Anda di halaman 1dari 115

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENANGGULANGAN

PROSTITUSI DI CIREBON
(Analisis Terhadap Perda Kabupaten Cirebon No. 1 Tahun 2002
Tentang Prostitusi)

Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Ge!ar Sarjana Hukum Islam (SHI)

' : .··"'"""""'"'"""""9""""''''

\!=::=::::::::::=::-;;::::::=.::Ji~;~i. ;'.tin
i h '. ::: 9.01$~6, f}9
klas1li1k:1,;1 : ............................ °' .. ,, ........... .

Oleh:
Isti'amah
NIM : I 03043227993

KONSENTRASI PERBANDINGAN HUKUM


PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB DAN HUKUM
FAKULTAS SYARI' AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1429 H/2008 M
LEMBARPERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

I. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata I di Universitas Islam Negeri

(UIN) SyarifHidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang gunakan dalam penulisan ini telah saya camtumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UJN)

Syarif Hidayatullah Jaka11a.

3. Jika di Kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (U!N) Syarif

1-lidayatullah Jakarta

Jakaiia, 3 Juni 2008

lsti'amah
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENANGGULANGAN
PROSTITUSI DI CIREBON
(Analisis Terhadap Perda Kabupaten Cirebon No. 1 Tahun 2002
Tentang Prostitusi)

Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syari'ah dan Hukum
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperole:h
Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)

Oleh:

Isti'amalli

NIM : 103043227993

Di Bawah Bimbingan,

Pembimbing I Pembimbing II;

C?~
Drs. Ase a1ifuddin Hida at SH. MH Ahmad Ilii!IJ·i Abd. Shomad, MA
NIP. 150 68 573 NIP. 150 302 998

KONSENTRASI PERBANDINGAN HUKUM


PROGRAM STUD I PERBANDINGAN MADZHAB DAN HUKUM
FAKULTAS SYARI' AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NE GERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1429 H/2008 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP


PENAGGULANGAN PROSTITUSI DI CIREBON (Analisis Terhadap Perda
Kabupaten Cirebon No. I Tahun 2002 Tentang Prostitusi) telah diujikan dalam
Sidang Munaqasyah Fakultas Syari'ah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 29 Mei 2008. Skripsi ini telah diterima
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sa1jana Program Strata Satu (S 1)
pad a Jurusan Perbandingan Madzhab dan Hukum (PMH).

Jakarta, 29 Mei 2008


Mengesahkan,
Dekan Fakult s Syari'ah dan Hukum

Prof. r. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM


NIP. 150 210 422

PANITIA UJIAN MUNAQASYAII

Ketua : Dr. H. Ahmad Mukri Aji, MA


NIP. 150 220 554

Sekretaris : H. Muhammad Taufiki, M.Ag


NIP. 150 290 159

Pembimbing I
.~;;· ~;oi;~}~~:"'';" a;,,,,csu., MH c i~ J

Pembimbing 11 : Ahmad Bisyri Abd. Shomad, MA


CT-[)--.
( ......................... )
NIP. 150 302 998 ._

Penguji I : Enis Amalia, M.Ag


--~~ "
( ..................... ., ... )
NIP. 150 289 264

Penguj i II : Sri Hidayati, M.Ag \


KATA PENGANTAR

Dengan Asma Allah, Pencipta semesta raya, muara segala damba dan

tambatan semua pinta, Dia-lah pemilik Rahmaniyah dan Rahimiyah. Karena itu

patutlah jika syukur dan puji teruntuk bagi-Nya, Tuhan penguasa sepanjang masa.

Dia-lah Robbi Tuhan kita, yang dengan taufik dan hidayah-Nya tersingkap segala

ketidak-berdayaan, serta dengan 'inayah-Nyalah sehingga penulis mempu

menyelesaikan tugas mulia ini.

Setelah melalui proses yang panJang serta melelahkan, akhirnya penul is

mampu menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari, bahwa karya ini selesai bukan

sepenuhnya dari buah pikiran penulis sendiri, akan tetapi banyak pihak yang ikut

andil dalam penyusunan skripsi ini hingga akhirnya dapat terselesaikan, baik secara

langsung maupun tidak langsung. Mereka yang dengan tulus meluangkan waktu

membantu penulis, meski hanya sekedar menuangkan aspirasi bagi penulis maupun

hanya sekedar memberi motivasi kepada penulis, tentu tanggung jawab ini akan

terasa berat, j ika tan pa kehadiran mereka.

Oleh karena itu, tidaklah berlebihan kiranya jika pada kesempatan ini penulis

menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga, khususnya kepada :

I. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MH, MM. Selaku Dekan Fakultas

Syari'ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah banyak

memberikan bimbingan kepada mahasiswa Fakultas Syari'ah.

2. Dr. H. Ahmad Mukri Aji, MA. Selaku Ketua Jurusan Perbandingan Madzhab dan

Hukum dan H. Muhammad Taufiki, M.Ag. Selaku Sekretaris Jurusan


Perbandingan Madzhab dan Hukum yang tidak pernah lelah memberikan arahan
dan motivasi kepada mahasiswa jurusan PMH, khususnya kepada penulis.

3. Bapak Ors. Asep Syarifuddin Hidayat, SH., MH. Selaku pembimbing I, dan
Bapak Ahmad Bisyri Abd. Shomad, MA. Selaku pembimbing II yang dengan

ketulusan keduanya membimbing dan memberikan pengarahan kepada penulis

walau di tengah kesibukannya, walaupun dengan keterbatasan waktu memberikan

arahan yang gamblang dan mudah dipahami oleh penulis hingga skripsi ini dapat

terselesa ikan.

4. Segenap Dosen di Fakultas Syari'ah dan Hukum yang dengan tulus telah

mendermakan ilmunya kepada penulis selama kuliah di kampus tercinta ini,

dengan segala rasa ta'dzim "semoga apa yang tel ah diajarkan menjadi al- 'I/mu

Yaefa' baik di dunia dan akhirat". Amin.

5. Pimpinan Perpustakaan Baik Pusat maupun Fakultas, se11a seluruh stafnya yang

telah memberikan pelayanan terbaiknya sehingga mempennudah penulis dalam

mencari buku referensi hingga skripsi ini cepat terselesaikan.

6. Sembah sujud dan ta'dzim dengan rasa bhakti penulis haturkan kepada Abah dan

Mimi tercinta, Abah Madnur dan Mimi Ulidah, yang tak pernah bosan mendidik

dan mendo'akan untuk keberhasilan anaknya ini. Terima kasih atas kasih sayang

yang telah abah dan mimi berikan selama ini. Kepada adik-adik penulis, Mahrus,

Maesaroh, Ma'arif Hamzah dan Fatihatus Syifa Nurfajri, yang selalu mendo'akan

untuk keberhasilan kakaknya, serta merekalah yang selalu menjadi inspirasi bagi

penulis. Juga kepada Bibi Masidah, Mang Ozi, Mang Awi, Mang Shoib, Uwa

Juhroh, Uwa Jariyah, KH. Yusuf dan Mang H. Taslim yang selalu memberi
rnotivasi dan dukungan kepada penulis dalarn rnenggapai cita .. cita.
...

7. Segenap para guru yang pernah mengajar dan mendidik penulis, di Pesantren

Daarut-Tauhid, Cirebon, KH. lbnu Ubaidillah, KH. Husain, KH. Ahsin Sakho. Di

Pon-Pes Sunan Pandan Aran, Yogya, Mbah Mufid (Alm), KH. Mu'tashim billah

dan seluruh asatidz. Di Majlis Dzikir Assamawat Syaikh Kiai Sa'adih al-Batawi.

Semoga apa yang pernah diajarkan kepada penulis mejadi ilmu yang bennanfaat.

Amin.

8. Terkhusus bagi Suami tercinta, Ka' Budi Santoso, yang selalu memberikan

motivasi dan perhatiannya kepada penulis dalam menyelesaian skripsi ini, serta

yang selalu mendukung dalam mengejar cita-cita (/ love you forever). Juga

kepada Pak Ahsin Mahrus yang senantiasa meluangkan waktu menasehati serta

membimbing penulis, walau sedang di Negeri orang.

9. Teman-teman seperjuangan di PH angkatan 2003, khususnya Neni, Narti, Unun,

Ayang, Memey, lim, Real, Sadath, Qodir, Rozak, Alif, Ratomi, serta taman-

teman lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan semuanya. Terima kasih atas

kebersamaan selama di bangku kuliah.

I 0. Teman-teman di HT!, ka' Syiddah, Ana, ka Eli. Di !nhutani Ari, Umi, Nur, Sari,

Anam, Misbah. Juga terkhusus kepada Zakiyah, Rohmah, Wiwin, Teh Faiz dan

Nelly, ka Nila, Bang Ahmad, yani, Eka, Nurul, ka Neni, ka Ai, mbak Tati, Nurul

Tega!, Pak Edi Danu, ka Hasyim, ka Awang, ka Imam, ka Muhtar, Mas Agus

Purnomo, Mas Agus Rifa'i Mang Tasina Sekeluarga dan Kadnadi. Terima kasih

kebersamaan yang kalaian berikan selama ini, aku tidak akan melupakan kalian

semua.

11. Keluarga Besar KMSGD, H!QMAH, PMII Syari'ah dan Hukum, Flat Bahasa, serta

keluarga besar Lanselung. Semoga bermanfaat pengalaman yang kalian berikan.


12. Terakhir, kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis, baik yang

membantu secara langsung maupun sekedar saran, penulis tidak akan melupakan

jasa kalian semua, semoga yang Maha Rahman mambalas segala ketulusan kalian.

Demikianlah untaian terima kasih ini, tiada yang dapat penulis lakukan

kepada mereka yang telah berjasa, kecuali menghaturkan terima kasih seagung-

agungnya serta iringan do'a semoga Allah Swt membalas dengan segala kebaikan .

Harapan terakhir semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para

pembaca pada umumnya. Akhirnya, kepada-Nya lah kita mohon hidayah dan

ampunan.

Jakarta, 23 Jumadil Tsani 1429 H


27 J U N I 2008 M

Penulis
DAFTARISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... v

DAFTAR ISi ................................................................................................... IX

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masai ah ............................................. .

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... . .. . .. .. . . . .. . . . .. . . . ....... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...... ... ...... .. . ...... .. . .. ......... 7

D. Metodologi Penelitian . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . .... 8

E. Sistematika Penulisan . .. .. .. . . .. . . .. . .. . .. . .. .. . ... . . . . .. . .. ... .. . .. . I0

BAB II PROSTITUSI DI CIREBON DAN PENANGGULANGANNYA

A. Definisi Prostitusi .. . .. . ... . .. ... ... ... ... ... .. . .. .. .. . .. .......... .... 13

B. Prostitusi Menu rut Hukum Islam .. . . .. .. .. . . . . . .. .. .. .. . ... . . . . ..... 17

C. Dasar Hukum Larangan Prostitusi Menu rut Hukum Islam ... .. . 21

D. Sanksi Bagi Pelaku Tindak Pidana Prostitusi Menurut 1-lukum

Islam..................................................................... 26

E. Dampak Praktek Prostitusi Terhaclap Kehiclupan Masyarakat .. . 32

BAB III PERDA KABUPATEN CIREBON NO. 1 TAHUN 2002

TENT ANG PROST IT US!

A. Faktor Penyebab Timbulnya Prostitusi di Cirebon . . . . .. ... .. . . ... 40 .


B. Latar Belakang Lahirnya Perda Kabupaten Cirebon No. I

Tahun 2002 Tentang Prostitusi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. 44

C. Sanksi Bagi Pelaku Tindak pidana Prostitusi Menurut Perda

Kabupaten Cirebon No. I Tahun 2002 Ten tang Prostitusi . . . . . . . 48

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHA]l)AP PERDA

KABUPATEN CfREBON NO. 1 TAHUN 2002 TENTANG

PROSTITUSI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. 53

A. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sanksi Pidana yang diatur

dalam Perda Kabupaten Cirebon No. I Tahun 2002 Tentang

Prostitusi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . .. .. . . .. .. .. . . .. .. 54

B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Perda Kabupaten Cirebon

No. 0 I Tahun 2002 Tentang Prostitusi . .. . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . ... 70

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan . .. . . .. . . .. . . .. . . .. . . . .. .. . .. . . . . . .. .. . . . . . .. . .. . .. ... ... .. .. 79

B. Saran-saran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. 80

DAFT AR PUST AKA .. .. . .. .. .. . . .. ... .. .. .. .. .. .. .. . .. . .. . .. . .. . . . . .. .. . . .. .. .. .. .. . 83

LAMP IRAN
BA.BI
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada masa globalisasi dan infonnasi ini, perkembangan ilmu pengetahuan

dan teknologi berjalan sangat cepat, seiring dengan perkembangan tersebut

kehidupan masyarakat sekarang ini banyak mengalami' perubahan, baik cara

hidup, cara pergaulan dan cara berbusana maupun ha! yang lain. Diakui atau tidak

bahwa kemajuan zaman di samping membawa nilai-nilai kemakmuran dalam

kehidupan masyarakat juga menimbulkan kemerosotan pada nilai-nilai moral

dalam kehidupan masyarakat bahkan akan menimbulkan keresahan bagi

lingkungan.

Sementara itu bagi orang yang tidak bisa mernbawa dirinya dalam

mengimbangi cepatnya roda pembangunan dan teknologi yang semakin

berkembang sejalan dengan berkembangnya norma-norma kehidnpan masyarakat,

akibatnya ia akan mudah terbawa arus dalam lingkungan pergaulan yang tidak

terkontrol, terutama lingkungan dan perkembangan teknologi yang banyak

membawa perubahan pada nilai-nilai kehidupan masyarakat, serta terhadap

keluarga dan budi pekerti.

Dari pandangan hidup yang ultra modern ini mengakibatkan merosotnya

penghargaan terhadap nilai Agama yang merupakan pegangan mulia bagi setiap

insan, salah satu dampak dari adanya glo balisasi adalah nilai-nilai dalam
2

kehidupan masyarakat telah memudar sedikit demi sedikit. Disadari atau tidak

bahwa dalam kehidupan masyarakat itu pasti mempunyai suatu norma atau tata

aturan kehidupan yang harus dijunjung tinggi, dalam artian bahwa naluri setiap

manusia yang bermasyarakat tentu mempunyai tujuan 1mtuk hidup tenang nan

damai dan selalu berusaha untuk memperbaiki kehidupan dan akan mengatasi

masalah-masalah yang menghalangi tujuan tersebut, di antaranya masalah itu

ialah masalah penyakit sosial, masyarakat tentu akan bierusaha menanggulangi

masalah penyakit sosial ini, salah satunya adalah pelacuran, karena bagaimanapun

dalam kenyataannya di tengah-tengah masyarakat praktek pelacuran atau

prostitusi dapat menimbulkan berbagai akibat negatif yang membahayakan dan

meresabkan masyarakat, seperti menghancurkan rmnah tangga, terjadinya tindak

pidana kejahatan dan lain sebagainya.

Pelacuran bukan hanya sebuah gejala individual akan tetapi sudah menjadi

gejala sosial dari penyimpangan seksualitas yang normal dan juga Agama. 1

Karena pelacuran bukan hanya memiliki dampak terhadap individual-individual

pelaku dan pemakai jasa ini secara personal, akan tetapi juga memiliki dampak

terhadap masyarakat umum, sekaligus pelacuran ini jelas-jelas merupakan sebuah

tindakan yang benar-benar melanggar aturan Agama.

Dalam Agama Islam, masalah pelacuran atau perzinaan, ini merupakan

suatu yang sangat penting sehingga mendapat perhatian secara khusus dalam

'Terence H, Hull, Endang Sulistianingsih, Gavin W. J, Pelacuran di Indonesia (Jakarta:


Pustaka Sinar Harapan, 1997), him. 3
3

-------·

penanggulangannya, dalam al-Qur'an disebutkan dengan

ungkapan yang sangat diplomatis:

Artinya: "Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah
perbuatan yang sangat keji dan merupakan suatu jalan yang buruk".
(QS. Al-lsra' : 32).

Hal ini sebagai bentuk pelarangan yang benar-benar sangat dilarang dalam Islam,

karena memang dampaknya sangat besar terhadap pelaku, bahkan akan berimbas

kepada masyarakat luas.

Dalam menanggulangi pelacuran dan sebagai langkah preventif

(pencegahan) dari perzinaan, Islam memberikan ketentnan bahwa pelaku zina

dikenakan hukuman, dan dalam hukumaunya dibedakan dalam dua jenis menurut

pelakunya, yaitu Zina Muhshon (pelaku zina yang sudah berkeluarga) dikenakan

hukuman rajam, sedangkan Zina ghairu muhshon (belum berkeluarga) dikenakan

hukuman dera sebanyak seratns kali ditambah pengasingan selama satu tahun.

Sekilas hukurnan ini memang kelihatan kejam, tapi justru ini akan memberikan

efek jera terhadap pelaku dan demi menyelarnatkan bagi yang lain dari perbuatan

zina ini.

Mendengar masalah protitusi, pelacuran, perzmaan, asusila dan lain

sebagainya seakan-akan semua mata tertuju ke daerah yang dianggap sebagai

daerah yang berpotensi besar untnk dijadikannya sebagai sarang pelaku prostitusi,

misalnya kawasan Pantura. Ketika pasca dilakukan rehabilitasi terhadap Kramat


4

Tunggak, Jakarta Utara yang dulunya adalah sebuah kawasan dimana rumah

remang-remang (tempat pelacuran) dapat dijumpai harnpir di seluruh pelosok

daerah tersebut, kini kawasan tersebut telah di sulap meajadi kawasan Islamic

Centre, Kramat Jaya. Setelah Kramat Jaya terbebas dari prostitusi seolah-olah

kawasan Pantura menjadi incaran kecurigaan orang, karena dianggap bahwa

kawasan ini merupakan kawasan yang sangat strategis, dimana lain lintas antar

provinsi yang dapat menghubungkan kota-kota besar, yaitu kota Jakarta dengan

kota-kota besar di Jawa Tengah dan Jawa Timur, sehingga Pantura merupakan

tempat yang cocok dan nyaman untuk tempat persinggahan, apalagi letaknya

dekat dengan pesisir pantai laut Jawa. Dengan demikian tidak menutup

kemungkinan praktek-praktek pelacuran akan bermunculan, bahkan tempat-

tempat prostitusi akan mudah didapatkan disana, dari alasan-alasan tersebut maka

kawasan pantura merupakan kawasan yang dianggap rawan akan tempat

prostitusi, apalagi kalau dihubungkan dengan banyaknya aliran musik yang

terkenal dengan mengmnbar goyangarmya, konon muncul dari kawasan pantura

ini, seperti nyanyian goyang dombret, kucing garong dan lain sebagainya,

sebingga dengan dugaan seperti itu kawasan Pantura dianggap sebagai salah satu

tempat di mana praktek prostitusi mudah dijumpai.

Semua orang boleh beranggapan seperti itu namun kenyataanya apakah

seperti itu? Apakah tidak ada tindakan dari pemerintah setempat? Dalam ha! ini

Pemerintah Daerah Cirebon yang termasuk salah satu Daerah. di kawasan Pantura.

Sudah beberapa tahun yang lalu, sejak tahun 2002 Pemerintah Daerah Cirebon
5

telah mengupayakan penanggulanga11 prostitusi dalam bentuk Peraturan Daerah,

yakni dengan mengeluarkan Perda Nomor I Tahun 2002 tentang Iarangan

prostitusi.

Tepatnya pada tanggal 13 Maret 2002, Pemerintah Kabupaten Cirebon

memberlakukan Perda Nomor 1 Tahun 2002 tentang Iarangan Prostitusi. Dengan

disahkannya Perda itu maka siapapun dilarang menyediakan, mengadakan, dan

melakukan perbuatan prostitusi. Bagi pelanggar ketentuan-ketentuan Perda

Kabupaten Cirebon No. 1 Th 2002 ini akan dikenakan ancaman pidana bagi

pelakunya, yaitu pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan dan atau denda

sebanyak-banyaknya Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah). Setelah peraturan

tersebut diberlakukan, apakah praktek prostitusi di Cirebon itu mulai hilang

ataukah malah sebaliknya, yaitu semakin marak, sebagaimana anggapan banyak

orang.

Namun dengan dikeluarkannya Perda Kabupaten Cirebon No. 1 Th 2002

tentang prostitusi ini diharapkan dapat mengurangi ma:raknya tempat-tetnpat

prostitusi di Cirebon yang akhirnya akan dapat menghapus keberadaan praktek

prostitusi di Cirebon demi terciptanya keamanan, kesopanan dan ketertiban susila .

serta menjadikan Kabupaten Cirebon yang berakhlakul ka:rimah dan bebas dari

perbuatan asusila itu.

Diberlakukannya Perda Kabupaten Cirebon No. 1 Th 2002 tentang

prostitusi ini ternyata disambut baik oleh masyarakat Cirebon, yang sudah lama

diresahkan oleh keberadaan praktek prostitusi, kurang lebih saat ini ada 9
6

Kecamatan di Kabupaten Cirebon terdapat tempat-tempat prostitusi. Di antaranya

Palimanan, Terminal Cargo, Pasar Minggu Palimanan, Gegesik, Plumbon,

Arjawinangun, Cileduk Tatimunya, Losari, Weru, Plered, Cipema Cirebon, dan

cenderung yang dianggap rnwan sebagai tempat berkeliaran para pelaku prostitusi

adalah Terminal. 2 Dari itu masyarakat Cirebon berharap penyakit sosial yang ada

di daerah mereka segara hilang karena memang sangat meresahkan terutama bagi

generasi muda.

Melihat dari kenyataan-kenyataan yang sudah di jelaskan di atas, penulis

menganggap bahwa masalah ini merupakan masalah yang sangat penting dan

menarik untuk dikaji, sehingga penulis tertarik untuk membahas dan menganalisa

PERDA Cirebon No. I Th 2002 khususnya tentang prostitusi sebagai upaya

Pemda Cirebon menanggulangi masalah Asusila (prostitusi) sekaligus meninjau

peraturan tersebut dengan hukum Islam. Maka penulis mencoba membahasnya

dalam bentuk penelitian yang berjudul Tinjauan Hukum Islam Terhadap

Penanggulangan Prostitusi Di Cirebon (Analisis Terlrndap Perda Kabnpaten

Cirebon No. 1 Tahun 2002 Tentang Prostitusi). Dengan harapan masalah

prostitusi ini segera bisa diatasi dan tidak berdampak pada kehidupan masyarakat,

yang mana pada saat ini kesusilaan merupakan masalah yang Urgen untuk

diperhatikan.

2 J(usairi, Kepala Seksi U1nt1111 Satpol PP. J(ab. Cirebon, Jt'au·anc:ara Pribadi, Cirebon,
15 .lanuari 2008.
7

B. Pembatasan dan Perumusan Masalab

Agar pembahasau dalam skripsi ini lebih terarah dan jelas pokok

permasalahannya, maka penulis membatasinya hauya pada seputar kajian masalah

prostitusi tentaug latar belakaug lahirnya Perda Kabupaten Cirebon No. I tahun

2002, tujuannya sanksinya dau pandangan hukum Islam terhadap Perda

Kabupaten Cirebon No. I tahun 2002 tentang prostitusi tersebut. Selaajutnya

untnk memudahkau dalam penulisau skripsi ini, penulis malakukan kualifikasi

bahasan dan masalah dalam satu spesifikasi berdasarkan tingkat kebutuhan yang

menopang dalam penyusunan tulisan ini, yaitu dengan rnembuat rumusan masalah

sebagai berikut:

I. Apa yang melatarbelakangi lallirnya Perda Kabupaten Cirebon No. I tahun

2002 tentang prostitusi dan apa pula tujuannya?

