Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

HUBUNGAN AGAMA, NEGARA DAN WARGA NEGARA

Disusun Oleh :

Nama : Anisa Maisarah

Mata Kuliah : Pancasila dan Kewarganegaraan

Dosen Pengampu : Mutia Farida, M.Si

UNIVERSITAS ISLAM AR-RANIRY


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
PRODI PENDIDIKAN KIMIA
TAHUN AJARAN 2020
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang mana telah memberikan
saya semua kekuatan, serta kelancaran dalam menyelesaikan makalah mata kuliah Pancasila dan
Kewarganegaraan dengan judul “Hubungan Agama, Negara dan Warga Negara” tepat pada
waktunya.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pancasila dan
Kewarganegaraan. Saya berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi diri saya sendiri dan
khususnya pembaca pada umumnya.

Akhirnya, tidak ada manusia yang luput dari kesalahan dan kekurangan. Dengan segala
kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat saya harapkan dari para
pembaca guna meningkatkan kualitas makalah ini dan makalah lainnya pada waktu mendatang.

Aceh Besar, 21 November 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………………………………………………………………....

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………………..

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………………….

BAB I : PENDAHULUAN ………………………………………………………………..

1.1 LATAR BELAKANG ……………………………………………………………..

1.2 RUMUSAN MASALAH …………………………………………………………..

1.3 TUJUAN MAKALAH …………………………………………………………….

BAB II : PEMBAHASAN ………………………………………………………………….

2.1 PENGERTIAN AGAMA DAN NEGARA ………………………………………..

1. PENGERTIAN AGAMA ……………………………………………………….

2. PENGERTIAN NEGARA ……………………………………………………...

2.2 HUBUNGAN AGAMA DAN NEGARA …………………………………………

1. MENURUT ISLAM …………………………………………………………….

2. DI INDONESIA …………………………………………………………………

BAB III : PENUTUP ………………………………………………………………………..

3.1 KESIMPULAN …………………………………………………………………….

3.2 SARAN …………………………………………………………………………….

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………........................


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Agama di negeri ini diposisikan pada tempat yang sangat strategis. Sekalipun disebutkan
bahwa Indonesia bukan sebagai negara yang berdasarkan agama, tetapi pemerintah memberikan
perhatian yang sedemikian luas dan besar terhadap kehidupan beragama. Sejak lahir, pemerintah
negeri ini menunjuk satu departemen tersendiri yang bertugas melakukan pembinaan dan
pelayanan terhadap semua agama yang ada, yaitu Departemen Agama.

Lebih dari itu, pelaksanaan ritual agama pun mendapatkan perhatian dan pelayanan dari
pemerintah. Seperti misalnya penyelenggaraan ibadah haji, puasa di bulan ramadhan, pemerintah
ambil bagian dalam penentuan awal dan akhir bulan ramadhan. Demikian pula pada peringatan
hari besar keagamaan, semua agama, dijadikan sebagai hari libur nasional. Lebih dari itu, simbol
keagamaan misalnya mulai dari yang paling sederhana, bahwa hampir setiap pejabat pemerintah
tatkala memulai pidato memberikan nuansa agama, misalnya mengucapkan salam dan memuji
Tuhan, dengan menggunakan cara Islam bagi pejabat muslim, dan begitu pula bagi agama
lainnya. Ayat-ayat suci al-Qur’an banyak disitir atau dijadikan referensi dalam berbagai pidato
oleh para pejabat pemerintah.

Memang dalam beberapa hal, ada sementara pihak menuntut lebih dari itu. Misalnya, agar
hukum Islam dijadikan sebagai dasar hukum positif. Usulan ini selain didasarkan atas
pertimbangan bahwa kaum muslimin merupakan mayoritas penduduk negeri ini, juga dijamin
bahwa jika usulan itu disetujui maka pemeluk agama lain tetap akan terlindungi. Hal itu sangat
dimungkinkan, karena hukum Islam sesungguhnya akan melindungi siapapun, termasuk bagi
mereka yang memeluk agama lain.

