Anda di halaman 1dari 23

BREATHING

1.1 Pendahuluan
Airway, breathing, circulation, disability, exposure dapat dipakai dalam
semua kasus emergency agar dapat mempercepat assessment dan tindakan pada
pasien. Tindakan yang dilakukan oleh tim kesehatan secara benar pada masalah
ABCDE dapat memperpendek waktu pertolongan dan meningkatkan angka
keberhasilan (International Jurnal Genearal Medicine, Published online 2012
Jan 31).
Pengelolaan airway dan breathing berfungsi untuk mempertahankan
oksigenasi ke otak dan bagian tubuh lainnya adalah bagian terpenting dalam
penanganan penderita. Tanpa ini, penderita akan meninggal dengan cepat.
Salah satu ventilasi yang paling efektif dapat dicapai dengan teknik bag
valve maks. Penelitian mengesankan bahwa teknik ventilasi satu orang,
menggunakan bag valve mask, kurang efektif dibandingkan dengan Teknik dua
orang. Kedua tangan dari satu petugas dapat digunakan untuk menjamin
kerapatan yang baik. Ventilasi dengan masker dan bagging sebisa mungkin
dilakukan oleh 2 orang penolong.( manual book ATLS 8th).

System respiratorik memiliki 2 fungsi utama:

1. System ini berfungsi menyediakan oksigen bagi sel darah merah yang
kemudian akan membawa oksigen tersebut ke seluruh tubuh. Dalam proses
metabolism aoerobik, sel tubuh menggunakan oksigen sebagai bahan bakar
dan akan memproduksi karbon dioksida sebagai hasil sampingan (manual
book BTCLS 5th).
2. Pelepasan karbondioksida dari tubuh ini merupakan tugas kedua bagi sistem
respiratorik. Ketidakmampuan sistem respiratorik dalam menyediakan oksigen
bagi sel atau melepaskan karbondioksida, akan menimbulkan kematian
(manual book BTCLS 5th).
Pasien wanita bernafas lebih cepat daripada pria. Pada pernafasan normal, setiap
ekspirasi akan diikuti inspirasi dan kemudian istirahat sebentar. Inspirasi-
ekspirasi-istirahat pada bayi yang sakit urutan ini ada kalanya terbalik dan
urutannya menjadi: inspirasi-istirahat-ekspirasi. Hal ini disebut pernapasan
terbalik.

1.2 Pengenalan Masalah Ventilasi

Penentuan adanya jalan nafas yang baik merupakan langkah awal yang
penting, Langkah kedua adalah memastikan bahwa ventilasi cukup. Ventilasi
dapat terganggu karena sumbatan jalan nafas, juga dapat terganggu oleh mekanika
pernafasan atau depresi susunan syaraf pusat. Bila pernapasan tidak bertambah
baik dengan perbaikan jalan napas, maka penyebab lain dari gangguan ventilasi
harus dicari. Trauma langsung ke thorak dapat mematahkan iga, dan
menyebabkan rasa sakit saat bernafas, sehingga nafas menjadi dangkal dan
selanjutnya hipoksemia. Benturan driver mobil ke setir merupakan salah satu
contoh dari mekanisme trauma yang dapat menyebabkan trauma thorak
(manajemen trauma, Prof.Dr.dr.Aryono). Cedera servikal rendah dapat
menyebabkan pernapasan diafragma sehingga dibutuhkan bantuan ventilasi.

1.3 Tanda Objektif Masalah Ventilasi


a. Look :
Perhatikan peranjakan thorax simetris atau tidak. Bila asimetris pikirkan
kelainan intra-torakal atau flail chest. Setiap pernapasan yang sesak harus
dianggap sebagai ancaman terhadap oksigenasi.
b. Listen : Auskultasi kedua paru. Bising napas yang berkurang atau
menghilang pada satu atau kedua hemi thorax menunjukkan kelainan
intratorakal. Berhati-hatilah terhadap takipnea karena kemungkinan
disebabkan oleh hipoksia.
c. Feel : Lakukan perkusi, seharusnya sonor dan sama antara kedua lapang
paru. Bila hipersonor berarti ada pneumothorax, bila pekak berarti ada darah
(hematothorax).
Gambar 1 Look, listen, and feel
1.4 Pengelolaan
Penilaian patensi jalan napas serta cukupnya ventilasi harus dilakukan
dengan cepat dan tepat. Bila ditemukan atau dicurigai gangguan jalan napas atau
ventilasi harus segera mengambil tindakan untuk memperbaiki oksigenasi dan
mengurangi resiko penurunan keadaan. Tindakan ini meliputi teknik menjaga
jalan napas, jalan napas definitif (termasuk surgical airway) dan cara untuk
membantu ventilasi. Karena semua tindakan diatas akan menyebabkan gerakan
pada leher, harus diberikan proteksi servikal, terutama bila dicurigai atau
diketahui adanya fraktur servikal.
1.5 Ventilasi dan Oksigenasi

