Circulation
a. Konsep Sirkulasi
Sirkulasi adalah nama singkat yang berarti peredaran darah. Sebenarnya yang
dimaksud adalah jantung dan semua pembuluh darah, baik pembuluh darah nadi (sistem
arteri) maupun pembuluh darah balik (sistem vena). Kegagalan pada sistem jantung dan
pembuluh darah ini dapat berakibat fatal, kadang – kadang dalam bilangan detik. Kita
semua mendengar seseorang yang sedang mengerjakan sesuatu, jatuh, lalu meninggal. Ini
kerapkali disebabkan gangguan jantung yang mematikan. Tindakan yang cepat dan tepat
oleh seorang penolong mungkin akan menghindarkan penderita dari kematian. Sirkulasi
yang adekuat menjamin distribusi oksigen ke jaringan dan pembuangan karbondioksida
sebagai sisa metabolisme. Sirkulasi tergantung dari fungsi sistem kardiovaskuler.
1. Sebagai rentetan kegiatan yang meliputi kemampuan jantung memompa darah yang
telah mengandung O2 dari jantung menuju ke sel dan jaringan sehingga kebutuhan sel
dan jaringan akan O2 terpenuhi ( perfusi jaringan ).
2. Pertukaran ( dan nutrisi ) terjadi di mikro sirkulasi untuk kemudian darah kembali ke
jantung melalui pembuluh vena.
1. Diagnosis shock secara cepat dapat ditegakkan dengan tidak teraba atau
melemahnya nadi radialis/nadi karotis, pasien tampak pucat, ekstermitas teraba
dingin,berkeringat dingin dan memanjangnya waktu pengisian kapiler (capilary refill
time > 2 detik)
2. Diagnosis henti jantung ditegakkan dengan tidak adanya denyut nadi karotis dalam
waktu 5 – 10 detik. Henti jantung dapat disebabkan kelainan jantung (primer) dan
kelainan di luar jantung (sekunder) yang harus segera dikoreksi.
Note:
b. Shock
Anafilaktik
Penyebab:
reaksi
anafilaksis
berat
Diagnosis:
tanda-tanda
shock
dengan
riwayat
adanya
alergi (makanan, sengatan binatang dan lain-lain) atau setelah pemberian
obat.
Tindakan:
A : Airway. Pertahankan jalan nafas
B : Breathing. Beri oksigen
C : Raba karotis, posisi shock, pasang infus kristaloid (RL). Berikan
epineprin (adrenalin)intra muskuler dengan dosis sesuai dengan gejala
klinis yang tampak (0,25 mg, 0,5 mg) atau 1 mg = 1 ampul bila ternyata
jantung tidak berdenyut.
Catatan: tidak semua kasus hipotensi adalah tanda-tanda syok, tapi denyut
nadi abnormal, irama jantung abnormal dan bradikardia biasanya
merupakan tanda hipotensi
c. Shock Septik
Penyebab : karena proses infeksi berlanjut
Diagnosa :
1) Fase dini tanda klinis hangat, vasodilatasi
2) fase lanjut tanda klinis dingin, vasokontriksi.
Tindakan: ditujukan agar tekanan sistolik > 90-100 mmHg (Mean Arterial
Pressure 60 mmHg).
1) Tindakan awal
Infus cairan kristaloid, pemberian antibiotik, membuang sumber
infeksi (pembedahan)
2) Tindakan lanjut
Penggunaan cairan koloid lebih baik dengan diberikan vasopresor
(Dopamin ata kombinasi dengan Noradrenalin)
d. Shock Kardiogenik
Penyebab : dapat terjadi pada keadaan-keadaan antara lain kontusio
jantung, tamponade jantung, tension pneumotoraks
Diagnosis : hipotensi disertai gangguan irama jantung (bisa berupa
bradiaritmia seperti blok AV atau takiaritmia seperti SVT, VT), mungkin
terdapat peninggian JVP, dapat disebabkan oleh tamponade jantung
(bunyi jantung menjauh atau redup dan tension pneumotoraks (hipersonor
dan pergeseran trakea)
Tindakan :
1) pemasangan jalur intravena dengan cairan kristaloid (batasi jumlah
cairan)
2) pada aritmia berikan obat-obatan inotropik
3) perikardiosintesis untuk tamponade jantung dengan monitoring EKG
4) pemasangan jarum torakosintesis pada ICS II untuk tension
pneumotoraks
d. Luka Bakar
Luka bakar bisa berasal dari berbagai sumber, dari api, matahari, uap,
listrik, bahan kimia, dan cairan atau benda panas. Luka bakar bisa saja hanya
berupa luka ringan yang bisa diobati sendiri atau kondisi berat yang mengancam
nyawa yang membutuhkan perawatan medis yang intensif (PRECISE, 2011).