2. Apa sauksi yang diberikau bagi mereka yang melauggar Perda Kabupaten

Cirebon No. I tahun 2002 tentang prostitusi ?

3. Bagiamana pandangan Hukum Islam mengenai upaya penan;sgulangan

prostitusi yang tertuaug dalam Perda Kabupaten Cirehon No. J tahun 2002

tentang prostitusi ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Dengan melakukan penelitiau sehubungan dengau judul diatas, penulis

bertujuan untuk :

!. Untuk mengetahuai latar belakang dan tujuan dibuat/diberlakukannya Perda

Kabupaten Cirebon No. I tahun 2002 tentang prostitusi.


8

2. Untuk mengetahui bentuk sanksi yang diberikan oleh Pemerintah Daerah

Cirebon bagi mereka yang melanggar peraturan daerah tersebut.

3. Untuk mengetahui bagaimana tirtjauan hukum Islam terhadap Perda Cirebon

No. I tahun 2002 tentang Prostitusi.

Adapun manfaat yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah :

I . Sebagai media yang bisa memberikan informasi bagi masyarakat yang ingin

mengetahui efektivitas peraturan yang tertuang dalam Perda Kabupaten

Cirebon No. I tahun 2002 tentang prostitusi sebagai upaya Pemerintah Daerah

Cirebon menanggulangi gejala penyakit sosial (prostitusi).

2. Menambah khasanah kepustakaan Islam sehingga menjadi informasi dalam

bentuk bacaan yang bermanfaat untuk mengetahui bagaimana tinjauan huknm

Islam terhadap Undang·undang atau peraturan yang dibuat oleh Pemerintah

Daerah.

D. Metode Penulisan

Untuk pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan

metode sebagai berikut :

I. Metode Pendekatan

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan kqjian normatif yaitu

pendekatan yang didasarkan pada kaidah-kaidah yang terdapat dalam

peraturan perundang-undangan, dengan memuat deskripsi masalah yang

diteliti berdasarkan tirtjauan pustaka yang dilakukan secara cermat dan

mendalam
9

2. Jenis Penelitian

Adapun jenis penelitian ini adalah jenis kualitatif, yakni deskripsi

berupa kata-kata, ungkapan, norma atau aturan-aturan yang diteliti, karena

penelitian ini dilakukan untuk mengukur dan menilai sebuah peundang-

undangan di Indonesia dalam hal ini Peraturan Daerah Kabupaten Cirebon,

sehingga penelitian ini digolongkan kepadajenis penelitian Kualitatif

3. Tehnik Pengumpulan Data

Tehnik yang digunakan untuk mengumpulkan data bersifat library

research guna memperoleh landasan teoritis yang dipero leh dari literatur dan

referensi yang berkaitan dengan tema yang akan dibahas. Selain itu untuk

memperkaya data sekaligus untuk melihat bagaimana urgensi perda ini

terhadap penaggulangan prostitusi tersebut, juga akan digunakan telmik

Interview atau wawancara yaitu suatu cara untuk mengumpulkan data dengan

mengadakan komunikasi/tanya jawab secara langsung dengan pihak terkait,

dalam hat ini penulis akan mencoba mewawancari pihak Pamong Praja

maupun tokoh masyarakat mengenai tanggapannya terhadap diberlakukannya

perda tersebut. Dengan demikian data yang diguna'kan untuk menunjang

penelitian ini adalah :

a. Data Primer meliputi penmdang-undangan, yaitu Perda Kabupaten

Cirebon No. I Th. 2002 tentang Prostitusi serta al .. Qur'an dan al-Hadits

yang merupakan sumber hukum Islam. Serta data yang didapat dari hasil

wawancara. Bahwa data yang diperoleh tentang jumlah pelanggaran pada

tahun 2006 sebanyak 24 orang, sedangkan pada tahun 2007 sebanyak 31

orang.
10

b. Data Skunder terdiri dari buku-buku hukum, media cetak, artikel maupun

data dari internet (website) yang ada korelasinya dengan materi yang

menjadi pokok masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini.

4. Telmik Analisis Data

Setelah data tersebut terkumpul, penulis akan menyajikan dan

menganalisanya secara deskriptif komperatif, dimaksudkan untuk memberikan

gambaran secara jelas, sistematis, objektif dan kritis yang dipaparkan antara

hukum Islam dan hukum positif mengenai fakta-falcta yang bersifat normatif

tentang permasalahan yang dibahas, dengan berusalia menyajikan bahan yang

relevan dan mendukung.

5. Tehnik Penulisan

Adapun tehnik penulisan skripsi ini mengacu pada buku pedoman

penulisan skripsi Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN syarif Hidayatullah

Jakarta tahun 2007.

E. Sistematika Penulisan

Untuk mernpermudah pembahasan skripsi ini, maka penulis menyusun

skripsi ini dengan siste111atika penulisan yang terdiri Hrna bab, yaitu :

Bab I : Pendahuluan

Terdiri dari latar belakang rnasalah, pembatasan dan perumusan

masalah, tujuan dan rnanfaat penelitian, rnetode penelitian dan

siste111atika penulisan.
11

Bab II: Mernuat tentang Definisi prostitusi secara umum, kernudian dipaparkan

pengertian prosrptitusi rnenurut hukurn Islam, lalu di sajikan tentang

dasar hukurn dari pelarangan prostitusi rnemrrut hukum Islam, setelah

itu dibahas juga tentang sanksi bagi pelaku tindak pidana prostitusi

menurnt hukurn Islam, kemudian dilihat bagairnana dampak prostitusi

itu terhadap kehidupan masyarakat.

Bab III: Dalam bab ini akan di uraikan tentang faktor penyebab timbulnya

prostitusi di Cirebon, kemudian juga akan di paparkan tentang latar

belakang lahirnya Perda Kabupaten Cirebon No. 1 Th. 2002 tentang

Prostitusi, setelah itu barn kemudian diuaraikan tentang sauksi bagi

pelaku tindak pidana prostitusi menurut Perda Kabupaten Cirebon No. 1

Tahun 2002 tentang prostitusi.

Bab IV: Dalarn bab ini penulis akan mengupas secara tajam tentang bagairnana

tinjauan hukurn Islam terhadap sanksi pidana yang diatur dalam Perda

Kabupaten Cirebon No. 1 Tahun 2002 tentang prostitusi dengan

rnenggunkan rnetode komperatif, disamping itu penulis juga akan

mernbahas tentang bagaimana tinjauan hukwn Islam teradap Perda

Kabupaten Cirebon No. 01 Tahun 2002 Tentang Prostitusi, sehingga

akan nampak jelas bagairnana peran Perda Kabupaten Cirebon No. 01

tahun 2002 tersebut dalam penanggulangan prostitusi di Cirebon.


12

Bab V : Merupakan bab terakhir yang berisikan kesirnpulan yang merupakan

pemadatan dari pembahasan skripsi ini, kemudian dilanjutkan dengan

saran-saran yang konstruktif.


BAB II
PROSTITUSI MENURUT HUKUM ISLAM

A. Definisi Prostitusi

Prostitusi sebagairnana pernaparan Frans Salesman, secara etimologis

berasal dari kata bahasa latin yaitu pro-stituare atau prosstaure yang berarti

memberikan atau membiarkan diri berbuat zina, melakukan pelacuran,

persundalan, pergundikan. Sehingga secara harfiah prostitusi dapat dideskripsikan

sebagai tingkah laku bebas tanpa kendali dan cabul karena adanya pelampiasan

nafsu seks dengan lawan jenis tanpa mengenal batas kesopanan (manusiawi) dan

mendapatkan bayaran 1• Adapun secara terminologis, prostitusi atau pelacuran

adalah penyediaan seksual yang dilakukan oleh laki-laki atau perempuan untuk

mendapat uang atau kepuasan. 2

Prostitusi menurut W.A. Banger dalam tulisannya Maatschappelijke

Oorzaken der Prostitutie menulis definisi: "Prostitusi ialah gejala kemasyarakatan

dimana wanita menjual diri melakukan perbuatan-perbuatan seksual sebagai mata

pencaharian". Pada definisi ini jelas dinyatakan adanya peristiwa penjualan diri

sebagai profesi atau mata pencaharian sehari-hari dengan jalan melakukan relasi-

relasi seksual. Menurut sarjana P.J. De Bruine Van Amstel menyatakan bahwa

prostitusi adalah penyerahan diri dari wanita kepada banyak laki-laki dengan

1
Frans Salesman, "Prostitusi", artikel diakses pada 3 April 2007 dari
b.lln://ww\v. wordpress.com

~ Robert P. 1Vlasland, Jr. Dnvid Estridge, Apu yang lngin Diketahui Rernaja Tentang Seks,
(Jakarta: Bumi Aksara, 1987), h. 134.
14

pembayaran. 3 Sedangkan prostitusi menurut Perda Kabupaten Cirebon NO. 1


Tahun 2002 Tentang Prostitusi ialah hubungan seksual di luar nikah dengan

imbalan uang atau hadiah-hadiah sebagai suatu transaksi perdagangan. 4


Definisi di atas mengemukakan adanya unsur--unsur ekonomis dan
penyerahan diri wanita yang dilakukan secara berulang-ulang atau terus-menerus
dengan banyak laki-laki.

G. May dalam bukunya Encyclopedia of Social Science menuliskan


masalah prostitusi yang menekankan masalah barter atau perdagangan secara

tukar-menukar, yaitu menukarkan pelayanan seks dengan bayaran uang, hadiah


atau barang berharga lainnya. Juga mengemukakan promiskuitas, hubungan seks

bebas dan kekacauan emosional, melakukan hubungan seks tanpa emosi, tanpa
perasaan cinta kasih atau afeksi. Pihak pelacur mengutamakan motif-motif
komersil, atau alasan-alasan keuntungan materil. Sedang pihak laki-laki
mengutamakan pemuasan nafsu-nafsu seksual. Baik May maupun ensiklopedia

AMERICANA memberikan batasan "promiscuity dan promiscuous unchastity"

sebagai tingkah laku tuna susila yang professional. 5


Selanjutnya, Kartini Kartono dalam bukunya "Patologi Sosial"

mengemukakan definisi pelacuran sebagai berikut: 6

' W.A. Banger, De Maatschappelijke Oorzaken der Prostitutie, Verspreide Geschr!ften,


dell 11. Amsterdam, 1950. (terjemahan B. Simanjutak. Mimbar Demokrasi, Bandung, April 1967).
4
Lembaran Daerah Kabupaten Cirebon Nomor 05 tahun 2002 Seri Edisi 4 Peraturan
Daerah Kabupaten Cirebon Nomor 0 I Tahun 2002 Tentang Larangan Perjudian, Prostitusi dan
rY1inuman Keras.
5
G. May, Encyclopedia of Social Science, dalam Kartini Kartono, Pato/ogi Sosia/,
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005) Jil. l, Edisi 2, h. 215-216.
6
f(artini J(artono, Patv!ogi Sosial, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2005) Ji!. 1, Edisi
2, h. 216.
15

I. Prostitusi adalah bentuk penyimpangan seksual, dengan pola-pola organisasi

impuls/dorongan seks yang tidak wajar dan tidak lerintegrasi dalam bentuk

pelampiasan nafsu-nafsu seks tanpa kendali dengan banyak orang

(promiskuitas), disertai eksploitasi dan komersialisasi seks yang impersonal

tanpa afeksi sifatnya.

2. Pelacuran merupakan peristiwa penjualan diri (persundalan) dengan jalan

memperjualbel ikan badan, kehormatan, dan kepribadian kepada banyak orang

untuk memuaskan nafsu-nafsu seks dengan imbalan pembayaran.

3. Pelacuran ialah perbuatan perempuan atau laki-laki yang menyerahkan

badannya untuk berbuat cabul secara seksual dengan mendapatkan upah.

Prostitusi/pelacuran menurut Kiai Bahrudin, Pimpinan Pondok Pesantren

Al-Ma'unah, Kepuh, Pasar Minggu, Cirebon, ialah perbuatan keji yang

hubungannya dengan penyaluran syahwat baik dengan sejenis maupun dengan

Jawan jenis.7 Menurut Teddy Suhroto (Kepala Ketertiban Satpol PP. Kab.

Cirebon), ia mengemukakan bahwa prostitusi adalah masyarakat yang berbuat

mencari penghasilan dengan menjual seks. 8 Lain lagi menurut pemaparan Kusairi

(Kepala Seksi Ketertiban Umum Satpol PP. Kab. Cirebon), prostitusi adalah

termasuk perselingkuhan atau hubungan seksual di luar nikah. 9

7
K. Bahrudin, Pimpinan Pondok Pesantren Al-Ma'unah, Kepuh, Pasar Minggu, Cirebon,
Wawancara Pribadi, Cirebon, 15 Januari 2008.
8
Teddy Subroto, Kepala Bidang Ketertiban Satpol PP. Kab. Cirebon, Wmvancara
Pribadi, Cirebon, 15 Januari 2008.
9
Kusairi, Kepala Seksi Umu1n Satpol PP. Kab. Cirebon. Wmvancara Pribadi, Cirebon, 15
Januari 2008.
16

Pelacuran menurut Soedjono adalah pelacur merupakan gejala sosial yang

seolah langgeng, faktor penentunya justru terletak pada sifat-sifat alami manusia

khususnya segi seksual biologis dan psikologis, sedangkan faktor lainnya hanya

bersifat faktor pendamping yang akan memperlancar atau dapat menghambat

pertambahan jumlah pelacuran. 10 Pengertian pelacuran menurut konsep kaum

objektif adalah kegiatan penyimpangan prilaku karena telah melanggar norma-


11
norma sosial.

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa pelacuran berasal

dari kata lacur yang berarti malang, celaka, sial, gaga!, atau buruk laku. Pelacur

adalah wanita yang melacur sundal, wanita tuna susila. Pelacur adalah perihal

menjual diri sebagai pelacur, penyundalan. 12

Pendapat Davis beragumenntasi bahwa unsur pembayaran dalam bentuk

tertentu juga ditemukan dalam pranata sosial lain seperti pernikahan dan

pe1tunangan. Komponen yang membedakan unsur promiskuita~ yang harus

ditonjolkan dalam definisi pelacuran. Cara pandang ini diperluas oleh Polsky yang

mendifinisikan pelacuran sebagai pemberian "seks di luar pernikaan sebagai

pekerjaan". 13

0
'Soedjono, Pelacuran Ditinjau Dari Hu/cum dan Kenyataan Da/am Masyarakat,
(Bandung: Karya Nusantara, 1977), h. 44.
11
Ibid h. 45.
12
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1987), h. 550.
13
Tahnh-Dam Truong, Parhvisata dan Pe/acuran di Asia Tenggara, Terjemahan: Moh.
Arif, (Jakarta: LPJES, 1992 ), h. 15.
17

Definisi tentang pelacuran menunjukkan bahwa unsur pembayaran atau

penerimaan upah harus ada dalam konsep pelacuran. Namun, unsur pembayaran

atau penerimaan upah yang merupakan unsur ekonomis bukanlah satu-satunya

unsur dalam penentuan konsep tentang pelacuran. Para ilmuan bersepakat

mengenai adanya unsur ekonomis tersebut dalam konsep tentang pelacuran, tetapi

mereka berbeda pendapat terutama mengenai batas-batas sosial dalam pelacuran.

B. Prostitusi Meuurut Hokum Islam

Dalam kamus lnggris-lndonesia kata Prostitution diartikan dengan

Pelacuran, Persundalan dan ketunasusilaan. 14 Sedangkan dalam kamus al-Maurid

kata kerja Prostitute diartikan dengan ( _;,...,) dalam kamus Al-Munawwir kata

dengan ( ~ - ..>P-:! ) dengan arti berzina dan ism failnya adalah perempuan yang

berzina (;;~WI) disinonimkan dengan ( :\.,uljll), (._,.,.,._,..II) dan kata bigha ( o\.i.;ll ),

disinonimkan dengan kata al-Zina. 15

Dari makna di atas perbedaan makna antara prostitusi dengan perzinaan

hemat penulis adalah setiap prostitutor adalah pezina dan setiap pezina belum

belum tentu prostitutor. Maksudnya setiap praktek protil:usi bertujuan komersil

dengan meraup upah, sedangkan pezina tidak selalu bertujuan materil. Dalam Al-

Qur'an istilah prostitusi diindikasikan dengan menggunakan tenninology al-Bigha

( o\.i.;ll ), dalam surat an-Nur ayat 33:

14
Hasan Sadily dan John M. Echols, Kamus Inggris- Indonesia, (Jakarta: Gramedia,
1990).
15
Al-Ba'la al-Baqi, al-Maurid (Beirut: Daar al-'flm. 1977\.
18

Artinya: " Dan janganlah kamu paksa budak-budak wanitamu untuk melakukan
pe!acuran, sedangkan mereka sendiri menginginkan kesucian, karena
kamu hendak mencari keuntungan duniawi". (QS: an-Nur: 33).
Pesan ayat ini adalah larangan bagi muslim mencari kekayaan lewat jalur yang

haram yaitu prostitusi.

Zina berasal dari kata _,..;j -_,lj; -_,..;j yang artinya berzina, berbuat

zina. Kata 01j yang jamaknya olij (apabila yang berzina laki-laki), dan kata ~lj

yang kata jamaknya _,il_,j (apabila yang berzina perempuan). 15 Secara garis besar,

pengertian zina menurut hukum Islan1 sebagaimana yang diungkapkan oleh

Muhammad Ali as-Sabuni bahwa zina menurut arti bahasa adalah persetubuhan

yang diliaranikan. Dan zina menurut syar'i ialah persetubuhan yang dilakukan oleh

seorang laki-laki dengan seorang perempuan melalui (pada) vagina di luar nikah

dan bukan nikah subhat. 16

Beberapa defmisi lain tentang ziI1a yang dikemukakan oleh berbagai ulama

madzhab menunjukkan pengertian yang hampir sama. Hanya saja ada yang sedikit

15
Mahmud Yunus, Kamus Bahasa Arab-Indonesia, (Jakarta: PT. Hida Karya Agung,
2002), h. 230.
16
Muhammad Ali as-Sabuni, Rawai'ul Bayan Tafsir Ayaat al-Ahkam min al-Qur'an,
(Beirut: Daar al-Fikr, tt.), Jil. II, h. 8.
19

berbeda, sepe1ii ulama Hanabilah dan ulama zidiyah yang menambahkan jimak

melalui dubur. 18

Sebagaimana yang dikutip oleh Abdul Qodir 'Audah dalam kitabnya Al-

Tasyri' al-Jinai al-Islami Muqoronan bi al-Qonun al-Wad'i tentang pendapat para

ulama madzhab dalam mendifinisikan zina, ialah sebagai berikut: 19

I. Pendapat Malikiyah.

Artinya: "Zina adalah persetubuhan yang dilakukan oleh orang mukallaf


terhadapfarji (vagina) manusia (wanila) yang bukan miliknya secara
disepakati dan dilakukan dengan kesengajaan".

2. Pendapat Hanafiyah.

Artinya: "Zina adalah persetubuhan yang dilakukan oleh seorang laki-laki


lerhadap wanila yang bukan miliknya dan lidak syubhat memilikinya
pada qubul (vagina wanita tersebut).

3. Pendapat Syafi'iyah.

Artinya: "Zina adalah memasukkan dzakar ke dalam fmji yang diharamkan


karena za111ya, bukan karena syubhat don menurut tabi'atnya
menimbulkan syahwat.

4. Pendapat Hanabilah.

18
Muhammad Abduh Malik, Prilaku Zina Pandangan Hukum Islam dan KUHAP,
(Jakarta: PT. Bulan Bintang, 2003), Cet. I, h. 25.
19
Abdul Qodir 1Audah, Al-Tasyri' a/-Jinai al-/slan1i Muqoronan bi al-Qonun a/-Wad'i,
(Beirut: Muassasah al·Risalah, 1992), Cet. XI, h. 349,
20

Artinya: "Zina adalah melakukan perbuatan keji (persetubuhan yang


diharamkan), baik terhadap qubul maupun dubur.

5. Pendapat Dzahiriyah.

Artinya: "Zina adalah persetubuhan yang dilakukan terhadap orang yang tidak
halal memandang ke seluruh tubuhnya, serta mengetahui akan
keharamannya (melakukan zina), atau zina adalah persetubuhan
yang di haramkan karena zatnya.

6. Pendapat Zidiyah

Artinya: "Zina adalah memasukkan kemaluan laki-laki (dzakar) ke dalamfarji


(vagina wanita) yang masih hidup yang haram atasnya (laki-laki),
baik terhadap qubul maupun dubur tanpa ada .1yubhat.

Dari beberapa definisi tersebut di atas, yang akan dipergunakan sebagai

pegangan selanjutnya, adalah definisi yang dikemu.kakan o!eh Muhan1IT1ad Ali As-

Sabuni karena lebih sesuai dengan pandangan umun111ya para ularna.

Se!ain itu, dari definisi zina yang dikernu.kakan oleh para ularna tersebut,

dapat diketahui bahwa unsur-unsur jarinlah itu ada dua, yaitu:

1. Persetubuhan yang diharamkan.

Persetubuhan yang dianggap zina adalah persetubuhan di dalarn farji.

Ukurannya adalah apabila kepala kernaluan telah rnasu.k ke dalarn farji

walaupun sedikit. Juga dianggap sebagai zina sekalipun ada penghalang antara
21

dzakar dan farji, selama penghalangnya tipis yang tidak menghalangi perasaan

dan kenikrnatan bersenggama.

Apabila persetubuhan tidak memenuhi ketentuan-ketentuan tersebut

maka tidak dianggap sebagai zina yang dikenai hukuman had, melainkan hanya

tergolong kepada perbuatan maksiat yang diancam dengan hukuman ta'zir,

walaupun perbuatannya itu merupakan pendahuluan dari zina. Contoh seperti

mufakhadzah (memasukkan penis di antara dua paha), sex oral dan sentuhan di

luar farji. Demikian pula perbuatan maksiat lain yang merupakan pendahuluan

dari zina dikenai hukuman ta'zir, contohnya, ciuman, pelukan, bersunyi-sunyi

dengan yang bukan muhrim. Larangan-Iarangan ternebut tercalrnp dalam

frrman Allah SWT surat al-Isra' ayat 32 :


cl' ,.,.,.,. "' / ..- ,. ,, 0 ,.

.(iY : dr-)'1). ~ ~L.) ;G.;...L; ulS"' ~1 _)jll ly~ "J)


, , ,

Artinya: "Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah
perbuatan yang sangat keji dan merupakan suatu jalan yang buruk''.
(QS. Al-lsra': 32).

2. Adanya kesengajaan atau niat yang melawan hukum ('-1'\.J,.I _ra-<}I} ,.1_,JI ..WU)

Unsur kedua dari jarima zinah adalah niat dari pelaku yang melawan

hukum. Unsur ini terpenuhi apabila pelaku melakukan suatu perbuatan

(persetubuhan), padahal ia tahu bahwa wanita yang disetubuhinya adalah

wanita yang diharamkan baginya.

