Anda di halaman 1dari 6

Di Jembatan Biru Aku Menyapamu

Gelombang penyebaran virus corona di seluruh penjuru dunia belum lagi menunjukkan gejala
akan menurun. Tak terkecuali di negeri tercintaku ini, juga tak luput dari serangan gelombang
tsunami corona ke-2 di bulan Juli. Iya di bulan Juli, bulan dimana anak-anak seharusnya masuk
sekolah di tahun ajaran baru.

Perkenalkan namaku Aini Setyorini. Aku seorang guru sekolah dasar di sebuah kabupaten kota
yang terkenal dengan tahu baksonya. Hampir 10 tahun aku merantau di kota ini. Kota yang
sebelumnya hampir tak pernah sekalipun membayangkan untuk dikunjungi, tak tahu dimana
letaknya, justru disitulah takdirku digariskan untuk melakukan pengabdian dan berkontribusi
membangun negeri melalui bidang pendidikan.

Semenjak setahun yang lalu, ketika virus corona ini tiba-tiba datang dipertengahan tahun 2019
sontak membuatku sebagai guru merasa kebingungan. Bagaimana aku harus mengajar jika anak-
anak didikku tidak diizinkan hadir di sekolahan? Bagaimana caraku menjelaskan materi pelajaran
kepada mereka ? Dan masih banyak kekhawatiran-kekhawatiran yang lain.

Aplikasi pesan hijau menjadi salah satu caraku dalam menyapa anak-anak didikku serta untuk
memberikan tugas pelajaran. Tentunya di zaman sekarang yang semua serba canggih, semuanya
pasti telah memiliki dan menggunakan telepon pintar yang sudah terpasang aplikasi pesan hijau.

"Assalamualaikum, badhe pepanggihan kaliyan bu Aini? "

"Waalaikumsalam, inggih mbah kulo Bu Aini, monggo pinarak, pripun? "

"Sak derenge tepangaken bu Aini, kulo Mbahipun Muhammad Syahroni. Mekaten Bu, Roni menika
mboten kagungan HP, njur mboten mangertos tugas-tugas napa mawon ingkang sampun
dikintintunaken Bu Aini lewat HP. Bapak Ibune Roni menika nyambut damel teng luar negeri,
mboten mesti wangsule. Menawi kok Roni diparingi tugas ting buku mawon pripun nggih bu?
Kersane putune kulo niku sinayoso mboten gadah hp, tasih saget garap tugas mboten kantun
kaliyan rencang-rencange. "

"Menawi Roni sareng kaliyan rencang-rencange mawon pripun mbah? "

"Kala wingi sampun bu nyuwun tolong kaliyan rencange Roni sinau bareng tapi kok Roni wangsul
terus nangis, kulo tangleti mendel mawon, malah njur mboten purun sekolah merga mboten gadah
hp kados kancane.” ( terlihat jelas si Mbah matanya berkaca-kaca).

"Bapak ibue Roni nyambut damele teng pundi mbah? "

"Teng Malaysia bu guru. Sampun 3 tahun niki mboten kirim kabar, mboten kirim arta kagem
putrane. Kulo nggih bingung badhe ngehubungi anake kulo niku pripun carane. Kagem kebutuhan
sehari-hari niku kulo pados rongsokan bu guru, kadang nggih diewangi Roni. Kadang nggih
diparingi tanggane."

Aku masih sibuk menyimak cerita dari wanita paruh baya yang duduk dihadapanku. Aku
perkirakan umurnya baru menginjak 50 tahunan. Tetapi keriput di kelopak mata dan tangannya
serta kulitnya yang terbakar sinar matahari, menggambarkan betapa kerasnya perjuangan yang
dilakukan oleh wanita paruh baya ini untuk menghidupi dirinya sendiri dan cucu semata
wayangnya.

"Mbahe sak menika kondur mawon nggih, ngenjang Roni diken mangkat sekolahan kepanggih
kaliyan kulo."