Tujuan utama dari ventilasi adalah mendapatkan oksigenasi sel yang


cukup dengan cara memberikan oksigen dan ventilasi yang cukup.

1. Oksigenasi

Oksigenasi sebaiknya diberikan melalui suatu masker yang


terpasang baik dengan flow 10-12 liter/menit. Cara memberikan oksigen
lain (nasal kateter, kanul, dan sebagainya) dapat memperbaiki oksigenasi.
Karena perubahan kadar oksigen darah dapat berubah cepat, dan tidak
mungkin dikenali secara klinis, maka harus dipertimbangkan pemakaian
pulse oksimetri bila diduga ada masalah intubasi atau ventilasi. Ini
termasuk pada saat transport penderita luka parah. Nilai normal saturasi O 2
adalah lebih dari 95%.
2. Ventilasi

Ventilasi yang cukup dapat tercapai dengan teknik mouth to face


atau bag-valve-face-mask. Seringkali hanya satu petugas yang
menyediakan, namun hanya lebih efektif bila ada petugas kedua yang
memegang face mask. Intubasi mungkin memerlukan beberapa kali usaha
dan tidak boleh mengganggu oksigenasi. Dengan demikian lebih baik pada
saat mulai intubasi petugas menarik napas dalam dan menghentikan usaha
pada saat petugas harus inspirasi. Bila sudah intubasi, ventilasi dapat
dibantu dengan bagging, atau lebih baik memakai respirator. Dokter harus
waspada terhadap adanya barotrauma (akibat positive pressure ventilation)
yang dapat mengakibatkan pneumothorax atau malah tension
pneumothorax akibat bagging yang terlalu bersemangat.

1.6 Breathing Management (Pengelolaan Fungsi Pernapasan)


Tujuan:
Memperbaiki fungsi ventilasi dengan cara memberikan pernafasan
buatan untuk menjamin kebutuhan oksigen dan pengeluaran gas CO2.
Jalan napas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran gas
yang terjadi pada saat bernapas adalah mutlak untuk pertukaran oksigen dan
mengeluarkan karbondioksida dari tubuh

Tiga Hal yang Harus Dilakukan dalam Breathing:


- Nilai apakah breathing baik
- Ventilasi tambahan apabila breathing kurang adekuat
- Oksigenasi

Menilai Pernapasan:
Petugas yang berpengalaman dalam hitungan detik dapat menilai apakah
pernapasan baik atau tidak. Penderita yang dapat berbicara kalimat panjang,
tanpa ada kesan sesak, umumnya breathing baik.
Pernapasan yang baik adalah pernapasan yang:
1. Frekuensinya normal
 Bayi baru lahir : 30-40 x/menit
 12 bulan : 30 x/menit
 Dari 2-5 tahun : 24 x/menit
 Orang dewasa : 12-20 x/menit
2. Tidak ada gejala dan tanda sesak
3. Pada pemeriksaan fisik baik

Dada penderita harus dibuka untuk melihat pernafasan yang baik. Auskultasi
dilakukan untuk memastikan masuknya udara kedalam kedua paru dengan
mendengarkan bising nafas (jangan lupa sekaligus memeriksa jantung). Perkusi
dilakukan untuk menilai adanya udara (hipersonor) atau darah (dull) dalam rongga
pleura.

Cedera yang dapat mengakibatkan gangguan ventilasi yang berat dan


ditemukan pada saat melakukan survei primer adalah tension pneumothorax, flail
chest dengan kontusio paru, pneumothorax terbuka, dan hematothorax masif.
Kelainan-kelainan diatas harus segera ditangani, untuk menghindari kematian.

