Tesis
untuk memenuhi sebagian persyaratan
mencapai derajat Sarjana S-2
OLEH:
YUKE FIRDAUSI DYAHNINGRUM
121011801037
KEPADA
Thesis
presented to the board of examiners in partial
fulfillment of the requirement for master degree
Master of Economics
SUBMITTED BY
YUKE FIRDAUSI DYAHNINGRUM
121011801037
TO
PERSETUJUAN TESIS
PERSETUJUAN TESIS
Pembimbing I Pembimbing II
i
THESIS APPROVAL
UNIVERSITY OF TRISAKTI
MASTER OF ECONOMICS
THESIS APPROVAL
Advisor Co Advisor
ii
PENGESAHAN TESIS
UNIVERSITAS TRISAKTI
MAGISTER ILMU EKONOMI
PENGESAHAN TESIS
( )
Anggota penguji
iii
THESIS VALIDATION
UNIVERSITY OF TRISAKTI
MASTER OF ECONOMICS
THESIS VALIDATION
( )
Examiners Member
iv
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Adalah hasil karya sendiri, bukan merupakan duplikasi, dan tidak terdapat karya
yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan
Tinggi, serta sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis
diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila didapati
pelanggaran atas pernyataan saya ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai
ketentuan yang berlaku. Demikian pernyataan ini saya tulis dengan sebenar-
benarnya.
.
Meterai
Rp6000
v
ANALISIS PERBANDINGAN RESPON VARIABEL MAKRO EKONOMI
TERHADAP KESINAMBUNGAN FISKAL ANTARA
INDONESIA DAN MALAYSIA
ABSTRAK
vi
A COMPARATIVE ANALYSIS OF MACROECONOMIC VARIABLES
RESPONSE TO FISCAL SUSTAINABILITY BETWEEN INDONESIA
AND MALAYSIA
ABSTRACT
vii
KATA PENGANTAR
viii
5. Bapak, Ibu, dan kedua kakak penulis Okvian dan Dera yang tercinta yang
selalu memberikan semua dukungan moril maupun materiil serta memberikan
curahan kasih sayang, do’a-do’a, dan motivasi yang tak ternilai bagi penulis.
6. Pandu Yustisia, Afiani, Maylasari, Yossi, Nadya, Ria, Kiki, Prissa, dan Dini
yang telah memberikan dukungan kepada penulis.
7. Chandra Murtiy, Ita Kusumawati, Ismi Prilly, Chairani Rahmah, Iksan
Susanto, Harie utama, Fahri Azizi, Martinus Agung. Terima kasih atas
kebersamaan, segala bantuan, hiburan, motivasi dan dukungan kepada penulis
selama ini.
8. Teman-teman seperjuangan Magister Ilmu Ekonomi Universitas Trisakti
angkatan 27 yang menemani, berjuang bersama serta membawa warna selama
masa-masa perkuliahan.
9. Beberapa pihak yang pernah menemani hari-hari penulis selama masa
perkuliahan hingga penulisan tesis ini. Terima kasih pernah memberi segala
motivasi yang membuat penulis menjadi sosok yang independent dan
berkeinginan tinggi untuk mengejar cita-cita.
10. Serta seluruh pihak yang telah banyak membantu dalam proses penyusunan
tesis ini, ataupun memberikan doa, semangat, motivasi yang tidak dapat
disebutkan satu per satu.
Penulis
ix
DAFTAR ISI
x
3.2 Definisi Operasional Variabel .................................................................49
3.4 Metode Analisis .........................................................................................50
3.4.1 Spesifikasi Model..................................................................................51
3.4.1.1 Kausalitas Granger ……………………………………...……….52
3.4.1.2 Model Vector Autoregressive (VAR) ……………………...……53
3.4.1.3 Model Empirik …………………………………………………..55
3.4.1.4 Uji Stabilitas ……………………………………….…………….56
3.4.1.5 Penentuan Lag Optimal ………………………………………….57
3.4.2 Impulse Response Function (IRF).........................................................58
3.4.3 Variance Decomposition (VD) .............................................................60
3.4.4 Uji Kestabilan Data ...............................................................................62
3.4.5 Uji Kointegrasi ......................................................................................65
BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN ...................................68
4.1 Deskripsi Variabel Penelitian ..................................................................68
4.2 Hasil Penelitian .......................................................................................75
4.2.1 Stasioneritas dan Kointegrasi ...........................................................75
4.2.2 Kausalitas Granger ...........................................................................77
4.2.3 Analisis Vector Autoregressive (VAR) ............................................79
4.2.4 Impulse Response Function (IRF)....................................................82
4.2.5 Variance Decomposition (VD) ........................................................86
4.3 Pembahasan .............................................................................................88
4.3.1 Respon Pertumbuhan Ekonomi terhadap Kesinambungan Fiskal ...90
4.3.2 Respon Nilai Tukar Riil terhadap Kesinambungan Fiskal ..............91
4.3.3 Respon Suku Bunga terhadap Kesinambungan Fiskal ....................93
4.3.4 Respon Inflasi terhadap Kesinambungan Fiskal ..............................94
4.3.5 Respon Harga Minyak Dunia terhadap Kesinambungan Fiskal ......96
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN, SARAN DAN
KETERBATASAN PENELITIAN........................................................................99
5.1 Simpulan..................................................................................................99
5.2 Implikasi Kebijakan ..............................................................................100
5.3 Saran ......................................................................................................101
5.4 Keterbatasan Penelitian .........................................................................102
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................103
LAMPIRAN .........................................................................................................109
xi
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil Uji Stasioneritas (Root Test) di Indonesia dan Malaysia ........109
Lampiran 2 Uji Kointegrasi (Johansen Cointegration Test) di Indonesia dan
Malaysia ...........................................................................................116
Lampiran 3 Hasil Kausalitas Granger Di Indonesia dan Malaysia ......................122
Lampiran 4 Penentuan Lag Optimal ( Lag Length Criteria) di Indonesia dan
Malaysia ...........................................................................................124
Lampiran 5 Uji Stabilitas di Indonesia dan Malaysia ..........................................125
Lampiran 6 Estimasi Model Vector Autoregressive (VAR) di Indonesia dan
Malaysia ...........................................................................................127
Lampiran 7 Impulse Response Function (IRF) di Indonesia dan Malaysia .........130
Lampiran 8 Variance Decomposition di Indonesia dan Malaysia .......................132
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
oleh asumsi dasar makro ekonomi yang dapat dipengaruhi oleh keadaan ekonomi
global dan domestik. Kondisi ekonomi global pada tahun 2019 cukup stabil
dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi global sama dengan tahun 2018 yaitu
sama dengan tahun 2018 yaitu sebesar 4,7%, sedangkan pada lima negara
2018 menjadi 5,2%. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada tahun 2019 sebesar
tersebut melambat dari pertumbuhan tahun 2018 yaitu sebesar 5,17%, sedangkan
pertumbuhan ekonomi Malaysia pada tahun 2019 sebesar 4,3%, angka ini lebih
rendah dibandingkan dengan tahun 2018 yaitu 4,7% dan termasuk dalam
yang disertai dengan perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara
dan pemerataan pendapatan bagi penduduk suatu negara. Dengan kata lain,
pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita dalam jangka
1
2
dari sumber penerimaan dalam negeri dan luar negeri. Sumber penerimaan dalam
negeri berasal dari pajak, hasil pengelolaan sumber daya alam dan laba BUMN,
sedangkan penerimaan luar negeri bisa berupa utang, bantuan, dan hibah dari
negara lain. Negara berkembang seperti Indonesia dan Malaysia memiliki masalah
utama dalam hal permodalan atau yang biasa disebut sebagai utang. Oleh karena
itu, utang yang terus menerus bertambah akan meningkatkan risiko fiskal di
negara tersebut.
misalnya Schick et al. (2003) mengungkapkan bahwa risiko fiskal adalah sumber
tekanan finansial yang dapat dihadapi oleh Pemerintah di waktu yang akan
diartikan sebagai salah satu yang akan berdampak negatif terhadap pencapaian
tujuan yang diukur berdasarkan kemungkinan dan dampaknya. Selain itu, pada
fiskal terhadap APBN. Definisi ini didasari atas kondisi bahwa risiko terhadap
APBN tidak hanya berupa tambahan defisit yang hanya terkait dengan pendapatan
3
dan belanja negara, tetapi juga berupa adanya tekanan di sisi pembiayaan.
Pengungkapan risiko fiskal sangat perlu untuk empat tujuan strategis, yaitu (1)
dari berbagai aktivitas pemerintah yang berkaitan dengan kebijakan fiskal yang
Sumber risiko fiskal dapat diidentifikasi ke dalam lima kelompok, yaitu (1) risiko
asumsi dasar ekonomi makro; (2) risiko pendapatan negara; (3) risiko belanja
laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan yang diterbitkan oleh BPK,
melalui (1) mengendalikan defisit dalam batas aman; (2) mengendalikan rasio
utang terhadap PDB melalui pengendalian pembiayaan yang bersumber dari utang
banyak pelajaran bagi banyak negara, dengan adanya krisis tersebut bagi negara
(Borio, Lombardi, & Zampolli, 2017). Krisis tersebut juga mengajarkan mengenai
peran kebijakan fiskal seperti stimulus fiskal dan pengaruh keseimbangan internal
dan eksternal suatu negara. Neaime & Gaysset (2017) mengamati keterkaitan
volatilitas kurs, kenaikan inflasi yang cenderung tinggi dan suku bunga.
anggaran dibatasi maksimal 3% dan utang maksimal 60% dari Produk Domestik
Domestik Bruto (PDB). Oleh karena itu, utang menjadi salah satu faktor yang
suatu anggaran pemerintah negara. Berikut ini adalah grafik rasio utang terhadap
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
Indonesia Malaysia
Pada tahun 1980 hingga 2019, rasio utang pemerintah terhadap PDB
yang dialami Malaysia yaitu 86,86% atau meningkat sebesar 52% dari rata-rata
tahun sebelumnya, sedangkan di tahun yang sama rasio utang di Indonesia sebesar
37,44% yang meningkat 96% dari rata-rata tahun sebelumnya. Hal ini diakibatkan
berdampak pada Indonesia dan Malaysia. Di Indonesia, pada tahun 1980an harga
meningkat akibat adanya resesi ekonomi global, sehingga pada tahun 1990-an saat
terjadi krisis global, total utang luar negeri mencapai 230%. Permasalahan utang
di Indonesia akhirnya diatasi dengan adanya utang baru yang bersumber dari
Rasio utang pemerintah terhadap PDB meningkat 135% pada tahun 1987,
sedangkan utang luar negeri meningkat 62% dari sebelumnya (Athukorala, 2013).
Selain variabel rasio utang terhadap PDB, Pemerintah juga harus menjaga
selisih antara pendapatan negara dan hibah dengan belanja negara tidak termasuk
3.00%
2.00%
1.00%
0.00%
Malaysia
-1.00%
Indonesia
-2.00%
-3.00%
-4.00%
-5.00%
Malaysia pada tahun 1990 sampai 2019. Jika dibandingkan defisit fiskal yang
terjadi di Indonesia lebih baik daripada Malaysia, selama 3 dekade terakhir defisit
yang dialami Indonesia berkisar antara 1% - 2%, berbeda dengan malaysia yang
berkisar antara 1% - 4%. Oleh karena itu, tekanan fiskal yang dialami Malaysia
terus meningkat secara bertahap di sebagian besar negara (termasuk negara G7)
karena terdapat guncangan harga minyak (Budina & van Wijnbergen, 2009).
sebelum guncangan harga minyak. Meskipun setelah krisis utang pada tahun
2006).
