Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH SDM GLOBAL

D
I
S
U
S
U
N
OLEH :

KELOMPOK 1

1. CHINDY LILI CARAMITA SIPAYUNG 219410082


2. JULIANA LASE 219410056
3. ANASTASYA JENTRI SILABAN 219410040
4. MELLYNIA SANTAYOVA 219410024
5. DEDE SONYA GRACE PURBA 219410034
6. MEISY RUTH CRISTIN PINEM 219410059
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Menurut Dowling Manajemen sumber daya manusia Internasional adalah
penggunaan sumber daya internasional untuk mencapai tujuan organisasi tanpa
memandang batasan geografis. Definisi tersebut menyatakan bahwa manajemen
sumber daya manusia global adalah pemanfaatan sumber daya manusia untuk
mencapai tujuan organisasi.
Sedangkan Morgan mendefinisikan Manajemen sumber daya manusia global
sebagai pengaruh yang mempengaruhi diantara ketiga dimensi aktivitas-akivitas
sumber daya manusia, tipetipe karyawan, dan negara-negara operasi.

ISI
Fenomena global yang terjadi pada sebagian besar negara di dunia adalah
migrasi internasional (termasuk migrasi tenaga kerja). Fenomena ini terus
berkembang seiring pola hubungan yang terjalin antar negara dalam berbagai
dimensi. Meningkatnya hubungan antar negara pada gilirannya berpengaruh pada
identitas atau migrasi ke negara bersangkutan. Era globalisasi yang sedang
berproses telah meniupkan angin optimisme yang tinggi dalam bidang ekonomi
melebihi masa lalu dalam peradaban manusia. Era ini ditandai antara lain dengan
terbentuknya pasar tunggal dalam perekonomian dunia.
Pada sisi lain, pergerakan modal termasuk mobilitas sumber daya manusia
sedemikian menarik sehingga fenomena migrasi tenaga kerja internasional tidak
terelakan.
Meningkatnya jumlah pekerja migran dari tahun ke tahun, untuk bekerja di
luar negeri merupakan salah satu indikator dari globalisasi atau integrasi
internasional.Indonesia sebagai bagian integral dari ekonomi global tidak dapat
melepaskan diri dari dinamika tersebut, sehingga pengiriman pekerja migran ke
luar negeri berdampak signifikan pada makro ekonomi.Karena itu dalam
perkrmbangannya, negara-negara tujuan TKI dari tahun ke tahun juga terus
bertambah.

Salah satu indikator pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah ditunjukan