Keinginan itu agaknya sulit dipenuhi atas dasar pandangan bahwa negeri ini bukan
berdasarkan agama, melainkan Pancasila dan UUD 1945. Agama tidak dijadikan sebagai dasar
mengatur negara, tetapi agama diposisikan sebagai pedoman berperilaku dalam kehidupan
bermasyarakat sehari-hari. Namun nilai-nilai universal agama, seperti keadilan, kejujuran, saling
menghormati sesama, kasih sayang, kebersamaan, bermusyawarah, dan lain-lain dijadikan
sebagai sumber atau ruh dalam menyusun berbagai aturan, pedoman, dan bahkan undang-undang
negara.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Dari pemaparan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yaitu :

1. Apa pengertian Agama dan Negara


2. Bagaimana hubungan Agama dan Negara menurut Islam dan di Indonesia

1.3 TUJUAN MAKALAH

Dari pemaparan rumusan masalah di atas, maka tujuan makalah yaitu :

1. Mengetahui pengertian Agama dan Negara


2. Mengetahui hubungan Agama dan Negara menurut Islam dan di Indonesia
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Agama dan Negara

1. Pengertian Agama
Agama menurut etimologi berasal dari kata bahasa sanskerta dalam kitab upadeca
tentang ajaran-ajaran agama hindu disebutkan bahwa perkataan agama berasal dari
bahasa sanskerta yang tersusun dari kata “A” berarti tidak dan “gama” berarti pergi
dalam bentuk harfiah yang terpadu perkataan agama berarti tidak pergi tetap di tempat,
langgeng, abadi, diwariskan secara terus menerus dari generasi ke generasi.
Pada umumnya perkataan agama diartikan tidak kacau yang secara analitis di
uraikan dengan cara memisahkan kata demi kata yaitu “A” berarti tidak dan “gama”
berarti kacau. Maksudnya orang yang memeluk suatu agama dan mengamalkan ajaran-
ajarannya dengan sungguh-sungguh, maka hidupnya tidak akan kacau.
Agama selalu diterima dan dialami secara subjektif. Oleh karena itu, orang sering
mendefinisikan agama sesuai dengan pengalamannya dan penghayatannya pada agama
yang di anutnya.
Mukti Ali, mantan menteri agama Indonesia menyatakan bahwa agama adalah
percaya akan adanya Tuhan Yang Esa. dan hukum-hukum yang diwahyukan kepada
kepercayaan utusan-utusannya untuk kebahagiaan hidup manusia di dunia dan di akhirat.
James Martineau, menyatakan bahwa agama adalah kepercayaan kepada Tuhan
yang selalu hidup. Yakni kepada jiwa dan kehendak ilahi yang mengatur alam semesta
dan mempunyai hubungan moral dengan umat manusia.
Friedrich Schleiermacer, menyatakan bahwa agama tidak dapat dilacak dari
pengetahuan rasional, juga tidak dari tindakan moral, akan tetapi agama berasal dari
perasaan ketergantungan mutlak kepada yang tak terhingga.
Di samping itu, agama merupakan pedoman hidup atau arahan dalam menentukan
kehidupan, sebagaimana dalam hadist: “Kutinggalkan untuk kamu dua perkara tidaklah
kamu akan tersesat selama-lamanya, selama kamu masih berpegang kepada keduanya
yaitu kitabullah dan sunnah rasul”.
Secara terminologi dalam ensiklopedi Nasional Indonesia, agama diartikan aturan
atau tata cara hidup manusia dengan hubungannya dengan tuhan dan sesamanya. Dalam
al-Qur’an agama sering disebut dengan istilah din. Istilah ini merupakan istilah bawaan
dari ajaran Islam sehingga mempunyai kandungan makna yang bersifat umum dan
universal. Artinya konsep yang ada pada istilah din seharusnya mencakup makna-makna
yang ada pada istilah agama dan religi.