1998 yang ditandai oleh penurunan pendapatan pemerintah dan peningkatan tajam
berada di bawah beban utang yang berat untuk menutup defisit anggaran negara.
tanpa buffer fiskal yang cukup. Namun demikian, tahap pemulihan dari krisis
8
keuangan Asia secara keseluruhan ditandai dengan konsolidasi fiskal yang cukup
baik hingga terjadi krisis keuangan global pada tahun 2007 (Rajan & Zingales,
2015).
adanya ketidakstabilan utang. Beban utang yang tinggi akan membatasi ruang
gerak fiskal (fiscal space) pada masa mendatang, sehingga telah menggeser
utang telah digunakan sebagai instrumen untuk pembiayaan negara sejak masa
orde lama dan jumlahnya terus meningkat dari tahun ke tahun. Setelah periode
krisis 1998, utang masih menjadi instrumen utama pembiayaan yang digunakan
tidak hanya untuk menutupi defisit anggaran, tetapi juga membayar kembali utang
jatuh tempo (Simarmata, 2007). Sementara itu, di Malaysia surplus primer secara
campur tangan pemerintah agar tetap terjaga kestabilan dari fiskal tersebut
(Abdullah, 2012).
berbagai negara, seperti yang dilakukan oleh Bui (2019) dengan judul Fiscal
1999 hingga 2017, ditemukan bahwa rata-rata kebijakan fiskal di wilayah tersebut
Economy: When does public debt turn bad? menunjukkan bahwa jalur defisit
berpengaruh signifikan terhadap rasio utang terhadap PDB triwulan saat ini secara
Bui (2019), bahwa tidak terjadi keberlanjutan kebijakan fiskal pada negara
dapat berangsur baik meskipun tetap dibutuhkan campur tangan pemerintah. Oleh
karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variabel makro ekonomi
yang hampir sama mengenai batas maksimal utang pemerintah terhadap PDB
dengan kondisi suatu negara. Menurut Roubini (2001), menyebutkan bahwa jika
maka indikator rasio utang terhadap ekspor dapat digunakan. Namun, rasio utang
penggunaan rasio utang terhadap PDB akan memberikan ukuran yang lebih baik.
ekonomi, tingkat inflasi, suku bunga, nilai tukar riil dan harga minyak dunia.
sebagai dampak dari perubahan tingkat bunga, nilai tukar, dan biaya utang
lainnya. Penelitian ini menganalisis hubungan dinamis antara rasio utang terhadap
PDB, pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, suku bunga, nilai tukar riil dan harga
pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, suku bunga, nilai tukar rupiah dan
tingkat inflasi, suku bunga, nilai tukar rupiah dan harga minyak dunia
ekonomi, tingkat inflasi, suku bunga, nilai tukar riil, dan harga minyak dunia
3. Jangka waktu penelitian yaitu tahun 1990 sampai 2019 dengan metode analisis
PDB, pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, suku bunga, nilai tukar rupiah
pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, suku bunga, nilai tukar rupiah dan
bermanfaat bagi penulis itu sendiri, bagi masyarakat maupun pihak-pihak terkait.
1. Bagi penulis. Aspek teoretis hasil kajian ini diharapkan dapat memberikan
inflasi, suku bunga, nilai tukar riil dan harga minyak dunia terhadap
kesinambungan fiskal.
BAB I: Pendahuluan
Bab ini berisi landasan teori yang relevan sebagai dasar yang digunakan
penelitian ini adalah kesinambungan fiskal. Selain landasan teori, bab ini
tukar riil dan harga minyak dunia. Metode Granger Causality dan Vector
gambaran yang lebih jelas mengenai hal yang akan dianalisis. Selain itu,
bab ini juga menampilkan analisis data serta menjabarkan tentang hasil
14
Bab ini merupakan bab terakhir dalam penelitian ini. Bab ini berisikan
Selain itu, dalam bab ini juga berisikan implikasi kebijakan, saran dan
TINJAUAN PUSTAKA
sumber ekonomi tersebut juga dapat dimanfaatkan oleh generasi yang akan
Dt-n : jumlah utang (bonds) pemerintah yang beredar (outstanding) pada tahun
sebelumnya (t-n)
15
16
saat ini (Gt – Tt) yang tentunya harus dibiayai, dan komponen pembayaran
tak terhingga dengan stabilitas rasio utang pemerintah terhadap PDB. Maka defisit
yang terlalu besar, akan meningkatkan posisi utang pemerintah dan sektor swasta
kepada pemerintah, sehingga akan menimbulkan krisis keuangan. Begitu pula jika
surplus terlalu besar, pemerintah akan membeli aset-aset swasta secara bertahap
menyebabkan tingkat pajak pada saat itu memiliki deviasi yang sangat tinggi dari
reratanya.
dengan suatu status (state) dimana utang publik atau defisit fiskal berada pada
kewajiban dalam negeri maupun luar negeri, dan secara bertahap mengurangi
agar dapat memperoleh kemudahan akses untuk mendapatkan pinjaman baru jika
diperlukan.
dengan suatu status dimana anggaran belanja pemerintah dapat dibiayai secara
mulus tanpa menciptakan atau mendorong kenaikan yang luar biasa dari utang
publik sepanjang waktu. Jika status ini terpenuhi artinya anggaran belanja
makro ekonomi, tindakan tidak rasional dari pasar, perang, multiple equlibria
default karena ekspektasi meski pemerintah mampu untuk membeli kembali, atau
alasan politik untuk default), dan terkadang perlu adanya pertimbangan faktor
besar dapat dikatakan berkesinambungan secara politik jika tidak default, meski
Risiko dalam analisis investasi sering diartikan dengan kemungkinan hasil yang
diperoleh menyimpang dari sesuatu yang diharapkan. Alat statistika yang sering
digunakan untuk mengukur risiko adalah standar deviasi. Risiko dapat muncul
karena adanya ketidakpastian yang dapat dilihat dari fluktuasi yang tinggi,
dan menimbulkan sebuah risiko. Diantara risiko yang dihadapi berupa risiko
kredit, risiko likuiditas, risiko operasional maupun risiko yang terjadi karena
adanya guncangan perekonomian tahun 1994 di Meksiko, tahun 1997 di Asia dan
tahun 2001 karena serangan teroris ke Amerika Serikat (Schick, 2002). Fakta
ASEAN.
yang dipelopori oleh Schick et al. (2003) memasukkan risiko dan ketidakpastian
analisis fiskal (anggaran negara). Risiko fiskal merujuk kepada neraca fiskal dan
pada ausmsi bahwa pada akhirnya tidak dapat terwujud (Evaraert, Fouad, Martin,
& Velloso, 2009). Penyimpangan ini biasanya kecil dan dapat dikelola, namun
beberapa faktor lain yang dapat merubah dan menciptakan beban yang tidak
terduga di neraca fiskal, misalnya krisis keuangan yang parah dapat meningkatkan
utang publik. Schick et al. (2003) menjelaskan gambaran risiko yang harus
dihadapi oleh pemerintah melalui The Fiscal Risk Matrix dapat dilihat pada Tabel
2.1.
dapat diterima secara umum. Namun ada suatu kesepakatan bahwa kondisi fiskal
fiskal saat ini dan kondisi fiskal masa akan datang sebagai akibat kenaikan rasio
pemerintah sangat mempengaruhi kondisi fiskal suatu negara pada saat ini
maupun di masa akan datang. Indikator kunci dari kesinambungan fiskal adalah
ukuran dan laju pertumbuhan utang terhadap PDB. Rasio utang terhadap PDB
yang tinggi memiliki biaya yang mahal. Hal ini akan memberikan tekanan pada
tingkat suku bunga riil, meningkatkan komponen debt service dalam defisit
akan datang dalam hal ini apakah pemerintah dapat menjaga keseimbangan
- Suatu negara tidak dapat menambah utang sementara mengetahui akan ada
dua dimensi, dimensi saat ini current period budget constraint dan dimensi yang
dan hingga saat ini terdapat berbagai pendekatan dan perhitungannya. Umumnya
perhitungan tersebut didasarkan pada model kendala anggaran. Oleh karena itu
kendala anggaran).
Net issuance debt adalah penerimaan gross atas penerbitan utang baru
(ii) jatuh tempo utang hanya satu periode, (iii) utang adalah nilai riil dimana face
value diindekskan dengan tingkat harga, dan (iv) utang yang diterbitkan pada t-1
memiliki tingkat suku bunga riil sebesar rt-1. Dengan asumsi persamaan menjadi:
π : tingkat inflasi
- Jika pemerintah memiliki surplus primer riil sebesar nol (pbt=0) stok
dari utang riil akan meningkat dengan laju pertumbuhan sebesar tingkat
stok utang riil akan meningkat dengan laju pertumbuhan lebih cepat
0), stok utang riil akan meningkat dengan laju pertumbuhan lebih
pada definisi formal sustainability. Teknik ini lebih menekankan pada perbedaan
antara kebijakan fiskal yang sustainable dari kebijakan yang unsustainable. Ada
a. Buiter (1995)
ketika selisih antara defisit primer saat wealth konstan dengan defisit primer
pb = (r t -n t) w t
dimana :
worth (w)t.
b. Blanchard (1990)
indikator tax gap. Indikator primary gap berdasarkan defisit primer permanen
pb = (n t -r t) pb t
dimana
defisit primer saat ini terlalu besar untuk menstabilkan debt ratio. Selanjutnya
indikator tax gap berdasarkan rasio pajak permanen atas output untuk
besarnya pajak yang diterima saat ini tidak mencukupi (terlalu sedikit) untuk
pakar ekonomi maupun pengambil kebijakan. Selain itu, penilaian ini telah
yang tidak tetap, apakah sustainability berarti memiliki net worth konstan
Selain itu, untuk negara yang memiliki utang yang sangat besar (HPC)
atau negative net worth yang sangat besar, kebijakan fiskalnya dapat
net worth (relatif terhadap output), sedangkan untuk negara dengan tingkat
utang yang rendah atau memiliki net worth yang signifikan, kebijakan
kenaikan utang atau pengurangan net worth. Hal ini tidak dapat dijelaskan
kesinambungan fiskal hanya untuk periode saat ini dan tidak dapat digunakan
untuk proyeksi ke depan; dan teknik penilaian ini hanya dapat digunakan
a. Accounting Approach
(1 + )
= −
(1 + )
Dimana:
Yt = GDP tahun t
(1 + )
= −
(1 + )
Dimana:
Δdt = dt = dt-n =
menghasilkan debt/GDP ratio yang konstan. Hal ini berarti dt harus sama
berikut:
27
−
=
1+
(atau surplus) dimana debt ratio (Utang per PDB) yang konstan adalah
konstan.
tambahan pinjaman karena informasi yang diketahui hanya debt ratio yang
konstan.
sebagai berikut:
= +
(1 + ) (1 + )
=0
(1 + )
persamaan di atas adalah nilai present value dari utang pemerintah pada
periode infinite yang akan datang, akan convergent menuju nol dengan kata
lain utang tersebut pasti akan dilunasi pemerintah. Agar hal ini tercapai maka
jumlah utang riil harus tumbuh lebih lambat dari tingkat suku bunga riil.
