Anda di halaman 1dari 9

Third molar pericoronitis in neutropenia

Perikoronitis molar ketiga pada pasien neutropenia


Fumiya Kano, Norihisa Ichimura, Yukiko Wakayama, Kazuto Okabe, Hiroki Sakakura, Hideharu Hibi.

JOURNAL READING RADIOLOGI KEDOKTERAN GIGI

Oleh:
ADI ANUGRAH HUTAMA
04074881820023

Dosen Pembimbing: drg. Shinta Amini, Sp.RKG

PROGRAM STUDI PROFESI KEDOKTERAN GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PALEMBANG 2021
I. TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi

Periocoronitis adalah sebuah peradangan atau inflamasi yang terjadi pada jaringan lunak
disekitar mahkota gigi yang tidak erupsi dengan sempurna, termasuk didalamnya adalah gingiva
dan juga dental folikel.1 Pericoronitis juga dikenal dengan sebutan operculitis. Pericoronitis
sangat erat hubungannya dengan molar 3, terutama molar 3 rahang bawah, namun bukan berarti
pericoronitis tidak bisa terjadi pada gigi lainnya. Diantara banyaknya masalah rongga mulut yang
bersifat akut, pericoronitis masuk kedalam jajaran pertama atau kedua. 1,2 Pericoronitis sangat
sering ditemukan/terjadi pada usia remaja dan dewasa muda. Insiden tertinggi kejadian
pericoronitis ada pada usia 20-29 tahun, dan sangat jarang terjadi pada umur dibawah 20 tahun
atau diatas 40 tahun. Gejala yang umum ditunjukkan adalah sakit, pembengkakan, trismus,
halitosis, bad taste, peradangan dari flap pericoronal dan keluarnya pus, dan tak jarang pula
inflamasi diperparah oleh trauma yang diakibatkan oleh gigi antagonis. 1-3 Pada keadaan yang
lebih parah, periocoronitis dapat mengakibatkan terjadinya abses pericoronal yang terlokalisir
maupun menyebar hingga ke daerah gigi tetangga. 2,3 Tidak terdapat perbedaan yang siginifikan
terhadap insidensi baik pada jenis kelamin laki-laki maupun perempuan. Terlihat sebuah variasi
musim pada kejadian Pericoronitis ini, dimana angka kejadian tinggi pada bulan Juni dan
Desember.1 Angka kejadian pericoronitis pada gigi dengan pola impaksi vertikal sebesar 67%,
pola mesio-angular 12%, distoangular 14% dan posisi lain sebesar 7%. Terdapat hubungan yang
signifikan antara tingkat keparahan dari pericoronitis yang terjadi dengan status oral hygiene.1,2

2. Epidemiologi

Pericoronitis lebih sering mengenai molar tiga pada rahang bawah dibandingkan molar
tiga rahang atas.2,3 Hal ini disebabkan insidensi terhadap impaksi partial pada rahang atas lebih
jarang terjadi dan juga berhubungan dengan jarak dengan anterior border mandibula. 2 Predileksi
perikoronitis terhadap molar tiga berkaitan dengan umur erupsi gigi. Sebagian besar kasus sering
terjadi pada umur dewasa muda. Tercatat dari 245 pasien didapatkan 81% berumur 20-29 tahun
dan 13% berumur 30-39 tahun.1-3
3. Etiologi
Perikoronitis merupakan suatu proses infeksi yang sampai saat ini penyebabnya belum
diketahui dengan pasti. Beberapa literatur menghubungkan penyebab infeksi ini dari flora normal
mulut. Adanya keterlibatan Streptococcus viridans, Spirochaeta dan Fussobacteria. Penelitian
lain mengatakan adanya campuran infeksi Prevotella intermedia, Peptostreptococcus micros,
Fusobacterium nucleatum, Actinomycetes comitans, Veilonella dan Capnosytopaga. Walaupun
infeksi perikoronitis berhubungan juga dengan bakteri anaerob, tetapi penyebab mikro
organismenya berbeda dengan yang melibatkan periodontitis.4
Hal ini berkaitan erat dengan patogenesis dimana peradangan terjadi akibat adanya celah
pada perikoronal yang menjadi media subur bagi koloni bakteri, disertai berbagai trauma dari
gigi yang bersebelahan. Faktor lain yang berperan diantaranya stress emosional, merokok, daya
tahan tubuh yang rendah, penyakit sistemik, dan infeksi saluran pernafasan atas.1,4