dengan perbaikan tingkat produk domestik regional bruto (PDRB) yang mengacu
pada total nilai moneter dari semua barang dan jasa yang telah dihasilkan di dalam
batas-batas geografis tertentu. Secara sederhana produk domestik regional bruto ini
dapat dihitung berdasarkan nilai keluaran semua barang dan jasa jadi. Meskipun
pendapatan dari buruh migran (remitan) merupakan pendapatan dari luar negeri
yang tidak diperhitungkan dalam PDRB, tetapi pemanfaatannya sebagai alat untuk
menuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga dan investasi serta tabungan di dalam
negeri, maka hal tersebut akan berpengaruh terhadap produk domestik regional
bruto.
Program penempatan Tenaga Kerja Indonesia (selanjutnya disingkat dengan:
TKI) ke luar negeri merupakan salah satu upaya penanggulangan masalah
pengangguran. Peranan pemerintah dalam program ini dititikberatkan pada aspek
pembinaan, perlindungan dan memberikan berbagai kemudahan kepada pihak yang
terkait, khususnya TKI dan perusahaan jasa penempatan tenaga kerja Indonesia
(selanjutnya disingkat dengan: PJTKI). Selain bermanfaat untuk mengurangi
tekanan pengangguran, program penempatan TKI juga memberikan manfaat
berupa peningkatan kesejahteraan keluarganya melalui gaji yang diterima atau
remitansi. Selain itu, juga meningkatkan keterampilan TKI karena mempunyai
pengalaman kerja di luar negeri. Bagi Negara, manfaat yang diterima adalah
berupa peningkatan penerimaan devisa, karena para TKI yang bekerja tentu
memperoleh imbalan dalam bentuk valuta asing.
Banyaknya jumlah tenaga kerja di Indonesia dari tahun ke tahun semakin
meningkat, tetapi jumlah lapangan pekerjaan yang ada tidak dapat mengimbangi
jumlah pencari kerja tersebut. Salah satu penyebabnya yaitu pembangunan di
Indonesia dalam berbagai sektor banyak memerlukan tenaga kerja yang
mempunyai keahlian dan ketrampilan yang tinggi, sehingga tenaga kerja Indonesia
yang ada belum mampu mengisi sepenuhnya posisi tersebut. Hal ini terbukti
negara kita masih saja menggunakan Tenaga Kerja Asing. Oleh sebab itu
pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk mengirimkan tenaga kerja Indonesia ke
luar negeri. Dampak positif dari pengiriman TKI ini yaitu mengurangi
pengangguran, dan menghasilkan devisa yang banyak.
Di tahun 2006 , jumlah devisa yang diterima oleh negara sebesar Rp. 60
trilliun. Sedangkan dampak negatifnya yaitu, banyaknya permasalahan yang
dialami TKI dimulai ketika mereka masih menjadi calon TKI, ketika berada di
negara tempat mereka kerja, dan ketika kembali ke Tanah Air.
Permasalahan tersebut antara lain: penipuan, penganiayaan, pelecehan
seksual, pemerkosaan, bahkan sampai ada yang meninggal dunia. Ironisnya pelaku
tindakan tidak menyenangkan tersebut bisa lolos dari jeratan hukum. Banyaknya
jumlah tenaga kerja di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat, tetapi
jumlah lapangan pekerjaan yang ada tidak dapat mengimbangi jumlah pencari
kerja tersebut. Salah satu penyebabnya yaitu pembangunan di Indonesia dalam
berbagai sektor banyak memerlukan tenaga kerja yang mempunyai keahlian dan
ketrampilan yang tinggi, sehingga tenaga kerja Indonesia yang ada belum mampu
mengisi sepenuhnya posisi tersebut. Hal ini terbukti negara kita masih saja
menggunakan Tenaga Kerja Asing.
Oleh sebab itu pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk mengirimkan
tenaga kerja Indonesia ke luar negeri. Dampak positif dari pengiriman TKI ini
yaitu mengurangi pengangguran, dan menghasilkan devisa yang banyak.
Di tahun 2006 , jumlah devisa yang diterima oleh negara sebesar Rp. 60
trilliun. Sedangkan dampak negatifnya yaitu, banyaknya permasalahan yang
dialami TKI dimulai ketika mereka masih menjadi calon TKI, ketika berada di
negara tempat mereka kerja, dan ketika kembali ke Tanah Air.
Permasalahan tersebut antara lain: penipuan, penganiayaan, pelecehan
seksual, pemerkosaan, bahkan sampai ada yang meninggal dunia. Ironisnya pelaku
tindakan tidak menyenangkan tersebut bisa lolos dari jeratan hukum.

DAMPAK POSITIF PENGIRIMAN TKI KE MALAYSIA


Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengiriman TKI ke Malaysia
dapat menimbulkan dampak positif dan dampak negatif bagi Indonesia-Malaysia.
Dampak positif bagi Indonesia antara lain adalah menambah devisa negara,
terpenuhinya lapangan kerja bagi penduduknya, meningkatnya pendapatan dan
taraf hidup para TKI. Sedangkan dampak negatifnya antara lain adalah
ketergantungan Indonesia pada negara lain dalam hal penyediaan lapangan kerja,
citra Indonesia menjadi kurang baik dimata negara lain.
Dampak positif bagi Malaysia antara lain adalah mempercepat laju pertumbuhan
ekonomi negara
Malaysia dengan tersedianya lapangan kerja yang relatif murah.

DAMPAK NEGATIF
Dampak negatif bagi Indonesia-Malaysia adalah sering terjadi tindak
kekerasan ataupun kasus kemanusiaan lainnya yang dapat memicu ketegangan
kedua negara. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia dan Malaysia harus lebih
cepat dan tanggap dalam mengatasi masalah-masalah sosial yang berhubungan
dengan ketenagakerjaan dengan penegakan hukum yang semestinya, lebih
mengedepankan kepentingan persahabatan kedua negara.Pemerintah diharapkan
dalam kedepannya secara bertahap sebisanya mengurangi jumlah pengiriman TKI
keluar negeri, mengolah sumber daya alam yang tersedia sehingga menciptakan
peluang kerja di dalam negeri.