29
dapat digunakan untuk proyeksi indikator makro ekonomi dan dengan mudah
implementasinya.
termasuk dengan belanja pemerintah untuk barang dan jasa (G), pembayaran
30
transfer (TR) dan pembayaran bunga (iB). Sisi kanan persamaan adalah
diperoleh
= (1 + ) + …………………………………..…..(4)
⁄ = &( ⁄ )'(1 + ) + ⁄
⁄ = &( ⁄ )( ⁄ )'(1 + ) + ⁄
= + (1 + )/(1 + ) ………………………..…..(6)
= =
, = + (1 + )/(1 + ) ,
+0
,0
+1
- - ,
,0
adalah 0 < α < 1 atau r < g sehingga bunga utang lebih kecil dibandingkan
,
, = + (1 + )/ (1 + ) - ,
= =
+1
−- ,0
+2 − ,0
Keseimbangan imajiner
α adalah α > 1 ~ r > g, jika nilai α lebih besar dari 1 artinya nilai suku bunga
Oleh karena itu dari kedua kasus diatas, kondisi yang diharapkan oleh
pemerintah adalah kasus 1, hal ini dikarenakan jika kurva tidak memiliki
model ini adalah perlunya metode proyeksi yang tepat karena setiap negara
bila dibutuhkan. Hal itu tentu saja akan mempengaruhi kesinambungan fiskal
yang akan berdampak pada risiko fiskal yang akan terjadi. Indikator makro
ekonomi yang digunakan pertumbuhan ekonomi, nilai tukar, suku bunga, inflasi,
a. Pertumbuhan ekonomi
jumlah cukup besar yang dapat memicu adanya defisit anggaran. Utang
dalam dan luar negeri merupakan salah satu solusi bagi pemerintah untuk
menutup defisit anggaran yang ada. Secara teori, utang yang dilakukan
menimbulkan beban utang dan beban bunga utang yang akan menghambat
Nilai tukar riil adalah harga relatif dari barang-barang di antara dua
negara lain (Mankiw, 2007). Kurs riil (/) diperoleh dari kurs nominal (e)
/ =0×( ∗
)
P adalah harga barang domestik dan P* adalah harga barang luar negeri.
Kurs riil di antara kedua negara dihitung dari kurs nominal dan tingkat
harga di kedua negara. Jika kurs riil tinggi, barang-barang luar negeri
mahal. Jika kurs riil rendah, barang-barang luar negeri cenderung lebih
2007).
maka beban utang akan meningkat, begitu juga sebaliknya jika utang luar
terdepresiasi. Oleh karena itu pemerintah harus menjaga nilai mata uang
35
dari pembayaran utang pokok dan bunga utang luar negeri jatuh tempo.
c. Suku bunga
diturunkan dari utang per PDB. Suku bunga yang tinggi akan
meningkatkan jumlah utang per PDB. Bunga merupakan imbalan jasa atas
pinjaman uang, imbal jasa ini merupakan kompensasi dari pinjaman yang
per PDB.
Serikat terdapat tiga kekhawatiran utama dari utang yakni: (1) kenaikan
kumulatif utang yang begitu besar atau bahkan kecil dapat berpengaruh
besar terhadap suku bunga riil, (2) besarnya pengaruh utang pemerintah
kehidupan.
kondisi fiskal suatu negara pada saat ini maupun di masa akan datang.
pertumbuhan utang terhadap PDB. Rasio utang terhadap PDB yang tinggi
memiliki biaya yang mahal. Hal ini akan memberikan tekanan pada
d. Inflasi
hal ini sesuai dengan teori quantity of money oleh Milton Friedman yang
dari Fiscal theory of the price level (FTPL) yang dikemukakan oleh
bidang politik sebagai salah satu bentuk penerapan kebijakan fiskal yang
dibedakan menjadi dua, yaitu studi yang lebih fokus pada jangka waktu
yang lebih panjang terkait dampak defisit fiskal terhadap inflasi dan studi
utangnya.
e. Harga minyak
ini akan menjadi beban pemerintah dalam menjaga kestabilan harga, salah
dalam penelitian ini, sekaligus untuk membedakan antara penelitian ini dengan
telah dilakukan di banyak negara, seperti misalnya di negara Karibia yang diteliti
oleh Cevik & Nanda (2020), negara G-7 yang diteliti oleh Magazzino, Brady, &
Forte (2019), negara berkembang di Asia yang diteliti oleh Bui (2019), negara
India yang diteliti oleh Akram & Rath (2019), negara Kroatia yang diteliti oleh
Simovic (2018), negara Malaysia yang diteliti oleh Wan Sulaiman & Abdul
Karim (2015), dan negara Indonesia yang diteliti oleh Wardhono, Qori’ah, &
Fiscal
Sustainability
Duy-Tung Bui Primary balance,
in Developing
(2019), Journal of Public debt, Berdasarkan hasil data panel pada 22 negara
Asia – New
Asian Business Government berkembang di Asia tahun 1999 hingga 2017,
3 Evidence From Panel
and Economics Revenue, ditemukan bahwa rata-rata kebijakan fiskal di
Panel
Studies Vol 27, Government wilayah tersebut tidak berkelanjutan.
Correlated
No. 1. Expenditure.
Common Effect
Model
Total
pengeluaran,
What Do We total pendapatan, Unit Root, Uji
Hasil estimasi menunjukkan terjadi
Know About penerimaan endogenous,
Vaseem Akram, kesinambungan fiskal yang kuat dari mayoritas
Fiscal pendapatan, uji kointegrasi,
4 Badri Narayan negara, dimana negara bagian utara, barat dan
Sustainability pengeluaran DOLS, Panel
Rath (2019) selatan lebih memiliki kesinambungan fiskal
Across Indian modal, Granger
dibandingkan dengan negara timur.
States penerimaan Kausalitas
modal dan rasio
GDP.
Muhammad
Analisis Berdasarkan penelitian ini didapatkan hasil
Basorudin (2019),
Kesinambungan Rasio utang bahwa rasio utang terhadap PDB triwulan
Jurnal Ekonomi
5 Fiskal terhadap PDB, ECM sebelumnya, pertumbuhan ekonomi dan inflasi
Pembangunan
Indonesia Pasca PDB, Inflasi berpengaruh signifikan terhadap rasio utang
Volume 17 (2):
Krisis Ekonomi terhadap PDB triwulan saat ini secara simultan.
59-70
41
Judul Metodologi
No Penulis Variabel Penelitian Hasil dan Implikasi
Penelitian Penelitian
Akhmad Solikin, Auto-
Kesinambungan Output Gap, Inflasi,
Hilda Choirunnisa Regressive Penelitian ini menemukan bahwa
Fiskal dan Kurs nominal, Kurs
(2019), Jurnal Distributed pemerintah memberikan respons atas
Estimasi Fiscal rill, Suku bunga
perbendaharaan, Lag-Error peningkatan beban utang sehingga
6 Reaction nominal, harga
keuangan negara Correction kebijakan fiskal di Indonesia pada periode
Function minyak, dummy
dan kebijakan Model 1977–2017 diindikasikan
Indonesia tahun pemilihan presiden,
publik 4(3). 267- (ARDL- berkesinambungan
1997-2017 dummy krisis 1998.
283 ECM)
Cosimo
Berdasarkan hasil analisis wavelet dengan
Magazzino, Mihai
menggunakan periode penelitian 16 tahun,
Mutascu (2019). A wavelet
Primary balance, dan didapatkan hasil bahwa Italia memenuhi
Journal of analysis of Wavelet
7 rasio utang terhadap kondisi solvabilitas fiskal, meskipun pada
Economic Italian fiscal Analisis
GDP tahun 2014-2018 rasio utang terhadap PDB
Structure 8, sustainability
turun sebesar 130% yang dapat menjadi
Article number
ancaman prospek pertumbuhan.
19.
GDP nominal, GDP
rill, Government Berdasarkan hasil penelitian didapatkan
Insukindro
The Effect of expenditure, Tax bahwa variabel Twin Shock menunjukkan
(2018), Recent
Twin Shock On revenue, Transfer to bahwa fluktuasi ekonomi dan nilai tukar
Issues in
8 Fiscal regions and village VECM dalam jangka panjang memiliki efek positif
Economic
Sustainability funds, Primary pada fungsi reaksi fiskal. Hal ini dapat
Development
in Indonesia deficit, Domestic menentukan otoritas fiskal dalam menjaga
ISSN 2071-789X
debt External debt, kesinambungan fiskal di Indonesia.
Output gap, Kurs.
42
Variabel Metodologi
No Penulis Judul Penelitian Hasil dan Implikasi
Penelitian Penelitian
Terdapat beberapa hasil yaitu (1) Kebijakan
Antonio Afonso, fiskal berkelanjutan di Belgia, Perancis, Jerman
Joao Tovar Jalles Euro area time- Primary budget dan Belanda, (2) rasio utang terhadap GDP
15 (2017). Journal of varying fiscal surplus, debt to Panel menunjukkan hasil negatif signifikan terhadap
Finance and sustainability GDP ratio. budget surplus, (3) peraturan berbasis
Economics pengeluaran fiskal merupakan penentu
keberlanjutan fiskal.
Berdasarkan hasil estimasi, menunjukkan
Adhitya Studi perubahan harga minyak dunia signifikan
Wardhono dkk Kesinambungan Utang luar negeri, mempengaruhi utang luar negeri. Sedangkan uji
(2015). Jurnal Fiskal Pada SBI, suku bunga IRS menunjukkan hasil bahwa terdapat
16 Ekonomi Variabel Makro internasional, kurs, VAR hubungan timbal balik antara utang luar negeri,
Kuantitatif Ekonomi inflasi, harga SBI dan harga minyak. Sementara hasil Uji VD
Terapan Vol. 8 Indonesia : minyak dunia menunjukan bahwa SBI, inflasi dan harga
No. 2 Analisis VAR minyak lebih dominan dalam mempengaruhi
kesinambungan fiskal di Indonesia.
Analisis Keseimbangan
Determinan primer,
Dalam jangka pendek dan jangka panjang
Irma Yunita,. Keseimbangan penerimaan
variabel bebas penerimaan negara, pengeluaran
(2015). Fakultas Primer sebagai negara,
ECM dan pemerintah, utang pemerintah, inflasi, nilai tukar,
17 ekonomi dan Indikator pengeluaran
OLS harga minyak dunia secara bersama-sama
bisnis universitas Kesinambungan pemerintah, utang
berpengaruh dan signifikan terhadap
bandar lampung Fiskal Indonesia pemerintah,
kesinambungan fiskal.
( Periode 1998- inflasi, kurs, harga
2014) minyak dunia.
45
berlangsung hingga waktu yang tidak terhingga dengan stabilitas rasio utang pemerintah
terhadap PDB. Rasio utang terhadap PDB yang tinggi memiliki biaya yang mahal dan akan
memberikan tekanan pada tingkat suku bunga riil, meningkatkan komponen debt service
dalam defisit anggaran, dan selanjutnya akan mengurangi kemampuan fiskal dan fleksibilitas
kebijakan fiskal.