Ventilasi tambahan:

Apabila pernapasan tidak adekuat harus dilakukan bantuan pernapasan (assisted


ventilation), Di sebuah UGD sebaiknya membantu pernapasan adalah dengan
memakai Bag-Valve Mask (Ambu Bag) ataupun memakai ventilator.

Oksigen:

Apabila memakai kanul hidung sebaiknya memberikan dengan 5-6 liter/menit,


apabila diperlukan konsentrasi oksigen yang lebih tinggi dapat memakai rebreathing
atau non-rebreathing mask.
Pemeriksaan Fisik

Penilaian : Tentukan bernafas atau tidak

Untuk menilai apakah ada nafas spontan atau tidak : Look Listen Feel.
 Dekatkan telinga diatas mulut dan hidung korban sambil terus
mempertahankan terbukanya jalan nafas
 Perhatikan dada pasien sambil :
- Melihat turun naiknya dada
- Mendengarkan udara yang keluar saat ekspirasi
- Merasakan aliran darah.

Jika gerakan turun naiknya dada tidak didapatkan dan aliran udara keluar
waktu ekspirasi tidak ada, maka pasien dipastikan mengalami gagal nafas. Evaluasi
ini sebaiknya dilakukan dalam waktu 3 – 5 detik. Perlu diperhatikan bahwa meskipun
pasien tampak berusaha bernafas tetapi saat itu jalan nafas masih tertutup maka
pembebasan jalan nafas perlu dilakukan.
Pemeriksaan fisik merupakan salah satu cara menentukan adanya trauma
thorak yang akan menjadi masalah pada pernafasan.

Untuk pemeriksaan fisik meliputi: (ATLS 10th):

A. Inspeksi
Buka baju yang menutup dada pasien. Pemeriksaan paru dilakukan dengan
melihat adanya jejas pada kedua sisi dada, serta ekspansi kedua paru simetris atau
tidak.
B. Palpasi
Palpasi dilakukan dengan kedua tangan memegang kedua sisi dada. Nilai
peranjakan kedua sisi dada penderita apakah teraba simetris atau tidak oleh kedua
tangan pemeriksa. Nilai adanya krepitasi, flail chest, maupun fraktur iga.
C. Perkusi
Dengan mengetukkan jari tengah terhadap jari tengah yang lain yang diletakkan
mendatar di atas dada. Pada daerah paru normalnya berbunyi sonor, pada daerah
jantung berbunyi redup. Pada keadaan pneumothorak akan berbunyi hipersonor,
berbeda dengan paru lainnya. Pada keadaan hemothorak akan berbunyi redup.
D. Auskultasi
Auskultasi dilakukan di kedua sisi dada, dari sisi dada yang sehat (dengarkan
suara paru) dan dengarkan juga bunyi jantung. Letak auskultasi pada 4 tempat
yakni dibawah kedua klavikula (pada garis mid-klavikularis). Dan pada kedua
mid-aksila (kosta 4-5). Bunyi nafas harus sama.

Manifestasi Gangguan Breathing (manual book, ATLS 10th)

Pada pasien trauma waspada terhadap gangguan atau masalah breathing yang
cepat menyebabkan kematian

 Open pneumothorax (terlihat sucking cest wound pada luka) yaitu paru
menghisap udara lewat lubang luka)
 Tension pneumothorax (pasien sangat sesak, trakea bergeser, dan distensi vena
leher)
 Masive hematothorax (perdarahan didalam rongga thorax)
 Flail Chest dengan kontusio paru (perlu definitif)
 Trauma bronkial

Tension Hematothorax Open


Pemeriksaan Flail Chest
Pneumothorax Masiv Pneumothorax
LOOK - Deviasi Trachea Gerak dada - Patah tulang Terlihat sucking
(melihat) - JVP meningkat asimetris (yang iga lebih dari 1 chest wound pada
- Gerak Dada sakit tertinggal) segmental luka
Asimetris (yang - Gerak dada
sakit tertinggal) paradoksal
LISTEN Suara napas Suara napas Suara napas Suara napas
(mendengar) menghilang / menghilang / normal menghilang /
menjauh disisi yang menjauh. menjauh disisi
sakit Menjauh disisi yang sakit
yang sakit
FEEL Hipersonor Redup / dulness Nyeri hebat Hipersonor
(merasakan)
(mengetuk)
TINDAKAN Needle Pemasangan - Analgetik kuat Plester 3 sisi (one
Thorakosintesis ICS thorax drain dan - Plester lebar way valve)
2 Mid Clavicular WSD pada ICS 5 - Narkotik
Line anterior axillary terkuat (Morfin)
line

Tanda Distress Napas:

 Frekuensi > 25 x/menit


 PCH (Pernapasan Cuping Hidung)
 Tracheal Tug
 Retraksi Intercosta
 Sianosis (Tanda Lambat)

Pelaksanaan Pernafasan Buatan


1. Tindakan Tanpa Alat:
Teknik mulut ke mulut (mouth to mouth) ini adalah teknik yang cepat dan
efektif untuk memberikan oksigen pada seorang korban
a. Mulut ke mulut
Cara melakukannya sebagai berikut:
- Pertahankan ”head tilt- chin lift”
- Jepit hidung dengan ibu jari dan jari telunjuk dengan tangan yang
melakukan” head thilt”
- Buka sedikit mulut pasien
- Ambil napas panjang dan tempelkan rapat-rapat bibir penolong melingkari
mulut pasien lalu tiup 1,5-2 detik. Lihat apakah dada terangkat
- Tetap pertahankan head tilt- chin lift”, lepas mulut penolong dari mulut
pasien lihat apakah dada turun waktu ekhalasi
- Ambil napas lagi dan ulangi meniup dan seterusnya. Bila pasien hanya perlu
nafas buatan saja, lakukan nafas buatan tersebut dengan frekuensi 10 – 20 x /
menit
- Volume udara yang berlebihan dapat menyebabkan udara mamasuki lambung
dan menyebabkan distensi abdomen
Gambar 2. Mulut ke mulut

b. Mulut ke hidung
Cara ini dilakukan jika cara mulut ke mulut sulit, misalnya karena pasien
ompong, pasien mengalami luka di mulut, resusitasi dalam air (dimana satu
tangan penolong menopang tubuh sehingga tidak bisa memencet hidung) dan
jika mulut penolong lebih kecil dari mulut pasien.
Cara melakukannya sebagai berikut:
- Katupkan mulut pasien disertai ”chin lift” kemudian tiupkan udara seperti
pernapasan mulut ke mulut. Buka mulut pasien waktu ekshalasi.
- Evaluasi: Tanda-tanda bahwa ventilasi buatan adekuat adalah dada korban
yang terlihat naik turun

Gambar 3. Mulut ke Hidung

2. Tindakan Dengan Alat


Memberikan pernafasan buatan dengan alat “ambu bag” (self inflating
bag). Pada alat tersebut dapat pula ditambahkan oksigen. Pernapasan buatan dapat
pula di berikan dengan menggunakan ventilator mekanik (ventilator/respirator).
a. Mulut ke sungkup :
Hembuskan udara ekshalasi penolong melalui sungkup yang cocok menutup
lubang hidung dan mulut pasien dengan memberikan konsentrasi O2 sebesar
16%.

Gambar 4. Mulut ke Sungkup

b. Menggunakan bag valve mask ( BVM )


Hanya digunakan untuk membantu atau membuatkan pernafasan artinya
oksigen yang berada dalam balonnya harus ditekan sehingga akan masuk ke
paru-paru pasien.
Cek BVM lengkap, ada sungkup yang sesuai :
 Katup pengatur kelebihan tekanan
 Balon tidak bocor
 Katup masuk oksigen atau udara yang umumnya berada dibagian belakang
balon
 Pipa atau balon cadangan oksigen yang dihubungkan dibelakang
 Balon ambu bag

Gambar 4. BVM
c. Menggunakan jackson rees
Perlu oksigen flow ≥ 10 liter / menit akan memberikan konsentrasi O2 100%.
Bila ada perlengkapan yang mendukung boleh digunakan ventilator

Gambar 5. Jackson rees


Terapi Oksigen
Pemberian tambahan oksigen pada pasien agar kebutuhan oksigennya (untuk
kehidupan sel – sel yang mempertanggungjawabkan sempurnanya fungsi organ)
dapat terpenuhi. Terapi oksigen adalah suatu tindakan untuk meningkatkan tekanan
parsial oksigen pada inspirasi yang dapat di lakukan dengan cara:
1. Meningkatkan kadar oksigen inspirasi ( FiO2 )
2. Meningkatkan tekanan oksigen ( hiperbarik )
Secara umum indikasi terapi oksigen adalah :
1. Mencegah terjadinya hipoksia
2. Terapi terhadap hipoksia

Konsentrasi oksigen tergantung dari jenis alat dan flowrate (liter permenit) yang
diberikan. Kondisi pasien menentukan keperluan alat dan konsentrasi oksigen yang
diperlukan.