C. Dasar Hukum Larangan Prostitusi Menurut Hukum Islam

Dasar hukum tentang pelarangan prostitusi atau zi.na dalam Islam tidak

ditunjukkan secara langsung te.ntang pelarangan terhadap perbuatan zina itu


22

sendiri. Baile dalam al-Qur'an maupun di dalam hadits, tidak ada dalil yang

menjelaskan tentang pelarangan secara khusus mengenai dilarangnya perbuatan

zina. Namun dalam al-Qur'an maupun hadits pelarangan ditunjukkan dengan

penyebutan perbuatan keji, serta ditmtjukkan dengan penyebutan langsung

terhadap sanksi kepada para pelaku perbuatan zina.

Sedangkan pelarangan perbnatannya diisyaratkan dengan pelarangan

terhadap hal-hal yang memicu terjadinya perbuatan zina tersebut, bahkan

dalain satu ayat dijelaskan mendekat saja tidak boleh, ayat tersebut sebagai

pangkal dari hadits-hadits yang menjelaskan tentang perbuatan yang bisa

mendekatkan pada perbuatan zina. Selain itu ada juga da1il yang menyebutkan

tentang penggolongan perbuatan zina kepada perbuatan dosa-dosa besar.

Jadi secara garis besar, dasar hukum zina dapat di kelornpokkan menjadi

beberapa bagian, yaitu; pertama dasar hukum tentang hal-hal yang dapat memicu

terjadinya perbuatan zina, serta dan kedua dasar hukum yang rnenjelaskan tentang

akibat dari per~uatan zina. Adapun penjelasannya sebagai berikut:

I. Dasar hukum yang ditunjukkan dengan pelarangan melakukan perbuatan keji.

Firman Allah SWT:

Artinya: "Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah
perbuatan yang sangat keji dan merupakan suatu jalan yang buruk".
(QS. Al-Jsra': 32).
23

Artinya : "Dan terhadap dua orang yang melakukan perbuatan keji di antara
kamu, maka berilah hukuman kepada keduanya, kemudian jika
keduanya bertaubat dan memperbaiki diri, maka biarkanlah mereka.
Sesungguhnya Allah maha penerima taubat lagi maha penyayang".
(QS. An-Nisa' :16)

2. Dasar hukum tentang hal-hal yang dapat memicu terjadinya perbuatan zina:

Arinya: "Janganlah seorang laki-laki itu bersunyi-sunyi (berduaan) dengan


seorang perempuan (yang bukan muhrimnya) karena syaitan akan
menjadi yang ketiganya (menggodanya) ''. (Hadits dikeluarkan dari hadits
Buraidah).

3. Dasar hukum yang mejelaskan tentang akibat dari perbuatan zina:


0 ;ll ...... $ ,J. 0 2 ,,.. 0 ,,..,.. ;S) J .... ,.. ,,. ....

w[ 4.ll1 c.J.!.) .) :;.;1~


,,.. .... ,.. _,, ,..
4. ,..,...
~~\J U) ;;::u;. :;;
an.. ~ J.>.lj J" 1J:lli,.u ".,;()Ji) ~1jll
,. .... ¢',.. ,,.. ,,.. ....

0 ,,,.,.. ,,, ,,. 0 0 0 "' ,.. ,,

.(\: J.Y). ~_;...,


,,.....
·'I , ',' 11 c:r
, - .,.. I~ ~~I"' '.~','I'
,...
<Ww ~'"' ~J?
.... ,......
'"UI ir.J
,..
''ii' .111
>W'!
.... ,..

<.!yy
,..
, '! '.
r:!'.<
Artinya: "Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-
tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas
kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama
Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah
(pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-
orang yang beriman ". (QS. An-Nur: 2).

,y o.)\.:i y , 4.iJ/' 4i rJ. ~ ,y ~ .:r. .,?= GJ.>. ,,My.I J>b:. C:l~ GJ.>.

Jr J Jt.> ' 4.:9 .ill1 ~J ~L...dl rJ. o.)l,Y y ' .ill1 --Y' rJ. eiu..,.. d" ' ;:::->." rJ. ~y..
19
Muhammad bin 'Ilan asy-Syafi'i al-Asy'ari al-Makki as-Siddiqy, Dali/ a/-Falihin Ii
Turuq Riyadh a/-Shalihin,(t.k.: Daar al-Fikr, t.t.), Ji!. IV, h. 481.
24

.JLo
v ,,
Jh ):j4 ~I . ~ ~ :JJ1 j;.;,. :ti ~ lj~ " : r
,.. ,, ,, ,, ,.
J ~ .Ji1 j_o .Ji1
Y• If >O ~ _, ,.. > ",.. o'1J > OIP ,. _._. J o o ,,,..
.(<1>.-Lo .y.I olJJ) • ~]IJ :UL. :i.J_,,,. ~4 :.,..;;:JIJ a.:...., '-:--!-faJ
t:< ,.. ,.. ..... v

Artinya : " Bakar bin Khalqf yakni Abu Bisrin menceritakan kepada kami dari
Yahya bin Sa'id, dari Sa'id bin Abi Arubah dari Qatadah, dari Yunus
bin Juber dari Khutan bin Abdillah dari Ubadah bin Shamit r.a bahwa
Rasu/ullah Saw bersabda : "Ambillah dariku yang Allah telah jadikan
jalan bagi mereka, yaitu mereka yang berniat zina telah diberi jalan
(hukuman), jejaka dan perawan (yang melakukan zina) hukumannya
adalah jilid seratus kali dan buanglah asingkanlah se/ama satu tahun.
Sedangkan duda dan janda (yang pernah kawin) hukuman mereka
adalahjilid seratus kali dan rajam". (HR. Ibnu Majah).

4. Dasar hukum yang menyebutkan tentang penggolonganperbuatan zinakepada

perbuatan dosa-dosa besar:

Artinya : "Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji,


hendaklah ada empat orang saksi di antara kamu (yang menyaksikan),
kemudian apabila mereka telah memberi persaksian maka kurunglah
mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui
ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan yang lain kepadanya". (QS.
An-Nisa' :15)

20
Al-Hafidz Abi Abdillah Muhammad bin Yazid al-Kizwini, Sunan lbnu Majah, (Bai rut:
Daar al-Fikr, 1995), Juz. II, h.55.
25

Artinya: "Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan lain beserta Allah dan
tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali
dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang
melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan)
dosa(nya). (yakni) akan dilipatgandakan adzab untuknya pada hari
kiamat dan dia akan kekal dalam adazb itu, dalam keadaan terhina".
(QS. Al-Furqan : 68).

,,,. ,.. 0 ! ,I t "'.J. ,,.,.. • ,., @ • ,, ! ... , • '


!JJJj µ1 :JL; '? ~I ~ Ji.; ,~ Y.,j I~ il!I _JP~ 1)1 : Ji.; '? ;1JI ~ ::,?I

n .(4#- ~) . !J~G.. ~ ~1] ::ii'? ~I~ ,,JL< ,~~I~~

Artinya : "Dari Abdullah bin Mas'ud, katanya, seorang laki-laki bertanya kepada
Rasulullah Saw, dosa apa yang paling besar di sisi Allah? Jawab
beliau: menyekutukan Allah, padahal dia yang menciptakannya,
kemudian ia bertanya lagi, kemudian apa lagi? Jawab Rasulullah Saw;
membunuh anakmu disebabkan kamu takut alwn ditumpangi ,makan,
kemudian apalagi? Jawab beliau; berzina dengan istri tetangga". (HR
Muttafaq 'Alaih).

Dasar hukum tentang zina tersebut di atas diturunkan oleh Allah, betapa

perbuatan zina itu sangat dilarang dalam kehidupan manusia, karena merupakan

perbuatan yang keji, selain itu dampak dari perbuatan zina itu sangat banyak.

Da1an1 ha! perbuatan zina, Allah SWT juga telah menetapkar1 hukum dan hukuman

atas perbuatan zina secara berangsur-angsur. Dalan1 surat makiyah Allah SWT

menegaskan terlebih dahulu bahwa perbuatan zina itu adalah suatu perbuatan keji,

karena itu Allah SWT melarang manusia mendekati dan melakukan perbuatan

zina. Setelah itu dalam surat madaniyah Allah SWT menetapkan sanksi hukuman
21
Abu al-Husain Muslim Ibnu al-Hajjaj al-Qusyairiy al-Naisaburiy, Shohih Muslim, (Bairut:
Daar al-Fikr, 1995), Juz. II, h. 6
26

terhadap pelaku zina dan setelah itu pula Nabi Muhammad Saw dalam haditsnya

menetapkan hukuman tambahan bagi pelaku zina yang sudah menikah.

D. Sanksi Bagi Pelaku Tindak Pidana Prostitusi Menu111t Hokum Islam

Sebagaimana yang disebutkan di atas, bahwa dasar hukum yang

menjelaskan tentang sanksi perbuatan zina tidak dijelaskan secara rinci, di dalam

surat An-Nur ayat (2), tentang sanksi perbuatan zina, masih global, yaitu

Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina maka deralah tiap-tiap seorang

dari keduanya seratus kali. Namun dalam hadits Nabi Saw yang diriwayatkan oleh

Ibnu Majah, Rasulullah Saw menjelaskan lebih rinci tentang sanksi terhadap

pelaku perbuatan zina. Yaitu jejaka dan perawan (yang melakukan zina)

hukumannya adalah jilid seratus kali dan diasingkan (penjara) selama satu tahun.

Sedangkan duda dan janda (yang pernah kawin) hukuman mereka adalah jilid

seratus kali dan rajam.

Pada dasamya sanksi terhadap perbuatan zina terbagi menjadi dua, Yaitu:

1. Hukuman di Akhirat

Setiap perbuatan, apalagi yang tern1asuk dalam perbuatan dosa besar pasti

akan mendapatkan balasan dari Allah di akhirat kelak, zina merupakan

perbuatan yang sangat keji dan tergolong dosa yang paling besar setelal1

pembunuhan. Memang di dalam Al-Qur'an tidak disebutkan bahwa apa adzab

yang akan ditimpakan oleh Allah terhadap pelaku zina di akhirat nanti, tapi
27

yang jelas dia akan dilipatgandakan adzab untuknya pada hari kiamat dan dia

akan kekal dalam adzab itu, dalam keadaan terhina.

2. Hukuman di Dunia

Bagi pelaku dosa besar seperti zina ini, maka patutlah mendapatkan

hukuman di dunia, sebagai akibat yang dilakukannya dari perbuatan keji,

kalaulah memang dia lepas dari hukuman di dunia, di akhirat tidak akan bisa

lolos dari siksa api neraka yang sangat pedih

Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam al-Qur'an dan hadits Nabi Saw

seperti disebutkan di atas, bahwa sanksi di dunia terhadap pelaku zina bisa

disimpulkan sebagai berikut:

a. Hukuman Fisik

Tentang hukuman fisik ini tidak harus sama, dalam ru1ian

hukumannya dibedakan menurut pelakunya, sudah menikah ataukah masih

lajang. Bagi pelaku zina yang masil1 lajang Oejalca dan perawan), dalam

istilah fiqlmya disebut zina ghairu muhsail, maka hukumannya sebagai

berikut:

I). Hukuman Cambuk

Sebagaimana disebutkan dalam surat An-Nur ayat 2 di atas

bahwa hukuman pelaku zina baik laki-laki maupun perempuan berupa

seratus kali crunbuk, dijelaskru1 lagi bahwa tidak boleh merasa kasihan

dalam melaksanakan hukuman. Ini berarti hulrnman ini tidak bisa

ditawar-tawar lagi. Jadi hukumail tidak bisa diganti dengan hukuman


28

yang lain ataupun dengan denda bahkan tidak boleh dikurangi maupun

diringankan baik kualitas ataupun kuantitas hukumannya.

2). Hukurnan Pengasingan

Mengenai masalah hukuman pengasingan ini, masih terdapat

perbedaan pendapat di kalangan ulama. Namun dalam ha! ini sudah

ditegaskan oleh Ibnu Munzir, yang mengatakan bahwa Nabi Saw

bahkan bersumpah dengan nama Allah ( .(ill '-:J~ ~ <\Ji ) pada

waktu beliau menjelasan hukuman had. Bagi pegawai (' •J"'c ) yang

berzina dengan istri majikannya di mana Nabi berkata bahwa hukuman

bagi si pegawai (masih bujangan) itu adalah dicambuk seratus kali dan

diasingkan selama satu tahun ( f'\.c '-:-l:lfaJ ;;l.. ~ ~ <\Jj ). Jadi

berarti penetapan Nabi atas hukuman tambahan diasingkan selama satu

tahun itu jelas berdasarkan kitabullah dan Umar pernah mempidatokan

isi hadits itu di atas mimbar. 22

Sedangkan bagi pelaku zina yang sudah pernah kawin, atau disebut juga

sebagai zina muhsan, maka hukumannya adalah dirajam sampai meninggal.

Jadi sebenarnya pada intinya adalah hukuman mati. Dalam memberikan

hukuman kepada zina muhsan, para ulama juga berbeda pendapat, apakah

cukup dengan hukuman rajam ataukah dikenakanjuga hukuman cambuk.

22
Malik, Peri/aim Zina, h. 91.
29

Pendapat Ali bin Abi Thalib yang diriwayatkan oleh Al-Bukhori, bahwa

Ali menggabungkan huknman cambuk dan rajam, dii mana Ali mencambuk

Syarahah pada hari kamis dan merajamnya pada hari Jum'at. Selanjutnya Ali

mengatakan bahwa aku mencambuk berdasarkan perintah Al-Qur'an dan

merajam berdasarkan hadits Nabi Saw. Menurut Sya'bi ini sebagai jawaban

atas pertanyaan seorang sahabat, apakah benar Ali menggabungkan kedua

huknman tersebut. Menurut AIHazimi, pendapat Ali ini juga dipegangi oleh

Ahmad, Ishaq, Daud, Ibnu Mnnzir dan juga pendapat Hadawiyah. 23 Mereka

menggunakan alasan petunjuk Hadits 'Ubadah bin as-Samit sepe1ii yang telah

disebutkan di atas.

Pendapat lainnya, tidak digabungkan hukuman cambuk dan hukuman

rajam. Mereka mengatakan hadits 'Ubadah tersebut di atas di-mansukh

(dibatalkan) oleh hadits Nabi Muhammad Saw tentang peristiwa Ma'is, Al-

Ghamidiyah dan Al-Yahudiyah di mana Nabi merajam mereka dan tidak

tampak Nabi mencambuk merek:a. 24

b. Huknman Non Fisik.

Huknman non fisik ialah hukuman yang berkaitan dengan kejiwaan atau

psikologis pelaku dan juga berhnbungan dengan hnbm1gm1 k:ehidupan sosial si

pelaku. Sebagaimana yang disebutkan dalam surat An-Nur ayat 2, yang mana

pelaksanaan huknman harus disaksikan oleh orang banyak. Ini berarti pelaku

23
Al-Imam Muhammad bin Ismail al-Amir al-Yumna as-San'ani, Subul al-Salam, (Mesir:
Mustafa al-Babi al-Halabi wa Awladuhu, 1950), Ji!. 4, h. 5-6. dan al-Sayid Sabiq, Fiqh al-Sunnah,
(Beirut: Daar al-Fikr, 1977), Jil. II, h. 350.
24
Ibid. Ji!. 4, h. 5-6.
30

dipermalukan didepan umum. Hal tersebut bertujuan untuk menumbuhkan rasa

malu si pelaku, selain itu juga bersifat preventif bagi orang lain. Kemudian

hubungannya dengan kehidupan sosial si pelaku, otom!ltis dengan kejadian itu

masyarakat akan mengucilkannya karena telah dianggap mengotori lingkungan

mereka dengan perbuatan keji.

Jadi siapapun yang melakukan pelanggaran hukum Allagh, dan ia mampu

berkelit atau terhindar dari hukuman meteril maka Allah SWT akan

menjatuhkan hukuman psykologis bagi pelakunya, bentuk hukuman ini dalam

istilah ahli hukum disebut dengan al-Uqubah al-Fitriyah25 (hukuman atas

pelanggaran fitrah), bahkan bal1aya akibat yang ditanggung tidak hanya bagi

pelakunya namun ancaman bala, adzab bagi masyarakat yang mentolerir

prakrik pelacuran akan dilanda berbagai mushibah.

Tekanan jiwa yang dikenakan bagi pelaku maksiat pada umunmya dan

zina khususnya ditunjukkan sebagaimana firman Allah:

Artinya: "Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka seszmgguhnya


bagi mereka penghidupan yang sempit dan kami akan
menghidupkannya pada ari kiamat dalam keadaan buta''. (QS:
Thaha: 124).

Sedangkan hadits-hadits yang menjelaskan hukuman itu adalah:

25
Said Hawa, Al-Islam, Juz. Ill, (Kairo: Maktabah Wah bah, l 987), h. 5
31

_. 11:1 ,,, ,.. 0 .. ,.. ,.. ~ .. ,.. ,.. ,.. .A 11:1 ,.. ,.. <;:!

t;i:UI ufa
,..
~I \.'.'.:! :
,..
o/:-\II ufa <!.i~j \J111 J
,.. ,.. ,.. ,..
..;.,~ : .}1_.,a.:.:.
r:: ,..
C......_,, 9
,.. ,..
0~ Lijll
,,.

Artinya: "Dari Khudzaifa r.a. bahwa Rasulullah .Saw bersabda: Wahai


segenap manusia hindarilah perzinaan, karena praktik perzinaan
terdapat enam perkara (hukumannya), tiga perkara di dunia dan tiga
perkara di akhirat: adapun yang di dunia: Perzinaan akan
menghapuskan kharismatika (dari wajah pelakunya), akan
menimbulkan kemiskinan, dan memperpendek umur. Sedangkan tiga
perkara di akhirat, maka Allah Swt akan murka kepadanya, eelaka di
dalam hisab, dan akan menerima adzab yangpedih''. (HR. Bukllori).

. ~I~ l~I,,. : Jti 'i ;:_,~~I ~J ~ 'i JJ1 Jj:~\,!: ~j <.::Jt;


,.. ,.. ...

Artinya: "Zainab r.a. bertanya kepada Nabi Saw: Ya Rasulullah, apakah kita
akan binasah sedangkan di tengah-tengah kita ada orang-orang yang
sholeh? Nabi menjawab: Apabila kemaksiatan sudah merebak (di
tengah-tengah masyarakat". (HR. Ibnu Majah).

26
Wahbah Zuhaili, Ta/sir al-Munir, Ji!. 18, (Beirut: Daar al··Fikr al-Muashir, 1991), h.
129.
27
Imam Abi Abdillah Muhammad bin Isma'il bin Ibrahim Ibnu al-Mughiroh bin
Bardazabah al-Bukhori, Shohih al-Bukhori, Jil, X, (Bairut, Daar al-Fikr, 1981 ), h. 205
32

28 I I
. ,
IS:
-(A>.-,_., cJI • o JJ) • y/2.1' cJI. •. ~ >'-"' ~
I
~ l,r'°"
,
1' '· , , 'JJI , " 10 1 . 0 ' · , 0 • <<

Artinya: "Dari Abdullah bin Umar berkata: Rasulullah Saw menghampiri kami
sambil berkata: Wahai kaum Muhajirin, ada lima perkara jika telah
menimpa kalian, maka tidak ada kebaikan lagi bagi kalian. Dan aku
berlindung kepada Allah SWT semoga kalian tidak menemui zaman
itu: tidak merajalela praktik perzinaan pada suatu !mum, sampai
mereka berani berterus terang melakukannya, melainlmn penyakit-
penyakit menular di tengah merelm, dan kelaparan yang belum
pernah menimpa umat-umat yang telah lalu''. (HR. Ibnu Majah).

Jadi jelaslah, bahwa bagi pelakti tindak pidana prostitusi tidak hanya

mendapatkan sanksi di akhirat saja melainkan juga sebelum mendapatkan adzab di

akhirat juga dikenakan sanksi di dunia, sebagaimana yang telah dijelaskan di atas

baik itu hukuman fisik maupun hukuman non fisik.

E. Dampak Praktek Prostitusi Terltadap Kehidupa11 Masyamkat


Islam melarang manusia berbuat zina dan menutup rapat-rapat segala jalan

yang mungkin dapat membawa manusia kepada perbuatan zii1a. Karena itu tidak

saja Islam melaraug zinanya itu sendiri, tetapi juga melarang segaia bentuk

perbuatan apapun wujud akan manifestasinya, besar atau kecil yang dapat

mendekatkan manusia kepada perzinaan.

Tidak hanya mengenai haranmya zina saja Islam melarang demikian, tetapi

dalam segala ha! yang lain Islam juga demikian, yakni apabila Islam

28
Ibid. h. 206.
33

mengharamkan sesuatu, maka ditutupnyalah rapat-rapat segalajalan yang mungkin

dapat membawa manusia kepada perbuatan yang diharamkan itu.

Jadi dilarangnya segala macam pendahuluan-pendahuluan zina oleh Islam,

tidak lain adalah dalam rangka melindungi dan mengamankan larangan zina itu

sendiri supaya manusia dapat dijauhkan sejauh-jauhnya dari kejahatan seksual

(tidak pada tempatnya) yang amat kotor itu.30

Dari segi pembinaan sosial kemasyarakatan bisa dilihat perbedaan yang

sangat besar antara zina dengan hubungan seksual dalam perkawinan. Perkawinan

merupakan sendi dasar pembentukan masyarakat. Dengan kata lain, lewat

perkawinanlah terjaminnya kesinambungan keturunan, dan memelihara keturunan

merupakan salah satu dari lima tujuan syara', yakni melindungi agama, jiwa,

keturunan, akal, dan melindungi harta. Sedangkan perzinaan itu merusak

semuanya. Bahkan yang paling bahaya zina dapat mengakibatkan tertularnya

penyakit, seperti penyakit kelamin. Zinajuga bisa mengancam kelangsungan hidup

anak akibat kemungkinan besar terjangkiti penyakit-penyakit kelamin. Bayi yang

dilahirkan dari sel benih ibu atau sel bibit bapak yang mengandung bibit penyakit

kelamin, selain bisa menimbulkan keguguran juga bisa mengakibatkan si anak

terlahir dalam keadaan cacat.

Oleh karena itu kel uarga merupakan induk masyarakat, maka untuk

membentuk masyarakat yang baik diperlukan satuan-satuan keluarga yang baik.

Keluarga yang baik, anggota-anggotanya paling tidak harus memiliki ketentraman


30
Humaidi Tatapangarsa, Sex Dalam Islam. (Surabya: PT. Bina Jlm11 t t \ 1,.1 o< 0 "
34

jiwa, akhlak yang mulia, sehat jasmani dan rohaninya. Ketiga ha) itu merupakan

satu kesatuan jiwa suami-istri bisa tentram jika keduanya berakhlak mulia, yang

berarti saling mengasihi. Jika jiwa dan akhlak mulia dapat dipelihara dalam suatu

rumah tangga, niscaya kesehatan jasmani dan rohani bisa diperoleh. 30

Sedangkan perbuatan zina menjauhkan tiga ha!. tcrsebut dari kehidupan

rumah tangga. Seorang yang berbuat zina berarti sudah tidak meajunjung tinggi

nilai-nilai kesucian, ketakwaan, dan kejujuran. Akal sehat dan nurani mereka telah

tunduk dan dikendalikan oleh nafsu seksualnya, sangat sulit diharapkan sikap kasih

sayang yang tulus dari mereka, yang merupakan modal utama dalan1 membentuk

runiah tangga bahagia

Beberapa akibat atau dampak yang ditimbulkan oleh pelacuran atau

prostitusi ialah sebagai berikut:

I. Menimbulkan dan menyebarluaskan penyakit kelamin atau kulit, penyakit yang

paling banyak terdapat oleh pelaku zina (yang sering ganti-ganti pasangan)

ialah syphilis dan gonorrhoe (kencing nanah).