Variabel makro ekonomi menjadi salah satu sumber risiko fiskal yang berkaitan
dengan aktivitas pemerintah terkait dengan kebijakan fiskal dalam mengatur perekonomian
negara melalui instrumen pendapatan dan belanja negara. Indikator makro ekonomi yang
digunakan sebagai dasar perhitungan adalah pertumbuhan ekonomi, nilai tukar riil, suku
bunga riil, tingkat inflasi dan harga minyak. Dengan begitu alur pikir penelitian ini adalah
menguji kausalitas dan respons variabel pertumbuhan ekonomi, nilai tukar riil, suku bunga
riil, tingkat inflasi dan harga minyak mentah terhadap kesinambungan fiskal yang dihitung
Pertumbuhan
Ekonomi Rasio Utang
Terhadap PDB
Nilai Tukar
Riil
Kesinambungan
Suku Bunga
Riil Fiskal
Tingkat Inflasi
Harga Minyak
Mentah
Berdasarkan kriteria statistik dan ekonomi serta ditunjang dengan berbagai teori dan
ekonomi, tingkat inflasi, suku bunga, nilai tukar rupiah dan harga minyak dunia.
2. Pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, suku bunga, nilai tukar rupiah dan harga
minyak dunia memberikan respons atas guncangan/shock dari rasio utang terhadap
PDB.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
yang berlaku. Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian asosiatif.
Data yang dipakai dalam penelitian ini, jika dilihat dari sifatnya adalah
data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka dan dapat diukur data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data dalam bentuk
laporan tahunan yang telah disusun dan diterbitkan oleh pihak terkait yaitu dari
Statistik Nasional, dalam berbagai edisi serta berbagai sumber lainnya yang
relevan seperti jurnal, tesis, internet, buku dan hasil-hasil penelitian lainnya yang
data dari berbagai literatur, publikasi resmi, jurnal, catatan, dokumen, dan
publikasi digital.
48
49
ditetapkan. Oleh karena itu, terdapat beberapa indikator ekonomi makro yang
suku bunga, nilai tukar rupiah, dan harga minyak dunia (Abimanyu, 2011).
terhadap PDB sebagai indikatornya. Berikut adalah variabel yang akan digunakan
variabel mana yang memberi pengaruh kepada variabel lainnya atau kedua
variabel saling memberi pengaruh timbal balik. Metode VAR digunakan untuk
melihat respons antar variabel pada masa kini dan masa yang akan datang jika
Uji Stasioneritas
(Augmented
Dickey-Fuller)
Stasioner Tidak Stasioner
Tidak
HASIL ESTIMASI
Metode yang digunakan untuk melihat hubungan kausalitas ini adalah Uji
pendekatan ekonometri yang mencakup juga hubungan timbal balik dan fungsi-
fungsi yang muncul dari spektrum, khususnya hubungan penuh antar spectrum
akibat antara dua variabel yang saling berkaitan. Hubungan kausalitas dapat
dibagi atas tiga teori: 1) hubungan kausalitas satu arah; 2) hubungan kausalitas
Uji Kausalitas Granger terdiri dari; Granger Test dan Sims Test.
=3 +3 + 34 4 + 35 5 +6 7 +64 7 4 + 65 7 5 +8 (3.1)
= ON N + NQ + R (3.2)
N
koefisien dari lag ke-i variabel Y; βi adalah koefisien dari lag ke-i variabel X; Xt-i
adalah nilai variabel X pada lag ke-i; U1t adalah error pada waktu ke-t.
= 3N N + NV + R (3.3)
N
V = WN N + NV + R4 (3.4)
N
penting dalam proses estimasi VAR, antara lain; penentuan lag optimal, pengujian
Model VAR terdapat efek interrelationship antar variabel endogen yang saling
= 6 − 6 4Y + Z + Z 4Y + 8[ (3.5)
Y = 64 − 64 + Z4 + Z44 Y + 8] (3.6)
1 64 6 Z Z4 8[
` a b Y c = ` a + bZ Z44 c b Y c + b8 c (3.7)
64 1 64 4 4 ]
1 64 6 Z Z4
a,7 = b c,Г = ` a , Г = bZ Z44 c,
64 1 4 64 4
B=`
8
7 =b c , 8 = b8 c (3.8)
4 4 4
7 =g +g 7 +8 (3.9)
Dengan:
g = Г , g = Г , 8 = 8
=O +O + O 4Y +8 (3.10)
Y = O4 + O4 + O44 Y + 84 (3.11)
55
i i
=O + O + O 4V + 8 (3.12)
i i
V = O4 + O4 V + O44 + 84 (3.13)
optimum; j adalah panjang lag; α10, α20 adalah konstanta; α11, α21 adalah koefisien
dan menggunakan lag sebesar 3, oleh karena itu maka model dapat
0 , =O + O 0 , + O 4 ! jk,ℎ + O 5 mno Op + O qm
i i
+ O r #00 + O s 0n, + 8
i i i i
i i
i i i i
i i
i i i i
i i
i i i i
i i
i i i i
i i
stabil atau tidak. Stabilitas dalam model VAR menjadi penting karena jika model
VAR yang digunakan tidak stabil maka hasil dari estimasi dengan model VAR
tidak akan mempunyai tingkat validitas yang tinggi. Sebuah model dikatakan
modulus tidak lebih dari satu dan semuanya berada dalam unit circle (Enders,
2004).
57
Dalam model VAR standar, model stabil jika g lebih kecil dari satu. Hal
ini bisa dilihat melalui penyelesaian dengan metode brute force untuk
menghasilkan:
Q = g + g (g + g 7 4 +8 )+8
= (m + g )g +g4 7 4 +g 8 +8 (3.14)
Q = (m + g + ⋯ + g )g + gN 8 N +g 7 (3.15)
N u
| = wO (1 − O44 ) + O 4 O4 z/∆,
Y̅ = wO4 (1 − O ) + O4 O z/∆,
∆= (1 − O )(1 − O44 ) – O 4 O4
dan hal ini merupakan persoalan dalam spesifikasi model. Untuk menentukan lag
optimal atau k penelitian ini terdapat lima metode yaitu Sequential Modified LR
Test Statistic (LR), Final Prediction Error (FPE), Akaike Information Criterion
(AIC), Schwarz Information Criterion (SC), dan Hannan – Quinn Criterion (HQ).
Proses uji lag optimal dilakukan dengan trial and error dengan memasukkan
berbagai bilangan pada lag to include. Lag optimal dipilih dari hasil lag optimal
58
yang paling konsisten. Sebagai contoh apabila ada lima pengujian lag dua adalah
lag optimal, berikut adalah beberapa rumus untuk menentukan lag optimal:
ƒ„„„
}~• = €• ‚ †
…
‡ˆ
+ (‰. Š‹)
…
ƒ„„„
„• = €• ‚ †
…
ˆ
+ €• … (‰. ŠŒ)
…
ƒ„„„
•Ž = €• ‚ †
…
ˆ
+‡ €• … (‰. Š•)
…
digunakan untuk melihat pengaruh suatu standar deviasi terhadap inovasi pada
nilai variabel di masa kini (current time values) dan nilai di masa yang akan
datang (future values). Suatu shock yang terjadi pada satu variabel akan langsung
mempengaruhi variabel tersebut dan juga oleh variabel lainnya melalui struktur
yang dinamis.
| O O4 N 0
bY c = b c + bO O44 c b04 c (3.19)
N
Y̅ 4 N
N
Dimana •‘ dan ’‘ memiliki hubungan dengan “Š‘ dan “‡‘ secara berurutan.
Pada persamaan tersebut digunakan untuk melihat respons terhdap variabel •‘ dan
’‘ ketika mendapat guncangan dari variabel inovasi “Š‘ dan “‡‘ . Dengan
menggunakan aljabar matriks maka vector error dapat ditentukan sebagai berikut:
0 1 1 − /[
b0 c = ` 4
ab / c (3.20)
4 1− 4 4 − 4 1 ]
x 1 O O4 N 1 − /[
bY c = ` a + bO O44 c `− 4 ab / c (3.21)
4 N
Yx 1− 4 4 4 1 ] N
N
gN 1 −
∅N = ` 4
a (3.22)
1− 4 4 − 4 1
| ∅ ( ) ∅ 4 ( ) N 0[
bY c = b c + ` a b c (3.20)
N
Y̅ ∅4 ( ) ∅44 ( ) 0] N
N
7 =v+ ∅N / (3.21)
N
60
Empat bagian dari koefisien ∅ŠŠ (•), ∅Š‡ (•), ∅‡Š (•), ∅‡‡ (•) inilah dinamakan
proporsi perbedaan antar variance sebelum dan sesudah terjadinya shock, baik
berasal dari variabel itu sendiri atau dari variabel lainnya. Metode ini berbeda
7 N =g +g 7 +0 (3.22)
+Q =g +g Q (3.23)
7 N -+ Q =0 (3.24)
Q 4 =g +g Q +0 4
= g + g (g + g Q + 0 )+ 0 4 (3.25)
+Q = (m + g + g4 + ⋯ + g )g + g Q (3.26)
0 +g 0 + g4 0 4 + ⋯+ g 0 (3.27)
61
Jika dalam model akhir dari impulse response function merupakan forecast
diperoleh;
7 =v+ ∅N / N (3.28)
N
7 + +7 = ∅N / N (3.29)
N
– ++ – = ∅ (0) ∈[ + ∅ (0) ∈[
+ ⋯ + ∅ (n − 1) ∈[ + ∅ (0) ∈] + ∅ 4 (1) ∈]
+ ⋯ + ∅ 4 (n − 1) ∈] (3.30)
Karena semua nilai dari ∅ i ( )4 adalah negatif, varian dari forecast error
dan
bertujuan untuk mengidentifikasi apakah suatu variabel stasioner atau tidak. Data
time series dikatakan stasioner jika data tersebut tidak mengandung akar-akar unit
(unit root) dimana mean, variance dan covariance konstan sepanjang waktu.
Sebaliknya data time series dikatakan tidak stasioner mengandung akar-akar unit,
dimana mean, variance dan covariance data tersebut tidak konstan (Gujarati &
Porter, 2013). Uji akar-akar unit merupakan uji yang paling populer untuk
mengetahui stasioner sebuah data. Untuk menguji akar-akar unit pada penelitian
Dickey dan Fuller yang merupakan pengembangan dari model Dickey-Fuller (DF)
sebelumnya.
Ide dasar uji stasioneritas ini adalah jika ρ=1, maka variabel random (6) Y
mempunyai akar unit (unit root). Jika data time series mempunyai akar unit maka
dikatakan data bergerak secara random (random walk), sehingga data tidak
stasioner. Oleh karena itu jika Ǿ=0 dan ρ=1 data tidak stasioner, tapi jika nilai Ǿ
= + v , −1 ≤ ≤1 (3.33)
Secara khusus, terdapat tiga model AR(1) yang bisa digunakan, yaitu:
∆ = ™ +v (3.34)
∆ = 6 +™ +v (3.35)
63
∆ = 6 + 64 , + ™ +v (3.36)
walk),
Jika , adalah waktu atau tren dari variabel. Maka hipotesisnya adalah:
- Hipotesis nol yang digunakan dalam Uji DF adalah ™ sama dengan nol
(Ho: ™=0 atau š =1 yaitu terdapat sebuah unit root atau time series tidak
stasioner);
(H1: (™<0 atau š < 1 yaitu time series stasioner). Nilai statistik yang
Dalam menerapkan Uji DF seperti pada model (3.34), (3.35), dan (3.36),
dengan menambah nilai lag dari variabel dependen ∆ . Model AR (1) dalam
= + ›4 ™ 4 + ›5 5 + … … … + ›• • +v (3.37)
∆ = ™ + 34 ∆ + 35 ∆ 4 + ⋯ … + 3• ∆ • +v (3.38)
∆ = ™ + 3N ∆ N +v (3.39)
N 4
• •
Dengan ™ = ›N − 1 dan 3N = − ›
N
Jika model regresi (3.39) ditambahkan dengan komponen time trend maka
∆ = 6 + ™ + 3N ∗ ∆ N +v (3.40)
N
1. Model dengan konstanta (v) dan trend (6) , seperti model (3.40)
∆ =6 + ™ + 3N ∗ ∆ N +v (3.41)
N
∆ =™ + 3N ∗ ∆ N +v (3.42)
N
- Hipotesis nol yang digunakan dalam uji ADF adalah ™ sama dengan nol
(Ho: ™=0) atau p=1). Sedangkan hipotesis alternatif yang digunakan adalah
H1: (™<0) atau p=1). Nilai statistik yang digunakan adalah tau statistic (π
statistik).
