DISUSUN OLEH :
A. Pengertian
Gagal Ginjal Akut (GGA) adalah suatu sindrom akibat kerusakan metabolik atau patologik
pada ginjal yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang mendadak dalam waktu beberapa
hari atau beberapa minggu dengan atau tanpa oliguria sehingga mengakibatkan hilangnya
kemampuan ginjal untuk mempertahankan homeotasis tubuh(Arif Muttaqin, 2011).
GGA adalah suatu penyakit tidak menular yang merupakan suatu sindrom klinis yang
ditandai dengan penurunan mendadak (dalam beberapa jam sampai beberapa hari) laju filtrasi
glomerulus (LFG), disertai sisa metabolisme (ureum dan kreatinin). GGA merupakan suatu
sindrom klinis oleh karena dapat disebabkan oleh berbagai keadaan dengan patofisiologi yang
berbeda-beda (Hadi Purwanto, 2016).
Gagal ginjal akut adalah sindrom klinis dimana ginjal tidak lagi mensekresi produk-produk
limbah metabolisme. Biasanya karena hiperfusi ginjal, sindrom ini biasa berakibat azotemia
(uremia), yaitu akumulasi produk limbah nitrogen dalam darah dan oliguria haluaran urine kurang
dari 400 ml/24 jam (Nursalam, 2006).
B. Penyebab
1. Penyebab penyakit GGA Prarenal, yaitu :
a. Hipovolemia, disebabkan oleh :
1) Kehilangan darah/ plasma : perdarahan , luka bakar.
2) Kehilangan cairan melalui gastrointestinal, kulit, ginjal (diuretik, penyakit ginjal
lainnya), pernafasan, pembedahan.
3) Redistribusi cairan tubuh : pankreatitis, peritonitis, edema, asites.
b. Vasodilatasisistemik :
1) Sepsis.
2) Sirosishati.
3) Anestesia/ blokade ganglion
4) Reaksianafilaksis.
5) Vasodilatasiolehobat.
c. Penurunan curah jantung/kegagalan pompa jantung :
1) Renjatan kardiogenik, infark jantung.
2) Gagal jantung kongestif (disfungsi miokard, katub jantung).
3) Tamponade jantung.
4) Disritmia.
5) Emboli paru.
2. Penyebab penyakit GGA renal, yaitu :
a. Kelainan glomerulus
1) Glomerulonefritis akut
Glomerulonefritis akut adalah salah satu jenis GGA renal yang biasanya
disebabkan oleh kelainan reaksi imun yang merusak glomeruli. Sekitar 95% dari
pasien, GGA dapat terjadi satu sampai tiga minggu setelah mengalami infeksi
dibagian lain dalam tubuh, biasanya disebabkan oleh jenis tertentu dari streptokokus
beta grup A. Infeksi dapat berupa radang tenggorokan streptokokal, tonsilitis
streptokokal, atau bahkan infeksi kulit streptokokal.
2) Penyakit kompleks autoimun
3) Hipertensi maligna
b. Kelainan tubulus
1) Nekrosis Tubular Akut (NTA) akibat iskemia
Tipe iskemia merupakan kelanjutan dari GGA prarenal yang tidak teratasi.7
Iskemia ginjal berat dapat diakibatkan oleh syok sirkulasi atau gangguan lain apapun
yang sangat menurunkan suplai darah ke ginjal. Jika iskemia berlangsung cukup berat
sampai menyebabkan penurunan yang serius terhadap pengangkutan zat makanan dan
oksigen ke sel-sel epitel tubulus ginjal dan jika gangguan ini terus berlanjut,
kerusakan atau penghancuran sel-sel epitel dapat terjadi.
2) Nekrosis Tubular Akut (NTA) akibat toksin
Tipe NTA yang kedua yaitu terjadi akibat menelan zat-zat nefrotoksik. Zat-zat
yang bersifat nefrotoksik yang khas terhadap sel epitel tubulus ginjal menyebabkan
kematian pada banyak sel. Sebagaiakibatnyasel-selepitelhancurterlepasdarimembran
basal danmenempelmenutupiataumenyumbattubulus.
c. Kelainan interstisial
1) Nefritis interstisial akut
Nefritis interstisial akut merupakan salah satu penyebab GGA renal, yang
merupakan kelainan pada interstisial. Nefritis interstisial akut dapat terjadi akibat
infeksi yang berat dan dapat juga disebabkan oleh obat-obatan.
