SKRIPSI
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2017
PERFORMA PRODUKSI TELUR PUYUH (Coturnix coturnix japonica)
YANG DIBERI RANSUM MENGANDUNG BUNGKIL INTI SAWIT
RINGKASAN
Bungkil inti sawit (BIS) merupakan hasil samping dari pengolahan inti
kelapa sawit yang masih bisa dimanfaat untuk pakan unggas. Selain
ketersediaanya yang melimpah BIS juga mengandung nutrisi yang cukup baik.
BIS mengandung protein kasar 15,43%-19,00%, lemak kasar 7,71%, serat kasar
15,47%-20,00%, kalsium 0,43%, dan Phospor 0,86%. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui performa produksi telur puyuh yang diberi ransum
mengandung bungkil inti sawit.
Penelitian ini dilakukan di kandang Fapet Farm Fakultas Peternakan
Universitas Jambi yang dilaksanakan mulai tanggal 8 April sampai 30 Juni 2016.
Penelitian ini menggunakan puyuh betina umur 21 hari sebanyak 140 ekor.
Perlakuan yang digunakan meliputi: T1 (ransum 0% BIS), T2 (ransum
mengandung 12,5 % BIS), T3 (ransum mengandung 25% BIS), dan T4 (ransum
mengandung 37,5%). Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan
Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan. Peubah yang diamati
meliputi konsumsi ransum, umur bertelur pertama, bobot telur, produksi telur dan
konversi ransum.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian BIS hingga 37,5% dalam
ransum berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap konsumsi ransum, umur
bertelur pertama, bobot telur, produksi telur dan konversi ransum.
Disimpulkan bahwa BIS dapat digunakan hingga taraf 37,5% tanpa
mempengaruhi perfoma produksi telur puyuh.
1)
Pembimbing Utama
2)
Pembimbing Pendamping
PERFORMA PRODUKSI TELUR PUYUH (Coturnix coturnix japonica)
YANG DIBERI RANSUM MENGANDUNG BUNGKIL INTI SAWIT
Oleh
Menyetujui:
Pembimbing Utama, Pembimbing Pendamping,
Mengetahui:
Wakil Dekan BAKSI, Ketua Jurusan/Program Studi
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Performa
Produksi Telur Puyuh (Coturnix coturnix japonica) Yang Diberi Ransum
Mengandung Bungkil Inti Sawit” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di
bagian akhir skripsi ini sesuai dengan kaidah penulisan yang berlaku.
dto
Widya Pita Loka
RIWAYAT HIDUP
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat dan nikmat
kesehatan serta kesempatan yang telah dianugrahkan-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi. Skripsi ini merupakan
persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan strata satu (S1) pada
Program Studi Peternakan Universitas Jambi.
Pada kesempatan ini dengan penuh kerendahan hati penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Ayahku tercinta Mulyadi S.E dan Ibuku tercinta Siti Nurma yang selalu berdoa
dengan penuh kesabaran dan memberikan semangat serta melimpahkan kasih
sayang dan dorongan moral serta materil sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini.
2. Kepada Adik-adikku Angga Setiawan dan Alda Wulandari yang luar biasa
memberi semangat kepada penulis selama perkuliahan.
3. Bapak Ir. H. Wiwaha Anas Sumadja, M.Sc, PhD selaku pembimbing akademik
sekaligus pembimbing utama yang selalu memberikan nasehat, bimbingan dan
motivasi kepada penulis selama perkuliahan, serta memberikan pengarahan dan
saran kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
4. Ibu Ir. Resmi, MP selaku pembimbing pendamping yang telah banyak
meluangkan waktu, memberikan pengarahan dan bimbingan serta saran kepada
penulis dalam penyusunan skripsi ini.
5. Ibu Prof. Dr. Ir. Hj. Nurhayati, M.Sc.agr selaku Dekan Fakultas Peternakan dan
seluruh staf pengajar Fakultas Peternakan Universitas Jambi yang telah banyak
memberi ilmu pengetahuan dan wawasan kepada penulis.
6. Ibu Ir. Hendalia, MS selaku dosen pembimbing lapangan (Farm Experience).
7. Rekan satu tim penelitian Nofriansyah, Dias Triyambodo, Giniung Pratidina
dan Laily Hanifa yang selalu bekerjasama dan selalu menyemangati penulis.
8. Sahabatku tersayang Suci Ardiyanti yang selalu memberikan semangat yang
luar biasa.
i
9. Sahabat seperjuangan Suliani, Syintia Dwi Agustina, Azizah, Dwi D.A
Sihombing, Rinda Devianti, Tria Noberta Futri yang selalu memberikan
semangat kepada penulis.
10. Teman seperjuangan posko 5 Eky, Melvi, Meti, Mia, Sela, Inta, Santa, Fitri,
Tirta, Julistiono, Ardian, Riyadi, Bayu, Ikhsan.
Laporan penelitian ini adalah hasil upaya maksimal penulis dengan
bantuan berbagai pihak. Kritik atas kekurangan laporan ini mudah-mudahan dapat
diperbaiki oleh peneliti-peneliti berikutnya untuk topik penelitian lain.