2. Pengertian Negara
Istilah negara diterjemahkan dari kata-kata asing yaitu “staat” (bahasa Belanda
dan Jerman) “state” (bahasa Inggris) “etat” (bahasa Prancis). Kata staat, state, etat
diambil dari kata bahasa latin yaitu “status” atau “statum”, yang artinya keadaan yang
tegak dan tetap atau suatu yang memiliki sifat yang tegak dan tetap.
Negara merupakan integrasi dari kekuatan politik, ia adalah organisasi pokok dari
kekuasaan politik negara adalah agency (alat) dari masyarakat yang mempunyai
kekuasaan untuk mengatur hubungan-hubungan manusia dalam masyarakat dan
menertibkan gejala-gejala kekuasaan dalam masyarakat.
Negara adalah organisasi yang dalam suatu wilayah dapat memaksakan
kekuasaannya secara sah terhadap semua golongan kekuasaan lainnya dan yang dapat
menetapkan tujuan-tujuan dari kehidupan bersama itu negara menetapkan cara-cara dan
batas-batas sampai dimana kekuasaan itu dapat digunakan dalam kehidupan bersama itu,
baik oleh individu maupun golongan atau asosiasi, ataupun juga oleh negara sendiri.

2.2 Hubungan Agama dan Negara

Dikalangan kaum muslimin, terdapat kesepakatan bahwa eksistensi Negara adalah suatu
keniscayaan bagi berlangsungnya kehidupan bermasyarakat negara dengan otoritasnya mengatur
hubungan yang diperlukan antara masyarakat, sedangkan agama mempunyai otoritas untuk
mengatur hubungan manusia dengan tuhannya.
Hubungan antara agama dan negara menimbulkan perdebatan yang terus berkelanjutan
dikalangan para ahli. Pada hakekatnya Negara merupakan suatu persekutuan hidup bersama
sebagai penjelmaan sifat kodrati manusia sebagai mahluk individu dan mahluk sosial, oleh
karena itu sifat dasar kodrat manusia tersebut merupakan sifat dasar negara pula, sehingga negara
sebagai manifestasi kodrat manusia secara horizontal dalam hubungan manusia dengan manusia
lain untuk mencapai tujuan bersama. Dengan demikian, negara mempunyai sebab akibat
langsung dengan manusia karena manusia adalah pendiri Negara itu sendiri.

1. Menurut Islam

Dalam sejarah Islam, ada tiga tipologi hubungan antara agama dan negara. Din
Syamsudin membaginya sebagai berikut :

Pertama, golongan yang berpendapat bahwa hubungan antara agama dan negara berjalan
secara integral. Domain agama juga menjadi domain negara, demikian sebaliknya, sehingga
hubungan antara agama dan negara tidak ada jarak dan berjalan menjadi satu kesatuan.
Tokoh pendukungan gerakan ini adalah al-Maududi.

Kedua, golongan yang berpendapat bahwa hubungan antara agama dan negara berjalan
secara simbiotik dan dinamis-dialektis, bukan berhubungan langsung, sehingga kedua
wilayah masih ada jarak dan kontrol masing-masing, sehingga agama dan negara berjalan
berdampingan. Keduanya bertemu untuk kepentingan pemenuhan kepentingan masing-
masing, agama memerlukan lembaga negara untuk melakukan akselerasi pengembangannya,
demikian juga lembaga negara memerlukan agama untuk membangun negara yang adil dan
sesuai dengan spirit ketuhanan. Tokoh Muslim dunia dalam golongan ini di antaranya adalah
Abdullahi Ahmed An-Na’im, Muhammad Syahrur, Nasr Hamid Abu Zaid, Abdurrahman
Wahid dan Nurcholish Masjid.

Ketiga, golongan yang berpendapat bahwa hubungan antara agama dan negara
merupakan dua domian yang berbeda dan tidak ada hubungan sama sekali. Golongan ini
memisahkan hubungan antara agama dan politik/negara. Oleh sebab itu, golongan ini
menolak pendasaran negara pada agama atau formalisasi norma-norma agama ke dalam
sistem hukum negara. Salah satu tokoh Muslim dunia yang masuk golongan ini adalah Ali
Abd Raziq.
2. Di Indonesia

Dalam sejarah bangsa Indonesia, hubungan antara agama (Islam) dan negara berkembang
menjadi empat golongan, yaitu :

Pertama, golongan yang mengintegrasikan antara agama dan negara sebagai dua hal yang
tidak terpisahkan. Sajarah integrasi agama dan negara berjalan dengan intensif pada masa
pertumbuhan kerajaan-kerajaan Islam, seperti Kerajaan Islam Perelak, Kerajaan Islam
Samudera Pasai di Aceh. Dalam sistem ketatanegaraan tersebut, hukum negara menjadi
hukum agama dan hukum agama juga menjadi hukum negara. Relasi agama dan negara
tersebut berjalan aman dan damai tanpa adanya konflik.