2) Puelonefritis akut
Pielonefritis akut adalah suatu proses infeksi dan peradangan yang biasanya
mulai di dalam pelvis ginjal tetapi meluas secara progresif ke dalam parenkim ginjal.
Infeksi tersebut dapat disebabkan oleh berbagai jenis bakteri, tetapi terutama dari
basil kolon yang berasal dari kontaminasi traktus urinarius dengan feses.
d. Kelainan vaskular
1) Trombosis arteri atau vena renalis
2) Vaskulitis
3. Penyebab penyakit GGA postrenal, yaitu :
a. Obstruksi intra renal :
1) Instrinsik : asam urat, bekuan darah, kristal asam jengkol.
2) Pelvis renalis : striktur, batu, neoplasma.
b. Obstruksi ekstra renal :
1) Intra ureter : batu, bekuan darah.
2) Dinding ureter : neoplasma, infeksi (TBC).
3) Ekstra ureter : tumor cavum pelvis.
4) Vesika urinaria : neoplasma, hipertrofi prostat.
5) Uretra : striktur uretra, batu, blader diabetik, paraparesis.
C. Patofisiologi
Perjalanan klinis gagal ginjal akut dibagi menjadi tiga stadium, yaitu sebagai berikut:
1. Stadium Oliguria
Stadium oliguria biasanya timbul dalam waktu 24 sampai 48 jam sesudah terjadinya
trauma pada ginjal. Produksi urin normal adalah 1-2 liter/24jam. Pada fase ini pertama-tama
terjadi penurunan produksi urin sampai kurang dari 400cc/24 jam. Tidak jarang produksi urin
sampai kurang dari 100cc/24 jam, keadaan ini disebut dengan anuria. Pada fase ini penderita
mulai memperlihatkan keluhan-keluhan yang diakibatkan oleh penumpukan air dan
metabolit-metabolit yang seharusnya diekskresikan oleh tubuh, seperti mual, muntah, lemah,
sakit kepala, kejang dan lain sebagainya. Perubahan pada urin menjadi semakin kompleks,
yaitu penurunan kadar urea dan kreatinin. Di dalam plasma terjadi perubahan biokimiawi
berupa peningkatan konsentrasi serum urea, kreatinin, elektrolit (terutama K dan Na).
2. Stadium Diuresis
Stadium diuresis dimulai bila pengeluran urine meningkat sampai lebih dari 400 ml/hari,
kadang-kadang dapat mencapai 4 liter/24 jam. Stadiumini berlangsung 2 sampai 3 minggu.
Volume kemih yang tinggi pada stadium ini diakibatkan karena tingginya konsentrasi serum
urea, dan juga disebabkan karena masih belum pulihnya kemampuan tubulus yang sedang
dalam masa penyembuhan untuk mempertahankan garam dan air yang difiltrasi. Selama
stadium dini diuresi, kadar urea darah dapat terus meningkat, terutama karena bersihan urea
tak dapat mengimbangi produksi urea endogen. Tetapi dengan berlanjutnya di uresis,
azotemia sedikit demi sedikit menghilang, dan pasien mengalami kemajuan klinis yang benar.
3. Stadium Penyembuhan
Stadium penyembuhan GGA berlangsung sampai satu tahun, dan selama masa itu,
produksi urin perlahan–lahan kembali normal dan fungsi ginjal membaik secara bertahap,
anemia dan kemampuan pemekatan ginjal sedikit demi sedikit membaik, tetapi pada beberapa
pasien tetap menderita penurunan glomerular filtration rate (GFR) yang permanen.
Mobilisasi lemak
Mikroangiopati
Nefropati
Anoreksia, mual,
muntah, nafas bau
Ketidakadekuatan
asupan nutrisi
Defisit nutrisi
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah : ureum, kreatinin, elektrolit, serta osmolaritas
b. Urin : ureum, kreatinin, elektrolit, osmolaritas, dan berat jenis.
c. Kenaikan sisa metabolisme proteinureum kreatinin dan asam urat.
d. Gangguan keseimbangan asam basa : asidosis metabolik.
e. Gangguan keseimbangan elektrolit : hiperkalemia, hipernatremia atau hiponatremia,
hipokalsemia dan hiperfosfatemia.
f. Volume urine biasanya kurang dari 400 ml/24 jam yang terjadi dalam 24 jam setelah
ginjal rusak.
g. Warna urine : kotor, sedimen kecoklatan menunjukan adanya darah, Hb, Mioglobin,
porfirin.