KONSENTRASI ALIRAN
JENIS ALAT
OKSIGEN OKSIGEN
O2 Udara Sekitar 21% -
Mouth To Mouth/Mask 16% -
Nasal Canul (Nasal Prong) 24-32% 2-4 Lpm
Simple Mask / Masker Sederhana 40-60% 6-8 Lpm
Masker Reservoar:
- Masker Reservoar Rebreathing Mask 80-90% 10 Lpm
(RM) 90-100% 10-12 Lpm
- Masker Reservoar Non – Rebreathing
Mask (NRM) 100% 10-12 Lpm
Jackson Rees 100% 10-12 Lpm
Bag Valve Mask (BVM): 40-60% -
- BVM Dengan O2 Tanpa Reservoar 21% -
- BVM Tanpa O2 Tambahan

PERHATIAN :
 Pemberian oksigen atas indikasi yang tepat
 Waspada pasien muntah, siapkan penghisap
 Pantau pernafasan dan aliran oksigen (LPM)

CATATAN :
 Oksigen menyebabkan mukosa kering
 Pergunakan humidifier pada pemberian O2 > 30 menit
 Terangkan pada pasien apa yang diterapkan

Efek Samping Terapi Oksigen


a. Langsung :
1. Keracunan oksigen
Penggunaan oksigen konsentrasi tinggi dalam waktu lama, tidak berarti tidak
diperbolehkan menggunakan konsentrasi oksigen 100%, kalau memang masih
di perlukan. Setelah hipoksia teratasi secara bertahap konsentrasi oksigen
harus di turunkan serendah mungkin selama saturasi > 96 %.
2. C02 narkosis
Pada pasien COPD, yang mengalami hipoksia, bila di berikan oksigen
konsentrasi tinggi akan kehilangan rangsangan untuk bernapas, sehingga
terjadi penumpukan C02, pada batas tertentu pasien menjadi tak sadar.
3. Retrolenthal fibroplasis, kebutaan, terutama pada bayi premature yang di
berikan oksigen konsentrasi tinggi dalam waktu lama.
4. Gangguan neurologis
5. Gangguan gerakan cilia dan selaput lendir ( mukus blanket )

b. Tak langsung :
1. Nosokomial infeksi
2. Mucus plug
3. Kembung
4. Barotrauma

Prosedur Penggunaan Terapi O2

1. Nasale Canul

Gambar 6. Nassal Cannul


Tujuan:
- Memasang kanule adalah memberikan oksigen pada klien yang
membutuhkan melalui kanule.
- Dilakukan dengan tujuan untuk memberikan oksigen dengan konsentrasi
relatif rendah saat kebutuhan oksigen minimal, memberikan oksigen yang
tidak terputus saat klien makan atau minum.
- Prosedur ini menggunakan prinsip bersih.

Persiapan Alat dan Bahan


Alat :
Baki berisi
1. Tabung oksigen dengan flowmeter
2. Humidifier dengan cairan steril, air distilasi atau air matang sesuai dengan
peraturan rumah sakit
3. Nasal Kanule dan selang O2
Bahan :
1. Sarung tangan bersih
2. Kassa