Akhir kata penulis banyak mengucapkan ribuan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu penulis, semoga Tuhan Yang Maha Esa
memberikan balasan yang setimpal kepada kita semua.
ii
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA .................................................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ...................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. vi
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………… vii
BAB I. PENDAHULUAN ......................................................................... 1
1.1.Latar Belakang ............................................................................. 1
1.2.Tujuan .......................................................................................... 2
1.3.Manfaat ........................................................................................ 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA................................................................ 3
2.1. Puyuh .......................................................................................... 3
2.2. Bungkil Inti Sawit (BIS) ............................................................. 4
2.3. Bungkil Inti Sawit dalam Ransum Unggas ................................. 5
2.4. Produksi Telur ............................................................................ 6
2.5. Konsumsi Ransum ...................................................................... 7
2.6. Konversi Ransum........................................................................ 8
BAB III. METODE PENELITIAN............................................................. 10
3.1. Tempat dan Waktu ...................................................................... 10
3.2. Materi dan Peralatan ................................................................... 10
3.3. Metode ....................................................................................... 10
3.4. Rancangan Penelitian.................................................................. 14
3.5. Peubah yang diamati .................................................................. 14
3.6. Analisis Data ............................................................................... 15
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................... 16
4.1. Konsumsi Ransum ...................................................................... 16
4.2. Umur Bertelur Pertama ............................................................... 17
4.3. Bobot Telur ................................................................................. 17
4.4. Produksi Telur............................................................... ............. 18
4.5. Konversi Ransum........................................................................ 20
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 21
iii
5.1. Kesimpulan ................................................................................. 21
5.2. Saran ........................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 22
LAMPIRAN ................................................................................................ 26
iv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Bagan proses pengolahan kelapa sawit dan perkiraan proporsi terhadap
tandan buah segar .................................................................................... 5
2. Rataan produksi telur tiap perlakuan sampai umur 7 minggu produksi . 19
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
vii
BAB I
PENDAHULUAN
Puyuh merupakan salah satu jenis unggas yang memiliki potensi untuk
dikembangkan dan ditingkatkan produksinya. Selain menghasilkan daging, puyuh
juga menghasilkan telur untuk memenuhi kebutuhan protein hewani bagi
masyarakat. Puyuh merupakan unggas daratan yang memiliki ukuran tubuh kecil,
pemakan biji-bijian dpan serangga kecil. Jenis puyuh yang sering dibudidayakan
adalah puyuh Jepang (Coturnix coturnix japonica) karena puyuh ini mulai bertelur
pada umur 42 hari. Puyuh betina mampu menghasilkan 250-300 butir telur dalam
setahun. Berat telurnya sekitar 10 g/butir atau 7-8% dari bobot badan. Puyuh
berpotensi sebagai penyumbang bahan pangan asal hewani untuk memenuhi
kebutuhan konsumsi protein. Menurut data dari Dirjen Peternakan dan Kesehatan
Hewan (2012), populasi puyuh di Indonesia sebanyak 7.840.880 ekor. Dengan
populasinya yang cukup banyak maka perlu ketersediaan bahan pakan yang
banyak pula.
Pakan merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan
keberhasilan suatu usaha peternakan, karena 60-70% biaya yang dikeluarkan
peternak digunakan untuk pembelian pakan. Saat ini Indonesia masih mengimpor
sebagian bahan pakan dari luar negeri. Hal ini menyebabkan harga pakan unggas
komersil relatif mahal dan tidak stabil. Untuk mengurangi biaya produksi, salah
satu upaya yang bisa dilakukan adalah dengan memberikan pakan alternatif yang
kandungan nutrisinya baik, selalu tersedia, mudah didapat dan murah. Bungkil inti
sawit (BIS) merupakan hasil samping dari pengolahan inti kelapa sawit yang
masih bisa dimanfaat untuk pakan ternak unggas.
Direktorat jenderal perkebunan (2014) melaporkan bahwa produksi
minyak kelapa sawit di Indonesia mencapai 29.344.479 ton dan diperkirakan
menghasilkan 7.336.119 ton inti sawit. Di provinsi Jambi pada tahun 2014
produksi minyak kelapa sawit mencapai 1.857.260 ton dan bila dihitung secara
nominal menghasilkan bungkil inti sawit sebanyak 213.585 ton. Selain
ketersediaannya yang melimpah BIS juga mengandung nutrisi yang cukup baik.
1
Kandungan nutrisi pada BIS yaitu protein kasar 15.43%-19.00%, lemak kasar
7.71%, serat kasar 15.47%-20.00%, Ca 0.43%, P 0.86% dan Cu 21.86 ppm
(Aritonang, 1984). Penggunaan BIS hingga level 30% dalam ransum puyuh
petelur tidak memberikan efek negatif terhadap produksi telur, berat telur dan
dapat mengurangi biaya pakan (Makinde et al., 2014). Oleh karena itu, perlu
dilakukan penelitian lanjut dengan meningkatkan level penggunaan BIS dalam
ransum untuk melihat produksi telur pada puyuh.
1.2. Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui performa produksi telur
pada puyuh yang diberi ransum mengandung bungkil inti sawit.