65
regresi yang berlebihan, dengan menggunakan uji kointergrasi maka hal tersebut
panjang yang terjadi antar variabel. Uji kointegrasi digunakan untuk menguji
apakah residual regresi yang dihasilkan stasioner atau tidak. Apabila terjadi satu
atau lebih peubah mempunyai derajat integrasi yang berbeda, maka peubah
stabil dalam jangka panjang, bila dua seri non stasioner yang terdiri atas Xt dan
=6 +6 Q + 8 (3.43)
6 + 6 7 + 64 74 + ⋯ + 6 7 =0 (3.44)
Apabila keseimbangan (equilibrium) baik, maka hal itu pasti merupakan kasus
Engle dan Granger (1987) dalam Enders (2004) menjelaskan dalam uji
Dari uraian tersebut dapat diambil simpulan bahwa kointegrasi terjadi jika
dua variabel atau lebih terintegrasi pada orde yang sama. Jika semua variabel
tidak terintegrasi pada orde yang sama maka tidak terjadi kointegrasi. Namun, Lee
dan Granger (1990) dalam Cromwell et al. (1994) menyatakan bahwa masih
terkointegrasi dengan orde yang tidak sama. Konsep ini disebut multikointegrasi.
persamaan berikut:
Q = g Q + g4 Q 4 + g5 Q 5………+ g• Q • +0 (3.45)
pada order yang lebih besar dari satu; Ai = matrik parameter yang berukuran (n x
variabel stasioner dan terdistribusi secara normal. Persamaan (3.63) dapat ditulis
• • •
∆Q = − £1 − gN ¤ Q + − g ∆7 N +8 (3.46)
N N N
67
Hal yang penting dari Persamaan (3.64) adalah rank dari matriks ), rank
dari matriks ) yang dimaksud adalah sama dengan angka pada vector kointegrasi.
Jika rank())=0 maka matriks sama dengan nol dan biasanya model VAR berada
dalam first difference. Lebih dari itu, jika ) adalah rank n maka proses vektor
adalah stasioner. Dalam kasus yang lebih mendalam, jika rank ()) = 1, terdapat
lain, jika 1 < rank ()) < n maka terdapat multiple vektor kointegrasi.
mengetahui jumlah ranking dari matrik ). Uji tersebut adalah trace test dan
Hipotesis nol dalam trace test adalah ranking matriks ) sama dengan r (
H0: r < r0 dan Ha: r0 < r < n ). Dengan demikian, jika ranking dari matriks )
maka hipotesis nol ditolak. Model dari maximum eigenvalue test sebagai berikut:
r dan hipotesis alternatif adalah matriks ) beranking r+1. Dengan demikian, jika
matriks П beranking r hipotesis nol tidak ditolak dan jika matriks ) beranking
r+1 hipotesis nol ditolak. Hipotesis Nol (H0) tidak ditolak menunjukan bahwa
tidak ada vektor kointegrasi. Nilai kritis untuk distribusi asimtotis dari kedua
berupaya mengendalikan rasio utang dalam batas yang terkendali yaitu untuk
Indonesia dibawah 60% dan Malaysia dibawah 55%. Sampai tahun 2019 utang
masih akan menjadi sumber utama dalam menutup defisit anggaran dan
dalam jangka panjang. Pengelolaan utang dilakukan secara hati-hati dalam rangka
100.00
90.00
80.00
70.00
60.00
50.00 Malaysia
40.00 Indonesia
30.00
20.00
10.00
0.00
1990
1992
1994
1996
1998
2000
2002
2004
2006
2008
2010
2012
2014
2016
2018
68
69
Malaysia, secara umum pada tahun 1990 sampai 2019 rasio utang terhadap PDB di
kedua negara cenderung fluktuatif. Pada tahun 1997 hingga tahun 2000 rasio utang
87,44% di tahun 2000, hal ini disebabkan oleh krisis moneter yang terjadi di
pertengahan tahun 1997. Krisis moneter ini menyebabkan nilai tukar rupiah
terdepresiasi yang berdampak pada utang luar negeri swasta jangka pendek dan
menengah, sehingga devisa Indonesia tidak cukup untuk membayar utang yang
jatuh tempo beserta bunganya. Akumulasi utang sejak awal tahun 1990 telah
pinjaman baru yang berasal dari IMF. Pada tahun 2003, pemerintah menetapkan
UU yang mengatur bahwa rasio utang terhadap PDB maksimal adalah 60% maka
sejak tahun 2003 hingga 2019 rasio utang pemerintah relatif stabil di angka 30%
sampai 40%.
menjalankan surplus fiskal, meskipun mata uang Malaysia saat itu terdepresiasi
namun dampak pada tingkat utang relatif kecil, rasio utang tertinggi di Malaysia
terjadi pada sebelum tahun 1990 mencapai 74,13% yang disebabkan oleh krisis
produksi yang tinggi yang bersumber dari utang pemerintah. Pemerintah Malaysia
mengeluarkan peraturan bahwa maksimal rasio utang terhadap PDB sebesar 55%
70
maka sejak tahun 1993 hingga tahun 2019 rasio utang Malaysia berkisar 30%
sampai 50%.
140.00
120.00
100.00
80.00
Malaysia
60.00
Indonesia
40.00
20.00
0.00
1990
1992
1994
1996
1998
2000
2002
2004
2006
2008
2010
2012
2014
2016
2018
Gambar 4.2 Real Effective Exchange Rate (%)
Sumber: International Monetary Fund, 2020 (diolah)
dan Malaysia pada tahun 1990 hingga tahun 2019. REER merupakan salah satu
sangat penting. REER dapat men-tracking perbedaan harga barang dan jasa yang
REER Indonesia dan Malaysia cenderung fluktuatif dan gap yang terjadi antara
kedua negara tidak terlalu jauh. Pada tahun 1996 nilai tukar riil Indonesia dan
Malaysia mengalami penurunan yang semula 109,34% tahun 1996 menjadi 66,68%
70.00
60.00
50.00
40.00
Malaysia
30.00
Indonesia
20.00
10.00
0.00
1990
1992
1994
1996
1998
2000
2002
2004
2006
2008
2010
2012
2014
2016
2018
Gambar 4.3 Laju Inflasi (Indeks Harga Konsumen) (%)
Sumber: World Bank, 2020 (diolah)
dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) tahun 1990 sampai 2019. Laju inflasi
Malaysia sejak tahun 1990 hingga 2019 cenderung stabil yaitu berkisar di angka
1% - 2%, sedangkan di Indonesia pada tahun 1997 meningkat hingga 83% dari
tahun sebelumnya yang disebabkan oleh krisis moneter yang melanda Indonesia.
Laju inflasi yang diukur dengan IHK meningkat tajam dari 6,23% pada tahun 1997
menjadi 58,45% pada tahun 1998. Tingginya laju inflasi disebabkan oleh beberapa
faktor, diantaranya adalah melemahnya nilai tukar rupiah (imported inflation) dan
Indonesia mulai mengalami perbaikan, sehingga antara tahun 1998 dan 2019 laju
kebijakan.
72
20.00
15.00
10.00
5.00
0.00
1990
1992
1994
1996
1998
2000
2002
2004
2006
2008
2010
2012
2014
2016
2018
Malaysia
-5.00
Indonesia
-10.00
-15.00
-20.00
-25.00
-30.00
Gambar 4.4 menunjukkan tingkat suku bunga riil di Indonesia dan Malaysia
tahun 1990 sampai 2019. Suku bunga riil merupakan konsep yang mengukur
tingkat suku kembalian setelah dikurangi inflasi sehingga suku bunga riil menjadi
ukuran yang sangat penting bagi otoritas moneter. Ketika tingkat suku bunga lebih
kecil dibandingkan dengan inflasi maka suku bunga riil akan negatif seperti halnya
pada tahun 1998 di Indonesia yang mencapai -24,60%. Secara umum dari tahun
1990 hingga 2019 suku bunga riil Indonesia dan Malaysia berfluktuasi mengikuti
perekonomian global. Pada tahun 2009 tingkat suku bunga riil Malaysia meningkat
mengeluarkan kebijakan untuk menurunkan suku bunga dari 2,5% menjadi 2%,
selain itu pemerintah juga menurunkan Statutory Reserve Requirement (SRR) yang
15.00
10.00
5.00
Malaysia
0.00 1990 Indonesia
1992
1994
1996
1998
2000
2002
2004
2006
2008
2010
2012
2014
2016
2018
-5.00
-10.00
-15.00
tahun 1990 sampai tahun 2019. Sepanjang periode penelitian, Malaysia mengalami
penurunan tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup signifikan pada dua periode,
yaitu tahun 1998 dan 2009. Pertumbuhan ekonomi pada tahun 1998 menurun
hingga -7,36% sebagai akibat dari krisis yang terjadi, namun penurunan
pertumbuhan Malaysia saat itu masih lebih baik dibandingkan dengan Indonesia
yang mencapai -13,13%. Pada saat itu, pemerintah Malaysia melakukan kebijakan
kontrol modal (capital control) dengan menetapkan nilai tukar ringgit terhadap
dollar (RM/USD) dan memotong suku bunga. Kebijakan ini juga mewajibkan
seluruh investor agar merepatriasi aset ringgit kembali ke Malaysia, menutup pasar
mata uang dan aset dalam ringgit di luar negeri, seluruh penduduk dilarang
secara ketat arus keluar portfolio dari penjualan sekuritas Malaysia. Dengan begitu,
komoditas. Berbeda dengan Indonesia, pasca krisis moneter pada tahun 1998,
120.00
100.00
80.00
60.00
40.00
20.00
0.00
2019. Suharsih (2013) mengemukakan bahwa pada tahun 1999 merupakan titik
balik minyak dunia setelah produksi minyak turun secara bertahap. Serangan WTC
yang terjadi pada tahun 2001 menjadi awal meningkatnya harga minyak dunia yang
Brent melambung tinggi mencapai US$ 58,34 per barrel, hal ini menjadi harga
tertinggi sejak tahun 1990. Krisis global tahun 2008 menyebabkan harga minyak
nilai dolar Amerika dan instabilitas negara Timur Tengah menyebabkan harga
minyak kembali meningkat di tahun 2011 mencapai US$108.09, faktor lain yang
ekonomi. Hal ini tidak berlangsung lama karena pada tahun 2014 harga minyak
dan memenuhi permintaan pasokan minyak dari negara importir. Berikutnya harga
minyak dunia cenderung stabil di harga US$ 50 sampai US$ 60 per barel hingga
tahun 2019.
