Makalah SDM Kelompok 1
Makalah SDM Kelompok 1
D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
KELOMPOK 1
LATAR BELAKANG
Menurut Dowling Manajemen sumber daya manusia Internasional adalah
penggunaan sumber daya internasional untuk mencapai tujuan organisasi tanpa
memandang batasan geografis. Definisi tersebut menyatakan bahwa manajemen
sumber daya manusia global adalah pemanfaatan sumber daya manusia untuk
mencapai tujuan organisasi.
Sedangkan Morgan mendefinisikan Manajemen sumber daya manusia global
sebagai pengaruh yang mempengaruhi diantara ketiga dimensi aktivitas-akivitas
sumber daya manusia, tipetipe karyawan, dan negara-negara operasi.
ISI
Fenomena global yang terjadi pada sebagian besar negara di dunia adalah
migrasi internasional (termasuk migrasi tenaga kerja). Fenomena ini terus
berkembang seiring pola hubungan yang terjalin antar negara dalam berbagai
dimensi. Meningkatnya hubungan antar negara pada gilirannya berpengaruh pada
identitas atau migrasi ke negara bersangkutan. Era globalisasi yang sedang
berproses telah meniupkan angin optimisme yang tinggi dalam bidang ekonomi
melebihi masa lalu dalam peradaban manusia. Era ini ditandai antara lain dengan
terbentuknya pasar tunggal dalam perekonomian dunia.
Pada sisi lain, pergerakan modal termasuk mobilitas sumber daya manusia
sedemikian menarik sehingga fenomena migrasi tenaga kerja internasional tidak
terelakan.
Meningkatnya jumlah pekerja migran dari tahun ke tahun, untuk bekerja di
luar negeri merupakan salah satu indikator dari globalisasi atau integrasi
internasional.Indonesia sebagai bagian integral dari ekonomi global tidak dapat
melepaskan diri dari dinamika tersebut, sehingga pengiriman pekerja migran ke
luar negeri berdampak signifikan pada makro ekonomi.Karena itu dalam
perkrmbangannya, negara-negara tujuan TKI dari tahun ke tahun juga terus
bertambah.
DAMPAK NEGATIF
Dampak negatif bagi Indonesia-Malaysia adalah sering terjadi tindak
kekerasan ataupun kasus kemanusiaan lainnya yang dapat memicu ketegangan
kedua negara. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia dan Malaysia harus lebih
cepat dan tanggap dalam mengatasi masalah-masalah sosial yang berhubungan
dengan ketenagakerjaan dengan penegakan hukum yang semestinya, lebih
mengedepankan kepentingan persahabatan kedua negara.Pemerintah diharapkan
dalam kedepannya secara bertahap sebisanya mengurangi jumlah pengiriman TKI
keluar negeri, mengolah sumber daya alam yang tersedia sehingga menciptakan
peluang kerja di dalam negeri.
Derita Anisa, TKW Asal Aceh yang Disiksa Majikan Hingga Kabur dan
Bersembunyi di Atas Pohon
Senin, 22 Juli 2019 11:32
Penyiksaan kembali menimpa seorang tenaga kerja wanita (TKW) asal
Indonesia di Malaysia.
Anisa (25) TKW asal Gampong Alue Dua, Kecamatan Nisam Antara, Aceh
Utara menjadi korban penyiksaan majikannya di Malaysia. Korban yang menderita
luka akibat siksaan akhirnya dibuang oleh sang majikan hingga ditolong oleh TKI
lainnya. Kasus penyiksaan yang menimpa TKW asal Aceh ini pertama kali
diketahui setelah korban menghubungi sang kakak yang ada di Indonesia.
Anisa bisa menghubungi, Jefri(34), kakak iparnya setelah meminjam
handphone milik TKI yang berkerja di sebuah hotel di Malaysia. Dari penuturan
Jefri, Anisa pergi merantau ke Malaysia menjadi seorang pembantu rumah tangga
sejak 8 November 2017 silam. Anisa memilih menjadi pembantu rumah tangga di
negeri tetangga karena terdesak kebutuhan ekonomi, terutama untuk membantu
biaya adik-adiknya bersekolah dan memenuhi kebutuhan keluarga. Sang ayah yang
selama ini menjadi tulang punggung keluarga meninggal dunia sehingga
membuatnya memilih untuk pergi ke Malaysia menjadi pembantu rumah tangga.