1. Klasifikasi
a. Berdasarkan penyebab
a) Luka bakar termal
Luka bakar yang biasanya mengenai kulit. Luka bakar ini bisa
disebabkan oleh cairan panas, berkontak dengan benda padat panas,
terkena lilin atau rokok, terkena zat kimia, dan terkena aliran listrik.
b) Luka bakar inhalasi
Luka bakar yang disebabkan oleh terhirupnya gas yang panas, cairan
panas atau produk berbahaya dari proses pembakaran yang tidak
sempurna. Luka bakar ini penyebab kematian terbesar pada pasien luka
bakar.
b. Berdasarkan derajat luka dan kedalamnnya
a) Luka bakar grade I
a. Disebut juga luka bakar superficial
b. Mengenai lapisan luar epidermis, tetapi tidak sampai mengenai
daerah dermis. Sering disebut sebagai epidermal burn
c. Kulit tampak kemerahan, sedikit oedem, dan terasa nyeri.
d. Pada hari ke empat akan terjadi deskuamasi epitel (peeling)
b) Luka bakar grade II
a. Superficial partial thickness:
1) Luka bakar meliputi epidermis dan lapisan atas dari dermis
2) Kulit tampak kemerahan, oedem dan rasa nyeri lebih berat
daripada luka bakar grade I
3) Ditandai dengan bula yang muncul beberapa jam setelah terkena
luka
4) Bila bula disingkirkan akan terlihat luka bewarna merah muda
yang basah
5) Luka sangat sensitive dan akan menjadi lebih pucat bila terkena
tekanan
6) Akan sembuh dengan sendirinya dalam 3 minggu (bila tidak
terkena infeksi ), tapi warna kulit tidak akan sama seperti
sebelumnya.
b. Deep partial thickness:
1) Luka bakar meliputi epidermis dan lapisan dalam dari dermis
2) Disertai juga dengan bula
3) Permukaan luka berbecak merah muda dan putih karena
variasi dari vaskularisasi pembuluh darah ( bagian yang
putih punya hanya sedikit pembuluh darah dan yang merah
muda mempunyai beberapa aliran darah
4) Luka akan sembuh dalam 3-9 minggu
c) Luka bakar grade III
1) Menyebabkan kerusakan jaringan yang permanen
2) Rasa sakit kadang tidak terlalu terasa karena ujung-ujung saraf
dan pembuluh darah sudah hancur
3) Luka bakar meliputi kulit, lemak subkutis sampai mengenai otot
dan tulang.
c. Berdasarkan berat ringannya
a. Luka bakar ringan, yakni luka bakar derajat I seluas <10% atau derajat II
seluas <2%.
b.Luka bakar sedang, yakni luka bakar derajat I seluas 10-15% atau derajat
II seluas 5-10%
c. Luka bakar berat, yakni luka bakar derajat II seluas >20% atau derajat III
seluas >10%
Untuk menentukan luas luka bakar tubuh dibagi berdasarkan rumus Rule of
Nine yang meliputi :
1. Dewasa
a. Kepala dan leher : 9%
b. Lengan kiri % kanan (2x9%) : 18 %
c. Badan depan : 18 %
d. Badan belakang : 18 %
e. Tungkai kanan & kiri (2x18%) : 36 %
f. Genitalia / perineum :1%
Jumlah 100 %
2. Anak
a. Kepala depan :9%
b. Kepala belakang :9%
c. Badan depan sisi kanan :9%
d. Badan depan sisi kiri :9%
e. Badan belakang sisi kanan :9%
f. Badan belakang sisi kiri :9%
g. Tangan kanan :9%
h. Tangan kiri :9%
i. Kaki kanan : 14%
j. Kaki kiri : 14 %
- Separuh dari jumlah cairan ini diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya 16
jam berikutnya. Dihitung mulai dari jam terjadinya kecelakaan luka bakar.
- Hari pertama terutama diberikan elektrolit (RL) karena terjadi deficit ion
Na dan hari kedua diberikan setengah cairan hari pertama.
Contoh :
Seseorang dewasa dengan BB 50 kg dan luas luka bakar 20%.
