Anda di halaman 1dari 6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dasar Teori


Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan
obat, terdispersi dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi
atau surfaktan yang cocok (Ditjen POM, 1979).
Emulsi ada dua jenis emulsi, yaitu zat yang tak larut (umpamanya
minyak) terdispers dalam air. Terdiri dari tetesan-tetesan minyak yang halus
yang melayang dalam air. Emulsi ini dapat diencerkan dengan air dan disebut
emulsi O/W (minyak dalam air). Air berbentuk tetesan-tetesan terbagi dalam
zat yang tidak larut, disebut emulsi tipe W/O (air dalam minyak) (Anief,
2000).
Ketidakstabilan dalam emulsi farmasi dapat digolongkan menjadi
flokulasi dan creaming merupakan pemisahan dari emulsi menjadi beberapa
lapis cairan, dimana masing-masing lapis mengandung fase dispers yang
berbeda. Koalesen dan pecahnya emulsi (cracking) proses cracking bersifat
tidak dapat kembali. Inversi peristiwa berubahnya sekonyong-konyong tipe
emulsi M/A ke tipe A/M atau sebaliknya (Anief, 2000).
Faktor yang memecah emulsi yaitu, pemecahan emulsi secara kimia,
dengan penambahan zat yang mengambil air, seperti CaCl 2 eksikatus dan
CaO. Pemecahan emulsi secara fisika: Kenaikan suhu menyebabkan
perubahan viskositas, mengubah sifat emulgator dan menaikkan benturan
butir-butir tetesan. Pendinginan menyebabkan terpisahnya air dari sistem
emulsi, penambahan granul kasar, pengenceran emulsi yang berlebihan,
penyaringan, pemutaran dengan alat sentrifugal, efek elektrolit terhadap
stabilitas emulsi (Anief, 2007).
Faktor- faktor yang mempengaruhi stabilnya emulsi adalah ukuran
partikel, viskositas, rasio fase volume dan muatan listrik pada lapisan ganda
listrik (Anief, 2007).
Partikel dari fase disperse biasanya bahan padat yang tidak larut dalam
medium disperse. Dalam hal suatu emulsi, fase terdispersi adalah bahan cair
yang tidak larut maupun bercampur dengan cairan dari fase pendispersi.
Proses emulsifikasi menghasilkan disperse obat cair sehalus tetesan-tetesan
pada fase pendispersi (Ansel, 1989).

Partikel dari fase terdispersi ukurannya sangat bebeeda-beda, dari


partikel besdar yang dapat dilihat dengan mata telanjang sampai ke partikel
dari ukuran koloid; jatuh antara 1 milimikron dan kira-kira 500 milimikron
atau 0,5 mikron. Disperse yang berisi partikel-partikel kasar, biasanya dengan
ukuran 1-100 mikron, disebut juga sebagai disperse kasar dan mencakup
suspensi serta emulsi. Disperse yang mengandung partikel dengan ukuran
kecil disebut disperse halus dan bila partikel-partikel yang ada dalam batas
koloid disebuit didpersi koloid. Magma dan gel adalah disperse halus seperti
itu (Ansel,1989).

Emulsi kadang-kadang sulit dibuat dan membutuhkan teknik


pemrosesan khusus. Untuk menjamin karya tipe ini dan untuk membuatnya
sebagai bentuk sediaan yang berguna, emulsi harus memiliki sifat yang
diinginkan dan menimbulkan sedikit mungkin masalah-masalah yang
berhubungan. Sekarang emulsi masih terus digunakan dalam berbagai
penggunaan farmasi dan kosmetik. Penggunaannya di dalam bidang farmasi
lebih lanjut digolongkan berdasarkan cara pemberian, yakni topical, oral, atau
secara parental. Pada dasarnya penggunaan kosmetik dan penggunaan farmasi
topikal adalah serupa dan bersama-sama membuat atau membentuk salah satu
kelompok emulsi yang paling penting (Lachman, 1994).