1.3. Manfaat
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Puyuh
Puyuh merupakan unggas yang memiliki siklus hidup relatif pendek
dengan laju metabolisme tinggi, dan pertumbuhan serta perkembangannya yang
sangat cepat (Radhitya, 2015). Burung puyuh merupakan salah satu komoditi
unggas dari genus Coturnix yang dapat dimanfaatkan sebagai penghasil telur dan
daging (Setyawan et. al., 2012). Puyuh mulai dijinakkan di Jepang pada tahun
1890-an (Nugroho dan Mayun, 1986). Sedangkan, di Indonesia puyuh mulai
dikenal dan diternakkan pada tahun 1979 (Progressio, 2000). Jenis puyuh yang
banyak dibudidayakan di Indonesia adalah puyuh Jepang (Coturnix coturnix
japonica) (Suryani, 2015).
Karakteristik yang mencirikan puyuh Jepang menurut Wheindrata (2014)
adalah : (1) paruh pendek dan kuat, badan lebih besar dibanding puyuh jenis lain,
panjang badan 18-19 cm, berbentuk bulat dengan ekor pendek, (2) jari kaki empat
buah, tiga jari ke arah depan satu jari ke arah belakang, warna kaki kekuning-
kuningan, (3) pada kepala puyuh jantan dewasa, diatas mata dan bagian alis mata
belakang terdapat bulu putih berbentuk garis melengkung yang tebal, bulu dada
merah sawo matang polos tanpa ada bercak-bercak cokelat kehitaman, suara
puyuh jantan lebih keras dibanding yang betina, (4) warna bulu puyuh betina
dewasa hampir sama dengan warna bulu puyuh jantan berbeda hanya pada dada
yang warna dasarnya agak pucat, bergaris-garis, atau berbecak kehitam-hitaman,
(5) puyuh mencapai dewasa kelamin sekitar umur 40-42 hari, (6) berat badan
puyuh betina dewasa 142-144 gram/ekor, sedangkan puyuh jantan 115-117
gram/ekor, (7) puyuh betina dapat bertelur 200-300 butir/tahun dengan berat telur
9-10 gram/butir.
Puyuh mempunyai saluran pencernaan yang dapat menyesuaikan diri
terhadap kondisi lingkungan. Gizzard dan usus halus pada puyuh memberikan
respon yang fleksibel terhadap ransum dengan kandungan serat kasar yang tinggi
(Starck dan Rahman, 2003). Kemiripan puyuh dengan beberapa unggas lain untuk
beberapa parameter genetik membuat puyuh sering digunakan untuk hewan
3
percobaan dalam penelitian seleksi unggas khususnya untuk seleksi jangka
panjang (Maeda et. al., 1997). Klasifikasi puyuh secara ilmiah yaitu sebagai
berikut :
Kingdom : Animalia
Fillum : Chordata
Class : Aves
Ordo : Galliformes
Sub-ordo : Phasianoidea
Family : Phasianidae
Genus : Coturnix
Spesies : Coturnix coturnix japonica
4
Kandungan zat nutrisi dalam BIS bervariasi, hal ini disebabkan oleh
adanya perbedaan umur tanaman, teknik ekstraksi, daerah asal atau jenis kelapa
sawit (Aritonang, 1984). Berikut adalah bagan komposisi produk dan hasil
samping dari pengolahan kelapa sawit :
Lumpur Sawit
(POS)
2% BK
Gambar 1. Bagan proses pengolahan kelapa sawit dan perkiraan proporsi terhadap
tandan buah segar (Elisabeth dan Ginting, 2003)
5
Penggunaan BIS dapat diberikan sampai level 30% pada ransum fase
bertelur (mulai umur 6 minggu) tanpa mempengaruhi produksi telur, berat telur
serta dapat meningkatnya bobot badan dan mengurangi biaya pakan (Makinde et.
al., 2014). Menurut Yatno (2009) pemberian 12% konsentrat protein BIS
terfortifikasi tidak memberikan efek negatif pada ternak yang tergambar dari skor
lesio dan gambaran histopatologi usus dan hati bahkan memberikan efek positif
terhadap bobot badan akhir dan indeks kuning telur puyuh masa bertelur. Menurut
Pranata (2015) pemberian BIKSF dan BIKS sebanyak 10, 20, 30% dengan
kandungan serat kasar dalam ransum perlakuan sebesar 3,45 – 9,49 tidak
mempengaruhi pertambahan bobot badan puyuh dan persentase karkas.
2.4. Produksi Telur
6
Tabel 1. Produksi telur puyuh pada level protein yang berbeda
Umur (minggu)
Level Protein
6-10 10-20 20-32 6-32
(%)
Produksi Telur (%)
18 46,7 61,6 42,8 53
20 67,9 63 62,5 63,7
22 51,3 71,7 62,3 64,6
24 66,5 81,7 81,1 78,7
Sumber: Eishu et. al., (2005) dalam Triyanto (2007)
2.5. Konsumsi Ransum
Konsumsi ransum adalah banyaknya ransum yang dimakan dalam jangka
waktu tertentu dengan tujuan untuk dapat hidup, meningkatkan pertambahan
bobot badan dan untuk produksi. Menurut North dan Bell (1990) pakan pada
unggas diperlukan untuk body maintenance, pertumbuhan, pertumbuhan bulu dan
produksi telur. Menurut Triyanto (2007) ada dua faktor yang mempengaruhi
konsumsi pakan pada unggas yaitu faktor berpengaruh dominan (kandungan
energi pakan dan suhu lingkungan) dan faktor yang berpengaruh minor (strain
burung, berat tubuh, bobot telur harian, pertumbuhan bulu, derajat stress dan
aktifitas burung). Konsumsi pakan mempengaruhi penampilan produksi unggas
sebab pakan yang dikonsumsi digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup
pokok serta untuk proses produksi (Anggorodi, 1985). Puyuh umur 35 hari akan
mengkonsumsi pakan lebih banyak dengan densitas pakan yang tinggi
dibandingkan dengan densitas pakan yang rendah pada umur yang sama
(Atmamihardja et. al., 1983). Ransum yang dikonsumsi dipengaruhi oleh
palatabilitas ransum terutama bentuk fisik ransum yang diberikan (Bachari et. al.,
2006). Tingkat konsumsi pakan burung puyuh dipengaruhi oleh tingkat energi dan
palatabilitas pakan (Setiawan, 2006). Kebutuhan jumlah pakan puyuh dan
kebutuhan zat- zat nutrien puyuh fase layer berturut-turut dapat dilihat pada Tabel
2 dan 3.