Dengan disahkannya Undang-undang nomor 39 Tahun 2004 tentang


Perlindungan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, maka
semakin jelas dan nyata kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah
dalam mengatur penempatan TKI.Pasal 1 angka (1) Undang-undang nomor 39
Tahun 2004 memberikan definisi yuridis "Tenaga Kerja Indonesia yang
selanjutnya disebut dengan TKI adalah setiap warga negara Indonesia yang
memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri dalam hubungan kerja untuk jangka
waktu tertentu dengan menerima upah. Sedangkan dalam Pasal 1 angka (3) dalam
Undang-undang nomor 39 Tahun 2004 bahwa yang dimaksud dengan
"Penempatan TKI adalah kegiatan pelayanan untuk mempertemukan TKI sesuai
bakat, minat, dan kemampuannya dengan pemberi kerja di luar negeri yang
meliputi keseluruhan proses perekrutan, pengurusan dokumen, pendidikan dan
pelatihan, penampungan, persiapan pemberangkatan, pemberangkatan sampai ke
negara tujuan, dan pemulangan dari negara tujuan."
CONTOH KASUS
Derita Anisa, TKW Asal Aceh yang Disiksa Majikan Hingga Kabur dan
Bersembunyi di Atas Pohon. Senin, 22 Juli 2019 11:32

Derita Anisa, TKW Asal Aceh yang Disiksa Majikan Hingga Kabur dan
Bersembunyi di Atas Pohon
Senin, 22 Juli 2019 11:32
Penyiksaan kembali menimpa seorang tenaga kerja wanita (TKW) asal
Indonesia di Malaysia.
Anisa (25) TKW asal Gampong Alue Dua, Kecamatan Nisam Antara, Aceh
Utara menjadi korban penyiksaan majikannya di Malaysia. Korban yang menderita
luka akibat siksaan akhirnya dibuang oleh sang majikan hingga ditolong oleh TKI
lainnya. Kasus penyiksaan yang menimpa TKW asal Aceh ini pertama kali
diketahui setelah korban menghubungi sang kakak yang ada di Indonesia.
Anisa bisa menghubungi, Jefri(34), kakak iparnya setelah meminjam
handphone milik TKI yang berkerja di sebuah hotel di Malaysia. Dari penuturan
Jefri, Anisa pergi merantau ke Malaysia menjadi seorang pembantu rumah tangga
sejak 8 November 2017 silam. Anisa memilih menjadi pembantu rumah tangga di
negeri tetangga karena terdesak kebutuhan ekonomi, terutama untuk membantu
biaya adik-adiknya bersekolah dan memenuhi kebutuhan keluarga. Sang ayah yang
selama ini menjadi tulang punggung keluarga meninggal dunia sehingga
membuatnya memilih untuk pergi ke Malaysia menjadi pembantu rumah tangga.
Anisa juga hanya sekali mengirim uang melalui agen sebesar Rp 1,5 juta setelah
bekerja tiga bulan.
“Selama ini, kami tak bisa menghubunginya lagi, karena nomornya tak bisa
dihubungi. Belakangan kami dapat informasi, HP-nya sudah dirampas
majikannya,” katanya. Jefri bercerita jika dia mengetahui Anisa disiksa dan
dibuang majikannya, setelah adik iparnya menghubunginya pada Jumat
(20/7/2019) malam.
“Saat saya buka HP sore itu, banyak sekali panggilan tak terjawab dari
nomor Malaysia. Kemudian saya menghubungi kembali nomor tersebut dan
ternyata Anisa yang menelepon,” katanya. Setelah terhubung, Anisa langsung
menangis dan pelan-pelan ia bercerita jika selama bekerja, ia dipukuli majikannya.
Akibatnya gigi bagian atas rontok.
Selain itu, sekujur tibuhnya juga penuh bekas luka terutama di bagian kepala
dan tubuhnya menjadi lebih kurus, “Padahal dulu adik saya itu tidak kurus seperti
sekarang,” katanya.
Majikannya disebut-sebut adalah oknum penegak hukum di Malaysia. Saat
menelpon Jefri, Anisa bercerita sempat kabur dari rumah majikannya dan
sembunyi di atas pohon. Tapi karena tak tahan haus dan lapar, pada malam hari dia
memilih turun dari pohon untuk meminta tolong kepada seorang warga India yang
ditemuinya. Karena prihatin, oleh warga India di Malaysia, Anisa dibawa ke rumah
sakit untuk berobat.
Tapi kemudian keberadaan Anisa ditemukan oleh majikannya. Lalu oleh
majikannya, Anisa dibawa ke suatu lokasi dan dekat sebuah hotel, lalu
ditinggalkan begitu saja. Kemudian seorang TKI yang bekerja sebagai petugas
hotel prihatin melihat kondisi Anisa dan menolongnya. TKI itu pun membantu
Anisa menghubungi Jefri. “Setelah mengetahui kejadian tersebut, saya
menghubungi saudara yang berada di Malaysia untuk menjemput Anisa. Sehingga
ia aman sekarang meski masih di Malaysia,” katanya.
Pihak keluarga berharap supaya Anisa bisa segera dibawa pulang.
“Kami berharap kasus ini harus diproses hukum. Tapi untuk sementara kami
sangat berharap agar Anisa secepatnya dibawa pulang. Kami khawatir ia akan
diambil lagi oleh majikannya untuk menutupi kesalahan,” katanya. (*)