Intruksi kerja
1. Mengkaji kebutuhan terapi oksigen dan verifikasi perintah pengobatan
2. Menyiapkan klien dan keluarga :
 Mengatur posisi klien jika memungkinkan posisi semifowler jika
memungkinkan.
 Menjelaskan bahwa oksigen tidak berbahaya jika petunjuk keamanan
diperhatikan dan akan mengurangi ketidaknyamanan akibat dispnea.
Menginformasikan pada klien dan keluarga tentang petunjuk keamanan
yang berhubungan dengan penggunaan oksigen.
3. Atur peralatan oksigen dan humidifier
4. Memutar oksigen sesuai terapi dan memastikan alat dapat berfungsi.
 Mengecek apakah oksigen dapat mengalir secara bebas lewat slang.
 Mengatur oksigen dengan flowmeter sesuai dengan perintah, misalnya
2-6 l/mnt.
5. Meletakkan nasal kanul pada wajah klien, dengan lubang kanule masuk
ke hidung dan karet pengikat melingkar ke kepala. Beberapa model lain,
karet pengikat ditarik ke bawah dagu.
6. Jika kanule ingin tetap berada ditempatnya, plesterkan pada bagian
wajah.
7. Mengalasi slang dengan kasa pada karet pengikat pada telinga dan
tulang pipi jika dibutuhkan.
8. Observasi keadaan klien.
9. Dokumentasikan tindakan.

2. Masker Sederhana

Gambar 8. Masker sederhana


Tujuan:
- Memasang masker adalah memberikan oksigen pada klien yang
membutuhkan melalui masker
- Dilakukan dengan tujuan untuk memberikan oksigen dengan konsentrasi
sedang dengan konsentrasi dan kelembaban lebih tinggi dibandingkan
dengan kanule
- Prosedur ini menggunakan prinsip bersih.

Persiapan Alat dan bahan


Alat :
Baki berisi

1. Tabung oksigen dengan flowmeter


2. Humidifier dengan cairan steril, air
3. Masker

Bahan :
1. Sarung tangan bersih
2. Kassa jika perlu

Intruksi kerja
1. Mengkaji kebutuhan terapi oksigen dan verifikasi perintah pengobatan
2. Menyiapkan klien dan keluarga :
 Mengatur posisi klien jika memungkinkan posisi semifowler jika
memungkinkan.
 Menjelaskan bahwa oksigen tidak berbahaya jika petunjuk keamanan
diperhatikan dan akan mengurangi ketidaknyamanan akibat dispnea.
Menginformasikan pada klien dan keluarga tentang petunjuk keamanan
yang berhubungan dengan penggunaan oksigen.
3. Atur peralatan oksigen dan humidifier
4. Memutar oksigen sesuai terapi dan meastiakn alat dapat berfungsi.
 Mencek apakah oksigen dapat mengalir secara bebas lewat slang.
 Mengatur oksigen dengan flowmeter sesuai dengan perintah, misalnya 2-
6 l/mnt.
5. Menempatkan masker kearah wajah klien dan letakkan dari hidung ke
bawah.
6. Mengatur masker sesuai dengan bentuk wajah, masker harus menutup
wajah sehingga sangat sedikit oksigen yang keluar lewat mata atau sekitar
pipi dan dagu.
7. Mengikatkan karet pengikat melingkar kepala klien sehingga masker terasa
nyaman
8. Mengalasi karet di belakang telinga dan di atas tulang yang menonjol. Alas
akan mencegah iritasi karena masker.
9. Observasi keadaan klien.
10. Dokumentasikan tindakan.
3. Masker Rebreathing Mask (RM)