Cairan yang dibutuhkan 20 x 50 x 4 cc = 4000 cc
Hari pertama 8 jam pertama = 2000 cc
16 jam berikutnya = 2000 cc
Hari kedua ½ dari hari pertama = 2000 cc
Hari ketiga ½ dari hari kedua = 1000 cc
e. Terapi Cairan
Tindakan yang dilakukan dengan cairan untuk mengatasi syok dan volume
cairan yang hilang akibat atau dehidrasi.
1. Tujuan
Tujuannya untuk menggantikan volume cairan tubuh yang hilang sebelumnya,
menggantikan cairan hilang yang sedang berlangsung dan mencukupi
kebutuhan cairan sehari.
2. Jalur masuk cairan
a. Enteral : oral atau lewat pipa nasogastric
b. Parenteral : lewat jalur pembuluh darah vena
c. Intraoseous : pada pasien balita
3. Jenis cairan
a. Enteral : oralit (oral rehidration solution)
b. Parenteral : kristaloid, koloid, tranfsi
Secara garis besar, cairan intravena dibagi menjadi dua, yaitu cairan
kristaloid dan koloid.
a. Cairan Kristaloid
Kristaloid berisi elektrolit (contoh kalium, natrium, kalsium, klorida).
Kristaloid tidak mengandung partikel onkotik dan karena itu tidak terbatas
dalam ruang intravascular dengan waktu paruh kristaloid di intravascular
adalah 20-30 menit. Beberapa peneliti merekomendasikan untuk setiap 1 liter
darah, diberikan 3 liter kristaloid isotonik. Kristaloid murah, mudah dibuat,
dan tidak menimbulkan reaksi imun. Larutan kristaloid adalah larutan primer
yang digunakan untuk terapi intravena prehospital. Tonisitas kristaloid
menggambarkan konsentrasi elektrolit yang dilarutkan dalam air,
dibandingkan dengan yang dari plasma tubuh. Ada 3 jenis tonisitas kritaloid,
diantaranya :
a) Isotonis.
Ketika kristaloid berisi sama dengan jumlah elektrolit plasma, ia
memiliki konsentrasi yang sama dan disebut sebagai “isotonik” (iso,
sama; tonik, konsentrasi). Ketika memberikan kristaloid isotonis, tidak
terjadi perpindahan yang signifikan antara cairan di dalam intravascular
dan sel. Dengan demikian, hampir tidak ada atau minimal osmosis.
Keuntungan dari cairan kristaloid adalah murah, mudah didapat, mudah
penyimpanannya, bebas reaksi, dapat segera dipakai untuk mengatasi
deficit volume sirkulasi, menurunkan viskositas darah, dan dapat
digunakan sebagai fluid challenge test. Efek samping yang perlu
diperhatikan adalah terjadinya edema perifer dan edema paru pada
jumlah pemberian yang besarContoh larutan kristaloid isotonis: Ringer
Laktat, Normal Saline (NaCl 0.9%), dan Dextrose 5% in ¼ NS.
b) Hipertonis
Jika kristaloid berisi lebih elektrolit dari plasma tubuh, itu lebih
terkonsentrasi dan disebut sebagai “hipertonik” (hiper, tinggi, tonik,
konsentrasi). Administrasi dari kristaloid hipertonik menyebabkan cairan
tersebut akan menarik cairan dari sel ke ruang intravascular. Efek larutan
garam hipertonik lain adalah meningkatkan curah jantung bukan hanya
karena perbaikan preload, tetapi peningkatan curah jantung tersebut
mungkin sekunder karena efek inotropik positif pada miokard dan
penurunan afterload sekunder akibat efek vasodilatasi kapiler viseral.
Kedua keadaan ini dapat memperbaiki aliran darah ke organ-organ vital.
Efek samping dari pemberian larutan garam hipertonik adalah
hipernatremia dan hiperkloremia. Contoh larutan kristaloid hipertonis:
Dextrose 5% dalam ½ Normal Saline, Dextrose 5% dalam Normal
Saline, Saline 3%, Saline 5%, dan Dextrose 5% dalam RL
c) Hipotonis
Ketika kristaloid mengandung elektrolit lebih sedikit dari plasma dan
kurang terkonsentrasi, disebut sebagai “hipotonik” (hipo, rendah; tonik,
konsentrasi). Ketika cairan hipotonis diberikan, cairan dengan cepat akan
berpindah dari intravascular ke sel. Contoh larutan kristaloid hipotonis:
Dextrose 5% dalam air, ½ Normal Saline.