Kedua, golongan yang berpendapat bahwa agama dan negara berjalan dalam pusaran
konflik dan saling menafikan di antara keduanya sebagaimana terjadi di Sumatera Barat.
Konflik kaum agamawan memiliki kehendak untuk menerapkan norma-norma agama (Islam)
secara totalitas, sedangkan warga masyarakat lokal menolak pemberlakuan agama tersebut.
Kejadian tersebut menimbulkan perang terbuka yang dikenal dengan perang Paderi (perang
para pemuka agama). Dari kejadian itu kemudian muncul semboyan “adat bersendi syara’
bersendi Kitabullah” yang artinya; eksistensi hukum adat diakui selama tidak bertentangan
dengan ketentuan syariat agama Islam.

Ketiga, golongan yang membangun hubungan dinamis-dialektif antara agama dan negara.
Norma-norma agama diberlakukan secara gradual dalam sistem hukum nasional dan berjalan
tanpa konflik sebagaimana sistem ketatanegaraan kerajaan Goa.

Keempat, golongan yang membangun hubungan sekular-ritualistik antara agama dan


negara. Norma-norma agama diberlakukan dalam tradisi ritual keagamaan oleh pemerintah
sebagai simbol pengayoman kepada warganya, sehingga masyarakat merasa diayomi dengan
kedatangan pemimpin, sebagaimana tradisi kerajaan Jawa. Para raja Jawa menghadiri
kegiatan ritual keagamaan hanya dua kali setahun di Masjid atau sekatenan. Para raja Jawa
menberikan kebebasa kepada warganya untuk memeluk agama tertentu, yang penting juga
taat kepada raja.
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Secara umum agama diartikan sesuai dengan pengalaman dan penghayatan individu
terhadap agama yang dianutnya. Agama adalah kepercayaan kepada Tuhan yang Maha Esa serta
hukum-hukum yang diwahyukan kepada utusannya agar penganutnya bisa hidup bahagia dunia
akhirat.

Sedangkan negara adalah suatu organisasi dalam suatu wilayah yang merupakan alat
untuk mengatur hubungan-hubungan individu serta menetapkan tujuan hidup bersama dalam
wilayah tersebut.

Negeri ini bukan berdasarkan agama, melainkan Pancasila dan UUD 1945. Agama tidak
dijadikan sebagai dasar mengatur negara, tetapi agama diposisikan sebagai pedoman berperilaku
dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari. Namun nilai-nilai universal agama, seperti keadilan,
kejujuran, saling menghormati sesama, kasih sayang, kebersamaan, bermusyawarah, dan lain-
lain dijadikan sebagai sumber atau ruh dalam menyusun berbagai aturan, pedoman, dan bahkan
undang-undang negara.

3.2 SARAN

Sebagai penganut agama dan warga negara, diharapkan kita bisa berpegang teguh
terhadap tata nilai yang ada dalam agama dan aturan dalam menjalin hubungan dengan individu
yang lain dalam masyarakat mewujudkan tujuan bersama.

Kita tahu bahwa agama dan negara berperan mengatur masyarakat sehingga semua
tingkah laku masyarakat harus didasarkan kepada aturan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Azra, Azyumardi. 2002. Reposisi Hubungan Agama dan Negara. Jakarta: Kompas.

Syamsuddin, Din. 1999. Usaha Pencarian konsep Negara. Bandung: Pustaka Hidayah.

K. Sukardji. 1993. Agama-Agama yang Berkembang di Dunia dan pemeluknya. Bandung:


Angkasa.

Anda mungkin juga menyukai