h. Berat jenis urine : kurang dari 1,020 menunjukan penyakit ginjal, contoh:
glomerulonefritis, piolonefritis dengan kehilangankemampuan untuk memekatkan;
menetap pada 1,010menunjukan kerusakan ginjal berat.
i. pH Urine : lebih dari 7 ditemukan pada ISK., nekrosis tubular ginjal, dan gagal ginjal
kronik.
j. Osmolaritas urine : kurang dari 350 mOsm/kg menunjukan kerusakan ginjal, dan ratio
urine/serum sering 1:1.
k. Klierens kreatinin urine : mungkin secara bermakna menurun sebelum BUN dan kreatinin
serum menunjukan peningkatan bermakna.
l. Natrium Urine : Biasanya menurun tetapi dapat lebih dari 40 mEq/L bila ginjal tidak
mampu mengabsorbsi natrium.
m. Bikarbonat urine : Meningkat bila ada asidosis metabolic
n. SDM urine : mungkin ada karena infeksi, batu, trauma, tumor, atau peningkatan GF.
o. Protein : protenuria derajat tinggi (3-4+) sangat menunjukan kerusakan glomerulus bila
SDM dan warna tambahan juga ada. Proteinuria derajat rendah (1-2+) dan SDM
menunjukan infeksi atau nefritis interstisial. Pada NTA biasanya ada proteinuria minimal.
p. Warna tambahan : Biasanya tanpa penyakit ginjal ataui infeksi.
Warnatambahanselulardenganpigmenkecoklatandansejumlahselepitel tubular
ginjalterdiagnostikpada NTA. Tambahanwarnamerahdiduganefritisglomular
2. Darah
a. Hb. : menurun pada adanya anemia.
b. Sel Darah Merah: Sering menurun mengikuti peningkatan kerapuhan/penurunan hidup.
c. PH : Asidosis metabolik (kurang dari 7,2) dapat terjadi karena penurunan kemampuan
ginjal untuk mengeksresikan hidrogen dan hasil akhir metabolisme.
d. BUN/Kreatinin : biasanya meningkat pada proporsi ratio 10:1
e. Osmolaritas serum : lebih beras dari 285 mOsm/kg; sering sama dengan urine.
f. Kalium : meningkat sehubungan dengan retensi seiring dengan perpindahan selular
( asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah merah).
g. Natrium : Biasanya meningkat tetapi dengan bervariasi.
h. Ph; kalium, dan bikarbonat menurun.
i. Klorida, fosfat dan magnesium meningkat.
j. Protein : penurunan pada kadar serum dapat menunjukan kehilangan protein melalui
urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan, dan penurunan sintesis,karena
kekurangan asam amino esensial.
3. CT Scan
4. MRI
5. EKG
F. Penatalaksanaan
1. Terapi Non Farmakologi
Transplantasi ginjal mungkin diperlukan pada pasien ARF untuk kelebihan volume yang
menghasilkan respon terhadap diuretik, untuk meminimalkan akumulasi produk limbah
nitrogen, dan untuk memperbaiki abnormalitas elektrolit dan asam basa sementara menunggu
fungsi ginjal pulih. Gizi yang cukup, manajemen cairan, dan koreksi kelainan hematologi
merupakan terapi suportif pada ARF (Stamatakis, 2008).
2. Terapi Farmakologi
Terapi dengan loop diuretik (furosemid), fenol dopam dan dopamin. Dopamin dosis
rendah dalam dosis mulai 0,5-3 mcg/kg/menit, terutama merangsang reseptor dopamin-1,
menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah ginjal dan meningkatkan aliran darah ginjal
(Stamatakis, 2008).
Menurut Arif Muttaqin (2012: 161), tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan
dan mencegah komplikasi meliputi :
1. Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal akut yang serius,
seperti hiperkalemia, perikarditis dan kejang. Perikarditis memperbaiki abnormalitas
biokimia; menyebabkan caiarn, protein dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas;
menghilangkan kecendurungan perdarahan; dan membantu penyembuhan luka.
2. Penanganan hiperkalemia keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan masalah
utama pada gagal ginjal akut; hiperkalemia merupakan kondisi yang paling mengancam
jiwa pada gangguan ini. Peningkatan kadar kalium dapat dikurangi dengan pemberian ion
pengganti resin (Natrium polistriren sulfonat [kayexalatel]), secara oral atau melalui
retensi enema. Anjurkan pasien diet rendah protein, tinggi karbohidrat.