7
Tabel 2. Kebutuhan konsumsi pakan pada puyuh
8
adalah 4,30 dengan kisaran 4,03-4,73. Angka konversi ransum yang rendah
menandakan effisiensi ransum tinggi, sebaliknya angka konversi ransum yang
tinggi menunjukkan nilai manfaat biologis yang rendah (Radhitya, 2015).
Konversi pakan dipengaruhi oleh bangsa burung, manajemen, penyakit serta
pakan yang digunakan (Ensminger, 1992). Sedangkan menurut Amrulloh (2003)
faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya konversi ransum adalah kualitas
ransum, teknik pemberian, bentuk dan konsumsi ransum.
9
BAB III
METODE PENELITIAN
10
3.3.3. Persiapan kandang
Ransum yang digunakan terdiri dari BIS, jagung kuning, tepung ikan,
dedak, bungkil kedele, dikalsium phosphat, CaCO3, premix, lysine, methionin.
Ransum disusun sesuai dengan kebutuhan zat makanan puyuh. Perlakuan yang
diberikan yaitu :
T1 = Ransum 0% BIS
T2 = Ransum mengandung 12,5% BIS
T3 = Ransum mengandung 25% BIS
T4 = Ransum mengandung 37,5% BIS
Pembuatan ransum dilakukan dengan cara mencampurkan bahan yang
jumlahnya sedikit dan tekstur lebih halus terlebih dahulu, kemudian tambahkan
sedikit demi sedikit bahan yang berjumlah banyak. Kemudian ransum tersebut
dicampur dengan BIS sedikit demi sedikit sampai homogen. Kandungan zat
makanan bahan penyusun ransum puyuh, komposisi bahan penyusun ransum
puyuh, dan kandungan zat makanan hasil perhitungan antara kandungan zat
makanan penyusun ransum dan komposisi ransum puyuh berturut-turut dapat
dilihat pada Tabel 4,5, dan 6.
11
Tabel 4. Kandungan zat makanan bahan penyusun ransum perlakuan
Zat Jagung Tepung Dedak Bungkil Dikalsium Bungkil CaCO3
Makanan Kuning Ikan kedele Phosphat Inti
Sawit
BK 91,89a 88,47a 90,81a 87,56a 95b 90.44a 99b
PK 12,73a 36,86a 10,10a 58,74a - 14,90a -
LK 13,09a 1,89a 3,79a 1,29a - 7,24a -
SK 3,75a 9,52a 8,03a 0,35a - 6,35a -
Ca 0.02b 5.58b 0.20b 0.29b 16.00b 0.58d 39b
P 0.23b 3.37b 1.10b 0.60b 21.00b 0.45d 0.04b
Liys 0.29b 3.97b - 0.50b - 0.35d -
Met 0.18b 1.30b 0.16b 2.56b 0.24d
EM (kkal/kg)
3321b 3080c 2200c 2216b - 2485,06d -
ket. a)Hasil Analisa Lab: Nutrisi Ruminansia dan Makanan Ternak Fakultas
Peternakan Universitas Jambi Tahun 2016. b) Hartadi et al., (1980). c) Hasil
Analisa Lab: Nutrisi Ruminansia Dan Kimia Makanan Ternak Fakultas Peternakan
d
Universitas Padjadjaran Tahun 2010 dalam (Radhitya, 2015). ) Yatno (2009).
12
Tabel 6. Kandungan zat makanan ransum perlakuan
Perlakuan
Zat Makanan (%)
T1 T2 T3 T4
Bahan Kering 90,43 90,39 90,26 90,19
Protein Kasar 23,03 22,23 22,92 22,32
Lemak Kasar 7,20 7,05 6.91 6.60
Serat Kasar 4,07 4,35 4,36 4,67
Kalsium 2,73 2,79 2,85 2,91
Phosphor 1,16 1,16 1,12 1,13
Lysine 0,88 0,89 0,92 0,93
Methionin 0,98 0,93 0,96 0,93
EM (kkal/kg) 2664 2620,83 2589 2529,31
Keterangan: Dihitung berdasarkan Tabel 4 dan 5
3.3.5. Pemberian ransum dan air minum
Ransum yang telah disusun sesuai perlakuan diberikan tiga kali sehari
yaitu pagi, siang dan sore hari dan air minum diberikan adlibitum.