4. Patogenesis
Proses inflamasi pada perikoronitis terjadi karena terkumpulnya debris dan bakteri di
saku gusi perikoronal gigi yang sedang erupsi atau impaksi. Adanya akumulasi dari plak dan
sisa-sisa makanan di saku gusi perikoronal sulit diraih saat membersihkan gigi.4,5
Pada saku gusi perikoronal ini akan terjadi proses inflamasi akut dengan gejala-gejala
inflamasi, sedangkan bila proses inflamasi kronis bisa timbul gejala ataupun tanpa gejala. 4
Apabila debris dan bakteri terperangkap jauh ke dalam saku gusi perikoronal maka akan
terbentuk abses. Inflamasi bisa juga terjadi karena trauma yang dihasilkan dari erupsi gigi molar
rahang atas.4,5

5. Manifestasi Klinis
Perikoronitis akut tampak sebagai lesi merah, bengkak, supuratif dan lunak, dengan rasa sakit
parah yang menjalar hingga ke telinga, tenggorokam dasar mulut, TMJ dan juga regio
submandibular bagian posterior.2,3 Pasien juga terkadang merasakan rasa sakit saat mengunyah
atau menggigit dan juga mengakibatkan pasien sulit untuk tidur. Impaksi makanan yang
persisten dibawah flap pericoronal juga dapat menyebabkan rasa sakit periodontal dan juga
pulpitis (sekunder terhadap karies) yang dikeluhkan pasien. Pasien juga mengeluhkan rasa sakit
saat menelan (dysphagia), halitosis, dan ketidakmampuan pasien untuk menutup mulut.3,4,6
Pembengkakan pada pipi di regio angulus mandibula juga sering terjadi ditambah dengan
trismus. Komplikasi-komplikasi sistemik seperti demam, leukositosis, malaise,
lymphadenopathy dapat memperparah kejadian perikoronitis.6

Perikoronitis kronis memiliki karakter rasa sakit yang tumpul dan ketidaknyaman yang sedang,
berangsur-angsur selama kurang lebih 2 hari hingga berbulan-bulan.1,6 Area ulserasi akibat
perikoronitis kronis dapat tampak seperti necrotizing ulcerative gingivitis.6 Pasien juga sering
kali mengeluhkan rasa tidak enak pada mulut. Kehamilan dan keletihan dapat mempengaruhi
angka kejadian perikoronitis.4,5,7
6. Gambaran Radiografi

Gambaran radiografi untuk pasien perikoronitis bisa tidak ada apabila lesi inflamasi hanya
terbatas pada jaringan lunak dan sklerosis menuju osteomielitis untuk kasus yang lebih parah.
Lokasi. Ketika tulang mengalami perubahan terkait dengan perikoronitis, lokasinya berpusat
pada ruang folikular atau pada bagian mahkota yang masih terpendam dalam tulang atau yang
dekat dengan tulang. Tulang pada mandibula molar ketika menjadi lokasi yang paling banyak.7,8

Batas. Perikoronitis pada gambar radiografi berbatas tidak jelas dengan transisi bertahap dari
pola trabecular normal menjadi sklerotik7,8

Struktur internal. Struktur internal tulang yang berdekatan dengan lokasi perikoronitis paling
sering adalah sklerotik dengan trabekula yang tebal. Apabila lesi telah menyebar sangat luas,
maka struktur internal tulang berubah menjadi pola osteomyelitis.7,8