(ADF) disajikan dalam Tabel 4.1 dan Tabel 4.2. Model yang digunakan dalam Uji
ADF adalah random walk. Hasil pengujian stasioneritas di Indonesia dan Malaysia
menunjukkan bahwa seluruh variabel makro ekonomi pada penelitian ini stasioner
Test. Tabel 4.3 dan Tabel 4.4 menyajikan hasil Uji Kointegrasi dengan
nilai trace statistic dan maximum eigen value lebih kecil daripada critical value
dengan tingkat kepercayaan sebesar 5% pada CE None. Dengan hasil itu dapat
diindikasikan bahwa antar variabel tidak ada kointegrasi dan model yang digunakan
antara variabel makro ekonomi dan rasio utang terhadap PDB di Indonesia dan
Malaysia.
4.5 menunjukkan bahwa hanya variabel nilai tukar riil yang memiliki hubungan
satu arah dengan rasio utang terhadap PDB, sedangkan variabel lainnya pada
penelitian ini tidak memiliki hubungan kausalitas dengan rasio utang terhadap
PDB. Hal ini ditunjukkan dengan nilai F statistik yang lebih kecil dibandingkan
dengan nilai F-tabel pada tingkat signifikansi 5%. Dengan begitu maka hipotesis
nol tidak adanya hubungan kausalitas antara variabel nilai tukar riil dan rasio utang
terhadap PDB ditolak, namun pada variabel lainnya hipotesis nol tidak dapat
ditolak.
4.6 menunjukkan bahwa variabel harga minyak dunia, suku bunga riil memiliki
hubungan satu arah dengan rasio utang terhadap PDB, sedangkan variabel nilai
tukar riil, inflasi dan pertumbuhan ekonomi tidak memiliki hubungan kausalitas
dengan rasio utang terhadap PDB. Hal ini ditunjukkan dengan nilai F statistik yang
lebih kecil dibandingkan dengan nilai F-tabel pada tingkat signifikansi 5%. Dengan
begitu, maka hipotesis nol tidak adanya hubungan kausalitas antara variabel harga
minyak dunia, inflasi dan suku bunga riil dan rasio utang terhadap PDB ditolak,
namun pada variabel nilai tukar riil dan pertumbuhan ekonomi hipotesis nol tidak
dapat ditolak.
rasio utang terhadap PDB. Hasil estimasi VAR akan disajikan beserta uji – uji yang
relevan (Penentuan Lag Optimal, Uji Stabilitas Data, Uji Stasioneritas, Impulse
optimalnya, karena analisis VAR sangat sensitif terhadap panjang lag data yang
digunakan. Lag yang terlalu sedikit maka residual dari regresi tidak akan
menampilkan proses white noise sehingga model tidak dapat mengestimasi actual
error secara tepat. Akibatnya standar kesalahan tidak di estimasi secara baik.
Namun jika memasukkan terlalu banyak lag maka akan dapat mengurangi
kemampuan untuk menolak hipotesis nol karena tambahan parameter yang terlalu
lag optimalnya dapat dilihat dari nilai Akaike Information Criteria (AIC) yang
paling rendah. Berdasarkan dari hasil kriteria AIC, panjang lag yang digunakan
adalah tiga.
dilakukan. Uji stabilitas penting untuk dilakukan karena akan menentukan valid
Bila model VAR dalam kondisi tidak stabil maka analisis IRF dan VD menjadi
tidak valid.
81
1.0 1.0
0.5 0.5
0.0 0.0
-0.5 -0.5
-1.0 -1.0
-1.5 -1.5
-1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5 -1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5
Gambar 4. 7 Hasil Uji Lag Optimal di Indonesia dan Malaysia
Sumber: Data diolah, 2020 (Lihat lampiran 5)
persamaan VAR yang telah terbentuk perlu diuji stabilitasnya melalui VAR
seluruh variabel yang digunakan. Berdasarkan hasil uji stabilitas pada penelitian
ini, data yang digunakan dalam estimasi VAR dalam kondisi stabil. Hal ini
Hasil estimasi VAR di Indonesia disajikan dalam Tabel 4.9. Dari hasil
Hasil estimasi VAR di Indonesia disajikan dalam Tabel 4.9. Dari hasil
estimasi dengan menggunakan dasar lag 3 dapat diketahui bahwa posisi harga
minyak dunia, dan suku bunga bertanda positif ketika ada perubahan pada rasio
utang terhadap PDB pada tiga periode setelah terjadi perubahan, berikutnya untuk
posisi pertumbuhan ekonomi dan nilai tukar riil bertanda negatif ketika ada
perubahan pada rasio utang terhadap PDB pada tiga periode setelah terjadi
perubahan.
Hasil estimasi VAR di Indonesia disajikan dalam Tabel 4.10. Dari hasil
estimasi dengan menggunakan dasar lag 3 dapat diketahui bahwa posisi rasio utang
terhadap PDB bertanda positif ketika ada perubahan pada pertumbuhan ekonomi,
inflasi dan nilai tukar riil pada periode ketiga, sedangkan posisi harga minyak
dunia, dan suku bunga bertanda negatif ketika ada perubahan pada rasio utang
suatu variabel terhadap kejutan (shock) dari variabel tersebut maupun variabel
lainnya. Impulse Response merupakan hasil estimasi VAR yang dapat digambarkan
dengan grafik atau tabel, namun pada penelitian ini IRF digambarkan dengan
83
grafik. Dari grafik tersebut dapat dilihat seberapa besar respons variabel terhadap
shock sebesar satu standar deviasi (S.D) dari variabel-variabel di dalam model.
terjadinya shock, sedangkan sumber vertikal adalah nilai respon. Secara mendasar
dalam analisis ini akan diketahui respon positif atau negatif dari suatu variabel
terhadap variabel lainnya. Respon tersebut dalam jangka pendek biasanya cukup
bagaimana respon dari suatu variabel di masa mendatang jika terjadi gangguan
variabel tidak berkorelasi satu sama lainnya sehingga penelusuran dampak suatu
1 .1
0 .0
-1 -.1
-2 -.2
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
84
2 2
0 0
-2 -2
-4 -4
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
.4
.2
.0 .0
-.2
-.4
-.4
-.8
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
Gambar 4.8 Impulse Response Function di Indonesia
Sumber: Data diolah, 2020 (Lihat lampiran 7)
terhadap rasio utang terhadap PDB di Indonesia. Pada awal periode respons seluruh
variabel dalam penelitian ini masih sangat fluktuatif yaitu dengan merespons positif
sejak terjadi shock terhadap variabel rasio utang terhadap PDB. Pada periode ke 30,
keseimbangan semula, namun hanya variabel inflasi yang merespons shock secara
cepat yaitu pada periode ke 45. Variabel makro lainnya pada penelitian ini hingga
Indonesia, hanya variabel inflasi yang dapat merespons guncangan rasio utang
terhadap PDB lebih baik dibandingkan variabel lainnya dalam penelitian ini.
85
-2
-4
10 20 30 40 50 60 70
.04
.00
-.04
-.08
10 20 30 40 50 60 70
10 0.5
0 0.0
-10 -0.5
-20 -1.0
10 20 30 40 50 60 70 10 20 30 40 50 60 70
.4 .1
.0 .0
-.4 -.1
-.8 -.2
10 20 30 40 50 60 70 10 20 30 40 50 60 70
86
terhadap rasio utang terhadap PDB di Malaysia. Pada awal periode respons seluruh
variabel dalam penelitian ini masih sangat fluktuatif yaitu dengan merespons positif
sejak terjadi shock terhadap variabel rasio utang terhadap PDB. Pada periode ke 30,
keseimbangan semula, namun hanya variabel harga minyak dunia yang merespons
shock secara cepat, yaitu pada periode ke 65. Variabel makro lainnya pada
semula sehingga di Malaysia, hanya variabel harga minyak dunia yang dapat
merespons guncangan rasio utang terhadap PDB lebih baik dibandingkan variabel
secara individual terhadap respons yang diterima suatu variabel. Analisis Variance
Decomposition dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel untuk lebih
87
variabel itu sendiri yaitu sebesar 99,29%, selanjutnya kemampuan rasio utang
terhadap PDB menurun hingga menjadi 24,82% pada periode ke 50 yang sisanya
ekonomi sebesar 24,17%, inflasi sebesar 26,28%, suku bunga riil sebesar 10,45%
dan variabel nilai tukar riil sebesar 0,58%. Oleh karena itu, nilai inflasi merespons
rasio utang terhadap PDB lebih besar dibandingkan dengan variabel lainnya pada
penelitian ini.
variabel itu sendiri yaitu sebesar 99,49%, selanjutnya kemampuan rasio utang
terhadap PDB menurun hingga menjadi 62,50% pada periode ke 75 yang sisanya
ekonomi sebesar 4,84%, inflasi sebesar 6,28%, suku bunga riil sebesar 0,86% dan
variabel nilai tukar riil sebesar 0,57%. Oleh karena itu, harga minyak dunia
merespons rasio utang terhadap PDB lebih besar dibandingkan dengan variabel
4.3 Pembahasan
merupakan dasar bagi kelangsungan pemulihan ekonomi. Oleh karena itu, dalam
Salah satu aspek penting dalam menjaga kesinambungan fiskal adalah risiko
utang yang dapat muncul dari lingkungan eksternal dan internal. Risiko yang
dimaksud adalah risiko tingkat bunga, risiko nilai tukar, risiko refinancing, dan
rasio utang, risiko fiskal dapat muncul sebagai dampak negatif dari perubahan
89
tingkat bunga, nilai tukar, inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan harga minyak dunia.
Dengan begitu rasio utang dapat menjadi ukuran dari kesinambungan fiskal
(Abimanyu, 2011).
hubungan variabel ekonomi makro dan rasio utang terhadap PDB, serta variabel
yang dapat merespons lebih baik apabila diberikan guncangan (shock) dengan
caused satu arah dari variabel nilai tukar riil dengan rasio utang terhadap PDB,
Sementara itu, analisis Impulse Response Function (IRF) juga menunjukkan bahwa
lainnya, yaitu pada periode ke 45, dan berdasarkan hasil estimasi Variance
sebesar 26,28%. Hal ini sesuai dengan penelitian Basorudin (2019), dan (Wardhono
et al., 2015) yang menyatakan bahwa variabel inflasi berpengaruh secara signifikan
inflasi memiliki granger caused dengan rasio utang terhadap PDB, sedangkan
bahwa variabel harga minyak dunia yang dapat merespons guncangan lebih cepat
dibandingkan dengan variabel lainnya yaitu pada periode ke 65. Selanjutnya, hasil
minyak dunia mempengaruhi rasio utang terhadap PDB sebesar 24,91%. Hal ini
fiskal yang diperoleh dari model fiscal sustainability. Pendapatan dan belanja
sumber pembangunan negara. Salah satu cara yang dilakukan pemerintah untuk
ekonomi merespons positif shock yang diberikan dengan nominal sebesar 24,17%
hingga periode ke 50. Berbeda halnya dengan Malaysia yang merespons positif
shock yang diberikan dengan nominal hanya sebesar 4,84% hingga periode ke 75.
Oleh karena itu, terlihat bahwa di Indonesia variabel pertumbuhan ekonomi lebih
merespons shock dari rasio utang terhadap PDB dibandingkan dengan Malaysia.
Hal ini dikarenakan Malaysia memang menunjukkan bahwa terjadi defisit primer
namun tingkat bunga pasar uang tidak melebihi pertumbuhan ekonomi, yang
artinya ancaman peningkatan debt ratio bukan berasal dari pertumbuhan ekonomi.
