari prediksi tinggi lutut (knee height). Tinggi lutut dapat digunakan
untuk melakukan estimasi TB usila dan orang cacat. Proses penuaan tidak mempengaruhi panjang
tulang di tangan, kaki, dan tinggi tulang vertebral. Selanjutnya prediksi TB usila dianggap sebagai
indikator cukup valid dalam mengembangkan indeks antropometri dan melakukan interpretasi
pengukuran komposisi tubuh. Tinggi lutut berkolerasi dengan tinggi badan lansia ditunjukkan dari
studi lansia di DKI Jakarta dan Tangerang. Sehingga data tinggi badan didapatkan dari tinggi lutut
bagi orang yang memiliki gangguan tulang belakang, tidak dapat berdiri atau lumpuh, dan lansia.
Tinggi lutut digunakan pada lansia karena pada lansia terjadi penurunan massa tulang (menjadi
bungkuk) sehingga sukar untuk mendapatkan data tinggi badan yang akurat.
Tulang ulna adalah sebuah tulang pipa yang mempunyai sebuah batang dan dua ujung.
Tulang ulna berada di sebelah medial dari lengan bawah dan lebih panjang dari radius. Kepala ulna
berada di sebelah ujung bawah. Panjang ulna adalah jarak yang ditarik langsung dari prosesus olecrani
sampai dengan prosesus styloideus pada saat siku difleksikan secara maksimal.Tujuan dari praktikum
ini adalah praktikan mampu mengukur tinggi lutut, panjang depa dan panjang ulna, praktikan mampu
menilai tinggi badan dengan menggunakan tinggi lutut, panjang depa dan panjang ulna serta praktikan
mampu membandingkan akurasi dari nilai estimasi tinggi badan berdasarkan pengukuran tinggi lutut,
panjang depa dan panjang ulna.

METODE
1.1 Waktu dan Tempat
Praktikum dilaksanakan pada hari Kamis, 24 Oktober 2019, pukul 07.00-09.00 WIB di
Laboratorium Antro, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Kristen Satya Wacana.
1.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah knee height caliper, metlin atau pita ukur dan menggunakan 2
responden.
1.3 Prosedur Praktikum
Cara mengukur tinggi badan berdasarkan tinggi lutut, yaitu responden dipersilahkan untuk
berbaring, kamudian mengangkat kaki kiri membentuk susdut 90o kemudian menempatkan alat
pengukur tinggi lutut pada telapak kaki sebelah kiri hingga lutut dan membaca hasil pengukuran
tersebut. Cara menghitung tinggi badan berdasarkan panjang depa yaitu responden berdiri tegak lurus
membelakangi dinding, kemudian merentangkan kedua tangan. Setelah itu, menempatkan pengukur
panjang depa hingga tepat dari ujung jari tengah kedua tangan dan membaca serta mencatat hasil
pengukuran tersebut. Cara menghitung tinggi badan dengan menggunakan panjang ulna yaitu dengan
mengukur panjang tulang ulna dari lengan kiri dari ujung siku sampai pertengahan dari tulang yang
menonjol dipegelangan tangan subjek menggunakan metlin/pita ukur kapasitas 150 cm dengan
ketelitian 0,1 cm.
HASIL
Tabel 3.1. Hasil Pengukuran Tinggi Badan (TB) Berdasarkan Tinggi Lutut
No Nama resp TB Petugas Petugas Petugas Rata-rata
1 2 3 (petugas 1,2,3)
1. Responden 1 148 45 45,5 44 44,83
2. Responden 2 162 50 50 49,2 49,73
Perhitungan

 Responden 1
Rumus : 84,88 + (1,83 x tinggi lutut dalam cm ) – ( 0,24 x usia dalam tahun)

= 84,88 + (1,83 x 44, 83) – (0,24 x 19)

=84,88 + 82,03 – 4,56

= 162,35 cm

 Responden 2
Rumus : 84,88 + (1,83 x tinggi lutut dalam cm ) – ( 0,24 x usia dalam tahun)

= 84,88 + (1,83 x 49,73) – (0,24 x 19)

=84,88 + 91,0059 – 4,56

= 171,32 cm

Tabel 3.2 Hasil Pengukuran Tinggi Badan (TB) Berdasarkan Panjang Depa
No Nama resp TB Petugas Petugas Petugas Rata-rata
1 2 3 (petugas 1,2,3)
1. Responden 1 148 151 152 152,5 151,83
2. Responden 2 162 165,5 165 166 165,5
Perhitungan

 Responden 1
Rumus : 63,18 + (0,63 x panjang depa) – (0,17 x usia dalam tahun)

= 63,18 + (0,63 x 151,83) – (0,17 x 19)

= 63,18 + 95,65 – 3,23

= 155,6 cm

 Responden 2
Rumus : 63,18 + (0,63 x panjang depa) – (0,17 x usia dalam tahun)

= 63,18 + (0,63 x165,5) – (0,17 x 19)

= 63,18 104,26 – 3,23

= 164,21 cm
Tabel 3.1 Hasil Pengukuran Tinggi Badan (TB) Berdasarkan Panjang Ulna
No Nama resp TB Petugas Petugas Petugas Rata-rata
1 2 3 (petugas 1,2,3)
1. Responden 1 148 23,5 24 23 23,5
2. Responden 2 162 24,5 25 24,5 24,66
Perhitungan