"Nggih Bu Aini, ngenjang Roni kulo utuse mangkat ting sekolahan."

Satu hari,

Dua hari,

Hingga sepekan, Roni tak pernah terlihat datang ke sekolah. Bahkan guru bidang studi pun
mulai membicarakannya karena hanya Roni yang tidak mengumpulkan tugas. “Kemana anak ini ?
Apakah dia sakit ? Atau jangan-jangan Roni sedang isolasi mandiri? Kemana dan bagaimana aku
harus mencari kabarmu Nak ?” Gumamku.

"Assalamualaikum wr. wb. Selamat pagi anak-anak hebat kelas 6 yang Bu Aini rindukan.
Bagaimana kabarnya hari ini ? Sudah siap untuk pembelajaran online hari ini ?"

Begitulah kalimat yang aku ketikan atau aku ucapkan kepada anak - anak didikku melalui
aplikasi pesan berwarna hijau setiap harinya. Terkadang aku mengirim pesan melalui rekaman
suara, terkadang juga melalui sambungan video group agar anak-anak didikku tetap bisa
mendapatkan haknya sebagai seorang siswa untuk menerima materi pembelajaran dengan baik di
masa pandemi ini.

"Anak-anak besok Bu Aini akan mencoba untuk menggunakan aplikasi zoom meeting agar kita
semua bisa bertemu satu kelas walaupun sementara ini hanya bisa lewat layar. "

"Zoom meeting itu apa bu guru? " komentar Bagus

"Zoom meeting itu seperti telepon sambungan video yang bisa kita gunakan di aplikasi pesan hijau.
Cuma bedanya kalau zoom meeting peserta telepon sambungan videonya bisa sampai 50 orang.
Jadi, jika Bu Aini memakai zoom meeting untuk pembelajaran, Bu Aini cukup satu kali saja
melakukan panggilan dengan memberikan kata kuncinya, sehingga Bu Aini tidak perlu capek-capek
telepon kalian berkali-kali. "
"Wah,,ayo bu kita coba sekarang saja, saya penasaran bu ingin belajar dengan zoom meeting. "
komentar Bagus.

"Nggih bu guru insya allah Rere siap zoom meeting". komentar Ibu Rere

" Bu Hp saya jadul, ndak bisa dipakai zoom". Komentar Wisnu

Group kelas di aplikasi hijau pun ramai dengan komentar anak-anak didikku. Ada 29 anak
didik dalam 1 kelas. Mereka sibuk dengan bayangan mereka masing-masing, ada yang antusias, ada
yang gelisah karena hpnya tidak bisa digunakan untuk aplikasi lainnya, dan ada juga yang hanya
diam dan menyimak komentar-komentar di group itu. Tapi tidak ada nama Roni didalam group ini.
"Kemana anak ini sebenarnya ?" Gumamku

Hampir satu setengah bulan pembelajaran virtual telah dilaksanakan tapi Roni belum pernah
satu kalipun mengumpulkan tugas atau sekedar mengirimkan absensi secara online. Teman-
temannya pun tidak pernah memberikan jawaban yang pasti tentang keberadaan dan kondisi Roni
saat ini.

"Assalamualaikum wr. wb, Bapak/Ibu guru wali kelas I - VI yang saya hormati, hari ini saya
mengadakan kegiatan supervisi pembelajaran, dimana tujuan dari kegiatan ini adalah untuk
mengevaluasi kegiatan pembelajaran jarak jauh yang telah kita lakukan selama pandemi ini, apakah
menemui kendala atau tidak, jika ada mari kita pecahkan bersama-sama kendala tersebut agar
pendidikan di masa pandemi ini tetap bisa berjalan dengan lancar. " Ucap kepala sekolahku.

"Untuk kelas 1, kendalanya pembelajaran secara daring adalah mengajari membaca, menulis bu
karena kebanyakan orangtua siswa kelas 1 bekerja semua, berangkat pagi, pulang pagi. Untuk
kegiatan zoom meeting juga tidak bisa terlaksana karena hp dibawa orangtua. " Ucap guru kelas I.