Anisa juga hanya sekali mengirim uang melalui agen sebesar Rp 1,5 juta setelah
bekerja tiga bulan.
“Selama ini, kami tak bisa menghubunginya lagi, karena nomornya tak bisa
dihubungi. Belakangan kami dapat informasi, HP-nya sudah dirampas
majikannya,” katanya. Jefri bercerita jika dia mengetahui Anisa disiksa dan
dibuang majikannya, setelah adik iparnya menghubunginya pada Jumat
(20/7/2019) malam.
“Saat saya buka HP sore itu, banyak sekali panggilan tak terjawab dari
nomor Malaysia. Kemudian saya menghubungi kembali nomor tersebut dan
ternyata Anisa yang menelepon,” katanya. Setelah terhubung, Anisa langsung
menangis dan pelan-pelan ia bercerita jika selama bekerja, ia dipukuli majikannya.
Akibatnya gigi bagian atas rontok.
Selain itu, sekujur tibuhnya juga penuh bekas luka terutama di bagian kepala
dan tubuhnya menjadi lebih kurus, “Padahal dulu adik saya itu tidak kurus seperti
sekarang,” katanya.
Majikannya disebut-sebut adalah oknum penegak hukum di Malaysia. Saat
menelpon Jefri, Anisa bercerita sempat kabur dari rumah majikannya dan
sembunyi di atas pohon. Tapi karena tak tahan haus dan lapar, pada malam hari dia
memilih turun dari pohon untuk meminta tolong kepada seorang warga India yang
ditemuinya. Karena prihatin, oleh warga India di Malaysia, Anisa dibawa ke rumah
sakit untuk berobat.
Tapi kemudian keberadaan Anisa ditemukan oleh majikannya. Lalu oleh
majikannya, Anisa dibawa ke suatu lokasi dan dekat sebuah hotel, lalu
ditinggalkan begitu saja. Kemudian seorang TKI yang bekerja sebagai petugas
hotel prihatin melihat kondisi Anisa dan menolongnya. TKI itu pun membantu
Anisa menghubungi Jefri. “Setelah mengetahui kejadian tersebut, saya
menghubungi saudara yang berada di Malaysia untuk menjemput Anisa. Sehingga
ia aman sekarang meski masih di Malaysia,” katanya.
Pihak keluarga berharap supaya Anisa bisa segera dibawa pulang.
“Kami berharap kasus ini harus diproses hukum. Tapi untuk sementara kami
sangat berharap agar Anisa secepatnya dibawa pulang. Kami khawatir ia akan
diambil lagi oleh majikannya untuk menutupi kesalahan,” katanya. (*)
Permasalahan
Dengan adanya perlakuan yang diterima oleh Tenaga Kerja Indonesia yang
bekerja di luar negeri sebelum pemberangkatan, penempatan, dan purna
penempatan, bagaimanakah perlindungan hukum terhadap mereka?
Pembahasan
Pemerintah Indonesia memanggil Duta Besar Malaysia di Jakarta dan
menyampaikan kecaman menyusul kasus penyiksaan TKI itu terus berulang.
Kementerian Luar Negeri RI mengatakan tengah mendorong perundingan kembali
nota kesepakatan antara dua negara terkait penempatan buruh migran yang lebih
aman. Kecaman serupa juga disampaikan Koalisi Reformasi Hukum
Ketenagakerjaan (LLRC) yang berbasis di Malaysia kepada pemerintah setempat
untuk menuntaskan serta menghentikan kasus-kasus kekerasan terhadap buruh
migran.
Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri masih kurang komprehensif,
karena masih memposisikan TKI sebagai ekspor komoditi, bukan sebagai manusia
dengan segala harkat dan martabatnya. Dengan demikian Undang-Undang ini
belum menciptakan sistem yang berpihak kepada TKI. Apabila negara tidak segera
membenahi lubang-lubang dari Undang-Undang tersebut, bangsa kita dapat
dikategorikan sebagai pelanggar Deklarasi Umum HAM (1948), Konvensi
Pencegahan Perdagangan Manusia dan Eksploitasi Pelacur (1949), Konvensi
Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukum lain yang Kejam, Tidak
Manusiawi dan Merendahkan Martabat Manusia (1984), dan Konvensi Hak Anak
(1989), karena Indonesia merupakan negara yang ikut menandatangani semua
konvensi tersebut. Sebagian besar permasalahan dialami oleh TKI sektor informal
yang berangkat ke luar negeri melalui jalur ilegal, dimana latar belakang
pendidikan mereka kurang dan berasal dari keluarga miskin. Di Dalam Negeri
sendiri (pra pemberangkatan) mereka sudah mendapatkan perlakuan yang
merugikan. Contohnya yakni:
1. Dalam perekrutan TKI.
Pengerah Jasa Tenaga Kerja (PJTKI) umumnya tidak menggunakan petugas
resmi perusahaan melainkan melalui calo, dimana calo tersebut
memanfaatkan peluang untuk mencari kepentingan pribadi. Hal ini terlihat
dari beragamnya jumlah biaya yang mereka pungut, mulai dari ratusan ribu
hingga jutaan rupiah. Bagi yang mau membayar dimuka jumlahnya lebih
kecil tetapi bisa juga dibayar setelah kerja dengan akad utang yang tentu
jumlahnya lebih besar. Padahal, majikan sudah mengeluarkan recruiting fee
kepada PJTKI.
2. Pemalsuan dokumen.
Biasanya yang dipalsukan yaitu usia tenaga kerja, hal ini kerap terjadi baik
melalui KTP atau paspor. Pelakunya disini selain calo, juga aparat negara
yaitu pembuat KTP di kantor desa/kelurahan dan pihak imigrasi yang
mengeluarkan paspor.
3. Ditempat penampungan.
Disini mereka diperlakukan seadanya, bahkan menjadi objek pemerasan dan
pelecehan seksual oleh petugas keamanan maupun pegawai PJTKI. PJTKI
memang memberikan pelatihan, namun kurikulum yang diberikan tidak
dirancang sesuai dengan kebutuhan, melainkan hanya sebatas menggunakan
peralatan rumah tangga dan bahasa asing sekadarnya. Padahal, mereka
membutuhkan wawasan dan pengetahuan yang berkaitan dengan negara
tujuan, jenis pekerjaan, hak dan tanggung jawab, bagaimana cara membaca
dan mengisi kontrak kerja, apa yang harus dilakukan jika terjadi
penganiayaan dan bagaimana meningkatkan posisi tawar dengan majikan
dan dengan pihak yang berkompeten. Ditempat penampungan ini juga tidak
ada kejelasan waktu, sampai kapan mereka harus tinggal. Mulai dari
berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan. Ironisnya biaya selama hidup
dipenampungan ditanggung sendiri oleh TKI.
Sebenarnya, pemerintah telah mengambil langkah-langkah dalam melindungi
TKI supaya mereka terhindar dari tindakan-tindakan yang merugikan mereka.
Langkah-langkah tersebut antara lain:
1. Mengeluarkan Surat Keputusan Menakertrans Nomor 157/MEN/2003
tentang asuransi Perlindungan TKI di luar negeri
2. Menandatangani perjanjian kerjasama penempatan TKI (MOU) dengan
beberapa negara penerima TKI yaitu Yordania serta Kuwait (1996) dan
Malaysia (2004)
3. Melakukan pendampingan para TKI dibeberapa negara (Arab Saudi,
Kuwait, dan Malaysia) oleh tim advokasi, yang beranggotakan PNS dan
mahasiswa yang bekerja di negara itu serta pengacara lokal dari negara
setempat. Tim advokasi ini bertugas mendata, memantau dan membela TKI
di luar negeri
4. Memberlakukan sistem satu pintu untuk pengiriman TKI ke Singapura
melalui embarkasi Batam
5. Meningkatkan kualitas TKI yang akan ditempatkan keluar negeri, khususnya
untuk pembantu rumah tangga (PRT) dibatasi minimal berpendidikan SLTP.
Mereka diharapkan mempunyai kemampuan yang leebih baik dalam
ketrampilan kerja, penguasaan bahasa negara tujuan dan mempunyai
kesiapan mental yang lebih baik serta sudah memenuhi syarat usia minimum
TKI
6. Melakukan koordinasi dengan instansi terkait di negara penerima TKI dalam
penanganan penempatan dan perlindungan TKI.
7. Mengeluarkan Undang-Undang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar
Negeri (PPTKLN)
8. Mengeluarkan Undang-Undang Nomor 39 tahun 2004 tentang Penempatan
dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar negeri