Permasalahan
Dengan adanya perlakuan yang diterima oleh Tenaga Kerja Indonesia yang
bekerja di luar negeri sebelum pemberangkatan, penempatan, dan purna
penempatan, bagaimanakah perlindungan hukum terhadap mereka?

Pembahasan
Pemerintah Indonesia memanggil Duta Besar Malaysia di Jakarta dan
menyampaikan kecaman menyusul kasus penyiksaan TKI itu terus berulang.
Kementerian Luar Negeri RI mengatakan tengah mendorong perundingan kembali
nota kesepakatan antara dua negara terkait penempatan buruh migran yang lebih
aman. Kecaman serupa juga disampaikan Koalisi Reformasi Hukum
Ketenagakerjaan (LLRC) yang berbasis di Malaysia kepada pemerintah setempat
untuk menuntaskan serta menghentikan kasus-kasus kekerasan terhadap buruh
migran.
Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri masih kurang komprehensif,
karena masih memposisikan TKI sebagai ekspor komoditi, bukan sebagai manusia
dengan segala harkat dan martabatnya. Dengan demikian Undang-Undang ini
belum menciptakan sistem yang berpihak kepada TKI. Apabila negara tidak segera
membenahi lubang-lubang dari Undang-Undang tersebut, bangsa kita dapat
dikategorikan sebagai pelanggar Deklarasi Umum HAM (1948), Konvensi
Pencegahan Perdagangan Manusia dan Eksploitasi Pelacur (1949), Konvensi
Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukum lain yang Kejam, Tidak
Manusiawi dan Merendahkan Martabat Manusia (1984), dan Konvensi Hak Anak
(1989), karena Indonesia merupakan negara yang ikut menandatangani semua
konvensi tersebut. Sebagian besar permasalahan dialami oleh TKI sektor informal
yang berangkat ke luar negeri melalui jalur ilegal, dimana latar belakang
pendidikan mereka kurang dan berasal dari keluarga miskin. Di Dalam Negeri
sendiri (pra pemberangkatan) mereka sudah mendapatkan perlakuan yang
merugikan. Contohnya yakni:
1. Dalam perekrutan TKI.
Pengerah Jasa Tenaga Kerja (PJTKI) umumnya tidak menggunakan petugas
resmi perusahaan melainkan melalui calo, dimana calo tersebut
memanfaatkan peluang untuk mencari kepentingan pribadi. Hal ini terlihat
dari beragamnya jumlah biaya yang mereka pungut, mulai dari ratusan ribu
hingga jutaan rupiah. Bagi yang mau membayar dimuka jumlahnya lebih
kecil tetapi bisa juga dibayar setelah kerja dengan akad utang yang tentu
jumlahnya lebih besar. Padahal, majikan sudah mengeluarkan recruiting fee
kepada PJTKI.

2. Pemalsuan dokumen.
Biasanya yang dipalsukan yaitu usia tenaga kerja, hal ini kerap terjadi baik
melalui KTP atau paspor. Pelakunya disini selain calo, juga aparat negara
yaitu pembuat KTP di kantor desa/kelurahan dan pihak imigrasi yang
mengeluarkan paspor.