"Yang lain bagaimana?"

"Saya bu. Di kelas 6 ada 1 anak yang dari awal sekolah masuk dan pembelajaran daring dimulai
sampai hari ini tidak pernah mengumpulkan tugas, tidak pernah absen. Saya sudah menanyakan ke
teman-temannya tapi tidak satupun temannya yang mengetahui keberadaannya bu. Tindakan apa
yang harus saya lakukan bu? Karena tidak ada nomor yang bisa dihubungi, orangtua anak ini baik
ayah dan ibunya bekerja di luar negeri. Dia dibesarkan dan dirawat oleh neneknya. " Ucapku

"Iya bu betul. Tugas olahraga juga belum pernah mengumpulkan". Saut Guru Olahraga

" Agama juga belum pernah bu", Guru agama menimpali

" Siapa bu Aini nama anak tersebut? " tanya kepala sekolah

" Muhamad Syahroni bu, biasanya dipanggil Roni."


" Bagaimana jika Bu Aini melakukan kunjungan kerumah Roni ? Sekarang Dinas sudah
mengizinkan kita yaitu guru untuk melakukan kegiatan kunjungan rumah dengan catatan bapak ibu
guru bisa menerapkan protokoler kesehatan dan jumlah siswa yang dikunjungi tidak boleh lebih
dari 10 siswa. Khususnya Bu Aini, mungkin bisa mulai sekarang, melakukan kunjungan rumah dan
mencari tahu kabar serta keberadaan Roni. Apalagi sudah kelas 6 bu." Ucap kepala sekolah.

Keesokan harinya setelah selesai dengan kelas online, aku bergegas menaiki sepeda motor
maticku menuju kerumah Roni. Dengan berbekal informasi dari teman-teman Roni dan penjaga
sekolah aku lajukan motorku menyusuri jalan-jalan kampung yang saat itu masih dihiasi dengan
umbul-umbul dan hiasan-hiasan yang dipasang dipinggir-pinggir jalan dalam rangka HUT RI ke-76.
Dan tibalah aku didiepan sebuah rumah yang dindingnya masih terlihat batu batanya, lantainya
masih tanah dan beberapa jendela rumahnya juga ditutupi triplek.

“Sepertinya benar ini rumahnya, Bismillah” ucapku dalam hati

(Tok..tok..tok)

“Assalamualaikum”

Berulang kali aku mengucapkan salam dan mengetuk pintu tetapi tidak ada sahutan dari dalam
dan sepertinya juga tidak ada tanda-tanda ada orang didalam rumah. Aku pun melangkahkan kaki
meninggalkan rumah ini.

Keesokan harinya aku sengaja datang lebih pagi kerumah Roni, kebetulan hari ini kelasku diisi
oleh guru bidang studi. Arloji ditanganku menunjukkan pukul 08.00, setelah berpamitan kepada
kepala sekolah segera aku lajukan sepeda motorku.

(Tok..tok..tok)

“Assalamualaikum”

“Waalaikumsalam...Bu Aini?”

“Apa kabar Roni? Boleh Bu Aini masuk ?”

“Monggo bu pinarak,,,mbah,,mbah,,,”

“ Enek opo tho nang kok mbengoki mbahe kie,, Ya Allah wonten tamu tho. Pangapuntene Bu Aini.
Monggo bu monggo pinarak”

Aku duduk dikursi rotan yang anyamannya sudah mulai terlepas. Aku memperhatikan wajah
Roni yang sedari tadi hanya menunduk tidak berani menatap wajahku. Dia terlihat lebih kurus dan
rambutnya yang mulai panjang berhasil menutupi raut wajahnya yang seakan-akan enggan untuk
bertatapan denganku.
“Monggo Bu Aini unjukanipun”

“Nggih mbah matur nuwun”

“Roni,,”

“Nggih Bu Aini”

“Bu Aini beberapa waktu yang lalu titip pesan lewat mbah agar kamu datang ke sekolahan. Bu Aini
menunggu kedatanganmu Le.Kenapa kok Roni tidak datang ?”

