Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

Keperawatan Bencana
Dosen : Ns Olvin Manengkey S.Kep M.Kes

DISUSUN OLEH

NAMA : AFELIA DANDEL


KELAS : A'1 KEPERAWATAN / VII
NIM : 1814201024

FAKULTAS KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN INDONESIA
MANADO
2021

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas penyertaannya sehingga
saya dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Penilaian sistematis Sebelum, Saat dan
Setelah Bencana” tanpa melewati batas waktu yang telah ditentukan. Saya juga menyadari
makalah ini masih belum sempurna, baik dari isi maupun sistematika penulisannya, maka dari itu
saya berterimakasih apabila ada kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah
ini.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya Program Studi
Ilmu Keperawatan nantinya.

Manado, 22 Sep 2021

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………………………….
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………………………………….
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang…………………………………………………………………………………………………….
B.Rumusan Masalah………………………………………………………………………………………………..
C. Tujuan Penulisan…………………………………………………………………………………………………
BABII PEMBAHASAN
A. Penilaian Sistematis Sebelum, Saat setelah Bencana pada Korban, Survivor, Populasi Rentan
dan Berbasis Komunitas dan Persiapan dan Mitigasi bencana………………………………………..
BABIII PENUTUP
A. Kesimpulan……………………………………………………………………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Bencana alam adalah konsekuensi dari kombinasi aktivitas alami dan aktivitas
manusia, seperti letusan gunung, gempa bumi dan tanah longsor. Karena ketidakberdayaan
manusia, akibat kurang baiknya manajemen keadaan darurat, sehingga menyebabkan kerugian
dalam bidang keuangan dan struktural, bahkan sampai kematian. Kerugian yang dihasilkan
tergantung pada kemampuan utnuk mencegah atau menghindari bencana dan daya tahan mereka.
Pemahaman ini berhubungan dengan pernyataan. Demikian, aktivitas alam yang berbahaya tidak
akan menjadi bencana alam di daerah tanpa ketidakberdayaan manusia, misalnya gempa bumi di
wilayah tak berpenghuni. Konsekuensinya, pemakaian istilah ‘’alam’’ juga ditentang karena
peristiwa tersebut bukan bahayanya sendiri, mulai dari kebakaran, yang mengancam bangunan
individual, sampai peristiwa tubrukan meteor besar yang berpotensi mengakhiri peradaban umat
manusia.
Tujuan dari pengembangan sistem peringatan dini yang berbasis masyarakat adalah untuk
memberdayakan individu dan masyarakat yang terancam bahaya untuk bertindak dalam waktu
yang cukup dan dengan cara-cara yang tepat untuk mengurangi kemungkinan terjadinya korban
luka, hilangnya jiwa, serta rusaknya harta benda dan lingkungan.
Konsep ketahanan bencana merupakan evaluasi kemampuan sistem dan infrastruktur dan
mendeteksi, mencegah dan menangani tantangan-tantangan serius yang hadir. Dengan 3
demikian meskipun daerah tersebut rawan bencana dengan jumblah penduduk yang besar jika
diimbangi dengan ketetahanan terhadap bencana yang cukup. Terjadinya bencana alam tidak
dapat di prediksi. Oleh karena itu, dibutuhkan surveilans untuk meminimalisir kerusakan dan
korban. Surveilans bencana dilakukan sebelum bencana terjadi, saat bencana dan sesudah
terjadinya bencana.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana konsep penilaian sistematis sebelum, saat dan setelah bencana
C. Tujuan Penulisan
a) Tujuan umum
Mengetahui kegiatan penilaian yang dilakukan pada sebelum, saat dan setelah bencana
hingga melakukan surveilans bencana.
b) Tujuan khusus
1. Mengetahui penilaian sebelum bencana
2. Mengetahui penilaian saat bencana
3. Mengetahui penilaian setelah bencana

BAB II
PEMBAHASAN
A. Penilaian Sistematis Sebelum, Saat, dan setelah Bencana pada korban, Survivor, Populasi
Rentan dan Berbasis Komunitas Pengertian Penilaian Sistematis