3.3.6. Pengacakan perlakuan dan pengacakan puyuh
Penempatan puyuh dan pemberian ransum perlakuan didalam kandang
dilakukan secara acak. Urutkan kandang dari nomor 1 sampai 20 kemudian
dilakukan pengacakan perlakuan beserta ulangannya terlebih dahulu dengan
menggunakan lotre. Puyuh yang telah ditimbang dan diberi nomor 1 sampai 140
di acak dengan menggunakan lotre lalu ditempatkan berdasarkan hasil pengacakan
kandang. Setiap unit kandang diisi dengan 7 ekor puyuh.
3.3.7. Pengambilan dan penimbangan telur puyuh
Pengambilan telur dilakukan setiap hari sebanyak dua kali sehari yaitu
pada pagi hari pukul 08.00 WIB dan sore hari pukul 17.00 WIB. Setelah itu telur
disimpan ditempat telur/tray. Telur yang sudah disimpan di tray dikelompokkan
berdasarkan perlakuan dan ulangan. Kemudian telur ditimbang untuk memperoleh
berat telur/butir.
13
3.4. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4
perlakuan dan 5 ulangan. Model linier yang digunakan adalah sebagai berikut :
Yij = µ + αi + Eij
Keterangan : i = 1, 2, 3, 4 (banyaknya perlakuan)
j = 1, 2, 3, 4 , 5 (banyaknya ulangan)
Yij = Nilai Pengamatan yang diukur
µ = Pengaruh dari rata – rata peubah yang diamati
αi = Pengaruh perlakuan ke – i
Eij = Pengaruh Galat Percobaan ulangan ke - j dan perlakuan
ke – i
Konversi ransum =
14
3.6. Analisis Data
Data performa produksi telur puyuh (konsumsi ransum, umur bertelur
pertama, bobot telur, produksi telur dan konversi ransum) yang terhimpun
dianalisis menggunakan analisis ragam (ANOVA) sesuai rancangan yang
digunakan yaitu Rancangan Acak Lengkap dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan.
15
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
16
bahwa tidak terdapat perbedaan konsumsi pakan antara perlakuan BIS yang
difermentasi maupun tanpa fermentasi sampai dengan 30%. Namun lebih tinggi
dibandingkan hasil penelitian Triyanto (2007) bahwa rataan konsumsi ransum
puyuh umur 6-13 minggu adalah 22,24 gram/ekor/hari. Demikian juga pada
penelitian Achmanu et. al., (2011) bahwa konsumsi ransum puyuh adalah 21,05
gram/ekor/hari.
Menurut Setiawan (2006) puyuh mengkonsumsi pakan untuk memenuhi
kebutuhan energi dan zat makanan lainnya, sehingga apabila kebutuhan energi
terpenuhi maka puyuh akan berhenti makan. Faktor-faktor yang mempengaruhi
konsumsi pakan adalah ukuran tubuh, bobot badan, tahapan produksi, suhu
lingkungan dan keadaan energi pakan (North dan Bell, 1992).
4.2. Umur bertelur pertama
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penggunaan BIS hingga taraf
37,5% (T4) dalam ransum puyuh berpengaruh tidak nyata (P>0.05) terhadap umur
bertelur pertama. Rataan umur bertelur pertama perlakuan T1, T2, T3 dan T4
masing-masing yaitu 50, 49, 51 dan 53 hari. Umur bertelur pertama pada
penelitian ini lebih lambat dibandingkan dengan penelitian Makinde (2012) bahwa
umur bertelur pertama pada puyuh yang diberi ransum mengandung 15% dan 30%
BIS yang di suplementasi dengan Maxigrain® enzyme adalah 42 dan 43 hari.
Yatno (2009) melaporkan bahwa umur induk puyuh mulai bertelur yang diberi
ransum mengandung 12% konsentrat protein BIS terfortifikasi dan 12% BIS
adalah 48 dan 46 hari. Hasil penelitian Masroh et. al., (2014) melaporkan bahwa
umur pertama bertelur pada puyuh yang diberi ransum komersil adalah 47 hari.
Lambatnya umur bertelur pertama diduga karena pengaruh dari genetik puyuh
yang dipelihara. Sejalan dengan pendapat Zainudin dan Syahruddin (2012) bahwa
lambatnya umur induk bertelur juga berkaitan dengan genetik puyuh yang
dipelihara.
4.3. Bobot telur
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penggunaan BIS sampai taraf
37,5% dalam ransum puyuh berpengaruh tidak nyata (P>0.05) terhadap bobot
telur. Rataan bobot telur puyuh sampai umur 97 hari perlakuan T1, T2, T3 dan T4
masing-masing yaitu 9,48; 9,08; 9,25 dan 9,11 gram. Hasil ini relatif sama dengan
penelitian Zainudin dan Syahruddin (2012) bahwa bobot telur puyuh umur 9
17
minggu adalah 9,17 gram. Bobot telur yang dihasilkan lebih rendah jika
dibandingkan dengan penelitian Makinde et. al., (2014) bahwa penggunaan BIS
dalam ransum puyuh umur 6-22 minggu pada level 15% dan 30% menghasilkan
bobot telur 10,43 dan 10,32 gram. Moritsu et. al., (1997) menyatakan bahwa
bobot telur standar pada puyuh adalah 10 gram.