2. Mernsak sendi-sendi kehidupan kelnarga. Suami yang tergoda oleh pelacur

biasanya melupakan fungsinya sebagai kepala keluarga, sehingga keluarga

menjadi berantakan.

3. Mendemorealisasi atau memberikan pengaruh demorialisasi kepada Iingkungan

khususnya anak-anak muda remaja pada masa puber dan Adolesensi.

30
Anang Zamroni dan Ma'ruf Asrari, Bimbingan Seks Islami, (Gurabaya: Pustaka Anda,
1197) cet. I, hal. 203-205.
35

4. Berkorelasi dengan komunitas pelacur dan kecandun bahan-bahan narkotika

(ganja, morfin, heroin dan lain sebagainya}.

5. Merusak sendi-sendi moral, susila, hukum, Agarna. Terutama sekali

menggoyahkan norma perkawinan, sehingga menyimpang dari adat kebiasaan,

norma hukurn, dan Agama, karena digantikan dengan pola pelacuran dan

promistuitas, yaitu digantikan dengan pola pemuasan kebutuhan seks dan

kenikmatan seks yang awut-awutan se11a tidak bertanggung jawab. Bila pola

pelacuran ini telah membudaya, maka rusaklah sendi-sendi kehidupan keluarga

yang sehat.

6. Adanya pengeksploitasian manusia oleh manusia lain. Pada umumnya wanita-

wanita pelacur itu cuma menerima upah sebagian kecil saja dari pendapatan

yang harus diterimanya, karena sebagian besar harus diberikan kepada germo,

calo-calo, centeng-centeng, pelindung dan lain-lain. Dengan kata lain ada

sekelompok manush benalu yang memeras darah dan keringat para pelacur ini.

7. Bisa menyebabkan terjadinya disfungsi sosial, misalnya; impotensi,

anorgasme, nymfomania, satyriasis, ejakulasi premature yaitu pembuangan

sperma sebelum dzakar melakukan penetrasi dalam vagina atau Jiang senggama

dan lain-lain. 32

32
Kartini Kartono, Pato/ogi Sosia/, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005)jilid I, hal.
249-251.
36

Ada beberapa penyakit yang diakibatkan dari hubungan seksual atau

veneveal deseases yang merupakan dampak dari perzinaan atau pelacuran,

diantaranya ialah:

I. Sifilis

Sifilis atau yang biasa dikenal dengan istilah. penyakit raja singa,

merupakan penyakit berbahaya yang kalau tidak segera ditangani akan

menyerang organ vital di selurub tubuh. Penyakit ini menular lewat hubungan

seksual.

2. Honorheon

Gonorheon merupakan penyakit yang disebabkan oleh kuman neisseria

gonorhoea. Selain menyerang organ kelamin dan organ kemin (organ

urogenital), gonorhoea juga bisa menjangkiti selaput Iendir mulut, anus,

rektrum, mata, dan beberapa organ tubuh lainnya.

3. Herpes Progenitelis

Penyakit ini disebabkan oleh virus herpes simpleks yang secara teratur

akan aktif dalam beberapa bulan atau tahun dan menimbulkan lecet yang

menyakitkan pada alat kelamin laki-laki atau wanita. Al'iivitas virus tersebut

makin lama makin ringan, namun dalam kurun waktu yang lama beberapa

penderita ada yang mendapatkan serangan yang parah.

4. AIDS

Ketika AIDS untuk pertama kalinya ditemukan di Amerika Serikat pada

tahun 1981 seluruh dunia langsung gempar, hingga bulan Maret 1986 sudah
37

ditemukan 18.000 kasus dan 51 persen dari jumlah tersebut meninggal dunia.
32
Bahkan sampai akhir 1996 di Indonesia sudah muncul 501 kasus AIDS.

Penyimpangan seksual yang merajalela di masyarakat adalah fenomena

sosial yang berdampak amat buruk terhadap anak-anak dan para remaja yang

sedang menginjak puberitas, terutama praktek perzinaan. Sering kita mendengar

tentang para remaja di bawah umur terjerumus kepada perbuatan bejat dan amoral,

karena Iepas dari pengawasan orang tua serta orang-orang yang bertanggung jawab

terhadap pendidikan mereka. Sehingga mereka sendiri yang harus menanggung

resiko kelainan mental, dekadensi moral, lalu hanyut ke dalam ketidakberdayaan

yang pada akhirnya menyeret mereka ke jurang kebinasaan dan kehancuran. 33

Prostitusi atau pelacuran merupakan penyakit dalam masyarakat yang harus

segera dihilangkan, karena sangat mengganggu ketentraman dan kedamaian dalam

suatu masyarakat. Walaupun dipahami bahwa prostitusi rnerupakan salah satu

sekian keprihatinan yang pasti ada dan sulit untuk dihindarkan, sebagai

konsekuensi logis dari perkembangan peradaban, namun prostitusi dalam bentuk

apapun tetap merupakan penyakit masyarakat yang hams diatasi secara jelas, tegas

dan tuntas.

32
Anang Zamroni dan Ma'ruf Asrosri, Bimbingan Seks ls/ami. h .. 217-227.
33
Usman Ath-Thawil, Ajaran Islam Tentang Fenomena Seksual, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo, 1997), cet. I, h. 68-69.
38

Kenyataan membuktikan, bahwa semakin ditekan pelacuran, maka semakin

Juas menyebar prostitusi tersebut. Sikap reaktif dari masyarakat luas atau reaksi

sosialnya bergantung pada empat factor, yaitu:

I. Derajat penampakan/visibilitas tingkah laku, yaitu menyolok tidaknya perilaku

immoril para pelacur.

2. Besarnya pengaruh yang mendemoralisasi lingkungan sekitarnya.

3. Kronis tidaknya kompleks tersebut menjadi sumber penyakit kotor syphilis dan

gonorrhoe, dan penyebab terjadinya abortus serta kematian bayi-bayi.

4. Pola cultural; adat istiadat, nonna-norma susila dan Agama yang menentang

pelacuran yang sifatnya represif dan memaksakan.

Reaksi sosial itu bisa menolak sama sekali dan mengutuk keras serta

memberi hukuman berat sampai pada sikap netral, masa bocloh dan acuh tak acuh

serta menerima dengan baik. Sikap menolak bisa bercampur dengan rasa benci,

ngeri, jijik, takut, dan marah. Sedang sikap menerima bisa bercampur dengan rasa

senang, memuji-muji, menclorong dan simpati.

Apabila deviasi atau penyimpangan tingkah-laku berlaku terns menerus clan

jumlah pelacur menjadi semakin banyak menjadi kelompok-kelompok deviant

dengan tingkah Jakunya yang mencolok, maka terjadilah pada sikap dan organisasi

masyarakat terhaclap prostitusi, te1jadi pula perubahan-perubahan dalam

kebudaya an itu sendiri.

Stigma atau nocla sosial clan eksploitasi-komersialisasi seks yang semula

clikutuk dengan hebat, kini berubah dan mulai diterima sebagai gejala sosial yang
39

umum. Usaha penghukuman, pencegahatl, pelarangan, pengendalian, reformasi,

dan perubahan, semuanya ikut bergeser dan berubah. 34 Tingkah laku seksual

immoral yang semula dianggap sebagai noda bagi kehidupan normal dan

mengganggu system yang sudah ada, mulai diterima sebagi gejala yang wajar,

yang tadinya semua ditolak oleh umum kemudian diintegrasikan menjadi bagian

dari kebudayaan masyarakat, demikian pula halnya dengan gejala pelacuran ini.

Demikianlah dampak yang akat1 muncnl akibat perbuatan prostitusi yang

akan mempengaruhi ketimpangan tatanan norma dalam masyarakat, belum lagi

penyakit yang akan timbul akibat prostitusi tersebut. Yang jelas banyak dampak

negatifyang akan timbul dalam kehidupan masyarakat.

34
Kartini Kartono, Pato/ogi Sosial, Jil. !, h. 257-258.
BABIU
PERDA KABUPATEN CIREBON NO. 01TAHUN2002
TENTANG PROSTITUSI

A. Faktor Penyebab Timbulnya Prostitnsi Di Cirebon


Menelusuri tentang latar belakang atau fuktor penyebab prostitusi di

manapun sangat sulit, karena memang masalah yang melingkupinya sudah jelas,

dan saling erat berkaitan d!)fi sebab yang satu ke sebab yang lainnya. Namun

faktor-faktor tersebut dapat dibedakan secara garis besarnya, menurut hasil

penelitian Sedyaningsih, di antaranya: 1

1. Faktor Moral atau Akhlak

a. Adanya demoralisasi atau rendahnya faktor moral, ketakwaan individu, dan

masyarakat serta ketidak-takwaan terhadap ajaran Agamanya.

b. Standart pendidikan dalam keluarga mereka pada umumnya rendah.

c. Berkembangnya pomografis secara bebas dan liar.

2. Faktor Ekonomi

Adanya kemiskinan dan keinginan untuk meraih kemewahan hidup,

khususnya dengan jalan pintas dan mudah, tanpa harus memiliki keterampilan

khusus, walau kenyataanya mereka buta huruf, pendidikan rendah berpikiran

pendek, sehingga menghalalkan pe!acuran.

1
Endang Sedyaningsih, Perempuan-perempuan Keramat Tunggak, (Jakarta, Pustaka Sinar
Harapan, 1999), h. 70.
41

3. Faktor Sosiologis

a. Ajakan dari teman-temannya se daerah yang sudah lebih dahulu terjun ke

dunia pelacuran.

b. Karena pengalaman dan pendidikan mereka sangat minim, akhirnya mereka

dengan mudah terbujuk dan terkena tipuan dari pria dan calo, terutama

dengan dijanjikan pekerjaan terhormat dengan gaji tinggi yang akhirnya

dijebloskan ke tempat-tempat pelacuran.

4. Faktor Psikologis

Adanya pengalaman traumatis (Iuka jiwa), shock mental, dan rasa ingin

balas dendarn yang diakibatkan oleh hal-hal seperti: Kegagaian dalarn perkawinan,

dimadu, dinodai sama pacarnya yang kemudian ditinggalkan begitu saja.

Berbicara tentang faktor penyebab timbulnya prostitusi di Cirebon,

sangatlah banyak faktornya, tapi yang jelas masalah utama adalah masalah moral

dan ekonomi, seperti yang sudah disebutkan di atas. Hal tersebut bisa kita lihat

pada penjelasan para tokoh masyarakat di Cirebon. Menurut Kiai Bahruddin,

bahwa faktor utarna penyebab timbulnya prostitusi di Cirebon adalah masalah

moral. Lebih lanjut beliau menjelaska:n, jadi tidak pandang orang Pesantren atau

non Pesantren, ataupun orang paham Agama maupun orang awam, yang penting

moral, karena tidak bisa mengendalikan hawa nafsu. beliau beralasan, jika memang

benar karena faktor ekonomi yang Iemali, mestinya para pelaku melihat, masih

banyak orang yang lebih susah ekonominya dari dia, nyatanya mereka masih bisa
42

mempertahankan kehalalan dalam bekerja. Jadi tergantung faktor moral merekanya

sendiri, bisa mengendalikan nafsunya ataukah malah memelihara nafsunya. 2

Sedangkan menurut Teddy Subroto, bahwa penyebab timbulnya prostitusi

di Cirebon adalah faktor ekonomi, kebanyakan karena sudah janda, dan juga

karena masalah prostitusi di kalangan masyarakat sendiri masih ada yang pro dan

kontra3• Hal ini sejalan dengan pendapat Kusairi yang berkomentar bahwa faktor

utama timbulnya perbuatan prostitusi adalah faktor ekonomi, suami yang tidak

bertanggung jawab dan ada pula karena suami yang sudah tidak berfungsi alat

kelaminnya. 4

Demikianlah faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya prostitusi di

Cirebon, yaitu lebih besar diakibatkan dari faktor moral clan ekonomi. Maka dari

sinilah yang seharusnya pemerintah lebih cerdik mencari jalan keluar untuk

mengatasi maraknya prostisusi di Kota Wali tersebut. Memang tidak mudah

mengatasi masalah yang berkenaan dengan moral seseorang, ditambah dengan

lemahnya ekonomi.

Selain dari permasalahan penyebab timbulnya prostitusi di atas, masalah

lain yang muncul akhir-akhir ini yang tak kalah pentingnya, yaitu kenapa masalah

prostitusi selalu ada, dan susah untuk diberantas. Sebagaimana hasil wawancara

' K. Bahrudin, Pimpinan Pondok Pesantren Al-Ma'unah, Kepuh, Pasar Minggu, Cirebon,
Wawancara Pribadi, Cirebon, 15 Januari 2008.
3
Teddy Subroto, Kepala Bidang Ketertiban Satpol PP. Kab. Cirebon, Wawancara
Pribadi. Cirebon, 15 Januari 2008 .

.i Kusairi, Kepala Seksi Umun1 Satpol PP. Kab. Cirebon, Wawancara Pribadi, Cirebon, 15
Januari 2008.
43

penulis dengan tokoh masyarakat yang biasa disapa dengan Kang Adib (aktifis

sosial) memaparkan, bahwa ini adalah faktornya persoalan rakyat dengan

Pemerintahnya. Jadi justru para kalangan yang mengerti hukum masih pada sibuk

berdebat membenarkan pendapatnya masing-masing, sehingga golongan yang

melakukan kemaksiatan menjadi enak dan merasa aman-aman saja, karena hukum
5
masih diperdebatkan terus.

Kemudian faktor sebagian penegak hukum (Pamong Praja) yang menjadi

oknum mencari kepentingan pribadi, karena tak kuatnya dengan godaan dalam

bertugas di lapangan disebabkan lemahnya iman. Bahkan istilah Japrem (Jaka

Preman) itu ditujukan buat Polisi. Selanjutnya Adib berasumsi, kenapa ketika

oprasi/razia selalu bocor?, sebenarnya yang membocorkan rahasianya tentu dari

kalangan Polisi juga atau tidak jauh dari kalangan mereka sendiri yang mencari

kepentingan pribadi, dan ini sudah ada bukti bahwa ada Polisi yang tertangkap

yang sedang asyik main bersama WTS di tempat prostitusi. 6

Namun demikian, dari segala bentuk permesalahan y1mg menjadi penyebab

timbulnya prostitusi maupun kendala pemberantasannya, lkita berharap dengan

segala upaya pemerintah daerah, semoga segala bentuk perbuatan prostitusi di

Cirebon segera dapat ditanggulangi oleh pemerintah melalui para petugas yang

berwenang, tentu dengan dukungan dan kerjasama dari masyarakat.

5
Adib, Aktifis Sosial, Wawancara Pribadi, Cirebon, 15 Januari 2008.
6
Ibid.
44

B. Latar Belakang Lahirnya Perda Kabnpaten Cirebon No. 01 Tahun 2002

Tentang Prostitusi

Indonesia merupakan Negara berkembang dengan jumlah pemeluk Islam

terbesar di dunia dengan karakteristik sosial dan budaya yang khas. Nilai-nilai,

ajaran dan budaya Islam dalam norma kehidupan sosial cukup berpengaruh dalam

kebiasaan dan landasan moral masyarakat, sehingga seringkali dijadikan standart

dalam menilai suatu prilaku masyarakat, yang benar-salah, baik-buruk, dan pantas-

tidak. Terlebih ketika kita sudah masuk pada suatu daerah te1tentu, nilai-nilai

kebudayaan sangat terasa sekali, dimana nilai-nilai moral dan kesopanan menjadi

identitas tersendiri. Berbicara tentang daerah Cirebon di mana nilai-nilai moral dan

kesopanan sangat dijunjung tinggi, mengingat kota Cirebon adalah kota wali, yaitu

warisan dari salah satu Wali Songo (Sunan Gunung Jati). Predikat kota wali

melambangkan kondisi masyarakat Cirebon yang relegius dalam arti menjalankan

Agama dan menjaga nilai-nilai moral dan kesopanan. Maka seharusnya Cirebon

harus terbebas dari segala bentuk kemaksiatan, terutama masalah prostitusi,

menurut masyarakat Cirebon yang mayoritas Muslim menganggap bahwa

prostitusi merupakan berbuatan yang sangat keji dan tercela, oleh masyarakat biasa

disebut Pekat (penyakit masyarakat), maka harus dilenyapkan dari bumi Cirebon.

Namun belakangan, banyak yang menganggap bahwa predikat kota wali di

Cirebon seolah-olah tinggal nama, sedangkan wasiat sunan Gunnng Jati {ingsun

titip tajug !an fakir miskin) tinggal sekedar slogan yang ditulis di papan-papan
45

reklame. Kehidupan dan geliat sehari-hari kota terbesar kedua di Jawa Barat itu

semakin tidak menunjukkan karakteristik sebagai kota yang mewarisi ajaran agung

seorang wali. Salah satu contoh yang paling mudah dilihat mata telanjang adalah

maraknya dunia prostitusi di kota tersebut. Setiap malam, belasan pekerja seks

komersial (PSK) dengan mudah ditemui di sepanjang ruas jalan siliwangi, jalan

protokol utanlft kota Cirebon, tempat Balai Kota, dan bahkan gedung DPRD juga

ada. 7

Kota Cirebon juga memiliki catatan menonjol tentang angka kejahatan

seksual terhadap perempuan dan anak di bawah umur. Sepanjang tahun 2003,

Kepolisian Resor Kota Cirebon tercatat menangani 11 kasus kekerasan seksual

terhadap perempuan dan anak di bawah umur. Dalam ba11asa Budayawan Cirebon

TD Sudjana menyebutkan, segala ha! yang termasuk dalam molimo atau 5 M, yaitu

maling (mencuri), minum (minum minuman keras), madat (mabuk narkotika),

madon (bermain perempuan atau berzina), dan mateni (membunuh), dapat

ditemukan lengkap di kota wali. Secara umum, Ketua DPRD Suryana melihat

sedang terjadi keruntuhan tata nilai di tengah-tengah masyarakat Cirebon. 8

Dari kenyataan seperti itu, maka banyak ulama darn lapisan masyarakat

ingin mewujudkan dan mengembalikan jati diri kota Cirebon sebagai kota wali.

Beberapa upaya dilakukan urntuk memberantas kemaksiatan. Berkali-kali MUI dan

7
Kompas, 634 Tahun Kola Cirebon Menemukan Kembali Makna Kola Wa/i, arlikel
diakses pada 21 Februari 2004 dari 1J.'lv111.ko111pasonline.con1
8
Ibid
46

Ormas Islam mendesak kepada aparat agar segera memberantas pekat, bahkan

puluhan anggota Muslimat FUUI (Forum Ukhuwah Umat Islam) Cirebon

mendatangi gedung DPRD. Mereka menuntut agar Anggota Dewan segera

bertindak membuat aturan berupa Perda anti kemaksiatan. Mereka menyatakan

segala bentuk kemaksiatan di kota Cirebon yang dikenal kota Wali hams

diberantas tuntas, di antaranya soal prostitusi. Rombongan Muslimat FUUI

tersebut diterima Wakil ketua DPRD, H. Dahrin Syahrir dan anggota Komisi D.

kepada Muslimat FUUI, Dahrin berjaaji akan menindak Janjuti tuntutan itu.

Dari gencarnya desakan masyarakat untuk segera menutup tempat-tempat

maksiat, menuntut anggota dewan segera membuat rumusan Perda tentang

prostitusi dan tentang kemaksiatan Jainnya, yang akan diusulkan kepada

Pemerintah Daerah. Perda merupakan sebuah instrument regulasi yang hadir di

tengah sebuah komunitas. Sebuah Perda lahir karena inisiatif Pemerintahan

setempat akibat dorongan bahwa perlunya suatu ha! untuk diregulasi demi

kesejahteraan dan keamanan masyarakat.

Seperti yang dijelaskan di atas, bahwa Peratura:n Daerah Kabupate:n

Cirebo:n tentang prostitusi ini lahir kare:na dorongan keinginan masyarakat untuk

me:ngembalikan ide:ntitas Cirebon sebagai Kota Wali, karena belakangan ini

kemaksiatan, khususnya prostitusi sangat marak di Cirebon. Akibat mudahnya

dijumpai tempat-tempat prostitusi, sehingga kapan, dimai1a dan siapa saja akai1

mudah terjerumus ke dalam Jembah kemaksiatan yang sangat keji itu.


47

Sebagai upaya penanggulangan prostitusi di Cirebon, Pemerintah Daerah

Kabupaten Cirebon dengan segala bentuk dorongan dan tuntutan dari masyarakat

merumuskan dan membentuk sebuah kebijakan berupa Perda tentang pelarangan

prostitusi, yang ditetapkan dan diundangkan di Sumber pada tanggal 13 Maret

2002, oleh Bupati Cirebon, H. Sutisna, SH. Sebagai landasan hukum dalam

penetapan Perda Kabupaten Cirebon tentang prostitusi tersebut adalah sebagai

berikut:

I. UU No. I Tahun 1946 Tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

2. UU No. 14 Tahun 1950 Tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten

dalam lingkungan Propinsi Jawa Barat.

3. UU No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana.

4. UU No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan.

5. UU No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah.

6. UU No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Repnblik Indonesia..

7. PP No. 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan Undang-un:lang No. 8 Tahun

1982 Tentang KUHAP.

8. Perda Kabupaten Cirebon No. 1 Tahun 2000 Tentang Teknik Penyusunan

Peraturan Daerah.

9. Perda Kabupaten Cirebon No. 4 Tahun 2001 Tentang Penyidik Pegawai Negeri

Sipil.

Demikianlah sehingga Perda Kabupaten Cirebon No. 1 Tahun 2002 tentang

prostitusi resmi diundangkan di Cirebon. Narnun dalam pelaksanaannya masih


48

banyak dari kalangan masyarakat atau Ormas Islam menuntut kepada aparat

bersikap lebih tegas dalam menindak pelaku prostitusi, karena dalam kenyataanya

masih banyak para pelaku prostitusi berkeliaran baik di Desa mauptm Kota

Cirebon.

C. Sanksi Bagi Pelaku Tindak Pidana Prostitusi Me11urut Perda Kabupaten

Cirebon No. 01 Tahun 2002 Tentang Prostitusi

Masyarakat clan hukum merupakan kesatuan yang sulit dipisahkan karena

masyarakat dalam kehiduparmya membutuhkan keamanan, ketertiban clan

ketentraman. Hukum adalah rangkaian peraturan mengenai tingkah laku

masyarakat yang bertujuan mengadakan keselamatan, kebaltagiaan clan ketertiban

di dalam masyarakat. 9 Oleh karena itu, hukum yang berlaku dalam suatu

masyarakat, jika benar-benar dipatuhi dapat mewujudkan suatu masyarakat yang

arnan dan tentram.