Efek terhadap jaringan sekitar. Perikoronitis dapat menyebabkan resorbsi jaringan tulang
sekitar.6,7,8

7. Diagnosis Banding9

Salah satu diagnosis banding dari pericoronitis secara radiografi adalah dentigerous cyst dan
follicular space. Perbedaan yang mendasar antara pericoronitis dan juga dentigerous cyst adalah
dentigerous cyst merupakan kista yang terbentuk disekitar mahkota gigi yang tidak erupsi,
disebabkan oleh akumulasi cairan pada lapisan epitel residu enamel atau antara epitel dan
mahkota dari gigi yang tidak erupsi. Dentigerous cyst juga biasanya tidak menyebabkan rasa
sakit atau rasa tidak nyaman pada pasien. Perikoronitis pada sisi lain adalah inflamasi jaringan
operculum disekitar mahkota gigi yang erupsi tidak sempurna.
8. Gambaran Histopatologis

Gambaran khas secara histologi dari lesi pericoronitis adalah adanya epithel lining dari flap
pericoronal yang mengalami hiperplastik disertai edema interseluler dan infiltrasi dari
leukosit.9,10 Jaringan ikat yang berada dibawah epitel mengalami peningkatan vaskularitas dan
infiltrasi oleh limfosit dan sel plasma. Juga terdapat sejumlah leukosit polimorfonuklear pad
ajaringan ikat flap perikoronal yang terinflamasi.10

9. Penatalaksanaan
Fokus perawatan adalah menanggulangi infeksi. Namun strategi perawatan tergantung dari dua
faktor, pertama dari beratnya infeksi dan yang kedua penyebaran dari infeksi tersebut. Untuk
infeksi yang telah menyebar ke KGB atau rongga fasialis maka membutuhkan terapi yang lebih
ekstensif. 1,2,7,8

Perikoronitis yang terlokalisasi dan dalam tahap ringan-sedang dapat ditangani secara
konservatif yaitu dengan debridemen dan drainase dari pericoronal pocket . Jika terdapat abses
maka harus dilakukan drainase yang dilakukan dengan cara insisi.7,8 Monitoring pasca perawatan
diperlukan untuk memastikan resolusi dari fase akut. Setelah itu perlu dilakukan koreksi secara
operatif, salah satunya adalah reseksi jaringan perikoronal untuk mencegah berulangnya infeksi.
Umumnya debridemen dan drainase memberikan hasil berupa pengurangan gejala namun
beberapa klinisi menggunakan antibiotik sistemik dan sebagian lagi menggunakan antibiotik
topikal walaupun keuntungan baik dari segi efektifitas dan biaya belum diketahui.7-9
Jika gigi yang terkena nonfungsional atau dianggap tidak dapat digunakan karena malposisi atau
alasan lain ekstraksi biasanya dianggap patut untuk dilakukan. Jika perikoronitis terbatas dan
tidak ada tanda-tanda abses, maka dapat langsung dilakukan ekstraksi atau ditunggu sampai fase
akut terlewati namun jika terdapat pus sebelumnya dilakukan irigasi dan drainase, dan jika dalam
keadaan gawat darurat perlu diberikan antibiotik profilaksis sesudah ektraksi.6,7

Dalam keadaan perikoronitis dengan tanda adanya penjalaran regional maka terapi dilakukan
seperti diatas dan ditambah dengan terapi antimikroba secepatnya. Ekstraksi ditunda sampai
infeksi telah terlokalisir atau hilang.6,7

II. TERJEMAHAN JURNAL


Perikoronitis Molar Ketiga pada Pasien Neutropenia
Fumiya Kano, Norihisa Ichimura, Yukiko Wakayama, Kazuto Okabe, Hiroki Sakakura, Hideharu Hibi.