Gambar 9. Masker Rebreathing mask

Definisi
Masker Rebreathing mengalirkan oksigen konsentrasi oksigen 60-80%
dengan kecepatan aliran 8-12 liter/menit. Memiliki kantong yang terus
mengembang baik, saat inspirasi maupun ekspirasi. Pada saat inspirasi, oksigen
masuk dari sungkup melalui lubang antara sungkup dan kantung reservoir,
ditambah oksigen dari kamar yang masuk dalam lubang ekspirasi pada kantong.
Udara inspirasi sebagian tercampur dengan udara ekspirasi sehingga konsentrasi
CO2 lebih tinggi daripada simple face mask. (Tarwoto&Wartonah, 2010:37)
Keuntungan
1. Konsentrasi oksigen lebih tinggi dari pada sungkup muka sederhana
2. Tidak mengeringkan selaput lendir
Kerugian
1. Kantung oksigen bisa terlipat
2. Menyebabkan penumpukan oksigen jika aliran terlalu rendah
Persiapan Alat dan Bahan
Alat
1. Tabung oksigen lengkap dengan flow meter dan humidifier
2. Masker rebreathing
3. Selang oksigen
Bahan
1. Sarung tangan
2. Water steril
Instruksi Kerja
1. Prosedur
1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
R/ menghindari ansietas pada pasien
2. Cuci tangan sebelum tindakan
R/ Menurunkan transfer mikroorganisme
3. Memakai sarung tangan
R/ Sebagai alat pelindung diri
4. Hubungkan masker ke selang oksigen dan ke humidifier
R/ Mengalirkan oksigen pada masker
5. Isi oksigen ke dalam kantong dengan cara menutup lubang antara kantong
dengan sungkup
R/ agar kantong bisa mengembang dan konsentrasi oksigen yang diberikan
mencapai 60-80%
6. Atur tali pengikat sungkup sehingga menutup rapat dan nyaman
R/ agar sungkup tidak bergerak dan terlepas.
7. Atur aliran oksigen sesuai dengan kecepatan yang dibutuhkan (untuk
masker non rebreathing 8-12 Lt/menit). Kemudian observasi humidifier
pada tabung air yang menunjukkan adanya gelembung
R/ mencegah terjadinya kesalahan asuhan keperawatan sehinga melukai
klien. Memberikan aliran oksigen sesuai dengan kebutuhan klien
8. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan
R/ Menurunkan transfer mikroorganisme

4. Masker Non-Rebreathing Mask (NRM)

Gambar 10. Masker Non – breathing


Definisi
Masker Non Rebreathing adalah alat untuk mengalirkan oksigen kecepatan
rendah pada pasien yang bisa bernapas spontan.
Indikasi
1. Untuk pasien penyakit paru obstruksi kronik (PPOK)
2. Untuk pasien edema paru akut
3. Untuk pasien asma berat

Kontra indikasi

1. Pasien yang berisikio toksisitas oksigen


2. pasien hiperoksemia

Komplikasi

1. Gagal napas hiperkapnia


2. Hipoventilasi
3. Atelektasis absorpsi
4. Toksisitas oksigen

Alat dan Bahan


Alat:
1. Tabung oksigen lengkap dengan manometer dan sarung tabung oksigen
2. Flow meter (pengukuran aliran)
3. Humidifier (yang sudah diisi aquades)
4. Face mask

Instruksi Kerja

1. Mencuci tangan dan pakai handscoon


R/ mengurangi penyebaran infeksi dan mikroorganisme
2. Jelaskan prosedur dan humidifiren
R/ memberi pemahaman dan mendapat kerjasama dengan klien
3. Cek flowmeter dan humidifiren
R/ melihat kesiapan alat sebelum diberikan ke klien
4. Hidupkan tabung oksigen dan flowmeter, rasakan aliran oksigen
R/ mengkaji potensi dan fungsi alat
5. Atur posisi klien semi fowler atau sesuai dengan kondisi
R/ memberi kenyamanan saat pemberian oksigen
6. Berikan pksigen melalui kanula, atau masker
R/ memenuhi kebutuhan oksigen
7. Catat pemberian dan lakukan observasi
R/ mengetahui perkembangan klien
8. Bereskan alat dan rapikan pasien
R/ memberikan kenyamanan pada klien
9. Lepas handscoon dan cuci tangan
R/ mengari penyebaran infeksi dan mikroorganisme
10. Dokumentasi
R/ aspek tanggung jawab perawat dalam melakukan

5. Masker Jackson Rees

Gambar 11. Masker Jackson Rees

Pengertian
Alat ini terdiri dari kantong karet elastis yang dikembangkan dengan aliran
oksigen 10 – 12 lpm. Setelah dipijat untuk memberikan gas inhalasi , kantong
akan diisi oleh aliran oksigen lagi . Alat ini mutlak tergantung dari oksigen.
Keuntungannya adalah kadar oksigen inspirasi dapat diberikan sampai 100%.
Sistem Jackson Rees tidak menggunakan katub. "ada dasarnya semua alat anestesi
inhalasi dapat dignakan untuk memberikan napas buatan.
Fungsi
Jakson Rees berfungsi untuk memonitor nafas spontan atau memudahkan
melakukan kendali.
Cara Kerja
Jackson Rees merupakan modifikasi dari Mapleson dikenal sebagai Jackson Rees
Mapleson. Ada respirasi spontan, mekanisme bantuan dari kantung dibiarkan
terbuka penuh. Agar respirasi terkendali, lubang pada kantung dapat tertutup oleh
pasien selama inspirasi dan pertukaran dilakukan dengan meremas kantung.

6. Masker Bag Valve Mask (BVM)

Gambar 12. BVM

Definisi
Suatu kegiatan untuk memperbaiki fungsi ventilasi dengan cara memberikan
pernapasan buatan dengan ambubag atau bag vaalve mask untuk menjamin
kebutuhan oksigen dan pengeluaran gas CO2
Indikasi
1. Pasien dengan gangguan sistem pernapasan dan memerlukan bantuan
pernapasan
2. Pasien dengan henti nafas
3. Pasien dengan cardiac arrest
4. Pasien dengan respiratory failure
5. Pasien yang sebelum, selama atau sesudah menjalani suction

Kontraindikasi

1. Trauma wajah parah


2. Cedera mata terbuka
3. Pemakaian benda asing dalam rongga mulut (contoh: pemakaian kawat gigi,
pemakaian gigi palsu)

Persiapan Alat Dan Bahan

Alat :

1. Ventilator atau set oksigen


2. Laringoskop
3. Orofaringeal
4. Peralatan suction
5. Kanul penghisap
6. Ujung penghisap tonsil yankauer
7. Bengkok
8. Mesin monitor jantung/EKG
9. Handuk yang digulung

Bahan :
1. Endotrakeal tube
2. handsoon 2, 1 bersih, 1 steril
3. stylet
4. plester
5. spuit 10 cc
6. jelly anestesi/ anestesi topical

Instruksi Kerja

1. jelaskan prosedur kepada pasien atau keluarganya


R/ : mengurangi kecemasan pasien dan keluarganya
2. cuci tangan
R/: mencegah terjadinya infeksi nosokomial
3. menggunakan handscoon bersih
R/: melindungi pasien dan diri sendiri dari penyebaran bakteri dan
virus
4. periksa tanda-tanda vital, SaO2, dan irama jantung
R/ : untuk membandingkan dengan hasil pemeriksaan akhiri
5. Ventilasi pasien secara manual dengan BVM sebelum intubasi, biasanta satu
nafas tiap 3-5detik
R/ : memberi bantuan pernafasan pada pasien sebelum dilakukan intubasi
endotrakeal
6. Cek cuff ETT dengan mengembungkannya dengan udara dalam jumlah yang
tetap
R/ : untuk mengetahui apakah ada kebocoran sebelum insersi
7. Posisikan pasien dengan bagian punggungnya diganjal dengan handuk yang
digulung atau bantal di bawah bahu, jangan dilakukan pada pasien dengan
cedera kepala/leher
8. Berikan sedative, anestesi topical, atau agen penghambat neuromuskuler
jangka pendek
R/ : guna memblokir reflek batuk dan meningkatkan intubasi cepat dan non
traumatis
9. Gunakan handscoon steril
R/ : agar tidak terjadi infeksi nosokomial
10. Bantu dokter selama intubasi dengan melakukan suctioning secukupnya dan
bantu dengan inflasi cuff
R/ : mencegah terjadinya penutupan jalan napas
11. Amankan ETT dengan holder yang disediakan dan di plester
R/ : Agar ETT tidak lepas saat pasien sedikit bergerak
12. Kaji tanda-tanda vital, SaO2, CO2 tidal akhir, irama jantung, suara nafas
secara bilateral, keduanya harus punya intensitas yang sama, kesimetrisan
pergerakan dinding dada, dan volume tidal yang sesuai pada ventilator
R/ : memonitor apakah terjadi komplikasi lebih lanjut
13. Lakukan rontgen dada portable sedini mungkin serta insersi
R/ : untuk memastikan lokasi yang tepat
14. Masukkan pipa nasogastrik
R/ : untuk mengurangi resiko aspirasi
15. Dokumentasikan respon pasien; tanda-tanda vital, SaO2, CO2 tidal akhir,
adanya suara nafas, kesimetrisan pergerakan dinding dada, lokasi ETT, dalam
sentimeter juga pada bibir, pramedikasi
R/: bila terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, kita sebagai tenaga kesehatan
memiliki bukti kuat yang bisa dipertanggung jawabkan.

Anda mungkin juga menyukai