Menurut Eko Putro Widoyoko, 2012: 3, Penilaian ialah sebagai kegiatan menafsirkan data
hasil pengukuran berdasarakan kriteria dan aturan-aturan tertentu. Penilaian memberikan
informasi lebih konprehensif dan lengkap dari pada pengukuran, karena tidak hanya
menggunakan instrumen tes saja, melainkan menggunakan teknik non tes lainnta. Penilaian
merupakan kegiatan mengambil keputusan dalam menentukan berdasarkan krtiteria baik dan
brurk serta bersifat kualitatif.
Sistematis adalah bentuk usaha menguraikan serta merumuskan sesuatu hal dalam konteks
hubungan yang logis serta teratur sehingga membentuk system secara menyeluruh, utuh dan
terpadu yang mampu menjelaskan bergbagai rangkaian sebab yang terkait suatu objek tertentu.
(Abdulkadir Muhammad : 2004)
Jadi pnilaian sistematis adalah kegiatan dan proses pengumpulan data dan informasi yang
bersifat kualitatif yang disusun secara berurutan, utuh dan terpadu untuk menjelaskan berbagai
rangkaian sebab akibat terkait suatu objek tertentu.
Penilaian sistematis pada bencana ialah kegiatan mengumpulkan data dan informasi yang
berkaitan dengan bencana yang termasuk didalamnya bentuk bencana, lokasi, dampak, korban,
dan usaha menghadapi bencana sebelum, saat dan setelah terjadinya bencana. Penilaian
sistematis ini disusun untuk memberikan gambaran mengenai resiko dan dampak yang akan
dialami jika terjadi bencana.
1. Penilaian sebelum bencana pada korban, survivor, populasi rentan dan berbasis
masyarakat.
Berdasarkan pengamatan selama ini, kita lebih banyak melakukan kegiatan pasca bencana
(post event) berupa emergency response dan recovery daripada kegiatan sebelum bencana
berupa disaster reduction/mitigation dan disaster preparedness. Padahal, apabila kita
memiliki sedikit perhatian terhadap kegiatan-kegiatan sebelum bencana, kita dapat mereduksi
potensi bahaya/ kerugian (damages) yang mungkin timbul ketika bencana.
Kegiatan-kegiatan pada tahap pra bencana erat kaitnya dengan istilah mitigasi bencana
yang merupakan upaya untuk meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh bencana.
Mitigasi bencana mencakup baik perencanaan dan pelaksanaan tindakan-tindakan untuk
mengurangi resiko-resiko dampak dari suatu bencana yang dilakukan sebelum bencana itu
terjadi, termasuk kesiapan dan tindakan pengurangan resiko jangka panjang.
Upaya mitigasi dapat dilakukan dalam bentuk mitigasi struktur dengan memperkuat
bangunan dan infrastruktur yang berpotensi terkena bencana, seperti membuat kode
bangunan, desain rekayasa, dan konstruksi untuk menahan serta memperkokoh struktur
ataupun membangun struktur bangunan penahan longsor, penahan dinding pantai, dan lain-
lain. Selain itu upaya mitigasi juga dapat dilakukan dalam bentuk non struktural, diantaranya
seperti menghindari wilayah bencana dengan cara membangun menjauhi lokasi bencana yang
dapat diketahui melalui perencanaan tata ruangan dan wilayah serta dengan memberdayakan
masyarakat dan pemertintah daerah.
a. Mitigasi bencana yang efektif harus memiliki tiga unsur utama, yaitu penilaian
bahaya, peringatan dan persiapan
1. Penilaian bahaya (hazard)
Dilihat dari potensi bencana yang ada, Indonesia merupakan negara dengan
potensi bahaya (hazard potency) yang sangat tinggi dan beragam baik berupa
bencana alam, bencana ulah manusia ataupun kedaruratan kompleks. Beberapa
potensi tersebut antara lain adalah gempa bumi, tsunami, letusan gunung api,
banjir, tanah longsor, kekeringan, kebakaran lahan dan hutan, kebakaran
perkotaan dan permukiman, angin badai, wabah penyakit, kegagalan teknologi
dan konflik sosial. Potensi bencana yang ada di Indonesia dapat dikelompokan
menjadi 2 kelompok utama, yaitu potensi bahaya utama (main hazrad) dan potensi
bahaya iktan (collateral hazard).

Potensi bahaya utama (main hazard potency) ini dapat dilihat antara lain pada
peta rawan bencana gempa di Indonesia yang menunjukkan bahwa Indonesia
adalah wilayah dengan zona-zona gempa yang rawan, peta kerentanan bencana
tanah longsor, peta daerah bahaya bencana ltusan gunung api, peta potensi
bencana tsunami, peta potensi bencana banjir, dan lain-lain.
Penilaian risiko bencana / bahaya dibedakan berdasarkan karakteristik utama
yaitu :
• Penyebab : alam atau ulah manusia
• Fekuensi : berapa sering terjadinya
• Durasi : beberapa durasinya terbatas seperti pada ledakan sedang lainnya
mungkin lebih lama seperti banjir dan epidemic
• Kecepatan oneset : bisa muncul mendadak hingga sedikit atau tidak ada
pemberitahuan yang bisa diberikan atau bertahap seperti pada banjir
(kecuali banjir bandang)
• Luasnya dampak : bisa terbatas dan mengenai hanya area tertentu atau
kelompok masyarakat tertentu atau menyeluruh mengenai masyarakat luas
mengakibatkan kerusakan merata pelayanan dan fasilitas.
• Potens merusak : kemampuan penyebab bencana menimbulkan tingkat
kerusakan tertentu (berat, sedang atau ringan)