Dalam sebuah teori disebutkan bahwa peraturan atau UU dapat berjalan

clan dipatuhi kalau ia memp1..11yai aspek yang bersifat mengikat atau mamaksa.

Pemaksaan dapat berupa pemberian sanksi hukum bagi pelanggar, untuk itu Perda

Kabupaten Cirebon memberikan sanksi hukum berupa ancaman pidana atau denda

terhadap pelaku tindak pidana prostitusi sebagai salalt satu cara melindungi dan

menghindarkan masyarakat dari perbnatan keji, asusila, serta cara untuk

menjauhkan dari tirnbulnya berbagai penyakit yang ditimbulkan dm·i perbuatan

9
Wirjono Pradjodikoro, Asas-asas Hukum Pidana Di Indonesia, (Bandung: PT. Eresco,
1969), h. 14. .
49

kotor tersebut. Dalam Perda Kabupaten Cirebon, ketentuan pidananya

sebagaimana disebutkan dalam bab VI pasal 8:

Ayat (I)
Barang siapa yang melanggar ketenluan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 3 ayat (1), (2) dan (3) diancam pidana kurungan selama-lamanya 6
(enam) bu/an dan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 5.000.000,00 (lima
ju/a rupiah).
Ayat(2)
Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (I) adalah pelanggaran.

ltulah ketentuan pidana yang terdapat dalam Perda Kabupaten Cirebon

No. I tahun 2002 tentang prostitusi yang dikualifikasikan sebagai tindak pidana

atau pelanggaran. Dalam KUHP tindak pidana terbagi dalam 2 jenis, yaitu

kejahatan dan pelanggaran. Meskipun tidak ditentukan secara jelas dan terperinci,

tetapi sudah dianggap demikian adanya, dari pasal 4, 5, 39, 45, 53 buku I, buku II

memuat tentang kejahatan, dan buku Ill tentang pelanggaran.

Menurut M.v.T. (Smidt I hal. 63 dan seterusnya) p<;mbagian atas dua jenis

tindak pidana itu didasarkan pada perbedaan prinsipil. Dikatakan, bahwa kejahatan

adalah "rechtstedliten", yaitu perbuatan-perbuatan yang meskipun dalam UU tidak

ditentukan sebagai perbuatan pidana, telah dirasakan sebagai onrecht yaitu

perbuatan yang bertentangan dengan tata hukum. Sebaliknya pelanggaran adalah

"wetsdeliktern", yaitu perbuatan-perbuatan yang sifat melawan hukumnya baru

dapat diketahui setelah ada wet yang menentukan demikian. 10 Pada masa sekarang

ini adanya pandangan tentang perbedaan kualitatif antara kejahatan dengan

'° Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana. IJakarta'. Rinelm r;nto ?M?I "" \IT " ~·
50

pelanggaran sudah banyak ditinggalkan dan diganti dengan pandangan bahwa

hanya ada perbedaan kuantitatif antara kejahatan dan pelanggaran, yaitu soal berat

atau entengnya ancaman hukuman.

Ancaman pidana pada kejahatan lebih berat dibandingkan pelanggaran

(perbedaan secara kuantitatif), maka dapat dikatakan bahwa:

1. Pidana penjara hanya diancamkan pada kejahatan saja.

2. Adanya keharusan pembuktian oleh jaksa atas sebuah kejahatan, tidak pada

pelanggaran.

3. Tenggang waktu kadaluwarsa bagi kejahatan adalah lebih panjang dari pada

pelanggaran. 11

Pembedaan antara kejahatan clan pelanggaran juga tercermin pada istilah

mala in se (kejahatan) dan mala prohibita (pelanggaran). Kejal1atan lebih merujuk

pada perbuatan jahat, buruk dan inlmoral, seperti pembunuhan, pencurian,

perzinaan (prostitusi) dan sebagainya, sementara pelanggaran lebih dilihat pada

kepentingan untuk ketertiban umum, misalnya mengendarai motor tanpa SIM

ataupun helm dan lain sebagainya. Yang perlu diingat adalah tidak ada delik adnan

pada tindak pidana pelanggaran. 12

Kemudian mengenai ketentuan pidana dalam ayat (1) pasal 8 Perda

Kabupaten Cirebon No .1 tahun 2002 tentang prostitusi tersebut, sebagai akibat dari

ketentuan pasal yang apabila dilanggar, maka pelakunya diancam dengan pidana

11
Ibid
12
Topo Santoso, Menggagas Hukum Pidana Islam, (Bandung: As-Syamil, 2000), h.142.
51

kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya Rp.

5.000.000.00 (lima juta rupiab). Pasal yang dimaksud adalah pasal 2 ayat (2) dan

pasal 3 ayat (I), (2), dan (3) tentang subyek larangan adalab sebagai berikut:

Pasal 2
Ayat (2)
Subyek pelarangan adalah setiap orang atau sekelompok orang atau badan
hukum yang mengadakan, menyediakan, melaksanakan dan melindungi
perbuatan prostitusi.
Pasal 3
Ayat (1)
Siapapun dilarang menyediakan, mengadakan, dan melakukan perbuatan
prostitusi.
Ayat (2)
Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku juga bagi mereka
yang melindunginya.
Ayat (3)
Larangan sebagaimana dimaksud ayat (I} termasuk yang dilakukan baik
langsung atau tidak langsung di ruang tertutu ataupun diruang terbuka.

Ketentuan-ketentuan pidana sebagaimana dijelaskm1 dalam Perda ini,

secara jelas dan tegas memberikan ancammi hukuman bagi siapa saja baik relaku,

penyedia (germo) maupun yang melindungi perbuatmi prostitusi baik ymig secara

termig-termigmi ataupun ymig sembunyi-sembunyi. Namun dalam kenyatamiya

masib bmiyak terdapat pelmiggarmi-pelanggm·mi di kalmigan masyarakat seperti

masib bmiyak terdapat tempat-tempat mangkal para pelaku prostitusi, babkmi pada

saat razai Polisi bmiyak menangkap pasmigmi ymig bukan sumni istri di kamar-

k!Ullar hotel, baik terdiri para PSK maupun pasmigmi selingkuh.


52

Berdasarkan beberapa ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Perda

Kabupaten Cirebon No. I tahun 2002 tentang prostitusi tersebut di atas, maka

jelaslah bahwa ketentuan pidana bagi setiap pelaku yang melakukan tindak pidana

prostitusi adalah dikenakan sanksi pidana kurungan selama-lamanya enam bulan

dan atau denda sebayak-banyaknya Rp. 5.000.000,00 (limajuta rupiah).

Namun menurut penulis sanksi di atas belumlah bisa berfungsi sebagai

preventif sehingga ketentuan pedinanya harus diperberat lagi, baik berupa

hukuman kurungan maupun hulruman denda. Dengan demildan diharapkan pelaku

akan berfikir seribu kali ketika akan melanggar ketentuan tersebut disebabkan

beratnya sanksi yang diberikan.


BAB IV
PERDA KABUPATEN CIREBON NO. 01TAHUN2002 TENTANG
PROSTITUSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

Dalam bab ini dijelaskan, bagaimanakah kemudian melihat kesahihan Perda

Kabupaten Cirebon tentang prostitusi sebagai upaya Pemerintah Cirebon dalam

menanggulangi maraknya praktek prostitusi di Cirebon, yaitu dilihat dari sudut

pandang hukum Islam, apakah upaya tersebut sudah sesuai dengan ajaran yang

dianjurkan dalam Islam, atau belum atau bahkan bertentangan dengan hukum Islam.

Cirebon merupakan warisan dari sunan Gunung Jati yang mayoritas masyarakatnya

memeluk agama Islam, dan yang sangat menjunjung tinggi nilai moralitas dan ahlakul

karimah, kenapa peraturan pemerintahnya tidak didasarkan pada hukum Islam atau

paling tidak melaksanakan tujuan dari hukum Islam itu sendiri.

Kita sebagai umat Islam yakin betul bahwa Islam merupakan Agama yang

sempurna, semua peraturan dan perundang-undangan yang mengatur segala ha! sendi-

sendi kehidupan telah termuat dan tercantum dalam kitab suci al-·Qur'an dan as-Sunnah

Rasulullah Saw. Kita akan menemukan semua itu kalau kita man mengkaji dan

mencermati isi yang terkandung dalam keduanya (al-Qur'an dan as-Sunnah) karena

tidak satupun yang terlewatkan atau te1iinggal di dalam al-Qur'an dan as-Sunnah

walaupun sedikit. Oleh karena di bawah ini alcan dibahas tentang bagaimana tinjauan

hukum Islam terhadap sanksi pidana yang te1iuang dalam Perda Kabupaten Cirebon

No. I tahun 2002 tentang prostitusi maupun keabsahan dari Perda itu sendiri.
54

A. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sanksi Pidana Yang Diatur Dalam Perda

Kabupaten Cirebon No.1 Tahun 2002 Tentang Prostitusi

Pidana berasal dari kata staf (Belenda) yang adaka.lanya disebut dengan

hukuman/pidana didefinisikan sebagai suatu penderitaan yang sengaja

dijatuhkan/diberikan oleh Negara pada seseorang atau beberapa orang sebagai

sebab akibat hukuman/sanksi baginya atas perbuatannya melanggar larangan

hukuman pidana. 1

Hukuman yang merupakan cara pembebanan pertanggungjawaban pidana

dimaksudkan untuk memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat atau

dengan kata lain sebagai alat untuk menegakkan kepentingan masyarakat, oleh

karena itu besarnya hukuman harus disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat,

yakni tidak boleh kurang dari apa yang diperlukan untuk menjauhkan akibat-akibat

buruk dari tuntutan jarimah.

Dalam bab IV mengenai ketentuan pidana dalam Perda kabupaten Cirebon

No. I tahun 2002 tentang prostitusi yang te11uang dalarn pasal 8 (ayat I dan 2)

dinyatakan bahwa :

Ayat (I)
Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 3 ayat (I), (2) dan (3) diancam pidana kurungan selama-lamanya 6
(enam) bulan dan a/au denda sebanyak-banyaknya Rp. 5.000.000,00 (Zima
juta rupiah).
Ayat(2)

1
Adam Chazawi, Buku Pe/ajaran Hukum Pidana Bagian I (stetse/ Pidana, tindak pidana,
teori-teori pen1idanaan, dan batas berlakunya huklan pidana), (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2002), h. 24.
55

Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran .

Berdasarkan ketentuan pasal 8 ayat (I) dan (2) tersebut adalah jelas, bahwa

sanksi pidana yang diberikan kepada pelaku tindak pidana prostitusi yaitu berupa

hukuman kuruugan dan atau denda. Diharapkan dari ketentuan sebagaimana

tersebut di atas dapat membuat jera para pelaku tindak pidana prostitusi, namun

dalam kenyataannya apakah ketentuan tersebut bisa berfungsi sebagai pencegah

dari terjadinya perbuatan asusila yang mewabah pada kehidupan masyarakat.

Perlu kita kaji kembali tujuan pokok dalam pengaturan hukuman dalam

syari'at Islam adalah pencegahan (ar-Rad'u wa al-zqjru) dan pengajaran serta

pendidikan (al-Isiah wa al-Tahdzib). Dalam hukum Islam tindak pidana dikenal

dengan istilah 'jarimah", akan tetapi ada pula yang menggunakan istilah 'Jinayah".

Menurut Imam Mawardi jarimah adalah perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh

syara' yang diancam oleh Allah dengan hukuman had atau ta'zir. 2

Dalam istilah lain jarimah disebut juga dengan jinayah, menurnt Abdul

Qadir 'Audah, jinayah adalah suatu istilah untuk perbuatan yang dilara11g oleh

syara' baik perbuatan tersebut mengenai jiwa, harta atau Iaim1ya. Adapll11 hukuman

yang dikemukakan beliau adalah pembalasan yang ditetapkan untuk kemaslahatan


3
masyarakat, karena adanya pelanggaran atas ketentuan-ketentuan syara'.

Ditinjau dari hukumannya, jarimah terbagi pada tiga bagian, yaitujarimah

hudud, jarimah qishas dan diat, danjarimah ta'zir. Adapunjarimah hudud adalah
2
Ahmad Wardi Muslih, Hu/mm Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), cet. I, h. ix
3
Ibid.
56

jarimah yang diancam dengan hukuman had (yaitu ketentuan pidananya sudah

ditentukan oleh syara') dan jarimah ini terbagi kepada tJ.ljuh macam jarimah, yaitu

jarimah zina, jarimah qadzaf, jarimah syurb al-khamar, jarimah pencurian, jarimah

hirabah, jarimah riddah danjarimah pemberontakan. Sedangkanjarimah qishas dan

diat terbagi menjadi ke dalam dua macam yaitu: pembunuhan dan penganiayaan,

jika diperluas maka jumlahnya ada lima macam, yaitu pembunuhan sengaja,

pembunuhan menyempai sengaja, pembunuhan karena kesalahan, penganiayaan

sengaja, dan penganiayaan tidak sengaja. Sedangkan jarimah ta'zir ini adalah

hukuman yang belum ditetapkan oleh syara' dan wewenang untuk menetapkam1ya

diserahkan kepada ulil amri.4

Dalam kaitallilya penjelasan di atas bahwa prostitusi (perzinaan) termasuk

bagian dari jarimah hudud, yaitu huknmannya sudah ditentukan dalam syara'.

Dalam syara' memang dudah jelas tentang ketentuan pidananya, bahwa hukuman

pelaku perzinaan baik laki-laki maupun perempuan dihukum dengan seratus kali

dera (cambuk), ha! ini bisa kita Iihat dalan1 firman Allah S\VT. surat An-Nur ayat

(2), yang meajelaskan :

01 .JJ1 LT-) <} ;.:t 4 ~L:.~ tl:; .:J;. i;Lo ~ »-lj JS-· ,_,~~ ~1jJ1j
,. ,, ,. .... ,, ,. ,. ff,.,
ff,
~1jJ1
...
,, ,. ,,:: ,.. ,,.

r'7<
0 .,,.,.. ,. ,. 0 I> 0 ;:<! ,. _,

.('i' : _,yJI) . ~'.?JI


,,,..
;)..,.. 4.ilt.b
,.
r::;;1JJ, ~~J y:.-\Jl
,..,..
r'.Jlj ,.4.1.l~.... 0)..Ji
,. ,..

Artinya : "Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzin amaka deralah tiap-
tiap seorang dari keduanya seratus kali dan janganlah belas kasian
kepada keduanya mencegah untuk (menjalankan) agama Allah, jika
kamu beriman kepada Allah dan hari akhir dan hendaklah
4
Ibid
57

(pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan ale sekumpulan orang yang


beriman". (QS. An-Nur: 2).

Ketika wahyu ini diturunkan, telah dipahami bahwa mereka yang berdosa

melakukan perzinaan dihukum seratus kali dera. Kemudian Nabi Saw meqjelaskan

atau merinci tentang hukurnan perbuatan zina dengan sabdanya. Sehingga dari

penjelasan tersebut bisa dipahami bahwa tentang tingkatan berat ringannya

hukuman bagi pelaku zina itu dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu muhshan (yang

sudah menikah) dan ghairu mukhshan (belum menikah). Jadi hukuman bagi pelaku

zina jejaka dan gadis hukumannya dijilid sebanyak seratus kali dan diasingkan

(dipe1tjara) selama satu tahun, sedangkan bagi laki-laki dan perempuan yang sudah

pernah menikah maka hnknmannya dijilid seratus kali clan dirajam. Tentang

pembedaan hukuman tersebut dijelaskan dalam hadits Nabi yang diriwayatkan oleh

Ibnu Majah :

- . .
' ~ ..!JI ~.J c::..-aL..a.ll 01 o~~ , f ' ..UI ..y- 01 i.Jl.,b... 0->- ' fr:"'" 01 ~ y.. , f

Artinya : " Bakar bin Khalaf yakni Abu Bisrin menceritakan kepada kami dari
Yahya bin Sa'id, dari Sa'id bin Abi Arubah dari Qatadah, dari Yunus
bin Juber dari Khutan bin Abdillah dari Ybadah bin Shami! r.a bahwa
Rasulullah Saw bersabda : "Ambillah dariku yang Allah telah jadikan

5
Al-Hafidz Abi Abdillah Muhammad bin Yazid al-Kizwini, Sunan Jbnu Majah, (Bairut:
Daar al-Fikr, 1995), Juz. II, h.55.
58

jalan bagi mereka, yaitu mereka yang bernuat zina telah diberi jalan
(hukuman), jejaka dan perawan (yang melakukan zina) hukumannya
adalah jilid seratus kali dan buanglah atau asingkanlah selama satu
tahun. Sedangkan duda dan janda (yang pernag kawin) hukuman
mereka adalahjilid seratus kali dan rqjam". (HR. Ibnu Majah).

Karena begitu besamya akibat yang ditimbulkan dari perbuatan zina dan

beratnya hukuman yang ditimpakan kepada pelakunya, maka ketetapan hukuman

zina ini dalam Islam tidak langsung ditetapkan sebagaimana ketetapan yang

tercantum dalam surat An-Nur ayat (2) dan Hadits Nabi sebagaimana tersebut di

atas, akan tetapi melalui suatu tahapan.

Dalam Islan1 prostitusi atau perzinaan adalah suatu perbuatan yang sangat

keji dan sangat dilarang, mengingat kejahatan dari prilaku perbuatan zina yang

begitu tinggi dan dampak negatifuya yang begitu besar serta sauksi hukumannya

yang sangat berat dan keras bagi pelakunya di dalam hukum pidana Islam. Maka

peringatan atas hukuman perbuatan zina diturunkan oleh Allall SWT secara

berangsur atau bertahap atau dengan kata lain tidak ditetapkan sebagaimana yang

tertera dalam surat an-Nur dan hadits Nabi riwayat Ibnu majah seperti tersebut di

atas melainkan diturunkan melaui tingkatan hukuman secara bertahap seperti yang

tertera dalam surat-surat yru1g lain.

Dalrun ha! ini kebanyakan ulama-ulama fiqh yang empat berpendapat,

ballwa penetapan hukuman zina ini adalah be1iahap, sebagaimana penetapan

hukun1 pengharaman khamar dan penetapan kewajiban melakukan puasa

(berpuasa). 6

6
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, Terjemahan: Moh. Nabhan Husain, Jil. IX, (Bandung: PT.
Al-Ma'arif, 1995), h. 89.
59

Untuk pertama kali, hukuman zina berbentuk teguran. Firman Allah SWT

dalam surat An-Nisa' ayat (16) menyebutkan:

.(\ "\: >WI) . ~~

Artinya : "Dan terhadap dua orang yang melakukan perbuatan keji di antara
kamu, maka berilah hukuman kepada keduanya, kemudian jika
keduanya bertaubat dan memperbaiki diri, maka biarkanlah mereka.
Sesungguhnya Allah maha penerima taubat lagi maha penyayang''.
(QS. An-Nisa' :16)

Pada tahapan kedua, hukuman ini ditingkatkan dalam bentuk hukuman

kurungan rumah (tahanan rumah) sebagaimana diterangkan dalam surat an-Nisa'

ayat (15), yaitu:

IJJ~\ 0~ ~ ~~i ~ IJ~~\;'. .. ~ ~~ ~ ~WI 0,Jt ~WI)


.( \ o : >WI) 11_:'. ~ ill1 ~ ji ~yjl ;:;~fe J;.- ::=-'_;,11 ~ ;:;~{;

Artinya : "Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji,


hendaklah ada empat orang saksi di antara kamu <Yang menyaksikan),
kemudian apabila mereka telah memberi persaksian maka kurunglah
mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui
ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan yang lain kepadanya". (QS.
An-Nisa' :15)

Dan setelah melaui dua tahapan tersebut barn kemudian diberlakukan

hukumanjilid seperti yang tertera dalam surat An-Nur ayat (2) dan hukuman rajam

bagi zina mukhshan sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Nabi riwayat Ibnu

Majah.
60

Pentahapan ini dimaksudkan agar hukuman zina dapat diterima dengan

mudah oleh para pemeluk Islam yang barn dan yang telah terbiasa dengan

kebusukan zina dalam masyarakat Arab pada masa Jahiliyah. Disamping itu jnga

agar dapat memasyarakat dan dapat secara perlahan serta lemah lembut

membawanya ke dalam kesucian dan tahap kenmrnian, agar manusia mampu

menginternalisasikan jiwa hukum secara bertahap, tanpa merasakan adanya

kesulitan, ketertekanan dalam menjalankan Agama.

Kemudian bagi pelaku zina lald-Iaki maupun perempuan dalam

hukumannya harus memenuhi syarat-syarat berikut, sebagian berdasarkan

kesepakatan ulama dan sebagian ikhtilafulama. 7

1. Pelaku zina sudah baligh, maka tidak wajib dihad bagi anak kecil yang belum

baligh dengan kesepakatam pendapat ulama.

2. Orang yang melaknkan zina berakal, maka bagi orang yang hilang akalnya

(gila) melaknkan zina, maka tida wajib dihad, dengan kesepakatn ulama.

3. Pelakunya beragama Islam, ini pendapat Imam Malik, maka tidal; wajib had

bagi orang kafir, apabila Iaki-laki muslim melaknkan zina dengan wanita kafir

maka pelakunya hams dihad. Pendapat Imam Hanafi, pelaku zina mukhshan

dia tidak wajib dirajam tetapi hanya dijilid, pendapat Imam Syafi'i dan Imam

Hambali, pelaku zina dan minum khamar tidak wajib di ad karena itu

merupakan hak Allah.

7
Wah bah Zuhaili, Fiqh al-Islam wa adi/latuh, (Bairut: Daar al-Fikr, 1995), Juz.Vl, h. 36.
61

4. Dilakukan atas dasar suka sama. Bagi pelaku yang di paksa maka tidak wajib

dihad tetapi pendapat Imam Hambali wajib dihad.

5. Pendapat empat imam, apabila melakukan zina dengan hewan maka pelakunya

tidak wajib dihad tetapi wajib dita'zir, dan hewannya tidak harus dibunuh

sekalipun dimakan hukumnya tidak haram, demikian menurut kesepakatan

ulama. 8

6. Perbuatan ziI1a tidak termasuk kepada yang subhat, apabila melakukan zina

dengan subhat maka gugurlah hukum hadnya. Tetapi pendapat Abu hanifah

dan Abu Yusuf pelakunya wajib dihad.

7. Pelaku zina mengetahui bahwa zina itu hukumnya haram. Apabila pelakunya

tidak tahu tentang hukum tersebut, maka ada dua pendapat ulama yang

berbeda. Pendapat pertama wajib dihad sedangkan yang kedua tidak wajib

dihad.

8. Perempuan yang melakukan zrna dalam keadaan hidup maka wajib dihad.

apabila perempuannya sudah me,1iI1ggal dunia tidak wajib dihad, pendapat

Imam malik pelakunya wajib dihad.