3. Mempertahankan keseimbangan cairan penatalaksanaan keseimbanagan cairan
didasarkan pada berat badan harian, pengukuran tekanan vena sentral, konsentrasi urin
dan serum, cairan yang hilang, tekanan darah dan status klinis pasien. Masukkan dan
haluaran oral dan parentral dari urine, drainase lambung, feses, drainase luka dan
perspirasi dihitung dan digunakan sebagai dasar untuk terapi penggantian cairan.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL GINJAL AKUT
A. Pengkajian
1. Anamnesis
Pada pengakajian anamnesis data yang diperoleh yakni identitas klien dan identitas
penanggung jawab, identitas klien yang meliputi nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan, serta
diagnosa medis. Penyakit Gagal Ginjal Akut dapat menyerang pria maupun wanita dari
rentang usia manapun, khususnya bagi orang yang sedang menderita penyakit serius, terluka
serta usia dewasa dan pada umumnya lanjut usia. Untuk pengkajian identitas penanggung
jawab data yang didapatkan yakni meliputi nama, umur, pekerjaan, hubungan dengan si
penderita.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering adalah miksi terasa sesak dan sedikit-sedikit.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengkajian ditujukan sesuai dengan predisposisi etiologi penyakit terutama pada
prerenal dan renal. Secara ringkas perawat menanyakan berapa lama keluhan penurunan
jumlah urine output dan apakah penurunan jumlah urine output tersebut ada hubungannya
dengan predisposisi penyebab, seperti pasca perdarahan setelah melahirkan, diare, muntah
berat, luka bakar luas, cedera luka bakar, setelah mengalami episode serangan infark,
adanya riwayat minum obat NSAID atau pemakaian antibiotik, adanya riwayat
pemasangan tranfusi darah, serta adanya riwayat trauma langsung pada ginjal.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem perkemihan yang
berulang, penyakit diabetes melitus dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya yang
menjadi predisposisi penyebab pasca renal. Penting untuk dikaji tentang riwayat
pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat dan
dokumentasikan.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Tanyakan adanya riwayat penyakit ginjal dalam keluarga.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum dan TTV
Keadaan umum klien lemah, terlihat sakit berat, dan letargi. Pada TTV sering
didapatkan adanya perubahan, yaitu pada fase oliguri sering didapatkan suhu tubuh
meningkat, frekuensi denyut nadi mengalami peningkatan dimana frekuensi meningkat
sesuai dengan peningkatan suhu tubuh dan denyut nadi, tekanan darah terjadi perubahan
dari hipetensi ringan sampai berat.
b. Pemeriksaan Pola Fungsi
1) B1 (Breathing)
Pada periode oliguri sering didapatkan adanya gangguan pola napas dan jalan
napas yang merupakan respons terhadap azotemia dan sindrom akut uremia. Klien
bernapas dengan bau urine (fetor uremik) sering didapatkan pada fase ini.Pada
beberapa keadaan respons uremia akan menjadikan asidosis metabolik sehingga
didapatkan pernapasan kussmaul.
2) B2 (Blood)
Pada kondisi azotemia berat, saat perawat melakukan auskultasi akan
menemukan adanya friction rub yang merupakan tanda khas efusi perikardial
sekunder dari sindrom uremik. Pada sistem hematologi sering didapatkan adanya
anemia. Anemia yang menyertai gagal ginjal akut merupakan kondisi yang tidak
dapat dielakkan sebagai akibat dari penurunan produksi eritropoetin, lesi
gastrointestinal uremik, penurunan usia sel darah merah, dan kehilangan darah,
biasanya dari saluran G1. Adanya penurunan curah jantung sekunder dari gangguan
fungsi jantung akan memberat kondisi GGA. Pada pemeriksaan tekanan darah sering
didapatkan adanya peningkatan.
3) B3 (Brain)
Gangguan status mental, penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan
berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran (azotemia,
ketidakseimbangan elektrolit/asam/basa). Klien berisiko kejang, efek sekunder akibat
gangguan elektrolit, sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang biasanya akan
didapatkan terutama pada fase oliguri yang berlanjut pada sindrom uremia.
4) B4 (Bladder)
Perubahan pola kemih pada periode oliguri akan terjadi penurunan frekuensi dan
penurunan urine output.