2) Peringatan (warning)
Setelah mendapat pemetaan daerah rawan bencana selanjutnya dibutuhkan system
peringatan dini (Early Waming System) melalui BMKG. Sistem Peringatan Dini (Early
Waming System) merupakan serangkaian sistem untuk memberitahukan akan timbulnya
kejadian alam, dapat berupa bencana maupun tanda-tanda alam lainnya. Peringatan dini
pada masyarakat atas bencana merupakan tindakan memberikan informasi dengan bahasa
yang mudah dicerna oleh masyarakat.
Hal-hal yang perlu dinilai dalam proses peringatan/warning sebelum bencana adalah
 Tersedianya system dan akses komunikasi yang memadai dan mencakup seluruh
daerah khususnya didaerah resiko tinggi bencana alam seperti daerah yang
dilewati lempeng/patahan pemicu gempa dan tsunami, daratan tinggi yang rawan
longsor, dan daerah dataran rendah yang berdekatan dengan sungai yang rawan
banjir bandang.
 Pengetahuan masyarakat dalam menerima informasi bencana yang akan terjadi
yang termasuk didalamnya menjangkau tempat perlindungan yang aman
secepatnya setelah peringatan diberikan.
 System sensor pendeteksi (peralatan EWS) gempa, tsunami dan letusan gunung
berapi yang dipasang di daerah patahan.
3) Persiapan (perparedness)
Persiapan rencana untuk bertindak ketika terjadi (atau kemungkinan akan
terjadi) bencana. Kegiatan kategori ini tergantung kepada unsur mitigasi
sebelumnya (penilaian bahaya dan peringatan), yang membutuhkan pengetahuan
tentang daerah yang kemungkinan terkena bencana dan pengetahuan tentang
sistem peringatan untuk mengetahui kapan harus melakukan evakuasi dan kapan
saatnya kembali ketika situasi telah aman. Penilaian dalam kegiatan persiapan ini
meliputi:
 Tersedianya jalur evakuasi yang jelas dan bisa dijangkau oleh
masyarakat.
 Fasilitas pelayanan public terutama fasilitas kesehatan yang akan
menjadi tempat rujukan bila terjadinya benccana.
 Kesiapan dan pengetahuan masyarakat di daerah rawan bencana dalam
menghadapi dan menyelamatkan diri saat terjadinya bencana.

b. Pemahaman Tentang Kerentanan Masyarakat Kerentanan (vulnerability) adalah


keadaan atau sifat/perilaku manusia atau masyarakat yang menyebabkan
ketidakmampuan menghadapi bahaya atau ancaman.
Penilaian keretanan ini dapat berupa :
1. Kerentana Fisik
Secara fisik bentuk kerentanan yang dimiliki masyarakat berupa daya tahan
menghadapi bahaya tertentu, misalnya: kekuatan bangunan rumah bagi
masyarakat yang berada di daerah rawan gempa, adanya tangguk pengaman banjir
bagi masyarakat yang tinggal di bantaran sungai dan sebagainya.

2. Kerentanan Ekonomi
Kemampuan ekonomi suatu individu atau masyarakat sangat menentukan
tingkat kerentanan terhadap ancaman bahaya. Pada umumnya masyarakat atau
daerah yang miskin atau kurang mampu lebih rentan terhadap bahaya, karena
tidak mempunyai kemampuan finansial yang memadai untuk melakukan upaya
pencegahan atau mitigasi bencana.
3. Kerentanan Sosial
Kondisi sosial masyarakat juga mempengaruhi tingkat kerentanan terhadap
ancaman bahaya. Dari segi pendidikan, kekurangan pengetahuan tentang bahaya
dan bencana akan mempertinggi tingkat kerentanan, demikian pula tingkat
kesehatan masyarakat yang rendah juga mengakibatkan rentan menghadapi
bahaya.
4. Kerentanan Lingkungan
Lingkungan hidup suatu masyarakat sangat mempengaruhi kerentanan.
Masyarakat yang tinggal di daerah yang kering dan sulit air akan selalu terancam
bahaya kekeringan. Penduduk yang tinggal di lereng bukit atau pegunungan
rentan terhadap ancaman bencana tanah longsor dan sebagainya.