3. Ditempat penampungan.
Disini mereka diperlakukan seadanya, bahkan menjadi objek pemerasan dan
pelecehan seksual oleh petugas keamanan maupun pegawai PJTKI. PJTKI
memang memberikan pelatihan, namun kurikulum yang diberikan tidak
dirancang sesuai dengan kebutuhan, melainkan hanya sebatas menggunakan
peralatan rumah tangga dan bahasa asing sekadarnya. Padahal, mereka
membutuhkan wawasan dan pengetahuan yang berkaitan dengan negara
tujuan, jenis pekerjaan, hak dan tanggung jawab, bagaimana cara membaca
dan mengisi kontrak kerja, apa yang harus dilakukan jika terjadi
penganiayaan dan bagaimana meningkatkan posisi tawar dengan majikan
dan dengan pihak yang berkompeten. Ditempat penampungan ini juga tidak
ada kejelasan waktu, sampai kapan mereka harus tinggal. Mulai dari
berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan. Ironisnya biaya selama hidup
dipenampungan ditanggung sendiri oleh TKI.
Sebenarnya, pemerintah telah mengambil langkah-langkah dalam melindungi
TKI supaya mereka terhindar dari tindakan-tindakan yang merugikan mereka.
Langkah-langkah tersebut antara lain:
1. Mengeluarkan Surat Keputusan Menakertrans Nomor 157/MEN/2003
tentang asuransi Perlindungan TKI di luar negeri
2. Menandatangani perjanjian kerjasama penempatan TKI (MOU) dengan
beberapa negara penerima TKI yaitu Yordania serta Kuwait (1996) dan
Malaysia (2004)
3. Melakukan pendampingan para TKI dibeberapa negara (Arab Saudi,
Kuwait, dan Malaysia) oleh tim advokasi, yang beranggotakan PNS dan
mahasiswa yang bekerja di negara itu serta pengacara lokal dari negara
setempat. Tim advokasi ini bertugas mendata, memantau dan membela TKI
di luar negeri
4. Memberlakukan sistem satu pintu untuk pengiriman TKI ke Singapura
melalui embarkasi Batam
5. Meningkatkan kualitas TKI yang akan ditempatkan keluar negeri, khususnya
untuk pembantu rumah tangga (PRT) dibatasi minimal berpendidikan SLTP.
Mereka diharapkan mempunyai kemampuan yang leebih baik dalam
ketrampilan kerja, penguasaan bahasa negara tujuan dan mempunyai
kesiapan mental yang lebih baik serta sudah memenuhi syarat usia minimum
TKI
6. Melakukan koordinasi dengan instansi terkait di negara penerima TKI dalam
penanganan penempatan dan perlindungan TKI.
7. Mengeluarkan Undang-Undang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar
Negeri (PPTKLN)
8. Mengeluarkan Undang-Undang Nomor 39 tahun 2004 tentang Penempatan
dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar negeri