(Diam tidak ada jawaban dari Roni)

“ Apakah Roni marah dengan Bu Aini?atau takut dengan Bu Aini?atau mungkin ada temanmu yang
merundungmu? Roni sekarang sudah kelas 6, sebentar lagi juga ujian sekolah jika seperti ini terus
kamu akan ketinggalan pelajaran Nak. Bukankah dulu Roni sewaktu kelas 5 sangat senang sekali
belajar matematika dengan Bu Aini? Bu Aini kangen dengan Roni yang dulu yang selalu dengan
berani untuk maju kedepan menyelesaikan soal, yang selalu menyambut kedatangan Bu Aini
dengan senyumnya yang riang. Sekolah maneh ya Le.”

(Terdengar suara isakan tangis dibalik wajahnya)

“ Pokoke aku emoh mangkat sekolah nak ora ditukoke hp mbahe!!” (sambil berdiri dan setengah
berlari Roni meninggalkanku)

Brak!! (Suara pintu dibanting)

Dengan mata berkaca-kaca dan suara terisak si mbah hanya bisa duduk dan tidak mampu berkata
sedikitpun kepadaku. Segera kuhabiskan teh hangat yang telah disuguhkan tadi lantas berpamitan.

Pagi ini aku tiba disekolah sedikit terlambat, semalam aku tidak bisa tidur dengan nyenyak
teringat sikap Roni yang tidak seperti biasanya. Sesampainya di sekolah, di meja kerjaku ada
sebuah buku bersampul biru didepanya ada secarik kertas yang bertuliskan “Untuk Bu Aini”. Aku
kenal tulisan ini. Roni. Aku buka buku biru itu dan aku baca dengan seksama tulisan tangan yang
rapi bahkan lebih rapi daripada tulisanku.

Assalamualaikum Bu Aini. Sebelumnya Roni ingin mengucapkan maaf atas sikap Roni kemarin
kepada Ibu. Bu Aini, Roni juga rindu ingin sekali bersekolah dan bertemu dengan Bu Aini serta
teman-teman. Tetapi sejak Roni mendapatkan kabar dari ibu di Malaysia bahwa Bapak sudah
meninggal karena wabah corona ini, Roni seperti kehilangan semangat untuk belajar. Karena bagi
Roni, Bapak adalah segalanya. Bukan, bukan alasan Roni tidak memiliki HP.Bukan itu Bu Aini.
Sebenarnya seminggu sebelum bapak Roni meninggal, bapak sudah membelikan HP untuk Roni
dan Roni sengaja menyembunyikan HP itu dari mbahe karena Roni takut dimarahi mbah karena
bermain HP terus. Hanya seminggu Roni memiliki HP itu bu, karena tiba-tiba mbahe sakit dan
Roni terpaksa menjual HP itu untuk berobat mbahe Bu. Saya ingin bersekolah lagi bu, saya ingin
belajar dengan Bu Aini lagi.Tapi saya tidak punya HP sekarang bu dan saya juga harus membantu
mbah mencari dan mengumpulkan rosok. Bagus dan teman-teman yang lain sebenarnya juga
sering datang kerumah untuk mengajak belajar bersama bu tapi saya masih belum selesai
membantu mbahe memilih dan memilah sampah yang akan kami tukar ke bank sampah untuk beli
beras atau lauk untuk makan. Jadi, saya selalu menolak ajakan mereka karena saya tidak tega
meninggalakan mbahe sendirian. Apakah boleh bu jika saya memakai buku biru ini untuk
mengerjakan tugas-tugas dari Bu Aini ?

Hormat Saya,

Roni

Anda mungkin juga menyukai