Dalam hukum Islam pemberian hukuman/sanksi terhadap trndak pidana

prostitusi atau perzinaan itu sangatlah berat, bahkan bukan hanya hukuman fisik

yang diberikan akan tetapi hukuman moral, psiko logis dan juga sosial. Menglligat

tllidak pidana ini sangatlah keji clan dampaknya begitu besar baik bagi pelaku

maupun terhadap masyarakat di sekelilrngnya. Hal ini bisa kita lihat dari
8
Ibid h. 37.
62

penjabaran dari surat An-Nur ayat (2) dan hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Ibnu

Majah, bahwa secara global hukuman terhadap pelaku zina itu di golongkan

menjadi 2, yaitu hukuman fisik dan hukuman non fisik. Adapun penjabarannya

sebagai berikut :

1. Hukuman Fisik

Adapun hukuman fisik meliputi :

a. Hukuman Cambuk

Dalam surat An-Nur ayat (2) ditegaskan bahwa pelaku zina baik pria

maupun wanita dihukum dengan hukuman cambuk seratus kali dan tidak

boleh merasa kasihan dalam melaksanakan hukuman, jadi pelaksanaan

hukuman tidak boleh dikurangi dan diringaukan baik kuantitas maupun

kualitas, atau juga tidak boleh dikurangi jumlah hukuman, !mat pukulan

atau bahan cambuk yang digunakan, tetapi harus sesuai dengan ketentauan

yang dicontohkan di zaman Nabi Muhammad Saw.

Dalam surat An-Nur ayat 2 disebutkan dahulu pelaku wanita 4,i.;ljll

dan baru yang kedua pelalm pria ~ljll ha! ini karena dampak negatif

perbuatan zina terhadap wanita jauh lebih besar dari pada terhadap pria.

Jadi secara implisit mengandung pengertian mengapa kaum wanita mau

melalman perbuatan zina padahal dampak negatifnya terhadap mereka jauh

lebih besar dari pada terhadap pria.


63

Wanita tidak bisa mengelak dari tanggung jawab terhadap akibat dari

perbuatan zina yang dilakukannya seperti apabila terjadi kehamilan maka ia

barns bertanggung jawab memelihara bayi yang dikandungnya sampai

melahirkan, mendidiknya dan membesarkannya. Apabila wanita itu

melakukan aborsi maka berarti ia telah melakukan pembunuhan.

Sedangkan pelaku pria, realitanya masih mungkin melarikan diri dari

tanggunng jawabnya, meskipun secara yuridis atau moril dan Agama baik

di dunia maupun di akhirat nanti tidak mungkin menghindar. Oleh karena

itu secara eksplisit untuk melindungi kaum wanita, maka mereka kaum

wanita itu terlebih dahulu disebutkan dan diperingatkan oleh Allah akan

hukuman yang akan mereka terima berupa hukuman ym1g keras.

Apabila mereka me!akukan perbuatan zina maka hukumlah mereka

dengan hukuman seratus kali cambuk di depm1 im1um dan diasingkan

selama satu tahun, kemudian terhadap pelaku pria hukumlah pula mereka

seratus kali cambuk di depan umum dan diasingkan selama satu tahtm.

I-Iukum yang demikian itu ditetapkan bagi mereka pelaku pria dan wanita

yang belun1 menikah. 9

Menurut Asy-Syafi'i sunah fi'Jiyah Nabi Muhammad saw hanya

menetapkan hukum cambuk bagi fa.Ii tidak untuk y,i'.i.11 seperti pelaksanaan

hukuman rajam yang dilaksanakan Nabi Muhammad Saw terhadap Ma'il

9
Ibid
64

al-Ghamidiyah dan Yahudiyah. Sebaliknya Ali bin Abi Thalib Khalifah ke

empat, diriwayatkan telah menghukum cambuk seorang wanita pada hari

kamis dan merajamnya pada hari Jum'at. Dia mempertahankan

pendapatnya itu, bahwa dia mencambuk sesuai dengan perintah Allah, lalu

merajamnya berdasarkan perintah Rasulullah Saw.JO

b. Hukuman Pengasingan

Dalam hadits riwayat lbnu Majah disebutka.n bahwa hukuman bagi

pelaku yang belum menikah selain dijilid juga dikenakan hukuman

pengasingan selama satu tahun. Mengenai masalah hukuman pengasingan

pelaku zina selama satu tahun juga terdapat perbeclaan pendapat antara

ulama-ulama fiqh :

1). Khulafa Rasyidin, Malik lbn Anas, Asy-Syafi'i, Ahmad Jbn Hanbal,

lshaq dan lainnya berpendapat wajib bagi pelaku zina yang masih bikr

diasingkan (dipenjara) selama satu tahun untuk menyempurnakan

hukuman had.

2). Hadawiyah dun Hanifah berpendapat tidak wajib pelaku zina bikr di

asingkan selama satu tahun karena hukuman itu tidak ada dalam al-

Qur'an berarti menambah nash al-Qur'an clan juga hadits yang menjadi

dasarnya itu adalah hadits ahad. Kalau begitu hadits ahad menasakh al-

Qur'an dan hal itu tidak bisa diamalkan.

0
' Abdur Rahman, Tindak Pidana Dalam Svari'at Islam. !Jakarta: Rineb <:into\ hol 11,;
65

3). Abu Hanifah bisa menerima hukuman pengasingan selama satu tahun

itu diputuskan oleh imam atas dasar maslahah, karena hukuman

pengasingan selama satu tahun itu bukan hukuman had, tapi 'uqubah

ta'ziriyah yang menjadi kewenangan imam.

4). Menurut pendapat Malik dan Auza'i, bahwa pelaku zina perempuan

tidak diasingkan , karena aib yang memalukan mengasingkannya berarti

melenyapkan dari pengawasan dan bisa mendatangkan fitnah barn.

Karena itu wanita dilarang melakukan perjalanan tanpa didampingi

muhrimnya. 11

c. Hukuman Rajam

Bagi pelaku pria dan wanita yang sudali menikah hukuman atas

perbuatan zina yang dilakukannya adalah hukuman rajam atau hukuman

mati melalui rajam di depan umum.

Orang yang sudah menikah berstatus kawin atau bisa disebut janda

maupun duda, sifat melawan hukumnya lcbih tinggi dari mereka yang

belum menikah, karena orang yang sudah menikali, pada waktu ia menikah

berarti di dalam hatinya ia mernilih jalur hukum. Islam memandang

pernikahan jalur yang benar dan halal, dan perzinaan adalah jalur yang

salah dan buruk, apabila mereka yang sndah menikah melakukan perbuatan

zina, berarti mereka sengaja melawan kebenaran hukum Islam yang sudah

mereka pegang dan mereka yakini serta mereka laksanakan.


11
Sabiq, Fikih Sunah, h. 90-93
66

Oleh karena itu pantas mereka diberi hukuman lebih berat dari

mereka yang belum menikah. Hukuman untuk mereka yang sudah menikah

baik ia berstatus suami atau istri, janda atau duda adalah sama saja, karena

sarna tinggi sifat melawan hukumnya, jika disamakan hukuman bagi

mereka yang sudah menikah dengan yang belum menikah tentu tidak adil,

karena kualitas melawan hukumnya berbeda. Kualitas melawan hukum

orang yang sudah menikah Iebih tinggi dari mereka yang belum pemah

menikah. Mereka yang belum menikah diberi kesempatan untuk

memperbaiki diri dan masih punya prospek untuk menjadi orang baik.

Mereka yang sudah menikah tidak diberi kesempatan lagi untuk

memperbaiki diri, tapi diberi kesempatan untuk be1iaubat dan menebus

dosanya melalui kesediaannya menerima hukuman rajarn atau hukuman

mati melalui hukuman rajam.

Mereka yang sudah pemah menikah, apabila sudah pemah

melakukan ekstra marital seks akan cenderung mengulanginya berulang

kali kepada orang lain. Jadi mereka akan sering menebarkan kerusakan

moral dalarn masyarakat dan merusak kebahagiaan dan ketentranmn rumah

tangga orang lain. Laki-laki yang beristri atau perempuan yang bersuami

sudah ada yang halal baginya, mengapa mereka mencari yang tidak halal

baginya. Hal ini berarti mereka mengingkari atau murtad dari akidah yang

benar, oleh karena itu untuk preventif, wajar kepada suami dan istri atau

janda dan duda yang berbuat zina diberikan hukun1an yang lebili berat dan
67

lebih keras, yaitu hukuman mati melalui hukuman rajam dari pada

hukuman yang diberikan kepada pria dan wanita yang tidak terikat

perkawinan.

2. Hukumau Nou Fisik

Hukuman non fisik mernpakan hukuman yang tidak langsung pada fisik

pelaku, namun hukuman ini akan berakibat pada moral, psikologis, dan

kehidupan sosial pelaku zina. Dalam surat An-Nur ayat (2) dinyatakan bahwa

pelakasnaan hukuman terhadap pelaku perbuatan zina hendaklah disaksikan

oleh sekelompok orang-orang beriman. Jadi berarti pelaksanaan hukuman

tersebut hams di saksikan orang banyak. Dengan disaksikan oleh orang banyak

berarti si pelaku perbuatan zina dipermalukan di depan orang banyak, karena

dengan terjadinya perbuatan zina rasa malu si pelaku perbuatan zina sudah

luntur, oleh karena itu rasa malu ini perlu ditumbuhk:an kembali dan juga

dipermalukan ini mempunyai nilai preventif terhadap si pelaku agar tidak

mengulangi kembali perbuatan zina tersebut, dan juga bernilai preventif bagi

orang yang berniat melakukan perbuatan zina.

Nabi Muhammad Saw menyatakan bahwa rasa malu adalah bagian dari

iman. Nabi Muammad Saw juga menyatakan bahwa orang berzina tidak

beriman pada waktu melakukan perbuatan zina, karena apabila ia beriman

maka ia tidak akan melakukan perbuatan zina, orang yang tidak hilang

imannya, tidak akan menge1jakan perbuatan yang sangat dilarang oleh Allah

dan Rasuhiya yaitu zina. Rasulullah Saw bersabda :


68

Artinya: "Dari Abu Hurairah bahwasannya Nabi SAW bersabda; tidak akan
berzina orang yang berzina ketika dia rnelakukan perbuatan zina
rnanakala dia waktu itu berirnan (kepada Allah) ". (HR. Bukhari).

Jadi hukuman permaluan itu merupakan bagian dari hukuman moral

psikologis, karena si pelaku perbuatan zina pada waktu melakukan pebuatan

zina tersebut sudah tidak beriman dan tidak punya rasa malu. Jadi

mempermalukan itu merupakan hukuman moral psikologis dan berdampak

sosial yang efektif untuk preventif atau mencegah terulangnya kembali

perbuatan zina dalam masyarakat, karena pelaksanaan ekskusi hukuman had

zina yang disaksikan oleh orang banyak itu menumbuhkan rasa main bagi si

pelaku perbuatan zina dan juga bagi orang yang menyaksikan. Karena itu

mereka akan jera dan berpikir seribu kali untuk melakukan perbuatan zina di

masa mendatang.

Hadits Nabi Muhammad Saw yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah

sebagaimana tersebut di atas menegaskan bahwa hukuman keras yang

ditetapkan Islam terhadap pelaku zina itu ditetapkan setelah Islam menawarkan

kebolehan berpoligami sebagai alternatif atau jalan keluar yang lebih baik bagi

orang yang mempunyai hawa nafsu seksual yang berlebihan, disamping banyak

2
' Muhammad Fuad Abdul Baqi, al-Lu'/u' wa a/-Mmjan, Jil. I, (Bairut: Daar al-Fikr, tt), h.
12
69

melakukan ibadah puasa dan Iebih mendekatkan diri kepada Tuhan dan

memperbanyak amal saleh di Iingkm1gan masyarakat agar supaya orang

tersebut tidak mudah mencari dalih untuk berbuat zina.

Menurut Sayyid Sabiq, hukuman yang keras itu juga seimbang antara

nestapa yang diberikan kepada pelaku perbuatan zina dengan kerusakan

manusia dan masyarakat yang ditimbulkannya dan inilah keadilan. 13

Jadi jelaslah bahwa dalam hukmn pidana Islam hukaman terhadap tindak

pidana prostitusi sangat berat dan tidak pandang bulu, yaitu bagi siapa saja yang

telah melakukan perzinaan dalam kategori zina ghairu mukhshan maka dikenakan

hukmnan cambuk sebanyak seratus kali ditambah hukmnan pengasingan (penjara)

selan1a satu tahoo, sedangkan bagi pelaku zn1a mukhshan dikenakan hulcuman

rajam atau dengan kata lain hukmnan mati.

Dengan demikian, sauksi pidana terhadap tindak pidana prostitusi yang

diatur dalam perda Kabupaten Cirebon No. 1 tahoo 2002 tentang prostitusi berupa

hukmnan kuroogan dan denda sebagainiana yang tercantmn dalan. pasal 8 ayat (1)

dan (2) kalau ditinjau dari hukmn pidana Islam masih sangat jau!J perbedaannya,

rnasih relatif sangat ringan, sehll1gga para pelaku tindak pidana prostitusi tidak

menjadi jera dan masih memoogkinkan akan mengulanginya lagi. Sedangkan

hukmn Islam terhadap tindak pidana prostitusi sangat keras dalam pemberian

sauksinya, pelaku dikenakan hukUlllall cambuk dan penjara selama satu tahoo itu

13
Rahman, Tindak Pidana Dalam Syari'at Islam, h. 136 ..
70

bagi yang belwn menikah sedangkan bagi yang sudah menikah dihukum dengan

hukuman rajam (hukuman mati).

Jadi dalam penanggulangan prostitusi hukum Islam nilai preventifuya

sangat tinggi dibandingkan peraturan daerah kabupaten Cirebon. Oleh sebab itu

kalau memang Kabupaten Cirebon merupakan kabupaten yang mayoritas

penduduknya Muslim dan diakui sebagai kota wali, warisan dari Sunan Gunung

Jati, maka seyogyanya peraturan daeralmya disesuaikan dengan hukum Islam, atau

paling tidak melaksanakan tujuan dari hukum Islam, yaitu dengan menjadikan

Perda sebagai preventif dari tirnbulnya tindak pidana prostitusi, konskuensinya

tentu ketentuan sanksi pidananya tidak seringan seperti saat ini. Yaitu barns

diperberat lagi, baik berupa hukuman kurungannya maupun hukuman denda

B. Tinjauan Hokum Islam Terhadap Perda kabupaten Cirebon No. 01 Tahon

2002 Teutang Prostitusi

Sebelum meninjau Perda Kabupaten Cirebon dengan hukum Islam perlu

dijabarkan teriebih dahulu tent.mg makna dan tujuan dari Perda itu sendiri.

Peraturan daerah adalah merupakan peratw·an yang dikeluarkan oleh pemerintah

daerah tingkat II (Kabupaten). Munculnya Perda ini sebagai bentuk peraturan atau

undang-undang yang mengatur demi terciptanya suasana aman, tentram dan tertib

di daerah tersebut. Biasanya peraturan itu berupa pelarangan terhadap suatu

perbuatan yang dianggap bisa mengganggu ketertiban umum atau sesuatu yang

bisa membahayakan orang banyak. Sehingga dalam bentuk: undang-undang inilah


71

suatu perbuatan yang dianggap dapat merugikan orang lain atau melanggar

ketertiban umum (tindak pidana) untuk bisa dijatuhi hukuman.

Sebagaimana yang disebutkan dalam undang-undang (UU) hukum pidana

pasal 1 ayat (1) menyatakan, bahwa ketentuan pidana harus ditetapkan dalam

undang-undang yang sah, yang berarti bahwa larangan-larangan menurut adat tidak

berlaku untuk menghukum seseorang. Hal ini sesuai dengan apa yang dinyatakan

oleh R. Soesilo dalam buku Prilaku Zina Pandangan hukum Islam dan KUHP

karya Dr. H. Abduh Malik, dalam mengomentari ayat (1) KUHP ini dia

menyatakan bahwa ketentuan pidana harus ditetapkan dalam bentuk m1dang-

undang yang sah, yang berarti bahwa Iarangan-larangan menurut adat tidak berlaku

untuk menghukum seseorang. Jadi suatu perbuatan dipandang tercela menurut adat

atau tercela menurut pandangan masyarakat umum, tidak clapat diambil tindakan

hukum karena tidak tercantum dalam peraturan perundang-undangan. Begitu pula

suatu perbuatan yang dipandang tercela atau perbuatan a.tau perbuatan pidana

menurut hukum Islam yang dianut masyarakat, tidak dapat diambil tindakan

hukum pidana karena memang tidak tercantum dalam KUHP atau PERDA, dan

inilah sulitnya untuk menindak suatu tindakan yang sangat merugikan karena harus

menunggu adanya peraturan yang mengaturnya.

Oleh sebab itu dalam kaitannya dengan hal tersebut, agar suatu perbuatan

tercela yang sering terjadi di daerah Cirebon, salah satunya yaitu perbuatan

prostitusi ini bisa dikenakan sanksi, maka dibentuklah suatu peraturan yang

mengatur dan melarang perbuatan-perbuatan terlarang tersebut dalam bentuk


72

peraturan daerah, sehingga para pelanggar menjadi jera (tidak lagi mengulangi

perbuatan kotor itu) atau paling tidak bisa mengurangi terjadinya tindakan-

tindakan tercela tersebut yang bisa merugikan orang lain/mengganggu ketertiban

urnnm.

Tujuan utama diberlakukannya suatu undang-undang adalah agar suatu

perbuatan terlarang itu tidak terjadi/tidak terulang kembali atau dengan kata lain

bertujuan sebagai preventif. Nah, kalau suatu undang-undang nilai preventifuya

sudah tidak berfungsi, apakah masih layak UV tersebut diberlakukan ataukah harus

dikaji ulang?. Mengenai Peraturan Daerah Kabupaten Cirebon No. I tahun 2002

tentang prostitusi yang suksi pidananya sangat ringan, disini penulis menganggap

bahwa nilai preventifuya sangat kurang, terbukti masih maraknya praktek

prostitusi yang ada di daerah Cirebon baik di kotanya maupun di pelosok desa.

Kalau kita kaji dengan hukum Islam, bahwa hukum Islam mengandung

nilai preventif yang sangat tinggi. Tentang masalah proslitusi (perzinaan) hukum

Islam sangat menutup rapat-rapat jalan untuk menuju perbuatan tercela tersebut,

sehingga dalam peraturannya tidak langsung ditunjukkan dengan pelarangan

perbuatan zina itu sendiri, melainkan ditunjukkan dengan pelarangan perbuatan

yang dapat memicu terjadinya perbuatan ziua yang keji itu . Bentuk larangan itu

dalam al-Qur'an disebutkan dalam surat al-Isra' ayat (32), yaitu:


::: ,.. ;; _,,. .~ ,.. "' (> ,..

.('fl : .-.1.r")ll) . ~,
... G) ~u 015' ~! JJJI 1'.;.~ '1)
, ,
73

Artinya: "Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu merupakan
suatu perbuatan yang sangat keji dan suatu jalan yang buruk". (QS. Al-
Isra': 32).

Islam menganggap zina bukan hanya sebagai suatu dosa yang besar

melainkan juga sebagai suatu tindakan yang akan membuka gerbang berbagai

perbuatan maksiat lainnya, akan menghancurkan landasan keluarga yang sangat

mendasar, akan mengakibatkan terjadinya perselisihan dan pembunuhan,

meruntuhkan nama baik dan kekayaan serta menyebarluaskan sejumlah penyakit

baik jasmani maupun rohani. Tak diragukan lagi bahwa perzinaan merupakan

perbuatan dosa yang sangat besar, bahkan merupakan perbuatan dosa yang paling

besar setelah pembunuhan. Jadi, bila prostitusi itu dibiarkan tanpa hambatan,

niscaya ia akan mengancm·kan bangunan sosial umat ini, oleh sebab itu maka

ditetapkan hukuman yang mengerikan (berat) bagi pelaku tindak pidaua yang besar

ini dalam undang-undang hukum Islam serta ancaman siksa yang dasyat bagi para

pelaku zina di hari kemudian.

Maka dari itu, pelarangannya pun sangat preventif, bahkan mendekati rnja

tidak boleh, dalam artian selain yang dilarang itu perbuatan zinanya pun yang yang

memicu perbuatan tersebut juga dilarang, sepe1ii bersunyi-sunyi berdnan antara

lawan jenis yang bukan muhrim, karena ini akan membuka jalan orang untuk

melakuan zina karena di sanalah syaitan akan bertindak sebagai orang ketiga yang

akan membujuk untuk melakukan perbuatan keji, syaitan sangat licik, maka disini

tidak berlaku bagi orang yang lemah imannya atau yang kuat imannya, !arangan

tersebut berlaku untuk semuanya. Karena sekuat-kuatnya iman seseorang kalau


74

sudah terperangk:ap bujukan syaitan, diapun susah untuk melepaskannya dan

dipastikan ia akan terjerumus ke dalam perbuatan keji yang sangat dilarang itu.

Nah inilah kenapa Nabi Saw sangat melarang seseorang laki-laki berduaan dengan

wanita yang bukan muhrimnya, karena dia akan mudah tergoda oleh kecantikan

wanita tersebut yang sebenarnya dipancarkan oleh godaan syaitan yang sangat

licik. Dalam sebuah hadits Rasulullah Saw bersabda :

Arinya: ''Janganlah seorang laki-laki itu bersunyi-sunyi (berduaan) dengan


seorang perempuan (yang bukan muhrimnya) karena syaitan akan
menjadi yang ketiganya (menggodanya)". (Hadits dikeluarkan dari hadits
Buraidah).

Jadi tampaklah jelas, kenapa Islam sangat mengunci rapat-rapat pintu

terbukanya jalan maksiat menuju perzinaan, karena memang akibatnya sangat

besar dan berat hukumannya.

Ditinjau dari hukum Islam, Perda Kabupaten Cirebon No. 1 tahun 2002

tentang prostitusi tampa:knya masih jauh dari tujuan preventif sebagaimana yang

diharapkan dalam hukum pidana Islam, kalau kita kaji kembali mengenai materi

bab I tentang ketentuan umum pasal 1 poin (:I) yang menjelaskan tentang

pengertian prostitusi adalah "hubungan seksual di luar nikah dengan imbalan uang

atau hadiah-hadiah sebagai sesuatu transaksi perdagangan", dengan materi defmisi

seperti itu maka terlihat kerancuan, karena terkesan yang dilarang melakukan

14
Muhammad bin 'Han asy-Syafi'i al-Asy'ari al-Makki as-Siddiqy, Dali/ al-Falihin Ii
Turuq Riyadh a/-Sha/ihin,(t.k.: Daar al-Fikr, t.t.), Jil. IV, h. 481.
75

prostitusi di sini hanya orang-orang yang berekonomi lemah, yaitu yang

melakukan perbuatan prostitusi karena mengharapkan imbalan.

Kalau kita lihat di Japangan, kenyataanya kebanyakan yang melakukan

hubungan seksual di luar pernikahan itu atas dasar suka sama suka bukan

mengharapkan imbalan, justru inilah sebenarnya yang paling dilarang dalam Islam.