Perempuan asal Philadelphia berumur 40 tahun dengan penyakit ALL (Acute Lymphoblastic
Leukimia) yang sedang menjalani terapi methrotexate, cytarabine, dan dasatinib memperlihatkan
pembengkakak pada pipi bagian kanan dan lymphadenopathy pada servikal bagian kanan.
Transplantasi darah umbilical cord ditetapkan sebagai perawatan untuk pasien. Setelah 1 bulan,
pasien tersebut diberikan perawatan yaitu ekstraksi molar ketiga kanan mandibula. Pada
pemeriksaan klinis, kondisi pasien febrile (suhu badan 98,60F), dan denyut nadi pasien berada di
angka 82 denyut/menit, tekanan darah 104/62mm Hg, respirasi 16 kali/menit, dan saturasi
oksigen pada angka 98% pada udara ruangan. Tidak ada tanda-tanda adanya keluaran pus pada
pemeriksaan soket gigi. Tidak ada lesi oral yang terlihat.
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan jumlah sel darah putih pada angka 0,4 x 10 3/uL,
hemoglobin 8,5 g/dL, dan jumlah platelet 24 x 103/uL. Protein C-reactive pasien adalah
3,31mg/dL. BUN pasien pada angka 11 mg/dL dengan serum creatinine 0,55mg/dL. Jumlah
absolut netrofil pasien kurang dari 100 dan hari pemeriksaan laboratorium dilakukan pada hari
ke-10 pasien mengidap neutropenia severe. Pemeriksaan CT menunjukkan temuan lesi radioopak
(2x1mm) yang tampak seperti bagian dari mahkota gigi pada sisi mesial soket sisa ekstraksi gigi.
Sebagai tambahan, tulang kortikal mandibula bagian lingual menunjukkan gambaran terputus.
Kultur darah negatif. Pasien diberikan obat cefepime, namun pembengkakan tidak juga mereda
dan pasien masih mengidap demam. Lalu, pasien diberikan obat meropenem. Setelah jumlah
netrofil absolut pasien naik menjadi 100, terlihat keluaran pus dari socket tempat gigi pasien
diekstraksi. 3 hari setelah nya, pembengkakak dan keadaan pus pada rongga mulut pasien
berangsur membaik. Setelah 2 minggu, tidak terdapat tanda-tanda inflamasi pada pasien dan
pasien menjalani transplantasi cord blood. Setelah dilakukan engrafment, tidak ada tanda-tanda
inflamasi yang ditunjukkan oleh pasien.
Perawatan kemoterapi untuk mengobati malignansi hematological dapat berakibat kepada
myelosupression dan meningkatnya kemungkinan tubuh untuk terpapar infeksi. Kemoterapi
memiliki banyak efek samping, beberapa diantaranya dapat mempengaruhi area fasial. Semua
hal dirongga mulut pasien yang dapat memicu terjadinya infeksi/menjadi sumber infeksi harus
dieliminasi secara total dengan perawatan dental profilaksis sebelum memulai perawatan
kemoterapi. Pada kasus diatas, pasien terkena infeksi rongga mulut meskipun tanpa adanya
odontogenic foci. Hal ini bisa jadi diakibatkan oleh infeksi pada soket bekas dilakukan ekstraksi
gigi yang tidak menjadi purulen hingga jumlah absolut netrofil naik. Berdasarkan laporan yang
telah ada, pasien-pasien yang mengidap neutropenia akan cenderung memiliki flora pada rongga
mulut yang berbeda dengan keadaan normal. Sangat penting untuk memilih antimikrobial yang
tepat untuk perawatan pasien dengan infeksi terlokalisir seperti ini, bahkan pada pasien yang
afebrile. Pada kasus diatas, purulensi focal baru terjadi setelah jumlah absulut netrofil naik.
Gambar 1. Temuan radioopak pada sisi mesial bagian soket ekstraksi tampak seperti bagian dari mahkota gigi, dan hilangnya
kontinuitas dari tulang kortikal dapat dilihat pada bagian lingual.

Anda mungkin juga menyukai