Bobot telur yang rendah diduga karena pengaruh dari umur puyuh
sehingga belum bisa mencapai bobot telur standar. Sesuai dengan pendapat
Triyanto (2007) yang menyatakan bahwa bobot telur semakin tinggi sejalan
dengan bertambahnnya umur sampai dicapai bobot yang stabil dan pada minggu
ke-9 sampai ke-13 bobot telur sudah stabil diatas 10 gram/butir. Sejalan dengan
pendapat Setiawan (2006) bahwa bobot telur puyuh umur 7 minggu sampai
dengan 15 minggu adalah 10-12 gram. Bobot telur biasanya seragam, hanya pada
telur double yolk dan telur abnormal lainnya yang tidak seragam (North dan Bell,
1992).
4.4. Produksi telur
Produksi telur harian atau Quail Day Production merupakan jumlah
produksi telur pada hari yang sama dibagi dengan jumlah ternak puyuh yang ada
dikali 100%. Pada penelitian ini rataan produksi telur tertinggi ada pada T2
dengan rataan 19,04% diikuti oleh rataan produksi T4, T1 dan T3 masing-masing
yaitu 17,90; 17,87 dan 17,61%. Berdasarkan hasil analisis ragam penggunaan BIS
dalam ransum berpengaruh tidak nyata (P>0.05) terhadap produksi telur. Hal ini
diduga karena kandungan nutrisi dan pakan yang dikonsumsi puyuh relatif sama
sehingga tidak mempengaruhi produksi telur. Menurut Sudrajat et. al., (2014)
kandungan nutrisi yang cukup pada pakan menyebabkan puyuh sehat, sehingga
proses pembentukan dan produksi telur dapat berjalan normal. Rataan produksi
telur tiap perlakuan sampai umur 7 minggu produksi dapat dilihat pada Gambar 2.
18
30.00
Produksi Telur (%) 25.00
20.00 T1
15.00 T2
10.00 T3
T4
5.00
0.00
1 2 3 4 5 6 7
Umur Produksi (minggu)
Gambar 2. Rataan produksi telur tiap perlakuan sampai umur 7 minggu produksi
Produksi telur yang dihasilkan lebih rendah jika dibandingkan penelitian
Yatno (2009) bahwa produksi telur puyuh sampai umur 55 hari yang diberi
ransum mengandung 12% BIS adalah 30,08%. Demikian juga dengan penelitian
Makinde et. al., (2014) bahwa produksi telur puyuh umur 6-22 minggu yang
diberi ransum mengandung 15% dan 30% BIS adalah 75,89% dan 73,70%. Jika
dilihat produksi telur sebesar 19,04% (T2) relatif lebih tinggi dibandingkan
dengan ransum kontrol yaitu 17,87% (T1). Hal ini diduga karena bahan pakan
yang digunakan pada ransum kontrol (T1) belum mampu diserap dan
dimanfaatkan secara optimal oleh puyuh untuk memproduksi telur. Selain itu,
Produksi telur yang rendah juga diduga kerena umur puyuh belum mencapai
puncak produksi. Sesuai pendapat Triyanto (2007) bahwa pada awal bertelur
produksi telur masih sedikit dan semakin meningkat sesuai pertambahan umur
hingga mencapai puncak produksi pada minggu ke-15.
Ahmadi (2014) melaporkan bahwa rataan produksi telur puyuh umur 8-14
minggu yang diberi ransum komersil adalah 67,89%. Setyawan et. al., (2012)
melaporkan bahwa produksi telur puyuh umur 7 bulan yang diberi ransum kontrol
adalah 82,68%. Puyuh betina dapat bertelur antara 200-300 butir/tahun dan berat
telurnya antara 8,25-10,1 gram/butir (Scaible, 1970).
19
4.5. Konversi Ransum
Konversi ransum pada puyuh petelur merupakan perbandingan antara
berat pakan yang dikonsumsi dengan berat telur yang dihasilkan pada waktu
tertentu. Konversi ransum digunakan untuk mengukur keefisienan penggunaan
pakan dalam memproduksi telur. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa
penggunaan BIS dalam ransum hingga taraf 37,5% (T4) berpengaruh tidak nyata
(P>0.05) terhadap konversi ransum puyuh umur 51-97 hari. Konversi ransum
perlakuan T1, T2, T3, dan T4 masing-masing yaitu 16,82; 14,67; 18,34 dan 19,08.
Konversi ransum pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian
Makinde et. al., (2014) bahwa konversi ransum pada puyuh umur 6-22 minggu
yang diberi ransum mengandung 15% dan 30% BIS adalah 2,28 dan 2,65.
Penelitian Ahmadi (2014) melaporkan bahwa konversi ransum pada puyuh umur
8-14 minggu yang di beri ransum komersil adalah 3,62.
Penggunaan BIS dalam ransum menghasilkan angka konversi yang tinggi
dan relatif sama antar perlakuan. Hal ini di duga karena komsumsi dan produksi
telur yang dihasilkan tiap perlakuan relatif sama. Sejalan dengan pendapat Yatno
(2009) bahwa konversi pakan erat kaitannya dengan konsumsi pakan dan
pertambahan bobot badan maupun produksi telur. Pendapat yang sama juga oleh
Zainudin dan Syahruddin (2012) bahwa angka konversi erat kaitannya dengan
konsumsi ransum dan pertambahan bobot badan, semakin kecil nilai angka
konversi ransum menunjukkan tingkat efisiensi puyuh memanfaatkan pakan
menjadi daging dan telur.
