Anda di halaman 1dari 3

Nama: Gabrielle Tiffany Sutarto

NPM: 6122001057

Infrastruktur Cukup, Apresiasi Seni Minim

Indonesia merupakan salah satu negara dengan penduduk terbanyak di dunia yang
memiliki 269 juta penduduk (Dukcapil Kemendagri 2020). Namun saat ini banyak
masyarakat yang belum menyadari akan adanya infrastruktur seni di Indonesia. Menurut
Grigg (1988) (MA Cakrawijaya,2013:8) Infrastruktur seni adalah segala sesuatu yang
diperlukan untuk menunjang aktivitas atau kegiatan seni. Masyarakat pada umumnya masih
beranggapan bahwa infrastruktur seni hanya dapat dinikmati oleh masyarakat kalangan atas
saja. Selain itu, apresiasi masyarakat yang kurang terhadap bidang seni di Indonesia membuat
Infrastruktur Seni di Indonesia menjadi kurang dimanfaatkan dengan baik.

Infrastruktur seni di Indonesia terbagi menjadi dua yaitu Hard Infrastruktur dan Soft
Infrastruktur. Hard Infrastruktur adalah jenis infrastruktur dalam bentuk fasilitas seperti
bangunan dapat dilihat secara fisik sedangkan Soft Infrastructure adalah jenis infrastruktur
dalam bentuk informasi seperti pengetahuan atau media. Saat ini dalam bentuk hard
infrastruktur Indonesia sudah memiliki 439 museum (Data Statistik kebudayaan 2020),
Galeri, Art Space, Creative Space, Concert Hall, Gedung Kesenian, Teater, Amphitheater,
Auditorium, Studio Musik, Stadium, dan Perpustakaan. Untuk bentuk soft infrastruktur
Indonesia sudah memiliki media seni, platform seni online, dan tempat kursus seni (Musik,
Tari, Rupa/Desain). Perbedaan infrastruktur di dalam negeri dan di luar negeri masih sangat
signifikan. Infrastruktur di luar negeri sudah menjadi ruang publik dan masyarakat boleh
bebas menggunakannya. Sedangkan, pemanfaatan infrastruktur seni di dalam negeri masih
kurang digunakan secara maksimal dan beberapa infrastruktur tidak terbuka untuk
masyarakat umum.

Penggunaan Infrastruktur Seni di kalangan masyarakat masih belum terlalu mendapatkan


perhatian. Dari hasil survey penggunaan hard dan soft infrastruktur sebelum pandemi Covid-
19 yang dilakukan pada 31 koresponden menunjukan bahwa sebanyak 38,7% menyatakan
tidak pernah mengunjungi infrastruktur seni, 54,8% pernah mengunjungi infrastruktur seni 1-
5 kali, dan 6,5% mengunjungi infrastruktur seni diatas 6 kali setiap tahunnya. Sedangkan
untuk penggunaan soft infrastruktur sesudah pandemi Covid-19 menunjukan 54,8%
menyatakan tidak pernah mengunjungi infrastruktur seni secara daring, 41,9 % mengunjungi
infrastruktur seni secara daring 1-5 kali, dan sebanyak 3,2 % menyatakan mengunjungi
infrastruktur seni secara daring diatas 10 kali dalam kurun waktu satu tahun. Selain itu
dilakukan juga survey mengenai seberapa penting pendidikan seni di Indonesia dan hasilnya
cukup mengejutkan bahwa hanya 38,7 % yang menganggap pendidikan seni penting dan
sebanyak 61,3 % menyatakan bahwa pendidikan seni tidak penting. Dari hasil survey secara
keseluruhan, dapat ditarik kesimpulan bahwa memang infrastruktur belum digunakan secara
maksimal karena kurangnya apresiasi seni. Seni masih dianggap bukan pendidikan yang
penting dan membuat kebanyakan masyarakat di Indonesia enggan untuk mengunjungi
infrastruktur seni karena dianggap tidak penting. Seni masih dipandang sebelah mata karena
pendidikan formal yang dianggap lebih penting di Indonesia.

Infrastruktur seni di Indonesia sebetulnya sudah cukup lengkap dan memadai hanya
saja pemanfaatannya sangat kurang. Fenomena rendahnya tingkat apresiasi masyarakat
terhadap karya seni diperkuat oleh pandangan Hamdan (2001:1) bahwa masalahnya ada pada
kekurangtahuan masyarakat terhadap keragaman produk seni. Sehingga diperlukan sebuah
cara untuk memaksimalkan penggunaan infrastruktur seni yaitu dengan meningkatkan
edukasi atau pengetahuan masyarakat akan bidang seni. Edukasi tersebut sebaiknya dibina
sejak dini seperti memperkenalkan karya-karya seni, mewajibkan institusi pendidikan untuk
secara teratur mengunjungi museum atau pertunjukan-pertunjukan seni di Indonesia, dan
merubah sistem edukasi institusi pendidikan bahwa tidak hanya pendidikan formal saja yang
penting namun pendidikan seni pun sama pentingnya.

Apresiasi terhadap pendidikan seni memiliki andil yang sangat penting dalam
meningkatkan pemanfaatan infrastruktur seni. Tanpa adanya apresiasi yang baik di bidang
seni akan mengakibatkan penggunaan infrastruktur seni menjadi tidak maksimal dan jika
dibiarkan lebih lanjut akan membuat infrastruktur seni menjadi tidak digunakan atau bahkan
hilang. Apresiasi seni dapat merubah pandangan masyarakat akan Infrastruktur Seni dan
memunculkan wajah baru infrastruktur seni di Indonesia menjadi lebih baik. Meningkatkan
apresiasi seni di kalangan masyarakat dapat memaksimalkan pemanfaatan dan meningkatkan
kualitas Infrastruktur Seni di Indonesia.
Daftar Pustaka:

1. Cakrawijaya, Muhammad Amin. 2013. Evaluasi Program Pembangunan Infrastruktur


Perdesaan Terhadap Perkembangan Ekonomi Kawasan Perdesaan.Studi Kasus: Desa
Wonokerto, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman. Halaman 8.

2. Kompas.com. (2020, 11 Desember). Data Kependudukan 2020: Penduduk Indonesia.


Diakses pada 11 Desember 2020, dari
https://nasional.kompas.com/read/2020/08/12/15261351/data-kependudukan-2020
penduduk-indonesia-268583016.

3. Permanawiyat, Widhi dkk.2020. “Statistik Kebudayaan Cetakan 1 (Halaman 4)”.


Tangerang Selatan: Pusat Data dan Teknologi Informasi Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan.

4. Wikipedia.org (2020, 15 Desember). Infrastruktur. Diakses pada tanggal 15 Desember


2020, dari https://id.wikipedia.org/wiki/Infrastruktur

5. Sari, Kuntum Indah Purnama dkk. 2019. “Animo Mahasiswa Seni Kota Bandung
Terhadap Apresiasi Pameran Karya Seni Rupa Murni Volume 7 (halaman 98)”.
Bandung: Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI).

Anda mungkin juga menyukai