Sebagai bukti yang terjadi di kota Cirebon sebagaimana hasil Japoran liputan6.com

bahwa pada Kamis dini hari 20 September 2007 Polisi menjaring tujuh pasangan

bukan suami istri saat razia. Mereka kedapatan berduaan dalam kamar rumah kos-

kosan dan juga rumah penginapan, pasangan mesum itu langsung digelandang ke

Markas Kepolisian Resor Kota Cirebon. 15 Bahkan istilah perselingkuan sekarang

ini terdengar sangat marak, mungkin kalau kita selidiki di kamar-karnar hotel

kebanyakan yang rnelakukan hubungan seksual di luar pernikahan adalah

pasangan-pasangan selingkuh atas dasar suka sama suka, malah pelakunya

kebanyakan orang-orang yang berduit yang hanya ingin rnemuaskan hawa nafsu

belaka. Hal ini bisa kita lihat dari basil razia yang dilakukan oleh Polresta Cirebon

pada 17 Febmari 2055, bahwa Polisi menggrebek enam hotel Melati di Cirebon

yang diduga tempat prostitusi terselubung. Walhasil, Polisi berhasil menangkap

para pelaku prostitusi, selain 15 PSK, seorang waria, tiga pria hidung belang Polisi

juga menangkap dua pasangan selingkuh yang rata-rata daTi golongan mampu. 16

15
Liputan6, Rurnah Kos-Kosan Di Cirebon Dirazia,berita terbit pada Kamis, 20
September 2007 di alcses dari www.liputan6.com
16
Gatrn.com, Polresta Grebek Enam Hotel Melati, info terbit Jl<lda tanggal 2 September
2005 di akses dari www.gatrn.com
76

Mengenai ketentuan poin (f) pasal 1 tersebut, menurut penulis

ketentuannya belum begitu jelas, karena masih ada ketentuan yang belum termuat

dalam poin tersebut, sehingga memungkinkan masih banyak yang akan melakukan

perbuatan prostitusi, ketentuan hukum dari Perda tersebut masih sangat lemah

untuk menjerat para pelaku tindak pidana prostitusi alas dasar suka sama suka.

Ketika terkena razia petugas, meraka akan mudah mengelak dari tuntutan telah

melakukan prostitusi, karena memang tidak ada aturan yang mengatur tentang

hubungan seksual di luar pernikahan yang di lakukan atas dasar suka sama suka,

atau perselingkuhan. Hal ini seirama dengana apa yang disampaikan Bapak Adib

( aktifis sosial) kenapa di Cirebon masalah prostitusi bisa bebas saja, karena

memang yang dianggap prostitusi terselubung itu tidak semuanya berkaitan dengan

hukum (tidak ada ketentuan hukumnya), seperti pacaran, suka sama suka,

perselingkuhan dan lain sebagainya. Sedangkan kalau narkoba, narkotika dan

psikotropika tidak bisa bebas, komunitasnya sangat tertutup karena kekhawatiran

mereka terkait dengan hukum.

Kemudian mengenai ketentuan pidana prostitusi dalam pasal 8 ayat (1)

disebutkan, bahwa barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud

dalam pasal 3 ayat (1 ), (2) dan (3) diancam pidana kurungan selama-lamanya 6

bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 5.000.000,00 (Inna juta rupiah).

Melihat ketentuan pasal 8 ayat (1) tersebut di atas, seperti terkesan pemerintah

masih memberi ruang kepada para pelaku tiJ1dak pidana prostitusi untuk beroperasi

di Cirebon. Mengapa sanksi terhadap pidana prostitusi hanya dengan kurungan


77

selama-lamanya enam bulan dan atau dengan denda yang hanya sebanyak-

banyaknya lima juta rupiah. Hal ini bagi mereka yang berduit akan mudah

melakukan perbuatan terlarang tersebut, mereka tidak takut terhadap ancaman

pidana yang sudah diterapkan, karena hanya dengan uang lima juta rupiah mereka

bisa bebas. Ini terkesan peraturan tersebut hanya untuk orang-orang miskin saja,

bukan untuk orang yang berduit, karena hukuman bisa dibeli dengan uang, padahal

dalam Islam, hukum tidak bisa dibeli dengan uang.

Kemudian kalau kita bandingkan dengan Perda Kota Tangerang No. 7

tahun 2005 tentang minuman berakohol, rnaka masih jauh perbedaam1ya, dalam

Perda Tangerang tersebut tindak pidana MIRAS dikenaan hukuman denda sebesar

lima puluh juta rupiah. Ini sangat aneh, kenapa tindak pidm1a seberat prostitusi

hanya dikenakan sanksi sangat ringan, bahkan masih jauh kalau dibandingkan

dengan tindak pidana MIRAS.

Lalu tentang penggunaan kata "dan atau" dalam pasal 8 ayat (I), ha! ini

sangat mengherankan, kenapa tindak pidana seperti protitusi hanya dikenakan satu

hukuman saja, dengan penggunaan kata "dan atau" berarti terpidana bisa memilih

hukumm1 yang diberikan, yaitu kurungan atau denda. Maka bagi para pelaku ym1g

berduit dengan mudah memilih denda, hanya dengan membayar denda lima juta

rupiah maka bebaslah dia. Padahal dalan1 hukum Islam, hukuman bagi pelaku zina

ghairu mukhshan saja dikenakan hukuman carnbuk seratus kali ditambah

pengasingan (penjara) selama satu talmn. Dalam hukum Islam diberlakukan hukum

ganda, agar pelaku benar-benar akan jera. Memang kalau kita lihat dalan1 Kitab
78

Undang-Undang Hukum Pidana, kebanyakan penyebutan hukuman kurungan

(penjara) dengan denda selalu menggunakan kata "dan atau". Menurut penulis hal

tersebut kurang tepat, dan kalau memang hukum pidana itu sebagai pencegah

terjadinya suatu tindak pidana, maka seyogyanya menggunakan ungkapan yang

sekira orang mendengar akan smtlcsinya mereka jadi segan, tapi dalam

kenyataannya tidak, semakin peraturan ini diberlakukan dan razia digalakkan,

malah prektek prostitusi semakin mm·ak.

Maka di sini perlu dikaji kembali, dan dicarikan jalan keluarnya. Paling

tidak materi perda tentm1g ketentuan pidana maupun ketentuan pelarangan

menggunakan kata-kata yang jelas dan rinci. Supaya pelaku tidak bisa mengelak

dari tuntutan hukum.


BABV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang penulis lakukan tentang penanggulangan

perostitusi di Cirebon, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Menurut Perda Kabupaten Cirebon No.I tahun 2002 tanta11g pelarangan

prostitusi adalah hubungan seksual di luar nikah dengan imbalan uang atau

hadiah-hadiah sebagai suatu transalcsi perdagangan. Baik yang menyediakan,

mengadakan, melakukan maupun yang melindungi perbuatan prostitusi.

2. Dalam Perda kabupaten Cirebon terdapat Pula ketentuan-ketentuan pidana

terhadap pelanggaran-pelanggaran yang terjadi, setiap pelaku yang melakukan

tindak pidana prostitusi adalah dikenakan sanksi berupa pidana kurungan

selama-lamanya 6 (enarn) bulan clan atau denda sebanyak-banyakuya Rp.

5.000.000,00 (limajuta rupiah).

3. Dalarn pandangan hukum Islam prostitusi atau perzinaan adalah hubungan

seksual yang diharamkan, yakni persetubuhan yang dilakukan oleh seorang

laki-laki dengan seorang perempuan melalui farji di Iuar nikah dan bukan nikah

subhat. Zina merupakan perbuatan keji, cabul dan termasuk perbuatan dosa

yang peling besar setelah pembunuhan, karena perbuatan ini merupakan

pelampiasan nafsu seks dengan lawan jenis tanpa mengenal batas kesopanan

(manusiawi), melanggar nilai-nilai kemanusiaan dan akan menimbulkan

banyak kerusalcan pada tatanan kehidupan masyarakat, serta akan

mengakibatkan menularnya berbagai penyakit. Oleh karena itu melakukan


80

perbuatan prostitusi tennasnk tindak pidana yang cligolongkan ke dalam

jarimah hudud, mengingat tindak pidana ini telah dijelaskan secara tegas dalam

nash syara' (al-Qur'an dan Hadits). Berdasarkan penggolongan jarimah hudud

tersebut, maka pelaku tindak pidana prostitusi dikenakan hnkuman yang sangat

berat. Berat-ringmmya hnkumat1 dibedakan oleh status pelakunya. Bagi pelaku

yang belum kawin Gejaka dan perawat1) dikenakan hukuman cambnk seratus

kali ditambah pengasingan sela111a satu tahun. Sedangkan pelaku yang sudah

kawin (muhsan), maka hnkumannya adalah hnkuman rajam, dengan kata lain

ialah hnkuman mati.

4. Konsep Perda Kabupaten Cirebon kalau ditinjau dari segi upaya pemerintah

dalam penanggulangan prostitusi, maka sah-sah saja. Akan tetapi ketika upaya

tersebut ditinjau dari segi hukum Islam, maka 111:1sih jauh dari tujuan

diberlaknkannya sebuah peraturat1, yaitu bernilai preventif. Sedangkan hnkum

Islam nilai preventifuya sangat tinggi, sehingga menutup rapat-rapat

kemungkinat1 terjadinya suatu perbuatan prostitusi. Temmsnk sanksi ym1g

diberikan dalam hnkum Islam, yang mana sanksi yatlg diberikan sangat berat,

kemungkinan pelaku akan berfikir seribu kali ketika akan melalrukan perbuatan

keji tersebut.

B. Saran-saran

1. Mengingat perbuatan proslilusi tennasuk perbuatan dosa yang sangat besar,

serta berdampak terhadap tatanatl sosial masym·akat, bisa merusak rumah

tatlgga seseorang, selain itu juga akan 111enin1buikat1 penyakit yang satlgat
81

ganas, maka diharapkan pertisipasi dari berbagai kalangan masyarakat dalam

upaya menanggulangi prostitusi tersebut, khususnya di Cierbon yang akhir-

akahir ini tempat-tempat prostitusi mulai marak berm1mculan. Kamudian bagi

aparat penegak hukum agar benar-benar tegas dalam memberikan sanksi bagi

siapa saja yang melakukan tindak pidana prostitusi dengan sanksi pidana sesuai

aturan hukum yang berlaku agar minimal memberikan efek jera bagi

pelakunya, serta diberikan penyuluhan kepada seluruh lapisan masyarakat akan

besarnya bahaya yang ditimbulkan dari perbuatan prostitusi.

2. Agar penanggulangan prostitusi di Cirebon rnembuahkan hasil yang

diharapkan, maka hendaknya pemerintah segera meninjau ulang terhadap Perda

yang ada sekarang ini, kerena kurang berfungsi sebagai preventi, yaitu dengan

masih banyaknya para pelaku prostitusi berkeliaran di penjuru kota, terutama

pada ketentuan pidananya yang masih sangat kurang dan jauh dari nilai

preventif. Disamping itu penberian sanksi terhadap pelaku prostitusi hams

diperberat, baik berupa ketentuan hukuman kurungan maupun hukuman denda,

paling tidak ketentuan pidananya bisa membuat jera terhadap para pelaku

prostitusi.

3. Demi terlaksananya Perda Kabupaten Cirebon No.I tahun 2002 tentang

prostitusi, masyarakat diharapkan mematuhi berbagai aturan hukum yang di

ciptakan oleh pemerintah agar tujuan dan upaya penangulangan prostitusi di

Cirebon dapat te1wujud dan terealisasikan, sehingga masyarakat Cirebon

terhindar dari perbuatan keji itu, terutan1a generasi muda.


82

4. Sebagai tindak Janjut untuk memberdayakan para pelaku prostitusi atau para

WTS yang sudah terjaring, maka hendaknya Pemda membuat lapangan

pekerjaan atau sebagi aktivitas rutin bagi pelaku, dengan mengadakan

pelatihan-pelatihan/keterampilan sesuai dengan bakat masing-masing.

Tentunya harus ada anggaran dari Pemda untuk mengadakan pelatihan

terse but.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur'an al-Karim.

Adib, Aktifis Sosial, Wawancara Pribadi, Cirebon, 12, Februari 2008.

Arikunto, Suharsimi, Managemen Penelitian, Cet. 11, Jakaiia: PT. Rineka Cipta,
1993.

'Audah, Abdul Qodir, Al-Tasyri' al-Jinai al-Is!ami Muqoronan bi al-Qonun al-Wad'i,


Cet. XI, Beirut: Muassasah al-Risalah, 1992.

Bahrudin, K., Pimpinan Pondok Pesantren Al-Ma'unah, Kepuh, Pasar Minggu,


Cirebon, Wawancara Pribadi, Cirebon, 15 Januari 2008.

Bagi, Muhammad Fuad Abdul, al-Lu'lu' wa al-Marjan, Jil. I, Bairut: Daar al-Fikr, t.t.

Bagi al-, Al-Ba'la, al-Maurid, Beirut: Daar al-'llm, 1977.

Sadily, Hasan dan John M. Echols, Kamus Jnggris- Indonesia, Jakarta: Gramedia,
1990.

Bonger, W.A., De Maa/schappelijke Oorzaken der Proslitutie, Verspreide


Geschriften, dell II, Amsterdam, 1950, (terjemahan), B. Simanjutak,
Mimbar Demokrasi, Bandung: tp., April 1967.

Bukhori al-, Imam Abi Abdillah Muha~mad bin lsma'il bin Ibrahim lbnu al-
Mughiroh bin Bardazabah, Shohih al-Bukhari, Jil, X, Bai rut: Daar al-Fikr,
1981

Chazawi, Adam, Buku Pelajaran Hukum Pidana Bagian I (stetsel Pidana, lindak
pidana, teori-teori pemidanaan, dan ba/as berlakunya hukum pidana),
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:


Balai Pustaka, 1987), h. 550.

Djazuli, A., Fiqih Jinayah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000.

Gatra.com, Polresta Grebek Enam Hotel Melati, info terbit pada tanggal 2 September
2005 di akses dari www.gatra.com
84

Kartono, Kartini, Patologi Sosial, Jil. I, Ed. 2, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2005.

Kizwini al-, Al-Hafidz Abi Abdillah Muhammad bin Yazid, Sunan Ibnu Majah, Juz.
II, Bairut: Daar al-Fikr, 1995.

Kompas, 634 Tahun Kata Cirebon Menemukan Kembali Makna Kola Wali, artikel
diahes pada 21Februari2004 dari www.kompasonline.com

Kusairi, Kepala Seksi Umum Satpol PP. Kab. Cirebon, Wawancara Pribadi, Cirebon,
I 5 Januari 2008.

Lembaran Daerah Kabupaten Cirebon Nomor 05 tahun 2002 Seri Edisi 4 Peraturan
Daerah Kabupaten Cirebon Nomor 0 I Tahun 2002 Tentang Larangan
Perjudian, Prostitusi dan Minuman Keras.

Liputan6, Rumah Kos-Kosan di Cirebon Dirazia, berita terbit pada Kamis, 20


September 2007 di akses dari www.liputan6.com

Malik, Muhammad Abduh, Perilaku Zina Pandangan Hukum Islam dan KUHP, Cet.
I, Jaka1ia: PT. Bulan Bintang, 2003

May, G., Encyclopedia of Social Science, dalam Ka11ini Kartono, Patologi Sosial,
(Jakmia: PT. Raja Grafindo Persada, 2005) Ji!. I, Edisi 2, h. 215-216.

Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Cit. VI, Jakarta: Rineka Cipta, 2002.

Muslih, Ahmad Wardi, Hukum Pidana Islam, cet. [,Jakarta: Sinar Grafika, 2005.

Naisaburiy al-, Abu al-Husain Muslim lbnu al-Hajjaj al-Qusyairiy, Shohih kiuslim,
Juz. II, Bairut: Daar al-Fikr, 1995.

Pradjodikoro, Wi1jono, Asas-asas Hukum Pidana Di Indonesia, Bandung: PT.


Eresco, 1969.

Rahman, Abdur, Tindak Pidana Dalam Syari 'at Islam, Jakarta: Rineka Cipta.tt.

Robett P., Masland., Estridge, David, Jr., Apa Yang Ingin Diketahui Remaja Tentang
Seh, Jakarta: Bumi Aksara, 1987.

Sabiq, al-Sayid, Fiqh al-Sunnah, Jil. II, Beirut: Daar al-Fikr, 1977).

--------------, Fiqih Sunnah, Terjemah: Moh. Nabhan Husein, Jilid IX, Bandung : PT.
al- Ma'arif, 1995.
85

Sabuni as-, Muhammad Ali, Rawai'ul Bayan Tafsir Ayaat al-Ahkam min al-Qur'an,
Jil. II, Beirut: Daar al-Fikr, t.t.

Salesman, Frans, "Prostitusi", artikel diakses pada 3 April 2007 dari


http://www.wordpress.com.

San'ani as-, Al-Imam Muhammad bin Ismail al-Amir al-Yumna, Subul al-Salam, Jil.
4, Mesir: Mustafa al-Babi al-Halabi wa Awladuhu, 1950.

Santoso, Topo, Menggagas Hukum Pidana Islam, Bandung: As-Syamil, 2000.

Sedyaningsih, Endang, Perempuan-perempuan Keramat Tunggak, Jakarta, Pustaka


Sinar Harapan, 1999.

Siddiqy as-, Muhammad bin 'llan asy-Syafi'i al-Asy'ari al-Makki, Dali! al-Falihin Ii
Turuq Riyadh al-Shalihin, Jil. 4, t.k.: Daar al-Fikr, t.t.

Soedjono, Pelacuran Ditilyau dari Hukuman Kenyataan dalam Masyarakat,


Bandung: Karya Nusantara, 1977.

Subroto, Teddy, Kepala Bidang Ketertiban Satpol PP. Kab. Cirebon, Wawancara
Pribadi, Cirebon, 15 Januari 2008.

Tatapangarsa, Humaidi, Sex Dalam Islam, Surabya: PT. Bina Ilmu, t.t.

Terence H, Hull, Endang Sulistianingsih, Gavin W. J, Pelacuran di Indonesia,


Jakai1a: Pustaka Sinar Harapan, 1997.

Thawil Ath-'Usman, Ajaran Islam Tentang Fenomena Seksual, cet. I, Jakarta: PT.
Raja Grafindo, 1997.

Truong, Tahnh-Dam, Pariwisata dan Pelacuran di Asia Tenggara, Te1jemahan:


Moh. Arif, Jakarta: LP3ES, 1992.

Yunus, Mahmud, Kamus Bahasa Arab-Indonesia, Jakarta: PT. Hida Karya Agung,
2002.

Zamroni, Anang dan Asrori, Ma'ruf, Bimbingan Seks lslami, eel. I, Surabaya:
Pustaka Anda, 1197.

Zuhaili, Wahbah, Fiqh al-Islam Wa Adi!latuh, .Juz. VI, Bairut: Daar al-Fikr, 1995.

--------------, Tafsir al-Munir. Jil. 18, Beirut: Daar al-Fikr al-Muashir, 1991.
para pelaku tindak pidana prostitusi, clan ketika Perda tentang prostitusi belum
acla (belum diberlakukan) maka ketika mereka melakukan prostitusi, polisi
menjawab, kami tidak ada paying hokum, maka kami merasa ticlak dipersalahkan.
Jadi dengan adanya perda, polisi mempunyai dasar hukum secara hukum,
disamping sebagai payung hukum bagi polisi, sementara masyarakat juga
menuntut tegas langkah-langkah peerintah dalam meninclak lanjuti prostitusi
secara hokum. Dan didukung oleh pemerintah ldmsus perda kabupaten ci~bon

sehingga usulan dari pemerintah, rakyat clan tokoh agama merupakan tolak ukur
pemerintah untuk segera diberlakukan perda prostitusi.

Jakarta, 1 Februari 2008

Yang di Waw Yang Mewawancarai

~~
Istii'amah
Hasil Wawancara

Nam a : Teddy Subroto, SE

Jabatan : Kepala Bidang Ketertiban Satpol PP Kab. Cirebon

Hari/Tanggal : Selasa, 15 Januari 2008

Tern pat : Kantor Satpol PP Kab. Cirebon

Waktu : 12.00 s/d 13.00 WIB.

Jsi Wawancara :

1. Apa yang dimaksud prostitusi meuurut Bapak?


Prostitusi adalah masyarakat yang berbuat mencari penghasilan dengan menjual
seks.
2. Apa faktor penyebab timbulnya prostitusi yang ada di Cirebon?
Faktor ekonomi, kebanyakan mereka yang sudah janda dan juga karena masalah
prostitusi dikalangan masyarakat sendiri masih ada yang pro dan kontra.
3. Apa yang melatar belakangi lahirnya Perda Kabupaten Cirebon No.1 Tahon
2002 Tentang Prostitusi?
Bahwa Perda terseb11t lahir secara terpadu, sepe1ti: POLRES, KAPOL PP, Bupati
dan dikaitkan dengan Instansi-Instansi, sepe1ti: Dinas Sosial, Yayasan dan lain-
lain. Juga masyarakat dan tokoh-tokoh Agama.
4. Apa sanksi bagi pelalrn tindak pidana prostitusi menurut Perda Kah.
Cirebon No.I Tahun 2002 Tentang Prostitusi?
Bahwa sanksi bagi pelaku tindak pidana ini, disamping dikenakan denda 5 juta
Rupiah juga orangnya akan mendapat pengawasan dari kepol isian dan
kt!banyakannya n1ereka jera.
5. Bagaimana tanggapan Bapak tentang diberlaknkannya Perda tentang
prostitusi?
Cukup bagus, karena merupakan suatu usaha untuk berusaha menegakkan Perda
yang ada.
6. Untuk sekarang target opcrasinya di daerah apa saja?
Untuk saat ini yang sedang atau lagi diincar adalah: Terminal, TempaHempat
parker dan trnk-trnk.
7. Apa kendalll bapak dalam menangani tindak pidana prostitusi di Cirebon?
Kendalanya yaitu di Cirebon ini masalah prostitusi mayoritasnya bukan orang
Cirebon sendiri melainkan dari luar wilayah. Sehingga kendalanya karena bukan
masyarakat Cirebon jadi harus mengurns antar wilayah lain yang beersangkutan.
Kadang ketika operasi atau rajia pada kabur dan kembali kedaerah
asalnya.sehingga sulit untuk melacalmya karena tugasnya hanya berwenag di
Kab. Cirebon.
8. Bagaimana caranya masyarakat melaporkan kejadian-kejadian yang
berkaitan dengan prostitusi?
Caranya yaitu bisa melalui SMS Polling Terbuka, ke Polres langsung dan lain-
lain sehingga masyarakat dapat melaporkan kejadian-kejadian yang ada tanpa
dipungut biaya.
9. Bagaimana cara-cara penangkapan di Satpol PP'!
Caranya yang pertama; memberikan peringatan selan1a satu minggu, yang ke-
Dua; operasi seminggu kemudian yang Ke-tiga setelah tiga minggu maka barn
ditangkap selanjutnya barn BAP.