b. Cairan Koloid
Cairan koloid mengandung zat-zat yang mempunyai berat molekul tinggi
dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini cenderung bertahan
agak lama dalam ruang intravaskuler. Koloid digunakan untuk resusitasi
cairan pada pasien dengan defisit cairan berat seperti pada syok
hipovolemik/hermorhagik sebelum diberikan transfusi darah, pada penderita
dengan hipoalbuminemia berat dan kehilangan protein jumlah besar
(misalnya pada luka bakar). Cairan koloid merupakan turunan dari plasma
protein dan sintetik yang dimana koloid memiliki sifat yaitu plasma expander
yang merupakan suatu sediaam larutan steril yang digunakan untuk
menggantikan plasma darah yang hilang akibat perdarahan, luka baker,
operasi, Kerugian dari ‘plasma expander’ ini yaitu harganya yang mahal dan
dapat menimbulkan reaksi anafilaktik (walau jarang) dan dapat menyebabkan
gangguan pada cross match.
Berdasarkan jenis pembuatannya, larutan koloid terdiri dari:
1. Koloid Alami yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia ( 5%
dan 25%). Dibuat dengan cara memanaskan plasma 60°C selama 10 jam
untuk membunuh virus hepatitis dan virus lainnya. Fraksi protein plasma
selain mengandung albumin (83%) juga mengandung alfa globulin dan
beta globulin. Selain albumin, aktivator Prekallikrein (Hageman’s factor
fragments) terdapat dalam fraksi protein plasma dan sering menimbulkan
hipotensi dan kolaps kardiovaskuler.
2. Koloid Sintetik
a) Dextran
Koloid ini berasal dari molekul polimer glukosa dengan jumlah
yang besar. Dextrans diproduksi untuk mengganti cairan karena
peningkatan berat molekulnya, sehingga memiliki durasi tindakan
yang lebih lama di dalam ruang intravaskular. Namun, obat ini
jarang digunakan karena efek samping terkait yang meliputi gagal
ginjal sekunder akibat pengendapan di dalam tubulus ginjal,
gangguan fungsi platelet, koagulopati dan gangguan pada cross-
matching darah. Tersedia dalam bentuk Dextran 40
(Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan Dextran 70
(Macrodex) dengan berat molekul 60.000-70.000.
b) Hydroxylethyl Starch (Hetastarch)
Cairan koloid sintetik yang sering digunakan saat ini. Pemberian
500 ml larutan ini pada orang normal akan dikeluarkan 46% lewat
urin dalam waktu 2 hari dan sisanya, yaitu starch yang bermolekul
besar, sebesar 64% dalam waktu 8 hari. Hetastarch nonantigenik
dan jarang dilaporkan adanya reaksi anafilaktoid. Low molecular
weight Hydroxylethyl starch (PentaStarch) mirip Heta starch,
mampu mengembangkan volume plasma hingga 1,5 kali volume
yang diberikan dan berlangsung selama 12 jam. Karena potensinya
sebagai plasma volume expander yang besar dengan toksisitas yang
rendah dan tidak mengganggu koagulasi maka Pentastarch dipilih
sebagai koloid untuk resusitasi cairan jumlah besar
c) Gelatin
Merupakan bagian dari koloid sintesis yang terbuat dari gelatin,
biasanya berasal dari collagen bovine serta dapat memberikan
reaksi. Larutan gelatin adalah urea atau modifikasi succinylated
cross-linked dari kolagen sapi. Berat molekul gelatin relatif rendah,
30,35 kDa, jika dibandingkan dengan koloid lain. Pengangkut
berisi NaCl 110 mmol/l. Efek ekspansi plasma segera dari gelatin
adalah 80-100% dari volume yang dimasukkan dibawah kondisi
hemodilusi normovolemik. Efek ekspansi plasma akan bertahan 1-2
jam. Tidak ada batasan dosis maksimum untuk gelatin. Gelatin
dapat memicu reaksi hipersensitivitas, lebih sering daripada larutan
HES. Meskipun produk mentahnya bersumer dari sapi, gelatin
dipercaya bebas dari resiko penyebaran infeksi. Kebanyakan
gelatin dieskskresi melalui ginjal, dan tidak ada akumulasi jaringan.
kristaloid koloid
cairan yang terdiri dari elektrolit merupakan cairan yang terdiri dari
elektrolit dan makroseluler