2) Penilaian saat bencana


Terhadap paling krusial dalam sistem manajemen bencana adalah saat bencana
sesungguhnya terjadi. Mungkin telah melalui proses peringatan dini, maupun tanpa peringatan
atau terjadi secara tiba-tiba. Oleh karena itu diperlukan langkah-langkah seperti tanggap darurat
untuk dapat mengatasi dampak bencana dengan cepat dan tepat agar jumlah korban atau
kerugian dapat diminimalkan.
Tanggapan darurat bencana adalah serangkaian yang dilakukan dengan segera pada saat
kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan
penyelamatan, serta pemulihan sarana prasarana. Tindakan ini dilakukan oleh tim
penanggulangan bencana yang dinentuk dimasing-masing dareah atau organisasi.
Menurut PP No. 11, Langkah-langkah yang dilakukan dalam kondisi tanggapan darurat
antara lain :
a. Pengkajian sceara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan sumberdaya, sehingga
dapat diketahui dan perkiraan tingkat kerusakannya.
b. Penentuan status keadaann darurat bencana.
c. Berdasarkan penilaian awal dapat diperkirakan tingkat bencana sehingga dapat pula
ditentukan status keadaan darurat.
1. Penilaian Korban
Penilaian awal korban cedera kritis akibat cedera multipel merupakan tugas yang
menantang, dan tiap menit bisa hidup atau mati. Penilaian awal mencakup protokol
persiapan, triase, survei primer, resusitasi-stabilisasi, survei sekunder dan tindakan definitif
atau transfer ke RS sesuai.
Triase adalah proses khusus memilah pasien berdasarakan beratnya cedera atau
penyakit (berdasarkan yang paling mungkin akan mengalami perburukan klinis segera) untuk
menentukan prioritas perawatan gawat darurat medik serta prioritas transportasi (berdasarkan
ketersediaan sarana untuk tindakan).
Saat ini tidak ada standar nasional baku untuk triase. Metode triase yang dianjurkan
bisa secara METTAG (Triase tagging system) atau sistim triase Penentuan Lapangan START
(Simple Triage And Rapid Transportation). Terbatasnya tenaga dan sasaran transportasi saat
bencana mengakibatkan kombinasi keduanya lebih layak digunakan.
a) Tag Triase
Tag (label berwarna dengan from data pasien) yang dipakai oleh petugas triase untuk
mengidentifikasi dan mencatat kondisi dan tindakan medik terhadap korban.
Triase dan pengelompokan berdasarkan tagging.
• Prioritas Nol (Hitam) : Pasien mati atau cedera fatal yang jelas dan tidak mungkin
diresusutasi.
• Prioritas Pertama (Merah) : Pasien cedera berat yang memerlukan penilaian cepat
serta tindakan medik dan transport segera untuk teteap hidup (misal : gagal nafas,
cedera torako-abdominal
• Prioritas Kedua (Kuning) : Pasien memerlukan bantuan, namun dengan cedera yang
kurang berat dan dipastikan tidak akan mengalami ancaman jiwa dalam waktu dekat.
• Prioritas Ketiga (Hijau) : Pasien dengan cedera minor yang tidak membutuhkan
stabilisasi segera.
• Sebagai protokol yang kurang praktis membedakan prioritas 0 sebagai prioritas
keempat (Biru) yaitu kelompok kornan dengan cedera atau penyakit kritis dan
berpotensi fatal.
• Prioritas Kelima (Putih) yaitu kelompok yang sudah pasti tewas.
b) Triase Sistem Penuntun Lapangan START
Berupa penilaian pasien 60 detik dengan mengamati ventilasi, perfusi, dan status
mental.
c) Triase Sistem Kombinasi METTAG dan START
Sistem METTAG atau sistim tagging dengan kode warna yang sejenis bisa digunakan
sebaian dari penuntun Lapangan START. Resusitasi di ambulasi atau di area Tindakan Utama
sesuai keadaan penilaian di tempat dan prioritas TRIASE ditentukan oleh jumlah korban dan
parahnya sedera.
2) Penilaian Lingkungan
Bencana menyebabkan kerusakan yang serius termasuk didalamnya akibat fenomena alam
luar biasa atau disebabkan oleh ulah manusia yang menyebabkan timbulnya korban jiwa,
kerugian material dan kerusakan lingkungan yang dampaknya melampaui kemampuan
masyarakat
Adapun penilaian lingkungan pada saat terjadi bencana adalah :
a. Daerah rawan yang kemungkinan akan terjadi bencana susulan. Seperti tsunami
setelah gempa.
b. Tempat pengungsian yang aman untuk pertolongan pertama pada korban bencana
3) Penilaian setelah bencana
Penilaian kerusakan, kerugian dan kebutuhan sumber daya dilakukan pada minggu
terakhir masa tanggap darurat atau setelah masa tanggap darurat oleh karena itu diperlukan suatu
acuan dalam melakukan penilaian kerusakan, kerugian serta kebutuhan pasca bencana.
a) Kerusakan dihitung sebagai pengganti nilai aset fisik yang rusak total atau sebagian
b) Kerugian secara ekonomi yang timbul akibat adanya aset yang rusak sementara
c) Dampak yang dihasilkan pada pasca bencana kinerja makro-ekonomi, dengan referensi
khusus untuk pertumbuhan ekonomi/GDP, neraca pembayaran dan situasi fisikal pemerintah.