Nilai tukar ada semenjak terjadinya transaksi jual beli barang dan jasa antar
penduduk di negara berbeda dengan menggunakan mata uang yang berbeda pada
sistem perekonomian terbuka. Perubahan nilai tukar yang tidak stabil dapat
sektor riil domestik yang meliputi perdangangan, produksi, dan stabilitas harga
akan terganggu.
1973 sampai Maret 1983 Indonesia menganut sistem nilai tukar tetap. Namun, pada
tahun 1983 hingga 1986 sistem nilai tukar di Indonesia berubah menjadi
92
secara lebih fleksibel diterapkan sejak September 1986 hingga Januari 1994 dan
dengan mekanisme pita intervensi dari Januari 1994 hingga Agustus 1997. Sejak
saat itu intervensi pemerintah dan otoritas moneter pada nilai tukar akhirnya resmi
dihapuskan, sehingga saat ini sistem nilai tukar di Indonesia adalah mengambang
rezim nilai tukar mengambang terkendali, yang artinya mata uang ringgit dibiarkan
bergerak sesuai dengan mekanisme pasar meski masih terdapat intervensi dari
pemerintah. Sejak saat itu, fokus Bank Negara Malaysia (BNM) di pasar valuta
asing terbatas hanya menjaga kondisi pasar valuta asing agar tetap dalam aturan
dan menjaga gerakan nilai tukar ringgit yang ekstrem agar tidak menggoyahkan
mengurangi intervensinya di pasar valuta asing sehingga saat ini BNM lebih
intervensi ketika arus masuk dan arus keluar mencapai titik ekstrem dengan tujuan
merespons negatif shock yang diberikan dengan nominal sebesar 0,58% hingga
periode ke 50. Berbeda halnya dengan Malaysia yang merespons positif shock yang
diberikan dengan nominal hanya sebesar 0,57% hingga periode ke 75. Oleh karena
93
itu, terlihat bahwa di Indonesia variabel nilai tukar lebih merespons shock dari rasio
utang terhadap PDB dibandingkan dengan Malaysia. Apabila nilai tukar Indonesia
pinjaman luar negeri pada umumnya dinyatakan dalam mata uang dolar. Hal lain
yang menjadi penting bagi Indonesia dalam menjaga nilai tukar riil agar tidak
Bank Indonesia berupaya menjaga indeks nilai tukar riil berada sedikit dibawah
Suku bunga merupakan imbalan jasa dari utang yang diberikan kreditur
kepada negara yang meminjam dana. Suku bunga merupakan salah satu variabel
yang mempengaruhi risiko fiskal yang diturunkan dari model fiscal sustainability.
Meningkatnya suku bunga tentu akan mempengaruhi besarnya utang yang harus
dibayarkan. Romer (2011) mengatakan jika tingkat bunga riil meningkat dan nilai
utang memiliki nilai yang konstan pemerintah tidak akan pernah melunasi utang
pembiayaan anggaran merupakan faktor penting dalam suatu negara, apabila terjadi
merespons positif shock yang diberikan dengan nominal sebesar 10,45% hingga
periode ke 50. Berbeda halnya dengan Malaysia yang merespons negatif shock
yang diberikan dengan nominal hanya sebesar 0,86% hingga periode ke 75. Di
keselarasan dengan perubahan tingkat suku bunga yang artinya bahwa sektor
moneter dan stabilitas harga tidak sensitif terhadap pertumbuhan utang pemerintah.
Inflasi merupakan kenaikan harga barang secara terus menerus dalam satu
periode tertentu. Inflasi memiliki hubungan yang kuat dengan konsumsi, dimana
jika harga barang/jasa naik dan terjadi inflasi, maka akan menyebabkan turunnya
nilai riil dari pendapatan sehingga melemahkan daya beli masyarakat terutama
terhadap produksi dalam negeri. Inflasi seperti pedang bermata dua, yang di satu
sisinya menguntungkan namun di sisi lain dapat merugikan negara. Inflasi juga
untuk diterka dan dapat berdampak luas. Inflasi tidak akan menjadi masalah besar
negatif shock yang diberikan dengan nominal sebesar 26,28% hingga periode ke 50.
Berbeda halnya dengan Malaysia yang merespons positif shock yang diberikan
dengan nominal hanya sebesar 6,28% hingga periode ke 75. Hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian Catao & Terrones (2001) yang melaporkan hubungan
95
estimasi panel dinamis, untuk sepuluh negara Arratibel et al. (2002) memberikan
bukti dampak signifikan dari defisit fiskal pada inflasi. Di dalam studi, hasilnya
berasal dari model dengan asumsi bank sentral independen berperilaku optimal,
yang akan menghalangi saluran bank sentral sebagai penghubung antara defisit dan
untuk menjaga tingkat inflasi melalui Inflation Targeting Framework (ITF) melalui
4 jalur, yaitu jalur suku bunga, jalur nilai tukar, jalur kredit dan jalur harga aset.
Kebijakan fiskal yang diambil oleh pemerintah untuk mengendalikan inflasi adalah
jasa berkurang yang pada akhirnya akan menurunkan harga. Hal lainnya yang dapat
dilakukan pemerintah adalah menaikkan tarif pajak, naiknya tarif pajak untuk
tingkat konsumsi dapat mengurangi permintaan barang dan jasa sehingga harga
dapat turun.
strategi untuk menghadapi inflasi. Bank Negara Malaysia sebagai bank sentral
BNM juga memberikan banyak saran kepada publik tentang cara membantu
pengeluaran yang terbaik ketika laju inflasi meningkat dengan meminimalkan biaya
pasar.
penawaran akan menentukan harga dan kuantitas suatu barang, maka penurunan
negara memiliki nilai yang berbeda berdasarkan konsumsi dan produksi minyak di
negara tersebut. Bagi negara penghasil minyak kenaikan harga minyak akan
merespons positif shock yang diberikan dengan nominal sebesar 13,67% hingga
periode ke 50. Berbeda halnya dengan Malaysia yang merespons negatif shock
97
yang diberikan dengan nominal hanya sebesar 24,91% hingga periode ke 75. Oleh
karena itu, terlihat bahwa di Malaysia variabel harga minyak dunia lebih merespons
shock dari rasio utang terhadap PDB dibandingkan dengan Indonesia. Di Malaysia,
harga minyak ditentukan oleh pemerintah melalui subsidi. Sejak tahun 2011
nilai ekspor dibandingkan dengan impor membuat Malaysia menjadi negara net
dunia, apabila terjadi peningkatan di harga minyak dunia maka akan berdampak
pada harga minyak dalam negeri dan akan berdampak pada konsumen dalam
harga minyak dapat meningkatkan harga barang dan jasa dan dalam jangka panjang
Indonesia Malaysia
Tahun
Produksi Konsumsi Produksi Konsumsi
2000 1530 1037 771 465
2001 1434 1285 751 475
2002 1340 1126 795 463
2003 1245 1143 842 480
2004 1183 1233 804 508
2005 1113 1279 807 522
2006 1053 1311 767 534
2007 997 1335 756 545
2008 1039 1361 771 669
2009 1542 1406 734 585
2010 1036 1487 733 631
2011 1027 1575 667 675
2012 1006 1698 674 670
2013 976 1664 645 715
2014 967 1688 675 745
2015 838 1571 696 790
98
memenuhi sekitar 80% dari kebutuhan. Oleh karena itu, sejak tahun 2004 Indonesia
menjadi net importir dan keluar dari OPEC. Meskipun produksi minyak dalam
yang lebih baik dibandingkan dengan negara lainnya karena tidak terdapatnya
per hari yang sebagian besar diekstrasi dari lepas pantai. Selama lebih dari dua
dekade sejak 1991 produksi minyak di Malaysia berfluktuasi antara 650.000 hingga
850.000 barel per hari, terdapat penurunan produksi minyak dikarenakan ladang
minyak yang menua. Namun, pemerintah Malaysia mendorong hal tersebut dengan
KETERBATASAN PENELITIAN
5.1 Simpulan
hasil bahwa di Indonesia terdapat hubungan satu arah dari variabel nilai
terdapat hubungan satu arah dari variabel harga minyak dunia dan inflasi
99
100
perusahaan.
menunjukkan hubungan satu arah adalah variabel nilai tukar riil, namun variabel
yang dapat merespons shock paling cepat adalah inflasi yaitu pada periode ke 45
menunjukkan hubungan satu arah dan dapat merespons shock paling cepat adalah
variabel harga minyak dunia dan inflasi namun hanya variabel harga minyak
dunia yang dapat merespons guncangan lebih cepat yaitu pada periode ke 65
dengan kontribusi sebesar 24,91% terhadap rasio utang. Oleh sebab itu, penting
terganggu dan Bank Indonesia (BI) akan menambah supply uang yang
bergejolak dan memicu inflasi yang lebih tinggi. Oleh karena itu,
101
yang dapat digunakan untuk membayar kembali utang yang dilakukan saat
minyak dunia. Penerimaan negara dari ekspor minyak mencapai satu per
5.3 Saran
dilihat hasil dari penelitian pada periode waktu yang lebih panjang guna
terhadap PDB.
adalah data tahunan sejak 1990 hingga 2019 sedangkan untuk melakukan
panjang.
tahunan, namun akan lebih baik lagi jika menggunakan metode VAR
DAFTAR PUSTAKA
Adams, C., Ferrarini, B., & Park, D. (2010). Infrastructure and Growth in
Developing Asia. ADB Economics Working Paper Series, (186), 1–53.
Afonso, A., & Jalles, J. T. (2017). Euro Area Time‐Varying Fiscal Sustainability.
International Journal of Finance and Economics, 22(3), 11.
Akram, V., & Rath, B. N. (2019). What Do We Know About Fiscal Sustainability
Across Indian States?, Economic Modelling, diunduh pada 22 Oktober 2019.
Tersedia di: https://doi.org/10.1016/j.econmod.2019.08.005
Blanchard, & Jean, O. (1990). Sugestions For A New Set Fiscal Indicators. OECD
Economics Department Working Papers, No 79, OECD Publishing Paris.
Borio, C., Lombardi, M., & Zampolli, F. (2017). Fiscal Sustainability and The
Financial Cycle. Rethinking Fiscal Policy After The Crisis, BIS Working
Paper (552), 384–413.
103
104
Bui, D.-T. (2019). Fiscal Sustainability in Developing Asia – New Evidence From
Panel Correlated Common Effect Model. Journal of Asian Business and
Economic Studies, 27(1), 66–80.
Catao, L., & Terrones, M. (2001). Fiscal Deficits and Inflation: A New Look at
the Emerging Market Evidence. IMF Working Paper, WP/01/74, 31.
Cevik, S., & Nanda, V. (2020). Riding the storm: fiscal sustainability in The
Caribbean. IMF Working Paper, WP 20/21.
Cromwell, J. B., Hannan, M. J., Labys, W. C., & Terraza, M. (1994). Multivariate
Tests For Time Series Models. United States of America: Sage Publitication.
Evaraert, G., Fouad, M., Martin, E., & Velloso, R. (2009). Disclosing Fiscal Risk
in the Post-Crisis World. IMF Staff Position Notes, 2009(18), 2.
Fatás, A., & Mihov, I. (2003). The Case for Restricting Fiscal Policy Discretion.
Quarterly Journal of Economics, 118(4), 1419–1447.
Gujarati, N. D., & Porter, C. D. (2013). Dasar Dasar Ekonometrika. (5th ed.).
Jakarta: Salemba Empat.
Iriana, R., & Sjoholm, F. (2002). Indonesia’s Economic Crisis: Contagion and
Fundamental’s. The Developing Economies, 40.
Ko, J. H., & Morita, H. (2015). Fiscal Sustainability and Regime Shifts in Japan.
Economic Modelling, 46, 364–375.
Magazzino, C., Brady, G. L., & Forte, F. (2019). A Panel Data Analysis of the
Fiscal Sustainability of G-7 Countries. The Journal of Economic
Asymmetries, 20(July), e00127.
Rajan, R. G., & Zingales, L. (2015). Financial Systems, Industrial Structure, and
Growth. Oxford Review of Economic Policy, 17.
Rother, P. (2004). Fiscal policy and Inflation Volatility. ECB Working Paper No.
317, 40.
Schick, A. (2002). Budgeting for Fiscal Risk. Oxford. The World Bank and
Oxford University Press, Chapter 3.
Schick, A., Brixi, P., & Hana. (2003). Government at Risk, Contingent Liabilities
and Fiscal Risk. Oxford: The World Bank and Oxford University Press,
Government.
Uctum, M., Thurston, T. B., & Uctum, R. (2006). Public Debt, the Unit Root
Hypothesis and Structural Breaks: A Multi Country Analysis. Economica,
73.
Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 Pasal 1(14). Keuangan Negara dan Belanja
Negara. Jakarta:RI
Wan Sulaiman, W. F., & Abdul Karim, Z. (2015). Assessing Fiscal Sustainability
for Malaysia : Fiscal Sustainability Indicators. Proceedings PERKEM 10,
(2015) 44 – 56, 10(September), 44–56.
www.bp.com/en/global/corporate/energy-economics/statistical-review-of-world-
energy.html, BP Statistical Review Of World Energy, British Petroleum,
diunduh pada April 2020.
www.data.worldbank.org/indicator/GC.DOD.TOTL.GD.ZS?locations=ID,
Central Government Debt, Total (% of GDP) – Indonesia, World Bank,
diunduh pada April 2020.
www.data.worldbank.org/indicator/GC.DOD.TOTL.GD.ZS?locations=MY,
Central Government Debt, Total (% of GDP) – Malaysia, World Bank,
diunduh pada April 2020.
www.data.worldbank.org/indicator/BN.CAB.XOKA.GD.ZS?locations=ID,
Current Account Balance (% of GDP) – Indonesia, World Bank, diunduh
pada April 2020.
108
www.data.worldbank.org/indicator/BN.CAB.XOKA.GD.ZS?locations=MY,
Current Account Balance (% of GDP) – Malaysia, World Bank, diunduh
pada April 2020.
www.data.worldbank.org/indicator/NY.GDP.MKTP.KD.ZG?locations=ID, GDP
Growth (annual %) – Indonesia, World Bank, diunduh pada April 2020.
www.data.worldbank.org/indicator/NY.GDP.MKTP.KD.ZG?locations=MY, GDP
Growth (annual %) – Malaysia, World Bank, diunduh pada April 2020.
www.data.worldbank.org/indicator/FP.CPI.TOTL.ZG?locations=ID, Inflation
consumer prices (annual %) – Indonesia, World Bank, diunduh pada April
2020.
www.data.worldbank.org/indicator/FP.CPI.TOTL.ZG?locations=MY, Inflation
consumer prices (annual %) – Malaysia, World Bank, diunduh pada April
2020.
LAMPIRAN
t-Statistic Prob.*
t-Statistic Prob.*
t-Statistic Prob.*
t-Statistic Prob.*
t-Statistic Prob.*
Prob(F-statistic) 0.000017
t-Statistic Prob.*
Malaysia
Null Hypothesis: D_BRENT has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)
t-Statistic Prob.*
t-Statistic Prob.*
t-Statistic Prob.*
t-Statistic Prob.*
t-Statistic Prob.*
t-Statistic Prob.*
(0.96318)
0.000000 0.000000 0.000000 1.000000 0.000000 64.89710
(11.9246)
0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 1.000000 -50.63728
(15.6758)
Malaysia
Date: 05/30/20 Time: 19:55
Sample (adjusted): 1992 2019
Included observations: 28 after adjustments
Trend assumption: Linear deterministic trend
Series: D_BRENT D_DEBT D_GROWTH D_INFLASI D_IR D_REER
Lags interval (in first differences): 1 to 1
Malaysia
Pairwise Granger Causality Tests
Date: 05/30/20 Time: 19:57
Sample: 1990 2019
Lags: 3
Lampiran 4 Penentuan Lag Optimal ( Lag Length Criteria) di Indonesia dan Malaysia
Indonesia
Malaysia
VAR Lag Order Selection Criteria
Endogenous variables: D_BRENT D_DEBT D_GROWTH D_INFLASI D_IR
D_REER
Exogenous variables: C
Date: 05/30/20 Time: 20:07
Sample: 1990 2019
Included observations: 27
Root Modulus
1.0
0.5
0.0
-0.5
-1.0
-1.5
-1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5
Malaysia
Roots of Characteristic Polynomial
Endogenous variables: D_BRENT D_DEBT D_GROWTH
D_INFLASI D_IR D_REER
Exogenous variables: C
Lag specification: 1 3
Date: 05/30/20 Time: 20:08
Root Modulus
1.0
0.5
0.0
-0.5
-1.0
-1.5
-1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5
Malaysia
.4 .4 .4 .4 .4 .4
.0 .0 .0 .0 .0 .0
Response of D_DEBT to D_BRENT Response of D_DEBT to D_DEBT Res ponse of D_DEBT to D_GROWTH Res ponse of D_DEBT to D_INFLASI Response of D_DEBT to D_IR Response of D_DEBT to D_REER
.4 .4 .4 .4 .4 .4
.2 .2 .2 .2 .2 .2
.0 .0 .0 .0 .0 .0
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
Res ponse of D_GROWTH to D_BR ENT Res ponse of D_GROWTH to D_DEBT Response of D_GROWTH to D_GROWTH Response of D_GROWTH to D_INFLASI Respons e of D_GROWTH to D_IR Response of D_GROWTH to D_REER
2 2 2 2 2 2
1 1 1 1 1 1
0 0 0 0 0 0
-1 -1 -1 -1 -1 -1
-2 -2 -2 -2 -2 -2
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
Response of D_INFLASI to D_BREN T Response of D_INFLASI to D_DEBT Response of D_INFLASI to D_GROWTH Res ponse of D_INFLASI to D_INFLASI Response of D_IN FLASI to D_IR Res ponse of D_INFLASI to D_REER
4 4 4 4 4 4
2 2 2 2 2 2
0 0 0 0 0 0
-2 -2 -2 -2 -2 -2
-4 -4 -4 -4 -4 -4
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
Response of D_IR to D_BRENT Response of D_IR to D_DEBT Respons e of D_IR to D_GR OWTH Respons e of D_IR to D_INFLASI Response of D_IR to D_IR Response of D_IR to D_REER
4 4 4 4 4 4
2 2 2 2 2 2
0 0 0 0 0 0
-2 -2 -2 -2 -2 -2
-4 -4 -4 -4 -4 -4
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
Res ponse of D_REER to D_BRENT Response of D_REER to D_DEBT Response of D_REER to D_GROWTH Res ponse of D_REER to D_INFLASI Response of D_REER to D_IR Respons e of D_REER to D_REER
.2 .2 .2 .2 .2 .2
.1 .1 .1 .1 .1 .1
.0 .0 .0 .0 .0 .0
Malaysia
132
.4 .4 .4 .4 .4 .4
.0 .0 .0 .0 .0 .0
Response of D_DEBT to D_BRENT Response of D_DEBT to D_DEBT Respons e of D_DEBT to D_GROWTH Response of D_DEBT to D_INFLASI Response of D_DEBT to D_IR Response of D_DEBT to D_REER
.2 .2 .2 .2 .2 .2
.1 .1 .1 .1 .1 .1
.0 .0 .0 .0 .0 .0
Response of D_GROWTH to D_BRENT Respons e of D_GROWTH to D_DEBT Respons e of D_GROWTH to D_GROWTH Response of D_GROWTH to D_INFLASI Response of D_GROWTH to D_IR Response of D_GROWTH to D_REER
4 4 4 4 4 4
2 2 2 2 2 2
0 0 0 0 0 0
-2 -2 -2 -2 -2 -2
-4 -4 -4 -4 -4 -4
10 20 30 40 50 60 70 10 20 30 40 50 60 70 10 20 30 40 50 60 70 10 20 30 40 50 60 70 10 20 30 40 50 60 70 10 20 30 40 50 60 70
Res ponse of D_INFLASI to D_BRENT Response of D_INFLASI to D_DEBT Response of D_IN FLASI to D_GROWTH Res ponse of D_INFLASI to D_INFLASI Response of D_INFLASI to D_IR Respons e of D_INFLASI to D_REER
1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0
Response of D_IR to D_BRENT Response of D_IR to D_DEBT Response of D_IR to D_GROWTH Response of D_IR to D_INFLASI Response of D_IR to D_IR Response of D_IR to D_REER
20 20 20 20 20 20
10 10 10 10 10 10
0 0 0 0 0 0
Response of D_REER to D_BRENT Response of D_REER to D_DEBT Response of D_REER to D_GROWTH Response of D_REER to D_INFLASI Response of D_REER to D_IR Response of D_REER to D_REER
.08 .08 .08 .08 .08 .08
Variance
Decomposition
of D_BRENT:
Period S.E. D_BRENT D_DEBT D_GROWTH D_INFLASI D_IR D_REER
Variance
Decomposition
of D_DEBT:
Period S.E. D_BRENT D_DEBT D_GROWTH D_INFLASI D_IR D_REER
Variance
Decomposition
of
D_GROWTH:
Period S.E. D_BRENT D_DEBT D_GROWTH D_INFLASI D_IR D_REER
Variance
Decomposition
of D_INFLASI:
Period S.E. D_BRENT D_DEBT D_GROWTH D_INFLASI D_IR D_REER
Variance
Decomposition
of D_IR:
Period S.E. D_BRENT D_DEBT D_GROWTH D_INFLASI D_IR D_REER
Variance
Decomposition
of D_REER:
Period S.E. D_BRENT D_DEBT D_GROWTH D_INFLASI D_IR D_REER
Cholesky
Ordering:
D_BRENT
D_DEBT
D_GROWTH
D_INFLASI
D_IR D_REER
Malaysia
Variance
Decomposition
: of D_BRENT
Period S.E. D_BRENT D_DEBT D_GROWTH D_INFLASI D_IR D_REER
Variance
Decomposition
: of D_DEBT
Period S.E. D_BRENT D_DEBT D_GROWTH D_INFLASI D_IR D_REER
Variance
Decomposition
of
D_GROWTH:
Period S.E. D_BRENT D_DEBT D_GROWTH D_INFLASI D_IR D_REER
Variance
Decomposition
: of D_INFLASI
Period S.E. D_BRENT D_DEBT D_GROWTH D_INFLASI D_IR D_REER
Variance
Decomposition
of D_IR:
Period S.E. D_BRENT D_DEBT D_GROWTH D_INFLASI D_IR D_REER
Variance
Decomposition
: of D_REER
Period S.E. D_BRENT D_DEBT D_GROWTH D_INFLASI D_IR D_REER