Dispersi halus dari minyak dan air memerlukan daerah kontak


antarmuka yang luas, dan untuk memperoleh atau memproduksi hal ini
memerlukan sejumlah dan beberapa kerja yang sama dengan hasil kali
tegangan permukaan dan perubahan luas. Berbicara secara termodinamik,
kerja ini adalah energi bebas antarmuka yang dimaksudkan ke sistem
tersebut. Suatu energi bebeas antarmuka yang tinggi cendeerung untuk
mengurangi daerah antarmuka, pertama dengan menyebabkan tetesan-tetesan
tersebut bergabung. Ini adalah suatu alas an untuk memasukkan kata-kata
“tidak stabil secara termodinamik” dalam definisi klasik dari emusli buram
(Lachman, 1994).

Secara farmasetik, proses emulsifikasi memungkinkan ahli farmasi


dapat membuat suatu peparat yang stabil dan rata dari campuran dua cairan
yang saling tidak bisa bercampur. Dalam hal ini obat diberikan dalam bentuk
bola-bola kecil bukan dalam bulk. Untuk emulsi yang diberikan secara oral,
tipe emulsi minyak dalam air memungkinkan pemberian obat yang harus
dimakan tersebut mempunyai rasa yang lebih enak walaupun yang
sebenarnya diberikan minyak yang rasanya tidak enak, dengan menambahkan
pemanis dan pemberi rasa pada pembawa airnya, sehingga mudaj dimakan
dan ditelan sampai ke lambung (Ansel, 1989).

Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan
obat, terdispersi dalam cairan pembawa, distabilkan dengan pengemulsi atau
surfaktan yang cocok (Anief, 1997).

Emulsi terdiri dari dua fase yang tidak dapat bercampur satu sama
lainnya, dimana yang satu menunjukkan karakter hidrofil, yang lain lipofil.
Fase hidrofil (lipofob) umumya adalah air atau suatu cairan yang dapat
bercampur dengan air, sedangkan sebagai fase lipofil (hidrofob) adalah
minyak mineral atau minyak tumbuhan atau lemak-lemak (minyak lemak
paraffin, vaselin, lemak coklat, malam bulu domba) atau juga bahan pelarut
hidrofil seperti kloroform, benzene dan sebagainya (R. Voight, 1994).
Dalam pembuatan suatu emulsi pemilihan emulgator merupakan faktor
yang penting untuk diperhatikan karena mutu dan kestabilan suatu emulsi
banyak dipengaruhi oleh emulgator yang digunakan. Salah satu emulgator
yang aktif permukaan atau lebih dikenal dengan surfaktan. Mekanisme kerja
emulgator ini adalah menurunkan tegangan permukaan antara air dan minyak
serta membantu lapisan film pada permukaan globul-globul fase
terdispersinya (Kosman Rachmat, 2006).
Pembuatan emulsi ada beberapa metode yaitu, metode gom basah
(metode Inggris) dibuat mucilago yang kental dengan sedikit air lalu
ditambahkan minyak sedikit demi sedikit dengan diaduk cepat. Metode gom
kering korpus emulsi dibuat dengan 4 bagian minyak, 2 bagian air dan 1
bagian gom, sselanjutnya sisa air dan bahan lain ditambahkan. Metode ini
juga disebut metode 4:2:1. Metode HLB untuk memperoleh efisiensi
emulgator perlu diperhatikan sifat-sifat dari emulgator untuk tipe sistem yang
dipilih (Anief, 2007).
Dalam suatu sistem HLB, harga HLB juga ditetapkan untuk minyak-
minyak dari zat-zat seperti minyak. Dengan menggunakan dasar HLB dalam
penyiapan suatu emulsi seseorang dapat memilih zat pengemulsi yang
mempunyai harga HLB sama atau hamper sama sebagai fase minyak yang
dimaksud (Arief, 1998).

2.2 Uraian Bahan


DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh. 1997. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.

Anief, Moh. 1998. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.

Anief, Moh. 2000. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: Gadjah Mada University


Press.

Anief, Moh. 2007. Farmasetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Ansel C. Howard. 1989. Penuntun Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi Empat. Jakarta:
UI-press.

Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan RI.

Kosman, R. dkk. 2006.Bahan Ajar Farmasi Fisika. Makassar: Universitas Muslim


Indonesia.

Lachman, L., H.A. Lieberman, dan J.L. Karig. 1994. Teori dan Praktek Farmasi
Industri, Edisi ketiga, Terjemahan : S. Suyatmi, Jakarta: Universitas
Indonesia Press.

Voight, R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Terjemahan: S. Noerono.


Indonesia: Gadjah Mada University Press.

Anda mungkin juga menyukai