 Persiapan bencana
Persiapan bencana merupakan satu set doktrin untuk menyiapkan masyarakat untuk
menghadapi bencana alam atau buatan-manusia. Pertolongan bencana adalah sub-himpunan
dari doktrin ini yang berpusat pada usaha pertolongan. Hal ini biasanya adalah kebijakan
pemerintah diambil dari pertahanan sipil untuk menyiapkan masyarakat sipil persiapan
sebelum bencana terjadi.
Artikel ini mencakup kesiapan sipil dan pribadi, karena mereka bekerja sama. Namun,
kesiapan sipil jauh lebih murah dan lebih berguna, meskipun lebih sulit direncanakan.
Berhadapan dengan bencana ada empat kegiatan: mitigasi, kesiapan, tanggapan, dan
penormalan kembali.
 Mitigasi bencana
Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui
pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman
bencana (Pasal 1 ayat 6 PP No 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan
Bencana). Mitigasi didefinisikan sebagai upaya yang ditujukan untuk mengurangi dampak
dari bencana, Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik
melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi
ancaman bencana (UU No 24 Tahun 2007, Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1 angka 9) (PP No
21 Tahun 2008, Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1 angka 6).
Mitigasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf c dilakukan untuk mengurangi risiko
bencana bagi masyarakat yang berada pada kawasan rawan bencana (UU No 24 Tahun 2007
Pasal 47 ayat (1))
Mitigasi bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf c dilakukan untuk
mengurangi risiko dan dampak yang diakibatkan oleh bencana terhadap masyarakat yang
berada pada kawasan rawan bencana (PP No 21 Tahun 2008 Pasal 20 ayat (1)) baik bencana
alam, bencana ulah manusia maupun gabungan dari keduanya dalam suatu negara atau
masyarakat. Dalam konteks bencana, dekenal dua macam yaitu (1) bencana alam yang
merupakan serangkaian peristiwa bencana yang disebabkan oleh faktor alam, yaitu berupa
gempa, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan tanah longsor, dll. (2)
bencana sosial merupakan suatu bencana yang diakibatkan oleh manusia, seperti konflik
social, penyakit masyarakat dan teror. Mitigasi bencana merupakan langkah yang sangat
perlu dilakukan sebagai suatu titik tolak utama dari manajemen bencana. Ada empat hal
penting dalam mitigasi bencana, yaitu:

a) Tersedia informasi dan peta kawasan rawan bencana untuk tiap jenis bencana.
b) Sosialisasi untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat dalam menghadapi
bencana, karena bermukim di daerah rawan bencana.
c) Mengetahui apa yang perlu dilakukan dan dihindari, serta mengetahui cara penyelamatan
diri jika bencana timbul, dan
d) Pengaturan dan penataan kawasan rawan bencana untuk mengurangi ancaman bencana.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penilaian sistematis adalah kegiatan dan proses pengumpulan data data dan informasi
yang bersifat kualitatif yang disusun secara berurutan, utuh dan terpadu untuk menjelaskan
berbagai rangkaian sebab aktibat terkait suatu objek tertentu.
Tanggapa darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada
saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi
kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta, benda, pemenuhan kebutuhan dasar,
perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan sarana prasarana.
Tindakan ini dilakukan oleh tim penanggulangan bencana yang dibentuk dimasing-masing
daerah atau organisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulkadir Muhammad : 2004 Penilaian Sistematis Terhadap Bencana
BNPB (2010) Peraturan kepala Badan nasional Penanggulangan Bencana Nomor 02 tahun 2010
tentang pedoman umum pengkajian resiko bencana
Eko putro widoyoko,2012 penilaian sistematis sebelum,saat dan setelah bencana
UNDP (2010) Disaster Risk Assesment www.undp org

Anda mungkin juga menyukai