 Responden 1
Rumus : 66,377 + 3,5769 x panjang ulna

= 66,377 + 3,5769 x 23,5

= 150,43 cm

 Responden 2
Rumus : 66,377 + 3,5769 x panjang ulna

= 66,377 + 3,5769 x 24,66

= 154,5833 cm

PEMBAHASAN
Hasil dari praktikum ini pada pengukuran tinggi badan berdasarkan tinggi lutut pada
responden 1 dengan tinggi badan 148 cm pada petugas 1 adalah 45cm, petugas 2 adalah 44 cm dan
petugas 3 yaitu 44cm dengan rata-rata 44,83cm sehingga didapatkan hasil perhitungan tinggi lututnya
adalah 162,35 cm. Responden 2 memiliki tingi badan 162 cm dengan tinggi lutut pada petugas 1 dan 2
adalah 50 cm dan petugas 3 adalah 49,2 cm dengan rata-rata 49,73 cm, sehingga diperoleh hasil
perhitungan tinggi lututnya adalah 171,32 cm. Hasil pengukuran tinggi badan berdasarkan panjang
depa pada responden 1 yang memiliki tinggi badan 148 cm dengan panjang depa pada petugas 1
adalah 151 cm, petugas 2 adalah 152 cm dan petugas 3 adalah 152,5 cm dengan rata-rata adalah
158,3, sehingga diperoleh hasil perhitungan panjang depanya adalah 155,6 cm. Pada responden 2
yang memiliki tinggi badan 162 cm dengan panjang depa pada petugas 1 adalah 165,5 cm, petugas 2
adalah 165 cm dan petugas 3 adalah 166 cm dengan rata-rata adalah 165,5 sehingga diperoleh hasil
perhitungan panjang depanya adalah 164,21 cm. Hasil pengukuran tinggi badan berdasarkan panjang
ulna pada responden 1 dengan tinggi badan adalah 148 cm, panjang ulna yang dikur oleh petugas 1
adalah 23,5 cm, petugas 2 adalah 24 cm, petugas 3 adalah 23 cm dengan rata-rata 23,5 cm, sehingga
diperoleh hasil perhitungan panjang ulnanya adalah 150,43 cm. Pada responden 1 dengan tinggi badan
adalah 162 cm, panjang ulna yang dikur oleh petugas 1 adalah 24,5 cm, petugas 2 adalah 25 cm,
petugas 3 adalah 24,5 cm dengan rata-rata 24,66 cm, sehingga diperoleh hasil perhitungan panjang
ulnanya adalah 154,5833 cm.
Manusia pada umumnya memiliki ukuran dan dimensi tubuh yang berbeda-beda. Faktor-
faktor yang mempengauhi dimensi tubuh manusia antara lain usia, jenis kelamin, suku bangsa, jenis
pekerjaan, dan posisi tubuh. Faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan perhitungan tinggi lutut,
panjang depa dan panjang ulna adalah cacat tubuh, tebal-tipisnya pakaian yang digunakan dan
kehamilan.
Pengukuran tinggi badan berdasarkan panjang ulna menggunakan rumus dari thailand karena
masyarkat thailand memiliki krakteristik postur tubuh yang tidak jauh berbeda dengan masyarakat
Indonesia. Karakteristik postur tubuh dipengaruhi oleh usia, ras, gender dan status gizi, oleh sebab itu
setiap masyarakat memiliki krakteristik masing-masing.
Menurut saya pengukuran tinggi badan yang akurat adalah pengukuran tinggi badan
berdasarkan panjang depa, karena berdasarkan konsep alometri tulang setiap tulang mempunyai
korelasi panjang tulang dengan tulang yang lain. Semakin tinggi badan seseorang maka semakin
panjang pula tulang-tulang penyusun tubuh seseorang walaupun tidak selalu sama karena terdapat
faktor yang mempengaruhi seperti jenis kelamin dan suku. Secara teori, bentuk tubuh manusia
berdasarkan genetik dibedakan menjadi 3 macam yaitu: ectomorph, mesomorph dan endomorph.
Kelompok ectomorph memiliki ciri tubuh yang cenderung panjang, bahu sempit dan sendi tangan
relatif kecil. Kelompok mesomorph memiliki ciri pinggang kecil, bahu lebar, sendi tangan sedang dan
tungkai panjang sedangkan kelompok endomorph memiliki pinggang dan bahu lebar, sendi tangan
yang besar dan tebal namun tungkai yang relatif pendek. Bentuk tubuh ini yang secara langsung akan
berpengaruh terhadap panjang depa seseorang.

KESIMPULAN
Dapat disimpulkan bahwa praktikan telah mampu mengukur tinggi lutut, panjang depa dan
panjang ulna, praktikan telah mampu menilai tinggi badan dengan menggunakan tinggi lutut, panjang
depa dan panjang ulna serta praktikan telah mampu membandingkan akurasi dari nilai estimasi tinggi
badan berdasarkan pengukuran tinggi lutut, panjang depa dan panjang ulna.

DAFTAR PUSTAKA
Riski. 2018.Penggunaan Tinggi Lutut Dan Panjang Depa Sebagai Prediktor Tinggi Badan Dan Indeks
Massa Tubuh Pada Lansia Sambiroto Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-
Journal), 6(5), pp.378-387.

Honandar, B.S., 2014. Hubungan Tinggi Badan dan Panjang Ulna pada Etnis Sangihe Dewasa di
Madidir Ure. Jurnal e-Biomedik, 2(1).

Sutriani, K.T. and Isnawati, M., 2014. Perbedaan Antara Tinggi Badan Berdasarkan Panjang Ulna
Dengan Tinggi Badan Aktual Dewasa Muda di Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat.
1(3).

Anggraeni. (2012). Asuhan Gizi, Nutritional Care Process. Garaha Ilmu. Yogyakarta.

Mulyadi. (2013). Hubungan Antropometri, Aktivitas Fisik, dan Pengetahuan Gizi dengan Asupan
Energi dan Komposisi Makronutrien pada Remaja. eJournal Kedokteran Indonesia, 90-99.

Anda mungkin juga menyukai