Jakarta, 1 Febrnari 2008

Yang di Wawancarai Yang Mewawancarai

Teddy Subroto, SE Isti'amah


Hasil Wawancara

Nam a : Ors. Kusairi, MSi


Jabatan : Kepala Seksi Umum Satpol PP Kab. Cirebon
Hari/Tanggal : Selasa, 15 Januari 2008
Tern pat : Kantor Satpol PP Kab. Cirebon

Waktu : 10.00 s/d 12.00 WIB.

lsi Wawancara :

1. Apa yang dimaksud prostitusi menurut Bapak?


Prostitusi adalah perselingkuhan, hubungan di luar nikah.
2. Apa faktor penyebab timbulnya prostitusi yang ada di Cirebon?
Faktor yang utama adalah ekonomi, suami yang tidak bertanggung jawab dan
suami yang sudah tidak berfungsi alat kelaminnya.
3. Apa dampak prostitusi terhadap kehidupan masyarakat?
Penyebaran penyakit, terdapat cacat si anak dan yang jelas meresahkan
masyarakat.
4. Apa bentuk tindak pidana prostitusi menurut Perda Kah. Cirebon?
Dari segi sanksi : Kurungan clan denda.
Dari segi tindak pidana : Pemerkosaan, pelecehan seksual, hobi jajan, kalangan
ekonom yang sukajajan seks.
5. Dimana saja biasanya tempat-tempat yang rawan dijadikan ajang
prostitusi?
Tempat prostitusi biasanya bermacam-macam, seperti Panti Pijat, Hotel, Warung
Ren1ang-remang, Diskotik dan Rumah-rumah Penginapan.
6. Berdasarkan data Perda Kab. Cirebon, seberapa banyak warga di Kab.
Cirebon yang terkena penyakit AIDS ?
Berdasarkan data yang ada penyakit AIDS di Cirebon, yaitu;
• Pada tahun 2005 ada 7 orang
• Tahun 2007 berjumlah 241
Kemudian dari dinas kesehatan terdata 270 dan dari Satpol PP sendiri terdata 365
7. Bagaimana langnkah-langkah penanggulangan prostitusi dalam Perda?
Langkah-langkah penanggulangannya yaitu:
• Promotif dan preventif-Edukatif, meliputi:
> Kegiatan melalui jalur keluarga
> Kegiatan melalui jalur sekolah/pesantren
> Melalui lembaga keagamaan
> Melalui kemasyarakatan
> Melalui unit ke1ja
• Pengendalian dan pengawasan jalur resmi
• Penangulangan jalur gelap
• Terapi dan rehabilitasi

Jakarta, I Februari 2008

Yan di Wawancarai Yang Mewawancarai

Drs. Kusairi, MSi lsti'amah


Hasil Wawancara

Nama : Kang Adib


Jabatan : Aktifis Sosial
Hari/Tanggal : Selasa, 15 Januari 2008
Tempat : Plered, Cirebon
Waktu : Jam 16.00 s/d 17.30 WIB

Isi Wawancara:

I. Apa faldor penyebab timbulnya prostitusi yang ada di Cierbon?


Masalahnya, bahwa mereka (WTS) juga manusia yang perlu dimanusiakan, jadi
faktornya persoalan rakyat dengan negaranya. Yang jadi permasalahan, justru
para kalangan yang menge1ii lrnkum pada sibuk b1~rdebat membenarkan
pendapatnya masing-masing, sehingga golongan yang melakukan kemaksiatan
menjadi enak-enak saja dan merasa aman-mmm saja melakukannya karena hukum
masih diperdebatkan terns. Kemudian (prostitusi) bisa bebas saja, karena tidak
semua ym1g kaitannya dengan hukum. Kalau narkoba, nark:otika dm1 psikotropika
tidak bisa bebas, komunitasnya sangat tertutup, karena kekhawatiran mereka
kaitannnya dengan hukum. Kemudian faktor sebagian penegak hukum (pamong
Praja) yang menjadi oknum meucari kepentingan pribacli km·ena tak kuatnya
clengan goclaan-godaan clalam bertugas di lapm1gan clisebabkan kurang kuatnya
imm1 .. bahkan istilah Japrem (Jaka Preman) itu ditujukm1 buat polisi, misalnya,
warung remang-remm1g, ketika polisi datang ditawarin minuman, disediakan
wanita, dikasih uang pula, gratis lagi, serta bebas clari hukum, dengan dalih
sedang bertugas. Kenapa ketika operasi/razia sealalu bocor? Sebenarnya yang

kalangan mereka sendiri yang mencari kepentingan pribadi. Sudah ada bukti
polisi yang tertangkap basah sedang asyik mabuk-mabukar1, main WTS dan judi
di ternpat prostitusi tmlpa membawa atribut tu gas kepol isiml alias kebutuhml
pribadi. Kemudian faktor penegak hukum yang setengah hati dalam
melaksanakan penegakan hukum, karena penegak hukum juga bukan orang yang
paling benar dan tidak memunafikkan diri sebagai manusia, jadi tidak menutup
kemungkinan dari kalangan penegak hukunmya sendiri yang melanggar karena
banyak sekali godaanya.
2. Bagaiman cara pemcrintah untuk meminimalisir maralmya prostitusi di
Cirebon scrta menindak lanjuti para pelaku prostitusi~'

Yaitu dengan cara membuat tempat-tempat rehabilitasi, untuk saat ini di Cirebon
belum ada pesantren yang khusus menangani WTS, barn ada satu-satunya tempat
Panti Rehabilitasi yang membina prostitusi, yaitu siliasih (dikelola oleh Pak
Deden, dan pengawasannya pun sangat ketat karnna takut diteror oleh para germo
dan lain-lain). Tidak mudah untuk bisa masuk ke sana. Siliasih merupakan
Yayasan Sosial, kepunyaan pemerintah propinsi, tapi menurut saya, siliasih hanya
sebagai pemborosan saja, karena hasilnya masih kurang memuaskan, sehingga
saya dan Bpk. H. Abdul Latif, MM selaku Kabag TU Satpol PP mempunyai
ide/usul, yaitu lokalisasi, katanya lokalisasi bukan legalitasi, jadi perlu dibedakan,
lokalisasi hanya bersifat tempat, tapi kalau legalitas prostitusi dalam agama sudah
jelas haranmya dan tidalc boleh.
3. Bagaimana tanggapan Bapak tcntang diberlakukannya Pcnla tcntang
Prostitusi?
Oerahnya pemerintah menangani prostitusi itu sudah kehabisan aka!, dan Perda
jangan dijadikan ruwet. Persoalan masyrakat yang sudah dimarjinalkan itu sudah
semakin dimarjinalkan, ketika munculnya Perda prostitusi justru malah semakin
memotong hak manusiawi mereka yang sudah dimmjinalkan.

Jakaiia, I Februari 2008

Yang di Wawm1carai Yang Mewawancarai

Kang Adib Isti"amah


LEMBARAN DAERAH KABUPATEN
CIR E-B 0 N

") .-••-. "'I


...:.I.I\)..:_

;
DEf-.iGA:\ Rfu.'-LvfAT TLfl-iAN YANG .lvL.IJ{A. ES.'\
I
!
DlJPATI CIR.EDON

::Vlenimbang a. bahwa pe1:judian, prostitusi dan minuman kl&<:•f


dapat menimb.l!J.i:;.an gangguan ketertiba
! ----·------- ----
umwn_ ketenteraman dan kesehatan. olcl,
---·-- ----·
I
~· ----·--- ·····-.
kar~!.l.'!.__j!!!_
p<?fbuatan dao. a.tau percdaranr..)
- -·-- ----···-··--·------· --~---

perlu dilarang;

\
l

I
\
._
-2-

b. bahwa dalam rangka larangan perjudi.


prostitusi dan n.mun:ian keras di Kabupa1
Cirebon perlu adanya ketentuan yang menga
larangar. sebagaimana dimaksud pada humJ
diatas;

c. bah,va bc;rdasarkan .penimbang,:m sebag:c


mana di1naksud hutuf a dan b <liatas. ~
brangan perjudian. prostitu~i dan mi.11um:
!;eras b:nk tindakan melalui secara orefont
maupun represif perlu ditetapkan denoa
- ~~~~~-'~~~~-=~

l. Cndang-Cndang ~<omi1r 1 Tahun 1946 rcm:m I


I
T- · \
I
i\..lf [i l) 1_· ndmig-:_-nd::ng
I

l~ ndang-T_~ !1Ci:ing ~'.'.OJf1()f 14 Tahun


t211iang t>embL:t1 ru l.:.:.:n1
tlala1n lln~s~.ungan · ?rr>11lnsi .1a\\...J
Ki!i1up;:1ltii
Barat (Berita !'-Jeg;1ra Republi1.,: fodonesia

Il Tam2gal g .\.gustus 1950i.


~- . ~

3. Fn<lang-Cndan!! :Nomor 7 Tahun 197·i leni:m~


~

Pene11ib:m Periudi:rn
.~

(Lemb:ir:m :Ncg.1r:1
I n . . . . l''o';~. r ..... -1.- .. ~ ....._,;.\ T·1hun 101.i •,·,··,-,-,'v'-
.......
_... --- ..:.••
i 1'-'•!) l !ll\ .Ut\.iVti\.>JlU J.L•.tl" JI .!./If 1

Lm1hahall Rt:puhlik
-3-

4. Unda::ig-Undang Nomor 8 tahun 19'81 tentang


Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara
Republik Imlonesia Tahun 1981 J~omor 76,
Tambahan Lembar<:n Negara Re'_publik
Indom:sia Nomor 3209)

5. Undang-Unclang Tahun 1992 N01nor 23


tcntang Kesehatarr (Lem!Jar.m Negara Republik
Lridoncsia Tahun 1992 1-..!onior 100, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3-1-95).

6. Lndang-Uncbng ~'-fomor 22 Tahun 1999


tcntang Pcmcrimahan Dacrah (Lcmbaran .
\\:gara Rcpublik lndorn.:sia Tahun 1999
:.<omor 60. Tambahan Lembaran Negara
Rcpublik In<lonc:sia :\omor 3839).

l .. nl!ang-L.in<.tllng
. .. . ':'-.omor
. ')
...
'T' • l()(l I
! ~10Ui1 .... v .... tcntang
' .a
Jnc1or1e:,;i
!Lernbaran Negara Repuhlik Indorn:sia Tahun
~-(H}2 i'~or11or 2, TDmbni1a11 L~r11baran 1'-icgar;i

8. Perai.urnn Pemerinl:ii1 Nomor 27 Tahun 1933


'"'"f'ln-:r
~
......... ........ :::i D.:>l·1l·.:.:·
..... '"' ......... ~ . .11~~·1
1 . . . 1 .. w LI,1u~J.,ncr-lf,1d~11·-,
.. ... *;;:;> J . H... i\7•""'1'\l-H' Q
bw''-'•~AU

TJhun 1:):)2. kntang Kitab Und.ang-linclang


Hul-u111 .-\c:ar:1 Pid:l!la (L~mhara:1
Republik Indonesia Tahun 1983 No1nor 3r;
Tambahan Lembaran Negara Repub'
L.'1done~ia ?-Jomor 32 52).

9. Peraluran Daerah Kabupat.en Cirebon Nomnr


T a.liun 20(!0 T ek.11ik Penyt.Jsun
knt3ng
Peraturan Daerah (Len1baran Dat:r.
Kabuoakn
. Ctrebon Tahun
'
2000 Noi:wr 1 :;,
D.1.)..

10. Peraturan Dacrah K;ibupaten Ci.rebon >.:omor


Tahun 200i ri:nrnng Penyidik Pegawai Neg<
Sipil (Lembaran Da.orah Kabupaten Cirebt
Tahun 2001 Nomor 4 Sc:ri E.3. Tambah:
Lemb;iran Daerah Nomor 14 Tahun 2001.

Dengan Pernetujuan
DE\.VAN PER\VAKILAN RAKYAT DAER.AR
KABUPATEN ClREBON

lvlEi'vfUTUSKAN

\1enetapkau PERATURAN DAERAI-l IB1"'TA..N1


LARANGAN PERJUDIAN, PROSTITUSI DAJ
lvflNU11AN KERA.S.
-:5-

BAB I
ICETEl\111.JAN lI~vfu'l\f
Pa5al 1

Dalam Peraturan Daerah mi yang dimaksud dengan : ·

a. Daerah adalah 1:.abupaten Cirebon;


b. Bupati ad,1l;:h Bupati Cirebon:
.
· S;1tu~111 I>(yfisi ! 1.:!t11ong I>raja :/2i1g scia11J111r1}·a dis!...11gk.::il S..i..·1·1~c)
lJP acl,1lail :S:<iuan Polisi Lnnong Praia Kabup:ucn L'.i.n:bon:

C. f)etjlltiian .:ld:llD.h ~r,;gj;ir~tn })t!rmairt3i1 i)Crsif~t unrUil@.-UiliUng~li


~.ran2 tiilakt1kiln 1nciah1i 1ne:til.1 Tcrrc-r1ti1 d;1L11r1 :~eni11k !)Crl;tnJhJ:~

ole-i1 seorang atau .......


, . ....,ro
V~ld=:-
.•·.i:~n~_.
- •~.•.'-,·

...... ......... . . 1... ..... ,, ! .. , ....


l••'-ll"-.:."""l·' ......... ..4ll
. ".,
. .·~
·• -'·•.:.:!.
.\ ,
,, ..... ,
._,._.I'-~•
.

..
t f).,...-..,.r;n:
....A
1
..·i .-,.!.'\1Jh i,,.i,11rlt'"~T'
·.!':..:.•u·!-... ~·.~~~--"--~.:':""~.'-'
~-~i·---1•·1J
~..,A• ~'- A\.JUul
·ii
Ll
lu·'r
' ....
p;i(."~1
.l• ... <
,1....,n~! \rt i~T!hJLln
,__..._,,,;::.···

·1.lail~ atau~·
l1adiaJ·,-11adial1 scl'1a£:di -
Stl.J.li.! tr:tt!SJ~si :::~rciJ~.l1t:2!.ii1:
< - -

murnm:m
m-:rn:ibul•.kan:

h. Bad:m hukum adabh bcmuk perkumpuLm yang L>kh hu~:c;m


uiakui sebag:ii subv.:k huf:um:
i. ?vkrnproduk~i adalall rnclakuk:in .JI ~ii
mcnyiapkan, mengolah, mernbuar. rncngl.1~.';ilL1p_ mcngcmas. d;m
:;t;1upun mengub:1h bentuk menjJdi minum:in kcra;.

RillilSlll!mlllllll--~ -- -
-----·~---·- ·-- --··--~ .... -
---~---- .....-- ........

i 1) Ch·d.; l..iram!an ad;d;tli suaill kc!!,i;itan pcnVc<haan. pcngadaan tla1


~-~--'----~·~-'--~-~---'-~

memproduksi
men!!,ed,1rLm. men~l;on~umsi dr.n 11101nbawa mi.rJtl!nan keras d
T)dt.:rill1.

;_!_. ,·1.fl. !Tl.~Jint.i.' l._rt fr_i n..,.rt. . ' l """T ""'1


~-'----==-~L~·-=-~·~':::.:"~=:::.__~,.~-~·.~t-'~C~~~--=~.:.:.!•
mcmproduksi. rriVD\'iJ11DJfL
. . . mcngcdarLm.
lncr1gkonsu1nsi dan mc1nl"'l.J\,'\"i1 rt1U1tlrt1~tn kcras tcnn:t.suk yang
rn.:.liml11nginya y;mg ad;i tii D;1;;rah.

Pasal 3

( l) ::>iapapun diiarang :

a. lvfenyed iakan, mengadakan dnn mciakukan perbuatan


pe1:judi:in.
•.--. '\1Y'<><illft( 74m&.~ni.
/ b. . } l'vknvediakan.
<........--- • . . --.. • mengadakan dan melakuJ.;an perbuatan
~\'l-~ -n-.'l.:>lll'f(
proHtitL,;_i.
c. !viemproduks~ meny11npan, menjual, menged:Jr~
mengkonsumsi dan m~mbnwa minuman keras.
------ --- -----

~
-7-

(2) Larangan sebagaimana dirnaksud pada ayat (1), berlakujuga bagi


mereka yang melindunginya.

(3) Larangan sebagaimana dimaksud ayat (1) teimasuk yang


dilakukan baik Jangsung at:!U ticlak lang8urtg ui 1uang te1tutup
ataupun ruang terbuk3.

( l J iViinuman keras sebagairn;::n.:i dnnaksud pasal .I ayac ( 1) huruf c,


dikdompokkan dalam golongan sc;bagai be:rikut :

a. .lviinuman berJikohol golongan A Jdalah minum.an beralkoho!


dcngan kadar etanol (C2H50H) 1 ·~;:, (satu pcrsen) sampai
dengan 5 °o (lima pen:en).

b. l\.iinuman beraikohol golongan B :H!:il:1h minuman beralkohol


dengan kadar ctam'~ (C:'.H)(}f-I) lcbih dari 5 °·;, (lirna persen)
sampai dcngim 20 "o ( dua puiuh pcrsen).

c. \ 1finuman heralkohol gohmgan C Ji.blah r11inuman beralkohoi


dengan kadar er:moi (C2H50H) samp:1i dc:ngan 55 'Yo (lim:i
puluh lilna persen).

{2) ivfinuman k;;;ra:; sebagai.m:ma dimaksud ayal (1) <liperkenankan


u.ntuk dijual cl.Jn diedarkan L1nyJ p:id.:i Hore! berbint:ing 3 (tiga), ' i,,,
4 I em pat) clan :5 (lima). I
i
I

\

-8-

(3) l\m_iualan <Ian pcngedaran mint<n-,<ln kcras sebagailnana dilnahsuci


p:ida ayat (2) han.ya uniuk langsung dinLUlUJT, di k1n,~at <lan li<lak
ri~p;...ri--.=.t-.':'lfiL·'ln
LO.J. .........\..._.. .. ..,..;1. '"'"...,.....
u•1t11i.·
... ............
crl:if...,,.,11:'} lr,;:,.l\l'lr ]01·."l\,.;
... ......... u ........ ,. ..... u._ t ..u.:.>,..

B.. \B III

( 1) S.;riap wa_rga masvarnkat di D<!erJh w:iiih beq)er:Jn serta sec::ira


:i1'tif d;:ilam P~:na~~><ulan11an p.:.;::<1d1J1;.
.. .
;irosurns; Jan minumar;
keras.
·--
i 2) \.\';irga yang mcngcialmi ad:i;iYJ pcri~Ii\Ya seb.agai:n:i~a di~uaks~d
~;at (1), tid:ik dihc.n:irbn m:iin haki.rn scndi.ri dan \V;ijib
meiaporkannya kepad<I piJrn~. yang b.cnven:mg.

( J) Peng:1wasan dan pengendalian dilakukan ttrh;idap :

:i. I<:.!.npat-temp::it yang diduQa ;iuu p;irut diduga menyediakan,


mengadakan <lan melakukan peijudian dan atau prostitusi.

b. Temp:it-temp:it yang di<luga :itau pJtut didilg:i men1produksi,


mcnyi:mpan. mcnjual dan mcnged;irkan rninuman keras.
-9-

(2) Pengawasan clan pengendalian sebagairnana dimaksu<l pa<la ayat


(1) dilaks:makan oleh SATPOL PP dbersama-sama POLRJ.

B.'-\.B V
SANKSI ADiv1lNI~TRASI
P<isal 7

Bagi pihak yang dikecualikan scbagairnJna dirnaksud dal:tm Pas::! 4


ayat (2) dan ayar (3) apabila nelanggar ketcam1:m dal.:rm Pc.rat:urc.t1
l)3erah ini, dikenakan sanksi admi.11isrrasi berupa pene;\buun izi.,1
t1saha.

B,.:\ l~ \ 11

kunmgan <:eJama-lam;;ny:i 6 (.:;nam) hnlan ti:m JlJtt


~cbanyak-banvaknva Rp. 5.000.000,00 (1ima juta nmi:ihl.

12} TindJk pidana sebagaimana dimaksud pada <ivat (ii acl:iialt


pe-ianggat"nn.
l
i
f,
I

I
-j 0-

BAB Vll
K.ETENTUAN PEN'.!D)JKA.~
PJsal 9

(i )

!-Jrns11s seb;;g_;ii Pcnvidik w1rnk mc:I<:.kukrm p¢nvidiha;1 \i:ida


2id:1na I?.dangp.ilran Peraturnn Oaerah sesuai ketentuan :kram:1
••2 .. u·;,-;:-:n1r-1:n:l:1·"tr::n
,. -l l.---·· r ._, .. " : . .
''rlr10 i1,-:.1·}3'!·p
~t _.;z, ··- ••• .t-. ·.:.

-· . ... . .
'···~
-} \\.c\·..,:c;.1.111g r· ..:·1rv1..Jt1-~ s..:.;_:.;.·, g.:t 1!11.:! !1Zi

IJei:tngg;;rJii 1Jcr~1rura11 Dacrt111 agar }\eter~11gan JtJu !Jp0ta1,

~~r:.;c!-;ur rnciijadi lcngka-1) dan.jc1as ;

b. ivkndiri. mencari clan mengumpuikan kererangan rnengcnai


or.:ing pribadi at::u badan tent;:mg, kebenaran perbu:itan Y;mg
dilalrnkan sehuhungan dengan tjudak pidanil µcian2gJr;m
Peraruran Daerah:

c. [\.fe1ninta ketcrangan dan bahan bukti dari orang pribadi dan


'Jiau badan sehubungan .:Iengan tindak pi<lnn;i pdanggar:m
Peraturan Daerah;
-11-

d. :Niemeriksa buku-buku, catatan-catatzn dan dokumen-


dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana pelanggaran
Pera!Uran Daerai1;

e. i\1elakukan penggeledahan untuk mendapathan hahan bukti


p<::mbukuan, pencatatan, clan dokurnen-dokumen lilin s,.::rta
mdakukan pet1yitaan terhadap barang b'ik1i iersebut:

l~ ~\·ierrlitlt:t bL1I!tUa!1 l('fl:J..~3 aflli ({3]J111 fJ!i.Q;~;J r~..:jaf:·;;t{1~1;lr)


~ugas pe:n::i'-iikan t~t1d.Jk r:·idana !)elar1gg:ir.:!1i I=\;r;.;n1r Jf!

·11 • '\·I-mu·-.
l, • .- "" .. ~r;··~11·•
tJvl
·~ 14\ ::,
•J\..o)\.- ,.~LI!::=:
... n., ·1)--1·l·a1·ra1
..._. '.(. .&. l
. ·-~ ..
I lJ I \.i
·~.
~ r ..

t)fJng . .Jr1ttd_-: dick:ngar


----·-·----- ---~---~- ------

- l ::'-

k. ivfolakuk<.m tindakan lain yang pedu untuk kdancaran


penyidik~u1 tind:11: pid::na menurur hukum y:1ng dapat
diµe11anggu11g)a\;·ab!;;,n.

(''\)
\ --· J
t!irn:tks11d
pa cl a ayJ1 ( 1.) memberifJhuL1:: di.i1ul;:inya pcnyir!ih<in cla;i
menyampaikan ha~ii pcny1dikannya mcialw: ptliyidik POLRI

B ..~B -, !II
I.J:: TE:'.'~TC A'.< PE~l_: ]"i..'P

H:1l-hal yang belum diatur daiam Peramr:m D:ierab ini sepanjang


mengenai reknis pelaksanaannya akan diteiapkan icbih lanjut dengan
Kcpuiusan Bupati.

P:1s;i I 11

Peraturan Dacrah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.


-13-

.-\gar setiap orang dapat mengetahuinya, mcrcerintal1km


pengund::mgan Per:itur:ill Daerah ini dengan pene111patannya dalam
Lembaran Daerah Kabupaten Cirebon.

L.'irer;;pkan di '.'umber
P{i.(La t.arlgg.31 13 111ari:.t '.?.0(f2

SL'P.\TI CIREBON

TTD

( H. SUTISNA, SH
I

;p ATEN CJREBON

"

L21vfBARAN DAERAH KABUP ATEN Clill~BON T Am TN 200


NOMOR 05 SERI E.4.

Anda mungkin juga menyukai