20
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
5.2. Saran
21
DAFTAR PUSTAKA
Amrulloh, I.K. 2003. Seri Beternak Mandiri: Nutrisi Ayam Broiler. Lembaga Satu
Gunung Budi, Bogor.
Anggreini, R.E.A., F. Sidiq, dan W.W. Wardani. 2014. Kualitas nutrisi dari
berbagai cara pengolahan bungkil inti sawit. Trouw Add Science (Edisi
Desember) 5:1-4.
Atmamihardja, R.I., R.A.E. Pym, and D.J. Farrell. 1983. Calorimetric studies on
selected lines of Japanese quail. Aust J. Agric Res. 34:799-807.
Elisabeth, J. dan S.P. Ginting. 2003. Pemanfaatan hasil samping industri kelapa
sawit sebagai bahan pakan ternak sapi potong. Hal. 110-119 dalam:
22
Lokakarya Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi. Pusat Penelitian Kelapa
Sawit. Medan.
Ensminger, M.A. 1992. Poultry Science (Animal Agriculture Series). 3rd Edition.
Interstate Publisher, Inc., Danville, Illnois.
Hartadi, H. et.al. 1980. Tabel Komposisi Bahan Makanan Ternak untuk Indonesia.
Fakultas Peternakan and Veterinary Sciences Universitas Gadjah Mada,
Yayasan Rockefeller Utah State University, Yogyakarta, Indonesia.
Makinde, O.J. 2012. Comparative Response of Japanese Quails Fed Palm Kernel
Meal and Brewer’s Dried Grain Based Diets Supplemented with
Maxigrain® Enzyme. Thesis. Department of Animal Science, Faculty of
Agriculture, Ahmadu Bello University, Zaria, Nigeria.
Makinde, O.J., T.S.B. Tegbe, S.E. Babajide, I. Samuel, and E. Ameh. 2014.
Laying performance and egg quality characteristics of Japanese quails
(Coturnix coturnix japonica) fed palm kernel meal and brewer’s dried
grain based diets. Science Education Development Institute. 4:1514-1521.
Moritsu, Y., K.E. Nestor, D.O. Noble, N.B. Antony, and W.C. Bacon. 1997.
Divergent selection for body weight and yolk frecursor in Coturnix
coturnix japonica. Poultry Sci. 76:437-444.
North, M.O., and D.D. Bell. 1992. Commercial Chicken Production Manual. 4th
Edition. An AVI Book Published by Van Nostrand Reinhold, New York.
NRC. 1994. Nutrient Requirement of Poultry. National Academy Science,
Washington DC.
Nugroho dan I.G.Kt. Mayun. 1986. Beternak Burung Puyuh. Eka Offsets,
Semarang.
Pranata, A. 2015. Pengaruh pemberian bungkil inti kelapa sawit yang difermentasi
menggunakan isolat selulolitik dari belalang kembara pada pakan terhadap
penampilan produksi puyuh jantan. Buletin Peternakan (Edisi Februari)
39:49-56.
23
Progression, W. 2003. Burung Puyuh. http://warintek.progessio.or.id-byrans. Di
unduh 10 Desember 2016.
Scaible, P.J. 1970. Poultry Feed and Nutrition. The AVI Publishing Company,
Inc. Westport, Connecticit.
Shakila, S. and P.S. Reddy. 2014. Certain observations on nutritive value of palm
kernel meal in comparison to deoiled rice bran. International Journal of
Science, Environment and Technology. 3:1071-1075.
Starck, M.J. and G.H.A. Rahman. 2003. Phenotypic flexibility of structure and
function of the digestive system of Japanese quail. J. Exp. Biol. 206:1887-
1897.
Steel, R.G.D. and J.H. Torrie. 1993. Principle and Procedure of Statistics. Second
Edition. McGraw-hill Book Company Aukland, Newzealand.
Supriyati, T. Pasaribu, H. Hamid, dan A.P. Sinurat. 1998. Fermentasi bungkil inti
sawit secara substrat padat dengan menggunakan Aspergillus niger. JITV
3:165-170.
24
Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusuma, dan S.
Lebdosoekojo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan ke-5. Gadjah
Mada University Press. Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta.
Wheindrata, H.S. 2014. Panduan Lengkap Beternak Burung Puyuh Petelur. Lily
Publisher. Yogyakarta.
Yatno. 2009. Isolasi Protein Bungkil Inti Sawit dan Kajian Nilai Biologinya
Sebagai Alternatif Bungkil Kedelai Pada Puyuh. Disertasi. Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Yatno. 2011. Fraksinasi dan sifat fisiko-kimia bungkil inti sawit. Agrinak. 1(1):
11–16.
25
LAMPIRAN
FK = (544.26)2/20
= 296220.08/20
= 14811.004
JKT = (24.64)2 + (29.60)2 + (25.15)2 + (26.11)2 +............. + (32.14)2 – FK
= 14887.93– 14811.004
= 76.92
JKP = (131.73)2 + (133.59)2 + (134.95)2+ (143.99)2 / 5 – FK
= 74144.02/ 5 – FK
= 14828.80– 14811.004
= 17.80
JKG = JKT – JKP
= 76.92- 17.80
= 59.12
F. Tabel
SK db JK KT F. Hit
0.05 0.01
Perlakuan 3 17.80 5.93
1.61tn 3,23 5,292
Galat 16 59.12 3.70
Total 19
Keterangan : tn = berpengaruh tidak nyata
26
Lampiran 2. Analisis ragam dari data umur bertelur pertama (hari)
Ulangan
Perlakuan Jumlah Rataan
1 2 3 4 5
T1 51 49 53 50 47 250 50
T2 49 46 54 47 49 245 49
T3 45 50 56 53 49 253 51
T4 51 48 57 54 53 263 53
Jumlah 196 193 220 204 198 1011
FK = (1011)2/20
= 1022121/20
= 51106.05
JKT = (51)2 + (49)2 + (45)2 + (51)2 +............. + (53)2 – FK
= 51313 – 51106.05
= 206.95
JKP = (250)2 + (245)2 + (253)2+ (263)2 / 5 – FK
= 255703/ 5 – FK
= 51140.6 – 51106.05
= 34.55
JKG = JKT – JKP
= 206.95 - 34.55
= 172.40
F. Tabel
SK Db JK KT F. Hit
0.05 0.01
Perlakuan 3 34.55 11.52
1.07 tn 3,23 5,292
Galat 16 172.40 10.78
Total 19
Keterangan : tn = berpengaruh tidak nyata
27
Lampiran 3. Analisis ragam dari data bobot telur (gram/butir)
Ulangan
Perlakuan Jumlah Rataan
1 2 3 4 5
T1 9.72 9.42 9.13 9.74 9.40 47.40 9.48
T2 9.70 9.07 8.93 8.80 8.93 45.42 9.08
T3 9.32 9.27 8.90 9.11 9.66 46.25 9.25
T4 9.58 9.44 8.21 9.16 9.19 45.57 9.11
Jumlah 38.32 37.19 35.17 36.80 37.18 184.65
FK = (184.65)2/20
= 34095.63/20
= 1704.78
JKT = (9.72)2 + (9.42)2 + (9.13)2 + (9.74)2 +............. + (9.19)2 – FK
= 1707.49– 1704.78
= 2.71
JKP = (47.40)2 + (45.42)2 + (46.25)2+ (45.57)2 / 5 – FK
= 8526.35/ 5 – FK
= 1705.27– 1704.78
= 0.49
JKG = JKT – JKP
= 2.71- 0.49
= 2.22
F. Tabel
SK Db JK KT F. Hit
0.05 0.01
Perlakuan 3 0.49 0.163
1.17 tn 3,23 5,292
Galat 16 2.22 0.139
Total 19
Keterangan : tn = berpengaruh tidak nyata
28
Lampiran 4. Analisis ragam dari produksi telur (%)
Ulangan
Perlakuan Jumlah Rataan
1 2 3 4 5
T1 15.20 13.07 12.16 20.06 28.88 89.36 17.87
T2 23.00 20.52 15.10 16.40 20.21 95.22 19.04
T3 25.18 13.98 12.46 19.72 16.72 88.05 17.61
T4 18.09 20.57 15.53 19.86 15.45 89.49 17.90
Jumlah 81.46 68.14 55.25 76.04 81.25 362.13
FK = (362.13)2/20
= 131138.80/20
= 6556.94
JKT = (15.20)2 + (13.07)2 + (12.16)2 + (20.06)2 +............. + (15.45)2 – FK
= 6918.29– 6556.94
= 361.35
JKP = (89.36)2 + (95.22)2 + (88.05)2+ (89.49)2 / 5 – FK
= 32815.28/ 5 – FK
= 6563.06– 6556.94
= 6.12
JKG = JKT – JKP
= 361.35- 6.12
= 355.23
F. Tabel
SK Db JK KT F. Hit
0.05 0.01
Perlakuan 3 6.12 2.04
0.09 tn 3,23 5,292
Galat 16 355.23 22.20
Total 19
Keterangan : tn = berpengaruh tidak nyata
29
Lampiran 5. Analisis ragam dari data konversi ransum
Ulangan
Perlakuan Jumlah Rataan
1 2 3 4 5
T1 16.58 21.34 23.10 13.29 9.79 84.10 16.82
T2 13.27 14.25 20.00 16.38 8.44 73.34 14.67
T3 13.40 19.76 24.87 17.96 15.72 91.70 18.34
T4 19.92 16.66 24.80 17.45 16.57 95.38 19.08
Jumlah 63.17 73.00 92.77 65.08 50.52 344.53
FK = (344.53)2/20
= 118699.96/20
= 5935.00
JKT = (16.58)2 + (21.34)2 + (23.10)2 + (13.29)2 +............. + (16.57)2 – FK
= 6310.46– 5935.00
= 375.46
JKP = (84.10)2 + (73.34)2 + (91.70)2+ (95.38)2 / 5 – FK
= 29959.34/ 5 – FK
= 5991.87– 5935.00
= 56.87
JKG = JKT – JKP
= 375.46- 56.87
= 318.59
F. Tabel
SK Db JK KT F. Hit
0.05 0.01
Perlakuan 3 56.87 18.96
0.95 tn 3,23 5,292
Galat 16 318.59 19.91
Total 19
Keterangan : tn = berpengaruh tidak nyata
30