Jika pemerintah serius ingin melindungi calon TKI/TKI,


• pertama yang harus dilakukan yaitu melakukan pembenahan, dimulai dari
perekrutan. Pada tahap ini dilakukan pengawasan dan penertiban terhadap
oknum PJTKI (calo) dan oknum pemerintah. Kalau perlu perekrutan TKI
tersebut tidak usah melibatkan peran swasta. Lalu menyederhanaan birokrasi
bekerja di luar negeri menjadi mudah dan murah.
• Kedua, Memberikan pelatihan kepada calon TKI, termasuk bagaimana cara
melakukan perjanjian kerja sama perusahaan/ pemerintah yang
membutuhkan tenaga kerja. Dengan begitu, sebelum berangkat TKI dan
keluarganya sudah mengetahui alamat tempat kerja, jenis pekerjaan, nama
majikan, dan jumlah gaji yang akan diterima.
• Ketiga, membuat MOU dengan negara penerima TKI dengan
mengedepankan harga diri TKI dan citra bangsa, jadi tidak semata-mata
merupakan business oriented.
• Keempat mendampingi para TKI tersebut oleh tim advokasi, serta pengacara
lokal dari negara setempat.
• Kelima, Menyediakan tim advokasi yang beranggotakan pengacara lokal
yang go international, karena selama ini tim advokasi hanya beranggotakan
mahasiswa, PNS, dan aktivis yang berada dinegara mereka bekerja dan
terpaksa menjadi lawyer.
• Keenam, menyediakan dana operasional tetap untuk pelayanan dan
perlindungan TKI di Luar Negeri, sebab untuk proses perlindungan tersebut
memerlukan biaya yang harus dikeluarkan.
• Ketujuh, Memonitor, dan memastikan kepulangan TKI sampai di tempat
asalnya, berdasarkan perjanjian kerja yang disepakati.
Kesimpulan
Dari penjelasan tersebut di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa rentetan
permasalahan TKI merupakan kurang baiknya penanganan di dalam negeri sendiri.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dibuat suatu kesimpulan sebagai berikut:
1. Hambatan pelaksanaan perlindungan hukum terhadap TKI adalah adanya
kesalahan yang dilakukan oleh TKI, yaitu tidak melaporkan
permasalahannya pada pemerintah Indonesia di tempat TKI bekerja,
pendidikan yang dimiliki TKI masih rendah. Perlindungan hukum atas hak-
hak TKI dalam bekerja belum berjalan dengan baik, kurangnya pengarahan
tentang arti hukum bagi para TKI, hal ini mempersulit para TKI dan
menghilangkan rasa aman bagi TKI sewaktu di luar negeri.
2. Para manta Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Desa sebagian besar
mengandalkan profesi sebagai TKI luar negeri untuk memnuhi kebutuhan
hidup,bahkan dengan usian yang tidak lagi muda lagi, mereka pulang dari
luar negeri sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI) hanya untuk smentara
waktu saja kemudian mereka kembali keluar negeri untuk bekerja sebagai
TKI baik dengan tujuan Negara yang sama maupun berbeda, namu ada pula
para mantan TKI brusaha untuk beradaptasi dengan keadaan yang ada
dengan berbagai alasan.
3. Sebagian besar para mantan TKI adalah wanita karena proses untuke
penyaluran Tenaga Kerja Indonesia (TKI) lebih mudah daripada TKI laki-
laki, maka dari itulah wanita di desa Babadan banyak yang bekerja sebagai
TKI di luar negeri karena prosesnnya yang mudah serta biaya yang murah
bahkan banyak PJTKI yang menawarkan dengan biaya gratis dengan system
potong gaji bagi calon TKI.
4. Para mantan TKI sebagian besar cukup bisa mengangkat kondisi ekonomi
keluarga, pencapaiannya yang di dapat, sebagian besar manta TKI
menggunakan uang hasil dari bekerja sebagai TKI untuk pembelian rumah,
tanah, kendaraan, peralatan rumah tangga dsb, tetapi dari segi perekonomian
masih belum bisa mengangkat ekonomi keluarga.
SARAN
Saran yang dapat dikemukakan pada kasus ini adalah
1. SARAN KEPADA PEMERINTAH
walaupun kasus ini termasuk golongan kasus biasa dibanding kasus kasus
tkw/ tki di luar negeri harusnya juga diperhatikan.
Mulai dari pemberangkatan, penempatan,dan kepulangan tki ke negara asal.
UNDANG UNDANG terhadap tki haruslah ditetapkan dengan jelas supaya
kasus kasus kekerasan lainnya tidak ada lagi.
Undang undang terhadap pelaku kejahatan juga harus lebih ditegaskan lagi
supaya tidak hanya korban yangselalu disalahkan yang melakukan tindak
kejahatan juga supaya tidak semena mena terhadap bawahannya.
Calo calo yang ditugaskan pemerintah pun haruslah jelas asal usulnya
2. SARAN KEPADA KORBAN
tidak melaporkan permasalahannya pada pemerintah Indonesia di tempat
TKI bekerja, pendidikan yang dimiliki TKI masih rendah. Perlindungan
hukum atas hak- hak TKI dalam bekerja belum berjalan dengan baik,
kurangnya pengarahan tentang arti hukum bagi para TKI, hal ini
mempersulit para TKI dan menghilangkan rasa aman bagi TKI sewaktu di
luar negeri.
3. SARAN KEPADA KELUARGA KORBAN
harusnya sejak korban berangkat ke malasya untuk menjadi tkw, keluarga
haruslah mempunyai informasi jelas tentang pemberangkatan korban,
bagaimana penempatan korban di sana, apakah aman, dan pada saat korban
menghubungi keluarga harusnya keluarga langsung menghubungi agen
ataupun calo yang memberangkatkan korban, meminta informasi jelas dan
bila memang itu terjadi pada korban haruslah itu di tindak lanjuti dengan
melaporkan ke pemerintah agar majikan nya ataupun yang melalukan
kekerasan tersebutdapat sangsi sesuaiperbuatannya
4. SARAN KEPADA PELAKU KORBAN
yang menjadi majikan juga tidaj boleh semena mena terhadap korban,
haruslah melakukan peneguran secara benar terghadap korba jika memang
melalukan kesalahan. Bisa saja korban telah melakukan kesalahan
berulangkali tapi harus dibarengi dengan arahan oleh majikan jangan
langsung melakukan Tindakan kekerasan

Anda mungkin juga menyukai