4. Pemeriksaan Diagnostik
a. Laboratorium
Urinalisis didapatkan warna kotor, sedimen kecoklatan menunjukkan adanya darah,
Hb, dan myoglobin. Berat jenis 7.00 menunjukkan ISK, NTA, dan GGK. Osmolalitas
kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan ginjal dan rasio urine : serum sering 1
: 1.
b. Pemeriksaan BUN dan kadar kreatinin
Terdapat peningkatan yang tetap dalakm BUN dan laju peningkatannya bergantung
pada tingkat katabolisme (pemecahan protein), perfusi renal dan masukan protein. Serum
kratinin meningkat pada kerusakan glomerulus. Kadar kreatinin serum bermanfaat dalam
pemantauan fungsi ginjal dan perkembangan penyakit.
c. Pemeriksaan elektrolit
Pasien yang mengalami penurunan lajut filtrasi glomerulus tidak mampu
mengeksresikan kalium. Katabolisme protein mengahasilkan pelepasan kalium seluler ke
dalam cairan tubuh, menyebabkan hiperkalemia berat. Hiperkalemia menyebabkan
disritmia dan henti jantung.
d. Pemeriksaan pH
Pasien oliguri akut tidak dapat emngeliminasi muatan metabolik seperti substansi
jenis asam yang dibentuk oleh proses metabolik normal. Selain itu, mekanisme bufer
ginjal normal turun. Hal ini ditunjukkan dengan adanya penurunan kandungan karbon
dioksida darah dan pH darah sehingga asidosis metabolik progresif menyertai gagal
ginjal.
B. Analisa Data
Data Fokus Etiologi Masalah
DS : Gangguan mekanisme regulasi Hipervolemia
Dispnea
Ortopnea Retensi cairan elektrolit
DO :
Edema anasarka / Cairan menumpuk dalam jaringan
perifer
Berat badan Edema
meningkat dalam
waktu singkat Hipervolemia
pucat
Sariawan
Serum albumin turun
Rambut rontok
berlebihan
DS : Kelemahan Intoleransi aktivitas
Mengeluh lelah
Dispnea saat / setelah Peningkatan PO4 dan Ca dalam plasma
beraktivitas
Merasa tidak nyaman Konsentrasi Ca terionisasi serum
Merasa lemah
DO : Intoleransi aktivitas
Tekanan darah
berubah > 20% dari
kondisi istirahat
C. Diagnosa Keperawatan
1. Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi
2. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
D. Intervensi Keperawatan
1. Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi
Tujuan : Kebutuhan cairan terpenuhi
Kriteria hasil :
a. Pengeluaran urine normal
b. Tidak ada edema
c. TTV dalam rentang normal
Intervensi :
a. Kaji status cairan :
1) Timbang berat badan harian
2) Keseimbangan masukan dan haluaran
3) Turgor kulit dan adanya oedema
4) Distensi vena leher
5) Tekanan darah, denyut dan irama nadi
Rasional: Pengkajian merupakan dasar dan data dasar berkelanjutan untuk memantau
perubahan dan mengevaluasi intervensi
b. Pantau kreatinin dan BUN serum
Rasional: Perubahan ini menunjukkan kebutuhan dialisa segera.
c. Batasi masukan cairan
Rasional: Pembatasan cairan akan menentukan berat badan ideal, haluaran urine dan
respons terhadap terapi.
d. Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan
Rasional: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam pembatasan
cairan.
E. Implementasi Keperawatan
1. Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi
a. Mengkaji status cairan :
1) Timbang berat badan harian
2) Keseimbangan masukan dan haluaran
3) Turgor kulit dan adanya oedema
4) Distensi vena leher
5) Tekanan darah, denyut dan irama nadi
b. Memantau kreatinin dan BUN serum
c. Membatasi masukan cairan
d. Menjelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan
F. Evaluasi
1. Kebutuhan cairan terpenuhi ditandai dengan pengeluaran urine normal, tidakada edema, TTV
dalam rentang normal, dan natrium serum dalam rentangnormal.
2. Mampu mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat ditandai denganpeningkatan berat
badan seperti yang diindikasikan oleh situasi individu.
3. Mampu berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi ditandai denganberkurangnya
keluhan lelah, dan peningkatan keterlibatan pada aktifitas social.
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, Arif dkk. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.Jakarta:
SalembaMedika.
Purwanto, Hadi. 2016. Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator
Diagnostik Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan Tindakan
Keperawatan Edisi 1 Cetakan II.Jakarta: DPP PPNI.
Wijaya, Andra Saferi dan Yessie Mariza Putri. 2013. KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah
(Keperawatan Dewasa) Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika.