Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

Askep pada Klien Tn.A dengan Hipertensi


di Puskesmas Ambacang Kota Padang
Ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan tugas Mata Kuliah Praktek Homecare

Oleh

Nama : Nurhayani
NIM : 19112250

Dosen Pembimbing Akademik


Aida Minropa, SKM. M. Kep

Dosen Pembimbing Klinik


Ns. Sasrawati, S. Kep

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN


STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG
2021
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN ASMA

I. KONSEP DASAR PENYAKIT


A. Pengertian
Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran napas yang
mengalami radang kronik bersifat hiper responsive sehingga apabila terangsang oleh
faktor risiko tertentu, jalan napas menjadi tersumbat dan aliran udara terhambat
karena konstriksi bronkus, sumbatan mucus, dan meningkatnya proses radang
(Almazini, 2012).
Asma adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami penyempitan
karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan,
penyempitan ini bersifat sementara. Asma dapat terjadi pada siapa saja dan dapat
timbul di segala usia, tetapi umumnya asma lebih sering terjadi pada anak – anak usia
di bawah 5 tahun dan orang dewasa pada usia sekitar 30 tahun atau lebih (Saheh,
2011).

Asma adalah keadaan yang menunjukkan respon abnormal saluran nafas


terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas yang
meluas dimana penyempitan jalan nafas disebabkan oleh bronkospasme, edema
mukosa dan hiper sekresi mukus yang ketat. (Price,S.A.2005).

Asma adalah gangguan inflamasi kronik jalan nafas yang melibatkan berbagai
sel inflamasi, dasar penyakit ini adalah hiperaktifitas bronkus dalam berbagai tingkat,
obstruksi jalan nafas dan gejala pernafasan. (Mansjoer, 2007).

B. Anatomi Fisiologi
Sistem pernafasan terdiri dari komponen berupa saluran pernafasan yang

dimulai dari hidung, pharing, laring, trakea, bronkus, bronkiolus, alveolus. Saluran

pernafasan bagian atas dimulai dari hidung sampai trakea dan bagian bawah dari

bronkus sampai alveolus. Fungsi utama sistem pernafasan adalah menyediakan

oksigen untuk metabolisme jaringan tubuh dan mengeluarkan karbondioksida sebagai

sisa metabolisme jaringan. Sedangkan fungsi tambahan sistem pernafasan adalah

mempertahankan keseimbangan asam basa dalam tubuh, menghasilkan suara,

memfasilitasi rasa kecap, mempertahankan kadar cairan dalam tubuh serta

mempertahankan keseimbangan panas tubuh.

Tercapainya fungsi utama pernafasan didasarkan pada empat proses yaitu:

ventilasi (keluar masuknya udara pernafasan), difusi (pertukaran gas di paru-paru),

transportasi (pengangkutan gas melalui sirkulasi) dan perfusi (pertukaran gas di

jaringan). Adapun kondisi yang mendukung dari proses pernafasan adalah tekanan

oksigen atau udara atmosfer harus cukup, kondisi jalan nafas dalam keadaan normal,

kondisi otot pernafasan dan tulang iga harus baik, ekspansi dan rekoil paru, fungsi

sirkulasi (jantung), kondisi pusat pernafasan dan hemoglobin sebagai pengikat

oksigen.

Berikut ini dijelaskan lebih rinci mengenai anatomi dan fisiologi dari organ-

organ pernafasan:

1. Hidung

merupakan saluran pernafasan teratas. Ditempat ini udara pernafasan

mengalami proses yaitu penyaringan (filtrasi), penghangatan dan pelembaban

(humidifikasi). Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa respirasi
yang terdiri dari epitel thoraks bertingkat, bersilia dan bersel goblet. Bagian

belakang hidung berhubungan dengan pharing disebut nasopharing.

2. Pharing

Berada di belakang mulut dan rongga nasal. Dibagi dalam tiga bagian yaitu

nasopharing, oropharing, dan laringopharing. Pharing merupakan saluran

penghubung antara saluran pernafasan dan saluran pencernaan. Bila makanan

masuk melalui oropharing, epiglotis akan menutup secara otomatis sehingga

aspirasi tidak terjadi.

3. Laring

Berada di atas trakea di bawah pharing. Sering kali disebut sebagai kotak

suara karena udara yang melewati daerah itu akan membentuk bunyi. Laring

ditunjang oleh tulang-tulang rawan, diantaranya yang terpenting adalah tulang

rawan tiroid (Adam Apple) yang khas pada pria, namun kurang jelas pada wanita.

Di bawahnya terdapat tulang rawan krikoid yang berhubungan dengan trakea.

4. Trakea

Terletak di bagian depan esophagus, dan mulai bagian bawah krikoid kartilago

laring dan berakhir setinggi vertebra torakal 4 atau 5. Trakea bercabang menjadi

bronkus kanan dan kiri. Tempat percabangannya disebut karina yang terdiri dari 6

– 10 cincin kartilago.

5. Bronkus

Dimulai dari karina, dilapisi oleh silia yang berfungsi menangkap partikel-

partikel dan mendorong sekret ke atas untuk selanjutnya dikeluarkan melalui

batuk atau ditelan. Bronkus kanan lebih gemuk dan pendek serta lebih vertikal

dibanding dengan bronkus kiri.

6. Bronkiolus
Merupakan cabang dari bronkus yang dibagi ke dalam saluran-saluran kecil

yaitu bronkiolus terminal dan bronkiolus respirasi. Keduanya berdiameter ≤ 1

mm. Bronkiolus terminalis dilapisi silia dan tidak terjadi difusi di tempat ini.

Sebagian kecil hanya terjadi pada bronkiolus respirasi.

7. Alveolus

Duktus alveolus menyerupai buah anggur dan merupakan cabang dari

bronkiolus respirasi. Sakus alveolus mengandung alveolus yang merupakan unit

fungsional paru sebagai tempat pertukaran gas. Diperkirakan paru-paru

mengandung ± 300 juta alveolus (luas permukaan ± 100 m2) yang dikelilingi oleh

kapiler darah.

Dinding alveolus menghasilkan surfaktan (terbuat dari lesitin) sejenis fosfolipid

yang sangat penting dalam mempertahankan ekspansi dan rekoil paru. Surfaktan

ini berfungsi menurunkan ketegangan permukaan dinding alveoli. Tanpa surfaktan

yang adekuat maka alveolus akan mengalami kolaps.

8. Paru-paru

Paru merupakan jaringan elastis yang dibungkus (dilapisi) oleh pleura. Pleura

terdiri dari pleura viseral yang langsung membungkus/ melapisi paru dan pleura

parietal pada bagian luarnya. Pleura menghasilkan cairan jernih (serosa) yang

berfungsi sebagai lubrikasi. Banyaknya cairan ini lebih kurang 10 – 15 cc.

Lubrikasi dimaksudkan untuk mencegah iritasi selama respirasi. Peredaran darah

ke paru-paru melalui dua pembuluh darah yaitu arteri pulmonalis dan arteri

bronkialis.

C. Klasifikasi
1. Asma Alergik
Disebabkan oleh allergen / allergen – allergen yang dikenal missal ( serbuk sari,
binatang, makanan, dan jamur) kebanyakan allergen terdapat di udara dan musiman.
Pasien dengan asma alergik biasanya mempunyai riwayat medis masa lalu eczema
atau rhinitis alergik. Pemajanan terhadap allergen mencetuskan serangan asma.
Anak – anak dengan asma alergik sering mengatasi kondisi sampai masa remaja.
2. Asma Idiopatik/ non alergik
Tidak berhubungan dengan allergen spesifik. Factor – factor, seperti common cold,,
infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan polutan lingkungan dapat
mencetuskan serangan. Beberapa agens farmakologi, seperti aspirin dan agens anti
inflamasi nonsteroid lain, pewarna rambut, antagonis bête adrenergic, dan agens
sulfit (pengawet makanan) juga mungkin menjadi factor. Serangan asma idiopatik/
nonalergik menjadio lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan
dapat berkembang menjadi bronchitis kronis dan emfisema.
3. Asma Gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk
alergik maupun bentuk idiopatik/ nonalergik

D. Etiologi
Penyakit asma bronchial ini disebabkan oleh beberapa factor yaitu :
1. Faktor predisposisi
a) Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi
biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena
adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit bronkhial
jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran
pernafasannya juga bisa diturunkan.
2. Faktor presipitasi
a) Asma alergik
Alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
1) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
2) Ingestan, yang masuk melalui mulut
ex: makanan dan obat-obatan
3) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
ex: perhiasan, logam dan jam tangan

b) Asma non alergik


1) Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi
asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya
serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim,
seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan
dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
2) Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu
juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala
asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami
stress/gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah
pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum
bisa diobati.
3) Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma.
Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja
di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala
ini membaik pada waktu libur atau cuti.
4) Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan
aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah
menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya
terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.

Penyebab pada penderita asma, penyempitan saluran pernafasan merupakan


respon terhadap rangsangan yang pada paru-paru normal mempengaruhi saluran
pernafasan. Penyempitan ini dapat dipicu oleh berbagai rangsangan, seperti serbuk
sari, debu, bulu binatang, asap, udara dingin dan olahraga. Pada suatu serangan
asma , otot polos dari bronki mengalami kejang dan jaringan yang melapisi saluran
udara mengalami pembengkakan karena adanya peradangan dan pelepasan lendir
ke dalam saluran udara. Hal ini akan memperkecil diameter dari saluran udara
(disebut bronkokonstriksi) dan penyempitan ini menyebabkan penderita harus
berusaha sekuat tenaga supaya dapat bernafas. Sel-sel tertentu di dalam saluran
udara (terutama sel mast) diduga bertanggungjawab terhadap awal mula terjadinya
penyempitan ini. Sel mast di sepanjang bronki melepaskan bahan seperti histamin
dan leukotrien yang menyebabkan terjadinya:
- kontraksi otot polos
- peningkatan pembentukan lendir
- perpindahan sel darah putih tertentu ke bronki.

Sel mast mengeluarkan bahan tersebut sebagai respon terhadap sesuatu


yang mereka kenal sebagai benda asing (alergen), seperti serbuk sari, debu halus
yang terdapat di dalam rumah atau bulu binatang. Tetapi asma juga bisa terjadi
pada beberapa orang tanpa alergi tertentu. Reaksi yang sama terjadi jika orang
tersebut melakukan olah raga atau berada dalam cuaca dingin. Stres dan kecemasan
juga bisa memicu dilepaskannya histamine dan leukotrien. Sel lainnya (eosnofil)
yang ditemukan di dalam saluran udara penderita asma melepaskan bahan lainnya
(juga leukotrien), yang juga menyebabkan penyempitan saluran udara. Gejala
Frekuensi dan beratnya serangan asma bervariasi. Beberapa penderita lebih sering
terbebas dari gejala dan hanya mengalami serangan serangan sesak nafas yang
singkat dan ringan, yang terjadi sewaktu-waktu. Penderita lainnya hampir selalu
mengalami batuk dan mengi (bengek) serta mengalami serangan hebat setelah
menderita suatu infeksi virus, olah raga atau setelah terpapar oleh alergen maupun
iritan. Menangis atau tertawa keras juga bisa menyebabkan timbulnya gejala. Suatu
serangan asma dapat terjadi secara tiba-tiba ditandai dengan nafas yang berbunyi
(wheezing, mengi, bengek), batuk dan sesak nafas. Bunyi mengi terutama
terdengar ketika penderita menghembuskan nafasnya. Di lain waktu, suatu
serangan asma terjadi secara perlahan dengan gejala yang secara bertahap semakin
memburuk. Pada kedua keadaan tersebut, yang pertama kali dirasakan oleh seorang
penderita asma adalah sesak nafas, batuk atau rasa sesak di dada. Serangan bisa
berlangsung dalam beberapa menit atau bisa berlangsung sampai beberapa jam,
bahkan selama beberapa hari.
E. Manifestasi klinis
Gejala-gejala yang lazim muncul pada asma bronchial adalah batuk, dispnea,
dan mengi. Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan
gejala klinis, tapi pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam,
gelisah, duduk dengan menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan
bekerja dengan keras. Gejala klasik dari asma bronkial ini adalah sesak nafas, mengi (
whezing ), batuk, dan pada sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada. Gejala-
gejala tersebut tidak selalu dijumpai bersamaan. Pada serangan asma yang lebih
berat , gejala-gejala yang timbul makin banyak, antara lain : silent chest, sianosis,
gangguan kesadaran, hyperinflasi dada, tachicardi dan pernafasan cepat dangkal .
Serangan asma seringkali terjadi pada malam hari, Selain gejala tersebut, ada
beberapa gejala menyertainya :
1. Takipnea
2. Gelisah
3. Diaphorosis
4. Nyeri di abdomen karena terlihat otot abdomen dalam pernafasan
5. Fatigue ( kelelahan)
6. Tidak toleran terhadap aktivitas: makan, berjalan, bahkan berbicara.
7. Serangan biasanya bermula dengan batuk dan rasa sesak dalam dada
disertai pernafasan lambat.
8. Ekspirasi selalu lebih susah dan panjang disbanding inspirasi
9. Sianosis sekunder
10. Gerak-gerak retensi karbondioksida seperti : berkeringat, takikardia, dan
pelebaran tekanan nadi.
11. Seragan dapat berlangsung dari 30 menit sampai beberapa jam dan dapat
hilang secara spontan.

Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu :


1. Tingkat I :
Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru. Timbul
bila ada faktor pencetus baik di dapat alamiah maupun dengan test provokasi
bronkial di laboratorium.
2. Tingkat II :
Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan
adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas. Banyak dijumpai pada klien setelah
sembuh serangan.
3. Tingkat III:
Tanpa keluhan, Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya,
obstruksi jalan nafas, penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan
mudah diserang kembali.
4. Tingkat IV :
Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing, pemeriksaan
fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
5. Tingkat V :
Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut
yang berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai,
asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel.
Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti : Kontraksi otot-otot
pernafasan, cyanosis, gangguan kesadaran, penderita tampak letih, takikardi.

F. Patofisiologi
Perubahan jaringan pada asma tanpa komplikasi terbatas pada bronkus dan
terdiri dari spasme otot polos, edema mukosa, dan infiltrasi sel-sel Radang yang
menetap dan hipersekresi mucus yang kental. Keadaan ini pada orang-orang yang
rentan terkena asma mudah ditimbulkan oleh berbagai rangsangan, yang menandakan
suatu keadaan hiveraktivitas bronkus yang khas.Orang yang menderita asma memilki
ketidakmampuan mendasar dalam mencapai angka aliran uadara normal selama
pernapasan (terutama pada ekspirasi). Ketidakmampuan ini tercermin dengan
rendahnya usaha ekspirasi paksa pada detik pertama, dan berdasarkan parameter yang
berhubungan aliran. Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkus
yang menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas
bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma
tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi
mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody IgE abnormal dalam
jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen
spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat
pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil.
Bila seseorang menghirup alergen maka antibody IgE orang tersebut meningkat,
alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan
sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis
yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan
bradikinin. Histamine yang dihasilkan menyebabkan kontraksi otot polos bronkiolus.
Apabila respon histaminnya berlebihan, maka dapat timbul spasme asmatik. Karena
histamine juga merangsang pembentukan mucus dan meningkatkan permeabilitas
kapiler, maka juga akan terjadi kongesti dan pembengkakan ruang intestinum paru,
sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.
Selain itu olahraga juga dapat berlaku sebagai suatu iritan, karena terjadi aliran
udara keluar masuk paru dalam jumlah besar dan cepat. Udara ini belum mendapat
perlembaban (humidifikasi), penghangatan, atau pembersihan dari partikel-partikel
debu secara adekuat sehingga dapat mencetuskan asma. Pada asma, diameter
bronkhiolus menjadi semakin berkurang selama ekspirasi dari pada selama inspirasi.
Hal ini dikarenakan bahwa peningkatan tekanan dalam intrapulmoner selama usaha
ekspirasi tak hanya menekan udara dalam alveolus tetapi juga menekan sisi luar
bronkiolus. Oleh karena itu pendeita asma biasanya dapat menarik nafas cukup
memadai tetapi mengalami kesulitan besar dalam ekspirasi. Ini menyebabkan dispnea,
atau ”kelaparan udara”. Kapsitas sisa fungsional paru dan volume paru menjadi sangat
meningkat selama serangan asma karena kesulitan mengeluarkan udara dari paru-
paru. Setelah suatu jangka waktu yang panjang, sangkar dada menjadi membesar
secara permanent, sehingga menyebabkan suatu ”barrel chest” (dad seperti tong).
G. WOC Asma
H. Komplikasi
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah
1. Pneumothoraks
Pneumothoraks adalah keadaan adanya udara di dalam rongga pleura yang
dicurigai bila terdapat benturan atau tusukan dada. Keadaan ini dapat
menyebabkan kolaps paru yang lebih lanjut lagi dapat menyebabkan kegagalan
nafas. Kerja pernapasan meningkat, kebutuhan O2 meningkat. Orang asam tidak
sanggup memenuhi kebutuhan O2 yang sangat tinggi yang dibutuhkan untuk
bernapas melawan spasme bronkhiolus, pembengkakan bronkhiolus, dan mukus
yang kental. Situasi ini dapat menimbulkan pneumothoraks akibat besarnya
teklanan untuk melakukan ventilasi.
2. Ateleltaksis
Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat
penyumbatan saluran udara ( bronkus maupun bronkiolus ) atau akibat pernafasan
yang sangat dangkal.
3. Status asmatikus
Merupakan asma yang berat dan persisten yang tidak berespon terhadap terapi
konvensional, akibat dari asma yang tidak ditangai dengan serius.
4. Bronchitis
Bronkhitis atau radang paru-paru adalah kondisi di mana lapisan bagian dalam
dari saluran pernapasan di paru-paru yang kecil (bronchiolis) mengalami bengkak.
Selain bengkak juga terjadi peningkatan produksi lendir (dahak). Akibatnya
penderita merasa perlu batuk berulang-ulang dalam upaya mengeluarkan lendir
yang berlebihan, atau merasa sulit bernafas karena sebagian saluran udara menjadi
sempit oleh adanya lendir
5. Aspergilosis
Aspergilosis merupakan penyakit pernafasan yang disebabkan oleh jamur dan
tersifat oleh adanya gangguan pernafasan yang berat. Penyakit ini juga dapat
menimbulkan lesi pada berbagai organ lainnya, misalnya pada otak dan mata.
Istilah Aspergilosis dipakai untuk menunjukkan adanya infeksi Aspergillus sp.
Aspergilosis Bronkopulmoner Alergika (ABPA) adalah suatu reaksi alergi
terhadap jamur yang disebut aspergillus, yang menyebabkan peradangan pada
saluran pernafasan dan kantong udara.
I. Pemeriksaan Diagnostik
1. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling
cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan
bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pamberian
bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan
FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asthma. Tidak
adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak
saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat
obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan tetapi
pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.
2. .Uji Provokasi bronkus
Menurut Heru Sundaru (2001) dilakukan jika spirometri normal, maka dilakukan
uji provokasi bronkus dengan allergen, dan hanya dilakukan pada pasien yang
alergi terhadap allergen yang di uji
3. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
a) Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal
eosinophil
b) Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang
bronkus
c) Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
d) Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid
dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
4. Uji kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
5. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3
bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu:
a) Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan
clock wise rotation.
b) Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB
(Right bundle branch block).
c) Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan
VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.

6. Pemeriksaan Ig E
Pemeriksaan kadar Ig E total dan Ig E spesifik dalam sputum Pemeriksaan Ig E
dalam serum juga dapat membantu menegakkan diagnosis asma, tetapi ketetapan
diagnosisnya kurang karena lebih dari 30 % menderita alergi.
7. Foto dada ( scanning paru) Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari
bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
8. Analisis gas darah
Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis. Kadang pada darah terdapat peningkatan
dari SGOT dan LDH.
9. Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana
menandakan terdapatnya suatu infeksi.

J. Penatalaksanaan
1. Medis
a. Farmakologi
Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2
golongan:
1) Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin)
Nama obat : Orsiprenalin (Alupent), Fenoterol (berotec) dan Terbutalin
(bricasma). Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk
tablet, sirup,suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI
(Metered dose inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang
dihirup (Ventolin Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan
broncodilator (Alupent, Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh alat
khusus diubah menjadi aerosol (partikel-partikel yang sangat halus ) untuk
selanjutnya dihirup.
2) Santin (teofilin)
Nama obat: Aminofilin (Amicam supp), Aminofilin (Euphilin Retard) dan
Teofilin (Amilex). Efek dari teofilin sama dengan obat golongan
simpatomimetik, tetapi cara kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat
ini dikombinasikan efeknya saling memperkuat. Cara pemakaian : Bentuk
suntikan teofillin / aminofilin dipakai pada serangan asma akut, dan
disuntikan perlahan-lahan langsung ke pembuluh darah. Karena sering
merangsang lambung bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya diminum
sesudah makan. Itulah sebabnya penderita yang mempunyai sakit lambung
sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini. Teofilin ada juga dalam bentuk
supositoria yang cara pemakaiannya dimasukkan ke dalam anus.
Supositoria ini digunakan jika penderita karena sesuatu hal tidak dapat
minum teofilin (misalnya muntah atau lambungnya kering).
3) Kromalin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan
asma. Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama anak-anak.
Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain, dan
efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu bulan.
4) Ketolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya
diberikan dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungnan obat ini adalah
dapat diberika secara oral.

b. Keperawatan
1) Memberikan penyuluhan
2) Menghindari faktor pencetus.
3) Pemberian cairan.
4) Fisiotherapy.
5) Beri O2 bila perlu.
6) Edukasi penderita
7) Menilai dan memonitor besarnya penyakit secara objektif dengan
mengukur fungsi paru
K. Pencegahan
Pasien dengan asma kambuhan harus menjalani pemeriksaan mengidentifikasi
substansi yang mencetuskan terjadinya serangan. Penyebab yang mungkin dapat saja
bantal, kasur, pakaian jenis tertentu, hewan peliharaan ; kuda, detergen, sabun,
makanan tertentu, jamur, dan serbuk sari. Jika serangan berkaitan dengan musim,
maka serbuk sari dapat menjadi dugaan kuat. Upaya harus dibuat untuk menghindari
agen penyebab kapan saja memungkinkan. Cairan diberikan karena individu dengan
asma mengalami dehidrasi akibat diaphoresis dan kehilangan cairan tidak kasaat mata
dengan hiperventilasi.

II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian

Pengkajian adalah pengumpulan, pengaturan, validasi, dan dokumentasi data


(informasi) yang sistematis dan bersinambungan.

Sebenarnya, pengkajian adalah proses bersinambungan yang dilakukan pada semua


fase proses keperawatan. Misalnya, pada fase evaluasi, pengkajian dilakukan untuk
melakukan hasil strategi keperawatan dan mengevaluasi pencapaian tujuan. Semua fase
proses keperawatan bergantung pada pengumpulan data yang akurat dan lengkap (Kozier,
Berman, & Snyder, 2011).

1. Identitas Klien

a. Usia: asma bronkial dapat menyerang segala usia tetapi lebih


sering dijumpai pada usia dini. Separuh kasus timbul sebelum usia 10 tahun dan
sepertiga kasus lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun.
b. Jenis kelamin: laki-laki dan perempuan di usia dini sebesar 2:1 yang kemudian
sama pada usia 30 tahun.
(Soemantri, 2009)
c. Tempat tinggal dan jenis pekerjaan: lingkungan kerja
diperkirakan merupakan faktor pencetus yang menyumbang 2- 15% klien dengan
asma bronkial (Muttaqin, 2012). Kondisi rumah, pajanan alergen hewan di dalam
rumah, pajanan asap rokok tembakau, kelembapan, dan pemanasan (Francis, 2011).
2. Riwayat penyakit

a. Keluhan Utama
Keluhan utama yang timbul pada klien dengan asma bronkial adalah dispneu (bisa
sampai berhari-hari atau berbulan-bulan), batuk, dan mengi (Soemantri, 2009).
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat penyakit sekarang yang biasa timbul pada pasien asma yaitu pasien
mengalami sesak nafas, batuk berdahak, pasien yang sudah menderita penyakit asma,
bahkan keluarga yang sudah menderita penyakit asma/faktor genetik (Ghofur A,
2008).
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Terdapat data yang menyertakan adanya faktor predisposisi timbulnya penyakit ini, di
antaranya adalah riwayat alergi dan riwayat penyakit saluran nafas bagian bawah
(Soemantri, 2009).
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Klien dengan asma bronkial sering kali didapatkan adanya riwayat penyait keturunan,
tetapi pada beberapa klien lainnya tidak ditemukan penyakit yang sama pada anggota
keluarganya (Soemantri, 2009).
e. Pola Hidup
Perempuan lebih rentan terhadap laki-laki. Risiko akan bertam- bah pada perempuan
yang merokok atau tinggal pada daerah yang padat polusi dan tercemar (Mumpuni &
Wulandari, 2013).
f. Faktor Sosial Ekonomi
Pengkajian terhadap faktor-faktor sosial/ekonomi yang berdampak pada kesehatan
(Marrelli, 2008).

3. Pola Fungsi Kesehatan

1. Nutrisi
Terjadi penurunan berat badan yang cukup drastis sebagai akibat dari hilangnya nafsu
makan karena produksi dahak yang makin melimpah (Padila, 2012).
2) Eliminasi
Penderita asma dilarang menahan buang air besar dan buang air kecil. Kebiasaan
menahan buang air besar akan menyebabkan feses menghasilkan radikal bebas yang
bersifat meracuni tubuh, menyebabkan sembelit, dan semakin mempersulit pernafasan
(Mumpuni & Wulandari, 2013).
3. Aktivitas
Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernafas (Wijaya
& Putri, 2013).
a. Istirahat/tidur
Susah tidur karena sering batuk atau terbangun akibat dada sesak (Mumpuni &
Wulandari, 2013). Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk
tinggi (Wijaya & Putri, 2013).
b. Aktivitas
1) Pekerjaan: lingkungan kerja diperkirakan merupakan faktor
pencetus yang menyumbang 2-15% klien dengan asma bronkial (Muttaqin, 2012).
2) ADL
Perasaan selalu merasa lesu dan lelah akibat kurangnya pasokan O2ke seluruh tubuh
(Mumpuni & Wulandari, 2013).
3) Pemeriksaan ekstermitas (atas dan bawah)
Perasaan selalau merasa lesu dan lelah akibat kurangnya pasokan O2 ke seluruh tubuh
(Mumpuni & Wulandari, 2013).

4. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan Umum Klien


Keadaan umumpada pasien asma yaitu compas metis, lemah, dan sesak nafas.
b. Pemeriksaan kepala dan muka
Inspeksi : pemerataan rambut, berubah/tidak, simetris, bentuk
wajah.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak rontok, tidak ada oedema.
c. Pemeriksaan telinga
Inspeksi : simetris, tidak ada lesi, tidak ada nyeri tekan. Palpasi : tidak ada nyeri
tekan.
d. Pemeriksaan mata
Inspeksi : simetris, tidak ada lesi, tidak ada oedema, konjungtiva
anemis, reflek cahaya normal. Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
e. Pemeriksaan mulut dan farink
Inspeksi : mukosa bibir lemah, tidak ada lesi disekitar mulut,
biasanya ada kesulitan dalam menelan.
Palpasi : tidak ada pembesaran tonsil.
f. Pemeriksaan leher
Inspeksi : simetris, tidak ada peradangan, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
g. Pemeriksaan payudara dan ketiak
Inspeksi : ketiak tumbuh rambut/tidak, kebersihan ketiak, ada lesi/tidak,ada
benjolan/tidak.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
h. Pemeriksaan thorak
1) Pemeriksaan paru
Inspeksi : batuk produktif/nonproduktif, terdapat sputum yang
kental dan sulit dikeluarkan, dengan menggunakan otot-otot tambahan, sianosis
(Somantri, 2009). Mekanika bernafas,pernafasan cuping hidung, penggunaan
oksigen,dan sulit bicara karena sesak nafas (Marelli, 2008).
Palpasi : bernafas dengan menggunakan otot-otot tambahan (Somantri, 2009).
Takikardi akan timbul diawal serangan, kemudian diikuti sianosis sentral
(Djojodibroto, 2016).
Perkusi : lapang paru yang hipersonor pada perkusi (kowalak, Welsh, & Mayer,
2012).
Auskultasi : respirasi terdengar kasar dan suara mengi (wheezing) pada fase respirasi
semakin menonjol (Somantri, 2019).
2) Pemeriksaanjantung
Inspeksi : ictuscordis tidak tampak.
Palpasi : ictus cordis terdengar di ICS V mid clavicula kiri. Perkusi : pekak.
Auskultasi : BJ 1dan BJ 2 terdengar tunggal, ada suara
tambaha/tidak.
i. Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : bentuk tidak simetris.
Auskultasi : bising usus normal (5-30x/menit).
Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
Perkusi : tympani.
j. Pemeriksaan integumen
Inspeksi : kulit berwarna sawo matang, tidak ada lesi, tidak ada oedema.
Palpas : integritas kulit baik, tidak ada nyeri tekan.
k. Pemeriksaan anggota gerak (ekstermitas)
Inspeksi : otot simetri, tidak ada fraktur. Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
l. Pemeriksaan genetalia dan sekitar anus
Inspeksi : tidak terdapat lesi, tidak ada benjolan, rambut pubis
merata.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
1. Pemeriksaan Penunjang
1) Spirometri
2) Uji Provokasi bronkus
3) Pemeriksaan sputum
4) Uji kulit
5) Elektrokardiografi
6) Pemeriksaan Ig E
7) Foto dada
8) Analisis gas darah

B. Diagnosa keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d Bronkospasme
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan suplai oksigen yang tidak
adekuat (spasme bronkus)
3. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang familier dengan sumber
informasi, salah interpretasi informasi, kurang pajanan informasi, keterbatasan
kognitif.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan masukan oral
C. Intervensi

No SDKI SLKI SIKI


1. Bersihan Jalan Nafas Bersihan Jalan Nafas Latihan Batuk Efektif
Tidak Efektif (D.0001) Setelah dilakukan tindakan Observasi :
Kategori : Fisiologi keperawatan selama 3x24 1. Identifikasi kemampuan batuk
Subkategori : Respirasi jam maka bersihan jalan
2. Monitor adanya retensi sputum
nafas meningkat. Dengan
Definisi : kriteria hasil : 3. Monitor tanda dan gejala infeksi
Ketidakmampuan 1. Batuk efektif cukup saluran napas
membersihkan secret meningkat (4)
atau obstruksi jalan
2. Produksi sputum cukup
nafas untuk
menurun (4) Terapeutik :
mempertahankan jalan
1. Atur posisi semi-Fowler atau Fowler
nafas tetap paten. 3. Mengi cukup menurun
(4) 2. Buang sekret pada tempat sputum

4. Dispnea cukup menurun


(4)

5. Ortopnea cukup
menurun (4) Edukasi :

6. Sulit bicara cukup 1. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk

menurun (4) efektif

7. Sianosis cukup menurun 2. Anjurkan tarik napas dalam melalui

(4) hidung selama 4 detik, ditahan


selama 2 detik, kemudian keluarkan
8. Gelisah cukup menurun
dari mulut dengan bibir mencucu
(4)
9. Frekuensi nafas cukup (dibulatkan) selama 8 detik
membaik (4)
3. Anjurkan mengulangi tarik napas
10. Pola nafas cukup dalam hingga 3 kali
membaik (4)
4. Anjurkan batuk dengan kuat
langsung setelah tarik napas dalam
yang ketiga.

2. Gangguan Pertukaran Pertukaran Gas Pemantauan Respirasi


Gas (D.0003) Setelah dilakukan tindakan Observasi :
Ketegori : Fisiologis keperawatan selama 3x24 1. Monitor frekuensi, irama kedalaman
Subkategori : Respirasi jam maka gangguan dan upaya napas
pertukaran gas meningkat.
2. Monitor pola napas (seperti
Definisi : Dengan kriteria hasil :
bradipnea, takipnea, hiperfentilasi,
Kelebihan atau 1. Dispnea cukup menurun
kekuranan oksigenasi kussmaul, cheyne-stokes, biot,
(4)
dan / atau eliminasi ataksik)
2. Bunyi nafas tambahan
karbondioksida pada
3. Monitor kemampuan batuk efektif
cukup menurun (4)
alveolus – kapiler.
4. Monitor adanya produksi sputum
3. Takikardi cukup
menurun (4) 5. Monitor adanya sumbatan jalan
napas
4. Penglihatan kabur
cukup menurun (4) 6. Auskultasi bunyi napas

5. Diaphoresis cukup 7. Monitor saturasi oksigen


menurun (4)
8. Monitor nilai AGD
6. Gelisah cukup menurun
(4)

7. Nafas cuping hidung


cukup menurun (4)

8. PCO2 cukup membaik (4)


9. PO2 cukup membaik (4)

10. pH arteri cukup


membaik (4)

11. Sianosis cukup membaik


(4)

12. Pola nafas cukup Terapeutik :


membaik (4) 1. Atur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
13. Warna kulit cukup
membaik (4) 2. Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan

2. Informasikan hasil pemantauan, jika


perlu

3. Defisit Pengetahuan setelah dilakukan asuhan Perilaku Upaya Kesehatan


(D.0111) keperawatan selama 1x 30 Observasi
Kategori: Perilaku menit diharapkan tingkat 1) Identifikasi kesiapan dan kemampuan
Subkategori: pengetahuan pasien menerima informasi Terapeutik
penyuluhan meningkat dengan kriteria 1) Sediakan materi dan media pendidikan
hasil : kesehatan
Defenisi: 1) Perilaku sesuai anjuran 2) Jadwalkan pendidikan kesehatan
Ketiadaan atau meningkat sesuai kesepakatan
kurangnya informasi 2) Kemampuan menjelaskan 3) Berikan kesempatan untuk bertanya
kognitif yang berkaitan pengetahuan tentang suatu 4) Gunakan variasi mode pembelajaran
dengan topik tertentu topik meningkat 5) Gunakan pendekatan promosi
3)Kemampuan kesehatan dengan
menggambarkan pengalaman memperhatikan pengaruh dan hambatan
sebelumnya yang sesuai dari lingkungan, sosial serta budaya.
dengan topik meningkat 6)Berikan pujian dan dukungan terhadap
4) Perilaku sesuia dengan usaha positif dan pencapaiannya
pengetahuan meingkat Edukasi
5) Pertanyaan tentang 1) Jelaskan penanganan masalah
masalah yang dihadapi kesehatan
menurun 2) Informasikan sumber yang tepat yang
6) Presepsi yang keliru tersedia di masyarakat
terhadap masalah menurun 3) Anjurkan menggunakan fasilitas
kesehatan
4) Anjurkan menentukan perilaku
spesifik yang akan diubah (mis.
keinginan mengunjungi fasilitas
kesehatan)
5) Ajarkan mengidentifikasi tujuan yang
akan dicapai
6) Ajarkan program kesehatan dalam
kehidupan sehari hari
4. Defisit Nutrisi (D.0019) Status Nutrisi Manajemen Nutrisi
Kategori : Fisiologi Setelah dilakukan tindakan Observasi :
Subkategori : Nutrisi keperawatan selama 3x24 1. Identifikasi status nutrisi
dan Cairan jam maka defisit nutrisi
2. Identifikasi alergi dan intoleran
membaik. Dengan kriteria
makanan
Definisi : hasil :
Asupan nutrisi tidak 1. Porsi makanan yang 3. Identifikasi makanan yang disukai
cukup untuk memenuhi dihabiskan cukup
kebutuhan metabolisme. 4. Identifikasi kebutukan kalori dan
meningkat (4)
jenis nutrien
2. Kekuatan otot
5. Monitor asupan makanan
pengunyak cukup
meningkat (4) 6. Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium
3. Kekuatan otot menelan
cukup meningkat (4)
4. Nafsu makan cukup
membaik (4)

Terapeutik:
1. Berikan makanan tinggi serat untuk
mencegah konstipasi

2. Berikan makanan tinggi kalori dan


tinggi protein

Edukasi :
1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu

Kolaborasi :
1. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan, jika perlu
D. IMPLEMENTASI

Pelaksanaan/implementasi merupakan tahap keempat dalam proses keperawatan


dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah
direncanakan. Dalam tahap ini perawat harus mengetahui berbagai hal, diantaranya
bahaya fisik dan perlindungan kepada pasien, teknik komunikasi, kemampuan dalam
prosedur tindakan, pemahaman tentang hak-hak pasien tingkat perkembangan pasien.
Dalam tahap pelaksanaan terdapat dua tindakan yaitu tindakan mandiri dan tindakan
kolaborasi.

E. EVALUASI
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas pasien dapat teratasi
2. Kerusakan pertukaran gas pada pasien dapat teratasi
3. Deficit pengetahuan pasien dapat teratasi
4. Defisit Nutrisi pasien teratasi
DAFTAR PUSTAKA

Somantri, I. (2012). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem


Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika.

Mutaqqin, A (2008). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem


Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika.

PPNI.Standar Diagnoa Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi dan Indikator.


Jakarta : DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai