Anda di halaman 1dari 42

PERFORMA PRODUKSI TELUR PUYUH (Coturnix coturnix japonica)

YANG DIBERI RANSUM MENGANDUNG BUNGKIL INTI SAWIT

SKRIPSI

WIDYA PITA LOKA


E10013084

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2017
PERFORMA PRODUKSI TELUR PUYUH (Coturnix coturnix japonica)
YANG DIBERI RANSUM MENGANDUNG BUNGKIL INTI SAWIT

Widya Pita Loka (E10013084), di bawah bimbingan


Wiwaha Anas Sumadja1) dan Resmi2)

RINGKASAN
Bungkil inti sawit (BIS) merupakan hasil samping dari pengolahan inti
kelapa sawit yang masih bisa dimanfaat untuk pakan unggas. Selain
ketersediaanya yang melimpah BIS juga mengandung nutrisi yang cukup baik.
BIS mengandung protein kasar 15,43%-19,00%, lemak kasar 7,71%, serat kasar
15,47%-20,00%, kalsium 0,43%, dan Phospor 0,86%. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui performa produksi telur puyuh yang diberi ransum
mengandung bungkil inti sawit.
Penelitian ini dilakukan di kandang Fapet Farm Fakultas Peternakan
Universitas Jambi yang dilaksanakan mulai tanggal 8 April sampai 30 Juni 2016.
Penelitian ini menggunakan puyuh betina umur 21 hari sebanyak 140 ekor.
Perlakuan yang digunakan meliputi: T1 (ransum 0% BIS), T2 (ransum
mengandung 12,5 % BIS), T3 (ransum mengandung 25% BIS), dan T4 (ransum
mengandung 37,5%). Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan
Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan. Peubah yang diamati
meliputi konsumsi ransum, umur bertelur pertama, bobot telur, produksi telur dan
konversi ransum.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian BIS hingga 37,5% dalam
ransum berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap konsumsi ransum, umur
bertelur pertama, bobot telur, produksi telur dan konversi ransum.
Disimpulkan bahwa BIS dapat digunakan hingga taraf 37,5% tanpa
mempengaruhi perfoma produksi telur puyuh.

1)
Pembimbing Utama
2)
Pembimbing Pendamping
PERFORMA PRODUKSI TELUR PUYUH (Coturnix coturnix japonica)
YANG DIBERI RANSUM MENGANDUNG BUNGKIL INTI SAWIT

Oleh

WIDYA PITA LOKA


E10013084

Telah Diuji di Hadapan Tim Penguji


Pada Hari Rabu, tanggal 18 April 2017, dan dinyatakan Lulus

Ketua : Ir. Wiwaha Anas Sumadja, M.Sc, PhD


Sekretaris : Ir. Resmi, MP
Anggota : 1. Prof. Dr. Ir. Zubaidah, MS
2. Dr. Yatno, S.Pt., M.Si
3. Heru Handoko, S.Pt., M.Si

Menyetujui:
Pembimbing Utama, Pembimbing Pendamping,

Ir. Wiwaha Anas Sumadja, M.Sc, PhD Ir. Resmi, MP


NIP. 19640711 199001 1 002 NIP. 19590818 198603 2 002
Tanggal: Tanggal:

Mengetahui:
Wakil Dekan BAKSI, Ketua Jurusan/Program Studi

Dr.Sc.Agr.Ir. Teja Kaswari, M.Sc Ir. Darmawan, MP


NIP. 19661215 199203 1 002 NIP. 19570615 198710 1 001
Tanggal: Tanggal:
PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Performa
Produksi Telur Puyuh (Coturnix coturnix japonica) Yang Diberi Ransum
Mengandung Bungkil Inti Sawit” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di
bagian akhir skripsi ini sesuai dengan kaidah penulisan yang berlaku.

Jambi, April 2017

dto
Widya Pita Loka
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sungai Rambai pada


tanggal 8 Mei 1995, sebagai anak pertama dari tiga
bersaudara dari pasangan Bapak Mulyadi, S.E dan Ibu
Siti Nurma. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di
SDN 116/V Sungai Rambai pada tahun 2007,
pendidikan menengah pertama di SMPN 1 Pengabuan
Teluk Nilau pada tahun 2010, dan pendidikan menengah
atas di SMAN 1 Pengabuan Teluk Nilau pada tahun 2013. Penulis mengambil
Jurusan IPA dan menamatkan SMA pada tahun 2013.
Pada tahun 2013 penulis diterima sebagai mahasiswa di Program Studi
Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Jambi melalui jalur Seleksi Nasional
Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Praktek lapang dilaksanakan pada
semester VI (genap) tahun akademik 2015/2016 yang bertempat di Desa Mendalo
Darat Kecamatan Jambi Luar Kota Kabupaten Muaro Jambi. Pada Bulan Juli
2016 penulis mengikuti kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KUKERTA) di Desa Tegal
Arum Kecamatan Rimbo Bujang Kabupaten Tebo Provinsi Jambi.
PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat dan nikmat
kesehatan serta kesempatan yang telah dianugrahkan-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi. Skripsi ini merupakan
persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan strata satu (S1) pada
Program Studi Peternakan Universitas Jambi.
Pada kesempatan ini dengan penuh kerendahan hati penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Ayahku tercinta Mulyadi S.E dan Ibuku tercinta Siti Nurma yang selalu berdoa
dengan penuh kesabaran dan memberikan semangat serta melimpahkan kasih
sayang dan dorongan moral serta materil sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini.
2. Kepada Adik-adikku Angga Setiawan dan Alda Wulandari yang luar biasa
memberi semangat kepada penulis selama perkuliahan.
3. Bapak Ir. H. Wiwaha Anas Sumadja, M.Sc, PhD selaku pembimbing akademik
sekaligus pembimbing utama yang selalu memberikan nasehat, bimbingan dan
motivasi kepada penulis selama perkuliahan, serta memberikan pengarahan dan
saran kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
4. Ibu Ir. Resmi, MP selaku pembimbing pendamping yang telah banyak
meluangkan waktu, memberikan pengarahan dan bimbingan serta saran kepada
penulis dalam penyusunan skripsi ini.
5. Ibu Prof. Dr. Ir. Hj. Nurhayati, M.Sc.agr selaku Dekan Fakultas Peternakan dan
seluruh staf pengajar Fakultas Peternakan Universitas Jambi yang telah banyak
memberi ilmu pengetahuan dan wawasan kepada penulis.
6. Ibu Ir. Hendalia, MS selaku dosen pembimbing lapangan (Farm Experience).
7. Rekan satu tim penelitian Nofriansyah, Dias Triyambodo, Giniung Pratidina
dan Laily Hanifa yang selalu bekerjasama dan selalu menyemangati penulis.
8. Sahabatku tersayang Suci Ardiyanti yang selalu memberikan semangat yang
luar biasa.

i
9. Sahabat seperjuangan Suliani, Syintia Dwi Agustina, Azizah, Dwi D.A
Sihombing, Rinda Devianti, Tria Noberta Futri yang selalu memberikan
semangat kepada penulis.
10. Teman seperjuangan posko 5 Eky, Melvi, Meti, Mia, Sela, Inta, Santa, Fitri,
Tirta, Julistiono, Ardian, Riyadi, Bayu, Ikhsan.
Laporan penelitian ini adalah hasil upaya maksimal penulis dengan
bantuan berbagai pihak. Kritik atas kekurangan laporan ini mudah-mudahan dapat
diperbaiki oleh peneliti-peneliti berikutnya untuk topik penelitian lain.
Akhir kata penulis banyak mengucapkan ribuan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu penulis, semoga Tuhan Yang Maha Esa
memberikan balasan yang setimpal kepada kita semua.

Jambi, April 2017

Widya Pita Loka

ii
DAFTAR ISI

Halaman
PRAKATA .................................................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ...................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. vi
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………… vii
BAB I. PENDAHULUAN ......................................................................... 1
1.1.Latar Belakang ............................................................................. 1
1.2.Tujuan .......................................................................................... 2
1.3.Manfaat ........................................................................................ 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA................................................................ 3
2.1. Puyuh .......................................................................................... 3
2.2. Bungkil Inti Sawit (BIS) ............................................................. 4
2.3. Bungkil Inti Sawit dalam Ransum Unggas ................................. 5
2.4. Produksi Telur ............................................................................ 6
2.5. Konsumsi Ransum ...................................................................... 7
2.6. Konversi Ransum........................................................................ 8
BAB III. METODE PENELITIAN............................................................. 10
3.1. Tempat dan Waktu ...................................................................... 10
3.2. Materi dan Peralatan ................................................................... 10
3.3. Metode ....................................................................................... 10
3.4. Rancangan Penelitian.................................................................. 14
3.5. Peubah yang diamati .................................................................. 14
3.6. Analisis Data ............................................................................... 15
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................... 16
4.1. Konsumsi Ransum ...................................................................... 16
4.2. Umur Bertelur Pertama ............................................................... 17
4.3. Bobot Telur ................................................................................. 17
4.4. Produksi Telur............................................................... ............. 18
4.5. Konversi Ransum........................................................................ 20
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 21

iii
5.1. Kesimpulan ................................................................................. 21
5.2. Saran ........................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 22

LAMPIRAN ................................................................................................ 26

iv
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Produksi telur puyuh pada level protein yang berbeda ........................... 7


2. Kebutuhan konsumsi pakan pada puyuh ................................................. 8
3. Kebutuhan nutrient dalam ransum puyuh fase layer ............................... 8
4. Kandungan zat makanan bahan penyusun ransum perlakuan ................. 12
5. Komposisi bahan penyusun ransum perlakuan ....................................... 12
6. Kandungan zat makanan ransum perlakuan ........................................... 13
7. Rataan konsumsi, umur bertelur pertama, bobot telur, produksi telur
dan konversi ransum puyuh umur 51-97 hari ......................................... 16

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1. Bagan proses pengolahan kelapa sawit dan perkiraan proporsi terhadap
tandan buah segar .................................................................................... 5
2. Rataan produksi telur tiap perlakuan sampai umur 7 minggu produksi . 19

vi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Analisis ragam dari data konsumsi ransum (gram/ekor/hari) ............ 26


2. Analisis ragam dari data umur bertelur pertama (hari) ..................... 27
3. Analisis ragam dari data bobot telur (gram/butir) .............................. 28
4. Analisis ragam dari produksi telur (%) .............................................. 29
5. Analisis ragam dari data konversi ransum ......................................... 30

vii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Puyuh merupakan salah satu jenis unggas yang memiliki potensi untuk
dikembangkan dan ditingkatkan produksinya. Selain menghasilkan daging, puyuh
juga menghasilkan telur untuk memenuhi kebutuhan protein hewani bagi
masyarakat. Puyuh merupakan unggas daratan yang memiliki ukuran tubuh kecil,
pemakan biji-bijian dpan serangga kecil. Jenis puyuh yang sering dibudidayakan
adalah puyuh Jepang (Coturnix coturnix japonica) karena puyuh ini mulai bertelur
pada umur 42 hari. Puyuh betina mampu menghasilkan 250-300 butir telur dalam
setahun. Berat telurnya sekitar 10 g/butir atau 7-8% dari bobot badan. Puyuh
berpotensi sebagai penyumbang bahan pangan asal hewani untuk memenuhi
kebutuhan konsumsi protein. Menurut data dari Dirjen Peternakan dan Kesehatan
Hewan (2012), populasi puyuh di Indonesia sebanyak 7.840.880 ekor. Dengan
populasinya yang cukup banyak maka perlu ketersediaan bahan pakan yang
banyak pula.
Pakan merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan
keberhasilan suatu usaha peternakan, karena 60-70% biaya yang dikeluarkan
peternak digunakan untuk pembelian pakan. Saat ini Indonesia masih mengimpor
sebagian bahan pakan dari luar negeri. Hal ini menyebabkan harga pakan unggas
komersil relatif mahal dan tidak stabil. Untuk mengurangi biaya produksi, salah
satu upaya yang bisa dilakukan adalah dengan memberikan pakan alternatif yang
kandungan nutrisinya baik, selalu tersedia, mudah didapat dan murah. Bungkil inti
sawit (BIS) merupakan hasil samping dari pengolahan inti kelapa sawit yang
masih bisa dimanfaat untuk pakan ternak unggas.
Direktorat jenderal perkebunan (2014) melaporkan bahwa produksi
minyak kelapa sawit di Indonesia mencapai 29.344.479 ton dan diperkirakan
menghasilkan 7.336.119 ton inti sawit. Di provinsi Jambi pada tahun 2014
produksi minyak kelapa sawit mencapai 1.857.260 ton dan bila dihitung secara
nominal menghasilkan bungkil inti sawit sebanyak 213.585 ton. Selain
ketersediaannya yang melimpah BIS juga mengandung nutrisi yang cukup baik.

1
Kandungan nutrisi pada BIS yaitu protein kasar 15.43%-19.00%, lemak kasar
7.71%, serat kasar 15.47%-20.00%, Ca 0.43%, P 0.86% dan Cu 21.86 ppm
(Aritonang, 1984). Penggunaan BIS hingga level 30% dalam ransum puyuh
petelur tidak memberikan efek negatif terhadap produksi telur, berat telur dan
dapat mengurangi biaya pakan (Makinde et al., 2014). Oleh karena itu, perlu
dilakukan penelitian lanjut dengan meningkatkan level penggunaan BIS dalam
ransum untuk melihat produksi telur pada puyuh.

1.2. Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui performa produksi telur
pada puyuh yang diberi ransum mengandung bungkil inti sawit.
1.3. Manfaat

Manfaat penelitian ini adalah untuk memberikan informasi tentang


penggunaan bungkil inti sawit dalam ransum puyuh petelur sebagai bahan pakan
alternatif.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Puyuh
Puyuh merupakan unggas yang memiliki siklus hidup relatif pendek
dengan laju metabolisme tinggi, dan pertumbuhan serta perkembangannya yang
sangat cepat (Radhitya, 2015). Burung puyuh merupakan salah satu komoditi
unggas dari genus Coturnix yang dapat dimanfaatkan sebagai penghasil telur dan
daging (Setyawan et. al., 2012). Puyuh mulai dijinakkan di Jepang pada tahun
1890-an (Nugroho dan Mayun, 1986). Sedangkan, di Indonesia puyuh mulai
dikenal dan diternakkan pada tahun 1979 (Progressio, 2000). Jenis puyuh yang
banyak dibudidayakan di Indonesia adalah puyuh Jepang (Coturnix coturnix
japonica) (Suryani, 2015).
Karakteristik yang mencirikan puyuh Jepang menurut Wheindrata (2014)
adalah : (1) paruh pendek dan kuat, badan lebih besar dibanding puyuh jenis lain,
panjang badan 18-19 cm, berbentuk bulat dengan ekor pendek, (2) jari kaki empat
buah, tiga jari ke arah depan satu jari ke arah belakang, warna kaki kekuning-
kuningan, (3) pada kepala puyuh jantan dewasa, diatas mata dan bagian alis mata
belakang terdapat bulu putih berbentuk garis melengkung yang tebal, bulu dada
merah sawo matang polos tanpa ada bercak-bercak cokelat kehitaman, suara
puyuh jantan lebih keras dibanding yang betina, (4) warna bulu puyuh betina
dewasa hampir sama dengan warna bulu puyuh jantan berbeda hanya pada dada
yang warna dasarnya agak pucat, bergaris-garis, atau berbecak kehitam-hitaman,
(5) puyuh mencapai dewasa kelamin sekitar umur 40-42 hari, (6) berat badan
puyuh betina dewasa 142-144 gram/ekor, sedangkan puyuh jantan 115-117
gram/ekor, (7) puyuh betina dapat bertelur 200-300 butir/tahun dengan berat telur
9-10 gram/butir.
Puyuh mempunyai saluran pencernaan yang dapat menyesuaikan diri
terhadap kondisi lingkungan. Gizzard dan usus halus pada puyuh memberikan
respon yang fleksibel terhadap ransum dengan kandungan serat kasar yang tinggi
(Starck dan Rahman, 2003). Kemiripan puyuh dengan beberapa unggas lain untuk
beberapa parameter genetik membuat puyuh sering digunakan untuk hewan

3
percobaan dalam penelitian seleksi unggas khususnya untuk seleksi jangka
panjang (Maeda et. al., 1997). Klasifikasi puyuh secara ilmiah yaitu sebagai
berikut :
Kingdom : Animalia
Fillum : Chordata
Class : Aves
Ordo : Galliformes
Sub-ordo : Phasianoidea
Family : Phasianidae
Genus : Coturnix
Spesies : Coturnix coturnix japonica

2.2. Bungkil Inti Sawit (BIS)


Bungkil inti sawit (palm kernel cake / PKC) merupakan hasil samping
yang diperoleh dari pabrik pengolahan kelapa sawit yang potensial untuk
dijadikan sebagai bahan pakan ternak (Elisabeth dan Ginting, 2003). Pemanfaatan
BIS sebagai sumber energi dalam pakan juga dapat mengurangi biaya pakan
(Anggreini et. al., 2014). Pengolahan inti sawit menghasilkan sekitar 45% minyak
inti sawit sebagai hasil utama dan bungkil inti sawit sekitar 45% sebagai hasil
sampingan (Devendra, 1977). BIS mempunyai berat jenis, kerapatan tumpukan,
kerapatan pemadatan tumpukan dan sudut tumpukan yang lebih tinggi dari sifat
fisik yang dimiliki bungkil kedele (Yatno, 2011).
Kandungan zat makanan pada BIS adalah bahan kering 91,8%, protein
kasar 15,3%, serat kasar 15,0%, dan abu 5% (Idris et. al., 1998, dalam Elisabeth
dan Ginting, 2003). Nilai kecernaan BIS tanpa fermentasi adalah 63,87% dan
setelah fermentasi 3 hari menjadi 74,91% (Supriyati et, al., 1998). Bungkil inti
sawit, sangat potensial untuk digunakan sebagai pakan alternatif sumber protein
dan energi. Kandungan gizi pada BIS adalah protein kasar 15.32 %, serat kasar
14.39%, lemak kasar 1.75%, Ca 0.49% dan P 0.68%, dengan kandungan energi
metabolis 1892 Kkal/kg (Shakila and Reddy, 2014).

4
Kandungan zat nutrisi dalam BIS bervariasi, hal ini disebabkan oleh
adanya perbedaan umur tanaman, teknik ekstraksi, daerah asal atau jenis kelapa
sawit (Aritonang, 1984). Berikut adalah bagan komposisi produk dan hasil
samping dari pengolahan kelapa sawit :

Tandan Buah Segar


Kelapa Sawit

Tandan Serat Kelapa


Kosong(TKS) Sawit Minyak Kasar Inti Sawit Cangkang
23% 13% 20-22% 5% 7%

Lumpur Sawit
(POS)
2% BK

Minyak Inti Bungkil Inti


Sawit(PKO) Sawit (PKM)
45%-46% 45%-46%

Gambar 1. Bagan proses pengolahan kelapa sawit dan perkiraan proporsi terhadap
tandan buah segar (Elisabeth dan Ginting, 2003)

2.3. Bungkil Inti Sawit dalam Ransum Unggas


Konsentrat protein yang diekstraksi dari bungkil inti sawit memiliki
retensi protein dan energi metabolis murni yang lebih tinggi dari bungkil inti sawit
tanpa pengolahan serta hampir menyamai dengan bungkil kedelai yang
mempunyai retensi protein dan energi metabolis murni berturut-turut sebesar
(69.82 vs 70.57% dan 2605.97 vs 2857.35 kkal/kg) (Yatno et. al., 2008).
Penggunaan dedak dan BIS yang di suplementasi dengan Maxigrain® enzyme
sebanyak 15% selama fase pertumbuhan dan 30% selama pada fase bertelur dapat
meningkatkan bobot badan dan produksi telur serta mengurangi biaya pakan
(Makinde, 2012). Pemberian bungkil inti sawit hingga 30% pada puyuh
menghasilkan konversi pakan sebesar 3,17 (Pranata, 2015).

5
Penggunaan BIS dapat diberikan sampai level 30% pada ransum fase
bertelur (mulai umur 6 minggu) tanpa mempengaruhi produksi telur, berat telur
serta dapat meningkatnya bobot badan dan mengurangi biaya pakan (Makinde et.
al., 2014). Menurut Yatno (2009) pemberian 12% konsentrat protein BIS
terfortifikasi tidak memberikan efek negatif pada ternak yang tergambar dari skor
lesio dan gambaran histopatologi usus dan hati bahkan memberikan efek positif
terhadap bobot badan akhir dan indeks kuning telur puyuh masa bertelur. Menurut
Pranata (2015) pemberian BIKSF dan BIKS sebanyak 10, 20, 30% dengan
kandungan serat kasar dalam ransum perlakuan sebesar 3,45 – 9,49 tidak
mempengaruhi pertambahan bobot badan puyuh dan persentase karkas.
2.4. Produksi Telur

Produksi telur adalah banyaknya telur yang dihasilkan oleh seekor


unggas/puyuh dalam jangka waktu tertentu (Bachari et. al., 2006). Burung puyuh
mampu menghasilkan telur sebanyak 200-300 butir/ekor/tahun, dengan bobot
telur rata-rata 10 gram/butir, memiliki warna coklat tua,biru, putih dengan bintik-
bintik hitam pada kerabang telur, pigmen kerabang telur berupa ooporpirin dan
biliverdin (Randall dan Bolla, 2008, dalam Putra, 2013). Produksi telur puyuh
umur 6-17 minggu berkisar antara 51,79% sampai 62,50%, dengan rataan
produksi telur sebesar 57,01% (Bachari et. al., 2006). Burung puyuh yang sedang
bertelur berumur lebih dari 42 hari (SNI 2006). Burung puyuh betina akan mulai
bertelur pada umur 41 hari, puncak produksi terjadi pada umur 5 bulan dengan
persentase telur 96% (Djulardi et. al., 2006 dalam Setyawan et. al., 2012).
Produksi telur pada puyuh umur 6-10 minggu selama satu bulan rata-rata 39,95%
dengan rataan konversi ransum 6,44 (Sudrajat et. al., 2014). Pada umur 11-13
minggu produksi telur puyuh mulai stabil dan mendekati puncak produksi,
sehingga rataan produksi telurnya lebih tinggi yaitu sekitar 88,52% (Triyanto,
2007). Produksi telur pada level protein yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 1.

6
Tabel 1. Produksi telur puyuh pada level protein yang berbeda
Umur (minggu)
Level Protein
6-10 10-20 20-32 6-32
(%)
Produksi Telur (%)
18 46,7 61,6 42,8 53
20 67,9 63 62,5 63,7
22 51,3 71,7 62,3 64,6
24 66,5 81,7 81,1 78,7
Sumber: Eishu et. al., (2005) dalam Triyanto (2007)
2.5. Konsumsi Ransum
Konsumsi ransum adalah banyaknya ransum yang dimakan dalam jangka
waktu tertentu dengan tujuan untuk dapat hidup, meningkatkan pertambahan
bobot badan dan untuk produksi. Menurut North dan Bell (1990) pakan pada
unggas diperlukan untuk body maintenance, pertumbuhan, pertumbuhan bulu dan
produksi telur. Menurut Triyanto (2007) ada dua faktor yang mempengaruhi
konsumsi pakan pada unggas yaitu faktor berpengaruh dominan (kandungan
energi pakan dan suhu lingkungan) dan faktor yang berpengaruh minor (strain
burung, berat tubuh, bobot telur harian, pertumbuhan bulu, derajat stress dan
aktifitas burung). Konsumsi pakan mempengaruhi penampilan produksi unggas
sebab pakan yang dikonsumsi digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup
pokok serta untuk proses produksi (Anggorodi, 1985). Puyuh umur 35 hari akan
mengkonsumsi pakan lebih banyak dengan densitas pakan yang tinggi
dibandingkan dengan densitas pakan yang rendah pada umur yang sama
(Atmamihardja et. al., 1983). Ransum yang dikonsumsi dipengaruhi oleh
palatabilitas ransum terutama bentuk fisik ransum yang diberikan (Bachari et. al.,
2006). Tingkat konsumsi pakan burung puyuh dipengaruhi oleh tingkat energi dan
palatabilitas pakan (Setiawan, 2006). Kebutuhan jumlah pakan puyuh dan
kebutuhan zat- zat nutrien puyuh fase layer berturut-turut dapat dilihat pada Tabel
2 dan 3.

7
Tabel 2. Kebutuhan konsumsi pakan pada puyuh

Kebutuhan Jumlah Pakan


Umur Puyuh
(gram/ekor/hari)
0 - 10 hari 2-3
11 - 20 hari 4-5
21 - 30 hari 8-10
31 - 40 hari 12-15
41 hari sampai afkir 17-20
Sumber: Abidin (2002)

Tabel 3. Kebutuhan nutrient dalam ransum puyuh fase layer


Zat Makanan (%) Layer (umur > 6 minggu)
Protein Kasar 20
Lemak Kasar 3,96
Serat Kasar 4,40
Kalsium 2,5
Posfor 0,55
Chlorine 0,15
Natrium (mg/kg) 0,35
Energi Metabolisme (kkal/kg) 2600
Sumber : NRC (National Research Council ), Nutrient Requirement of Poultry,
1994

2.6. Konversi Ransum


Konversi pakan merupakan perbandingan antara jumlah pakan yang
dikonsumsi (gram) dengan produksi telur (gram) yang dihasilkan pada waktu
tertentu (Triyanto, 2007). Konversi pakan digunakan untuk mengukur keefisienan
penggunaan pakan dalam memproduksi telur (Setiawan, 2006). Semakin kecil
nilai angka konversi menunjukkan tingkat efisiensi puyuh memanfaatkan pakan
menjadi daging dan telur (Zainudin dan Syahruddin, 2012). Menurut Tillman et.
al., (1991) konversi ransum dipengaruhi beberapa hal, diantaranya derajat
pertumbuhan, bobot badan, komposisi pakan, status produksi, aktivitas ternak,
tipe ternak, jenis kelamin, laju perjalanan pakan dalam alat pencernaan,
temperatur lingkungan dan palatabilitas pakan.
Menurut Yatno (2009) konversi pakan pada puyuh adalah sebesar 3,5.
Sedangkan, Menurut Utomo et. al., (2014) konversi pakan pada puyuh adalah
sebesar 3,9. Mufti (1997) melaporkan bahwa rataan konversi ransum pada puyuh

8
adalah 4,30 dengan kisaran 4,03-4,73. Angka konversi ransum yang rendah
menandakan effisiensi ransum tinggi, sebaliknya angka konversi ransum yang
tinggi menunjukkan nilai manfaat biologis yang rendah (Radhitya, 2015).
Konversi pakan dipengaruhi oleh bangsa burung, manajemen, penyakit serta
pakan yang digunakan (Ensminger, 1992). Sedangkan menurut Amrulloh (2003)
faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya konversi ransum adalah kualitas
ransum, teknik pemberian, bentuk dan konsumsi ransum.

9
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu


Penelitian ini dilaksanakan di kandang Fapet Farm Fakultas Peternakan
Universitas Jambi mulai dari tanggal 8 April sampai 30 Juni 2016.
3.2. Materi dan Peralatan
Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah ternak puyuh yang
berumur 21 hari sebanyak 140 ekor. Ransum yang digunakan adalah ransum yang
dibuat sendiri dengan bahan-bahan yang digunakan untuk menyusun ransum
adalah BIS, jagung kuning, tepung ikan, bungkil kedele, dedak, dikalsium
phosphat, CaCO3, premix, lysine, methionin.
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah kandang ternak
puyuh, lampu pijar, sapu, sikat, ember, plastik, tempat pakan, tempat air minum,
koran, timbangan.
3.3. Metode
3.3.1. Persiapan bungkil inti sawit
BIS di dapat dari daerah Sarolangun, PT. Krisna Duta Agroindo. BIS
tersebut kemudian digiling menggunakan grinder. Setelah dilakukan penggilingan
kemudian BIS di saring dengan ukuran saringan 60 mesh.
3.3.2. Persiapan alat penelitian
Persiapan penelitian dengan cara menyiapkan semua alat-alat yang akan
digunakan seperti kandang kelompok yang berukuran 1,2 × 0,65 × 0,27 m terdiri
dari 4 tingkat kandang, lampu pijar, tempat pakan, tempat minum, ember, skop,
label perlakuan, penomoran cage pada kandang, dan timbangan.

10
3.3.3. Persiapan kandang

Kandang yang akan digunakan adalah kandang kelompok yang berjumlah


20 unit, masing-masing unit berisi 7 ekor puyuh dan menggunakan tempat
penampungan ekskreta. Sebelum di gunakan kandang dibersihkan terlebih dahulu
dengan cara sanitasi kandang yaitu dicuci dengan air bersih dan disemprot
desinfektan. Setelah kandang kering, dilakukan pengkapuran kandang dengan
tujuan untuk membasmi mikroba yang menempel pada kandang. Lalu puyuh
dimasukkan ke dalam kandang. Pembersihan ekskreta 2 hari setelah puyuh
dimasukkan didalam kandang.

3.3.4. Persiapan ransum

Ransum yang digunakan terdiri dari BIS, jagung kuning, tepung ikan,
dedak, bungkil kedele, dikalsium phosphat, CaCO3, premix, lysine, methionin.
Ransum disusun sesuai dengan kebutuhan zat makanan puyuh. Perlakuan yang
diberikan yaitu :
T1 = Ransum 0% BIS
T2 = Ransum mengandung 12,5% BIS
T3 = Ransum mengandung 25% BIS
T4 = Ransum mengandung 37,5% BIS
Pembuatan ransum dilakukan dengan cara mencampurkan bahan yang
jumlahnya sedikit dan tekstur lebih halus terlebih dahulu, kemudian tambahkan
sedikit demi sedikit bahan yang berjumlah banyak. Kemudian ransum tersebut
dicampur dengan BIS sedikit demi sedikit sampai homogen. Kandungan zat
makanan bahan penyusun ransum puyuh, komposisi bahan penyusun ransum
puyuh, dan kandungan zat makanan hasil perhitungan antara kandungan zat
makanan penyusun ransum dan komposisi ransum puyuh berturut-turut dapat
dilihat pada Tabel 4,5, dan 6.

11
Tabel 4. Kandungan zat makanan bahan penyusun ransum perlakuan
Zat Jagung Tepung Dedak Bungkil Dikalsium Bungkil CaCO3
Makanan Kuning Ikan kedele Phosphat Inti
Sawit
BK 91,89a 88,47a 90,81a 87,56a 95b 90.44a 99b
PK 12,73a 36,86a 10,10a 58,74a - 14,90a -
LK 13,09a 1,89a 3,79a 1,29a - 7,24a -
SK 3,75a 9,52a 8,03a 0,35a - 6,35a -
Ca 0.02b 5.58b 0.20b 0.29b 16.00b 0.58d 39b
P 0.23b 3.37b 1.10b 0.60b 21.00b 0.45d 0.04b
Liys 0.29b 3.97b - 0.50b - 0.35d -
Met 0.18b 1.30b 0.16b 2.56b 0.24d
EM (kkal/kg)
3321b 3080c 2200c 2216b - 2485,06d -
ket. a)Hasil Analisa Lab: Nutrisi Ruminansia dan Makanan Ternak Fakultas
Peternakan Universitas Jambi Tahun 2016. b) Hartadi et al., (1980). c) Hasil
Analisa Lab: Nutrisi Ruminansia Dan Kimia Makanan Ternak Fakultas Peternakan
d
Universitas Padjadjaran Tahun 2010 dalam (Radhitya, 2015). ) Yatno (2009).

Tabel 5. Komposisi bahan penyusun ransum perlakuan


Perlakuan
Bahan (%)
T1 T2 T3 T4
BIS 0 12.5 25 37.5
Jagung Kuning 47 40 34 25.5
Tepung Ikan 10 10 10 10
Dedak 16 13 6 4
Bungkil Kedele 20 17.5 18 16
Dikalsium Phosphat 2 2 2 2
CaCO3 4.5 4.5 4.5 4.5
Lysine 0.25 0.25 0.25 0.25
Methionin 0.25 0.25 0.25 0.25
Jumlah 100 100 100 100

12
Tabel 6. Kandungan zat makanan ransum perlakuan
Perlakuan
Zat Makanan (%)
T1 T2 T3 T4
Bahan Kering 90,43 90,39 90,26 90,19
Protein Kasar 23,03 22,23 22,92 22,32
Lemak Kasar 7,20 7,05 6.91 6.60
Serat Kasar 4,07 4,35 4,36 4,67
Kalsium 2,73 2,79 2,85 2,91
Phosphor 1,16 1,16 1,12 1,13
Lysine 0,88 0,89 0,92 0,93
Methionin 0,98 0,93 0,96 0,93
EM (kkal/kg) 2664 2620,83 2589 2529,31
Keterangan: Dihitung berdasarkan Tabel 4 dan 5
3.3.5. Pemberian ransum dan air minum
Ransum yang telah disusun sesuai perlakuan diberikan tiga kali sehari
yaitu pagi, siang dan sore hari dan air minum diberikan adlibitum.
3.3.6. Pengacakan perlakuan dan pengacakan puyuh
Penempatan puyuh dan pemberian ransum perlakuan didalam kandang
dilakukan secara acak. Urutkan kandang dari nomor 1 sampai 20 kemudian
dilakukan pengacakan perlakuan beserta ulangannya terlebih dahulu dengan
menggunakan lotre. Puyuh yang telah ditimbang dan diberi nomor 1 sampai 140
di acak dengan menggunakan lotre lalu ditempatkan berdasarkan hasil pengacakan
kandang. Setiap unit kandang diisi dengan 7 ekor puyuh.
3.3.7. Pengambilan dan penimbangan telur puyuh
Pengambilan telur dilakukan setiap hari sebanyak dua kali sehari yaitu
pada pagi hari pukul 08.00 WIB dan sore hari pukul 17.00 WIB. Setelah itu telur
disimpan ditempat telur/tray. Telur yang sudah disimpan di tray dikelompokkan
berdasarkan perlakuan dan ulangan. Kemudian telur ditimbang untuk memperoleh
berat telur/butir.

13
3.4. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4
perlakuan dan 5 ulangan. Model linier yang digunakan adalah sebagai berikut :
Yij = µ + αi + Eij
Keterangan : i = 1, 2, 3, 4 (banyaknya perlakuan)
j = 1, 2, 3, 4 , 5 (banyaknya ulangan)
Yij = Nilai Pengamatan yang diukur
µ = Pengaruh dari rata – rata peubah yang diamati
αi = Pengaruh perlakuan ke – i
Eij = Pengaruh Galat Percobaan ulangan ke - j dan perlakuan
ke – i

3.5. Peubah yang Diamati


Pada penelitian ini peubah yang diamati adalah konsumsi ransum,umur
peneluran pertama, produksi telur puyuh (quail day), bobot telur dan konversi.
1. Konsumsi ransum yaitu selisih antara ransum yang diberikan dengan sisa
ransum dinyatakan dalam (gram/ekor/hari).
2. Umur bertelur pertama dihitung dengan cara mencatat saat pertama kali puyuh
bertelur (hari).
3. Bobot telur didapat dari telur yang ditimbang dengan timbangan digital
dinyatakan dalam (gram/butir).

4. Produksi telur (quail day) = x 100%

5. Konversi ransum dihitung berdasarkan perbandingan antara konsumsi ransum


dengan berat telur dalam minggu yang sama.

Konversi ransum =

14
3.6. Analisis Data
Data performa produksi telur puyuh (konsumsi ransum, umur bertelur
pertama, bobot telur, produksi telur dan konversi ransum) yang terhimpun
dianalisis menggunakan analisis ragam (ANOVA) sesuai rancangan yang
digunakan yaitu Rancangan Acak Lengkap dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan.

15
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Performa Produksi Telur Puyuh


Rataan konsumsi ransum, umur bertelur pertama, bobot telur, produksi
telur dan konversi ransum puyuh umur 51-97 hari pada masing-masing perlakuan
disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Rataan konsumsi, umur bertelur pertama, bobot telur, produksi telur dan
konversi ransum puyuh umur 51-97 hari
Perlakuan
Peubah
T1 T2 T3 T4

Konsumsi (gram/ekor/hari) 26,35±1,94 26,72±1,80 26,99±1,97 28,80±1,98


Umur bertelur pertama
50±2,24 49±3,08 51±4,16 53±3,36
(hari)
Bobot telur (gram/butir) 9,48±0,25 9,08±0,36 9,25±0,28 9,11±0,54
Produksi telur (quail
17,87±6,87 19,04±3,23 17,61±5,05 17,90±2,38
day)(%)
Konversi 16,82±5,52 14,67±4,26 18,34±4,36 19,08±3,47
Keterangan: T1 (Ransum 0% BIS), T2 (Ransum mengandung 12,5% BIS), T3
(Ransum mengandung 25% BIS), T4 (Ransum mengandung 37,5%
BIS).

4.1. Konsumsi ransum


Konsumsi ransum adalah banyaknya ransum yang dimakan oleh ternak
puyuh pada waktu tertentu dengan tujuan untuk dapat hidup, pertambahan bobot
badan dan produksi telur. Hasil analisis ragam (Anova) menunjukkan bahwa
penggunaan BIS dalam ransum hingga taraf 37,5% (T4) berpengaruh tidak nyata
(P>0.05) terhadap konsumsi ransum puyuh umur 51-97 hari. Rataan konsumsi
ransum menunjukkan bahwa dari setiap perlakuan T2, T3, T4 relatif sama dengan
T1. Hal ini diduga karena kandungan zat makanan pada ransum yang diberikan
relatif sama, sehingga konsumsi ransum tiap perlakuan tidak jauh berbeda. Hasil
penelitian ini relatif sama dengan penelitian Makinde et. al., (2014) konsumsi
ransum pada puyuh umur 6-22 minggu yaitu 27,30 gram/ekor/hari dengan
pemberian 30% BIS dalam ransum. Sejalan dengan penelitian Pranata (2015)

16
bahwa tidak terdapat perbedaan konsumsi pakan antara perlakuan BIS yang
difermentasi maupun tanpa fermentasi sampai dengan 30%. Namun lebih tinggi
dibandingkan hasil penelitian Triyanto (2007) bahwa rataan konsumsi ransum
puyuh umur 6-13 minggu adalah 22,24 gram/ekor/hari. Demikian juga pada
penelitian Achmanu et. al., (2011) bahwa konsumsi ransum puyuh adalah 21,05
gram/ekor/hari.
Menurut Setiawan (2006) puyuh mengkonsumsi pakan untuk memenuhi
kebutuhan energi dan zat makanan lainnya, sehingga apabila kebutuhan energi
terpenuhi maka puyuh akan berhenti makan. Faktor-faktor yang mempengaruhi
konsumsi pakan adalah ukuran tubuh, bobot badan, tahapan produksi, suhu
lingkungan dan keadaan energi pakan (North dan Bell, 1992).
4.2. Umur bertelur pertama
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penggunaan BIS hingga taraf
37,5% (T4) dalam ransum puyuh berpengaruh tidak nyata (P>0.05) terhadap umur
bertelur pertama. Rataan umur bertelur pertama perlakuan T1, T2, T3 dan T4
masing-masing yaitu 50, 49, 51 dan 53 hari. Umur bertelur pertama pada
penelitian ini lebih lambat dibandingkan dengan penelitian Makinde (2012) bahwa
umur bertelur pertama pada puyuh yang diberi ransum mengandung 15% dan 30%
BIS yang di suplementasi dengan Maxigrain® enzyme adalah 42 dan 43 hari.
Yatno (2009) melaporkan bahwa umur induk puyuh mulai bertelur yang diberi
ransum mengandung 12% konsentrat protein BIS terfortifikasi dan 12% BIS
adalah 48 dan 46 hari. Hasil penelitian Masroh et. al., (2014) melaporkan bahwa
umur pertama bertelur pada puyuh yang diberi ransum komersil adalah 47 hari.
Lambatnya umur bertelur pertama diduga karena pengaruh dari genetik puyuh
yang dipelihara. Sejalan dengan pendapat Zainudin dan Syahruddin (2012) bahwa
lambatnya umur induk bertelur juga berkaitan dengan genetik puyuh yang
dipelihara.
4.3. Bobot telur
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penggunaan BIS sampai taraf
37,5% dalam ransum puyuh berpengaruh tidak nyata (P>0.05) terhadap bobot
telur. Rataan bobot telur puyuh sampai umur 97 hari perlakuan T1, T2, T3 dan T4
masing-masing yaitu 9,48; 9,08; 9,25 dan 9,11 gram. Hasil ini relatif sama dengan
penelitian Zainudin dan Syahruddin (2012) bahwa bobot telur puyuh umur 9

17
minggu adalah 9,17 gram. Bobot telur yang dihasilkan lebih rendah jika
dibandingkan dengan penelitian Makinde et. al., (2014) bahwa penggunaan BIS
dalam ransum puyuh umur 6-22 minggu pada level 15% dan 30% menghasilkan
bobot telur 10,43 dan 10,32 gram. Moritsu et. al., (1997) menyatakan bahwa
bobot telur standar pada puyuh adalah 10 gram.
Bobot telur yang rendah diduga karena pengaruh dari umur puyuh
sehingga belum bisa mencapai bobot telur standar. Sesuai dengan pendapat
Triyanto (2007) yang menyatakan bahwa bobot telur semakin tinggi sejalan
dengan bertambahnnya umur sampai dicapai bobot yang stabil dan pada minggu
ke-9 sampai ke-13 bobot telur sudah stabil diatas 10 gram/butir. Sejalan dengan
pendapat Setiawan (2006) bahwa bobot telur puyuh umur 7 minggu sampai
dengan 15 minggu adalah 10-12 gram. Bobot telur biasanya seragam, hanya pada
telur double yolk dan telur abnormal lainnya yang tidak seragam (North dan Bell,
1992).
4.4. Produksi telur
Produksi telur harian atau Quail Day Production merupakan jumlah
produksi telur pada hari yang sama dibagi dengan jumlah ternak puyuh yang ada
dikali 100%. Pada penelitian ini rataan produksi telur tertinggi ada pada T2
dengan rataan 19,04% diikuti oleh rataan produksi T4, T1 dan T3 masing-masing
yaitu 17,90; 17,87 dan 17,61%. Berdasarkan hasil analisis ragam penggunaan BIS
dalam ransum berpengaruh tidak nyata (P>0.05) terhadap produksi telur. Hal ini
diduga karena kandungan nutrisi dan pakan yang dikonsumsi puyuh relatif sama
sehingga tidak mempengaruhi produksi telur. Menurut Sudrajat et. al., (2014)
kandungan nutrisi yang cukup pada pakan menyebabkan puyuh sehat, sehingga
proses pembentukan dan produksi telur dapat berjalan normal. Rataan produksi
telur tiap perlakuan sampai umur 7 minggu produksi dapat dilihat pada Gambar 2.

18
30.00
Produksi Telur (%) 25.00

20.00 T1
15.00 T2

10.00 T3
T4
5.00

0.00
1 2 3 4 5 6 7
Umur Produksi (minggu)

Gambar 2. Rataan produksi telur tiap perlakuan sampai umur 7 minggu produksi
Produksi telur yang dihasilkan lebih rendah jika dibandingkan penelitian
Yatno (2009) bahwa produksi telur puyuh sampai umur 55 hari yang diberi
ransum mengandung 12% BIS adalah 30,08%. Demikian juga dengan penelitian
Makinde et. al., (2014) bahwa produksi telur puyuh umur 6-22 minggu yang
diberi ransum mengandung 15% dan 30% BIS adalah 75,89% dan 73,70%. Jika
dilihat produksi telur sebesar 19,04% (T2) relatif lebih tinggi dibandingkan
dengan ransum kontrol yaitu 17,87% (T1). Hal ini diduga karena bahan pakan
yang digunakan pada ransum kontrol (T1) belum mampu diserap dan
dimanfaatkan secara optimal oleh puyuh untuk memproduksi telur. Selain itu,
Produksi telur yang rendah juga diduga kerena umur puyuh belum mencapai
puncak produksi. Sesuai pendapat Triyanto (2007) bahwa pada awal bertelur
produksi telur masih sedikit dan semakin meningkat sesuai pertambahan umur
hingga mencapai puncak produksi pada minggu ke-15.
Ahmadi (2014) melaporkan bahwa rataan produksi telur puyuh umur 8-14
minggu yang diberi ransum komersil adalah 67,89%. Setyawan et. al., (2012)
melaporkan bahwa produksi telur puyuh umur 7 bulan yang diberi ransum kontrol
adalah 82,68%. Puyuh betina dapat bertelur antara 200-300 butir/tahun dan berat
telurnya antara 8,25-10,1 gram/butir (Scaible, 1970).

19
4.5. Konversi Ransum
Konversi ransum pada puyuh petelur merupakan perbandingan antara
berat pakan yang dikonsumsi dengan berat telur yang dihasilkan pada waktu
tertentu. Konversi ransum digunakan untuk mengukur keefisienan penggunaan
pakan dalam memproduksi telur. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa
penggunaan BIS dalam ransum hingga taraf 37,5% (T4) berpengaruh tidak nyata
(P>0.05) terhadap konversi ransum puyuh umur 51-97 hari. Konversi ransum
perlakuan T1, T2, T3, dan T4 masing-masing yaitu 16,82; 14,67; 18,34 dan 19,08.
Konversi ransum pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian
Makinde et. al., (2014) bahwa konversi ransum pada puyuh umur 6-22 minggu
yang diberi ransum mengandung 15% dan 30% BIS adalah 2,28 dan 2,65.
Penelitian Ahmadi (2014) melaporkan bahwa konversi ransum pada puyuh umur
8-14 minggu yang di beri ransum komersil adalah 3,62.
Penggunaan BIS dalam ransum menghasilkan angka konversi yang tinggi
dan relatif sama antar perlakuan. Hal ini di duga karena komsumsi dan produksi
telur yang dihasilkan tiap perlakuan relatif sama. Sejalan dengan pendapat Yatno
(2009) bahwa konversi pakan erat kaitannya dengan konsumsi pakan dan
pertambahan bobot badan maupun produksi telur. Pendapat yang sama juga oleh
Zainudin dan Syahruddin (2012) bahwa angka konversi erat kaitannya dengan
konsumsi ransum dan pertambahan bobot badan, semakin kecil nilai angka
konversi ransum menunjukkan tingkat efisiensi puyuh memanfaatkan pakan
menjadi daging dan telur.

20
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa


bungkil inti sawit dapat digunakan hingga taraf 37,5% tanpa mempengaruhi
performa produksi telur puyuh.

5.2. Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan melakukan pengolahan


bungkil inti sawit terlebih dahulu agar dapat digunakan pada taraf yang sama
untuk mengetahui performa produksi telur.

21
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 2002. Meningkatkan Produktivitas Puyuh Si Kecil yang Penuh Potensi.


Agromedia Pustaka, Jakarta.

Achmanu, Muharlien, Salaby. 2011. Pengaruh lantai kandang (rapat dan


renggang) dan imbangan jantan-betina terhadap konsumsi pakan, bobot
telur, konversi pakan dan tebal kerabang pada burung puyuh. Ternak
Tropika. 12:1-14.

Ahmadi, S.E.T. 2014. Produktivitas Puyuh Petelur Coturnix coturnix japonica


yang Diberi Tepung Daun Jati (Tectona grandis Linn. f.) Dalam Ransum.
Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Amrulloh, I.K. 2003. Seri Beternak Mandiri: Nutrisi Ayam Broiler. Lembaga Satu
Gunung Budi, Bogor.

Anggorodi, R. 1985. Kemajuan Mutakhir dalam Ilmu Makanan Ternak Unggas.


Indonesia University Press, Jakarta.

Anggreini, R.E.A., F. Sidiq, dan W.W. Wardani. 2014. Kualitas nutrisi dari
berbagai cara pengolahan bungkil inti sawit. Trouw Add Science (Edisi
Desember) 5:1-4.

Aritonang, D. 1984. Pengaruh Penggunaan Bungkil Inti Sawit dalam Ransum


Babi yang Sedang Tumbuh. Disertasi. Sekolah Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.

Atmamihardja, R.I., R.A.E. Pym, and D.J. Farrell. 1983. Calorimetric studies on
selected lines of Japanese quail. Aust J. Agric Res. 34:799-807.

Bachari, I., R. Roeswandy, dan A. Nasution. 2006. Pemanfaatan solid dekanter


dan suplementasi mineral zinkum dalam ransum terhadap produksi burung
puyuh (Coturnix coturnix japonica) umur 6-17 minggu dan daya tetas.
Jurnal Agribisnis Peternakan. 2:72-77.

Devendra, C. 1977. Utilization of feedingsstuff from palm oil. Hal. 116-131


dalam: Prosiding. Symp. on feedingstuffs for livestock in South East Asia,
17-19 October 1977. Kuala Lumpur.

Direktorat Jendral Perkebunan. 2014. Statistik perkebunan Indonesia komoditas


kelapa sawit 2013-2015. Direktorat Jenderal Perkebunan. Jakarta.

Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2012. Statistik Populasi


Puyuh. Kementrian Pertanian Republik Indonesia.

Elisabeth, J. dan S.P. Ginting. 2003. Pemanfaatan hasil samping industri kelapa
sawit sebagai bahan pakan ternak sapi potong. Hal. 110-119 dalam:

22
Lokakarya Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi. Pusat Penelitian Kelapa
Sawit. Medan.

Ensminger, M.A. 1992. Poultry Science (Animal Agriculture Series). 3rd Edition.
Interstate Publisher, Inc., Danville, Illnois.

Hartadi, H. et.al. 1980. Tabel Komposisi Bahan Makanan Ternak untuk Indonesia.
Fakultas Peternakan and Veterinary Sciences Universitas Gadjah Mada,
Yayasan Rockefeller Utah State University, Yogyakarta, Indonesia.

Maeda, Y., F. Minvielle, and S. Okamoto. 1997. Changes of protein polymorphis


in selection program for egg production in Japanese quail (Coturnix
coturnix japonica). Japanese Poultry Science. 34:263-272.

Makinde, O.J. 2012. Comparative Response of Japanese Quails Fed Palm Kernel
Meal and Brewer’s Dried Grain Based Diets Supplemented with
Maxigrain® Enzyme. Thesis. Department of Animal Science, Faculty of
Agriculture, Ahmadu Bello University, Zaria, Nigeria.

Makinde, O.J., T.S.B. Tegbe, S.E. Babajide, I. Samuel, and E. Ameh. 2014.
Laying performance and egg quality characteristics of Japanese quails
(Coturnix coturnix japonica) fed palm kernel meal and brewer’s dried
grain based diets. Science Education Development Institute. 4:1514-1521.

Masroh, F.K., E. Sudjarwo, E. Widodo. 2014. Pengaruh Penambahan Tepung


Kulit Singkong Terfermentasi Terhadap Performans Pertumbuhan dan
Umur Pertama Bertelur pada Puyuh. Laporan Penelitian. Fakultas
Peternakan Universitas Brawijaya, Malang.

Moritsu, Y., K.E. Nestor, D.O. Noble, N.B. Antony, and W.C. Bacon. 1997.
Divergent selection for body weight and yolk frecursor in Coturnix
coturnix japonica. Poultry Sci. 76:437-444.

Mufti, M. 1997. Dampak Fotoregulasi dan Tingkat Protein Ransum Selama


Periode Pertumbuhan terhadap Kinerja Burung Puyuh Petelur. Tesis.
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

North, M.O., and D.D. Bell. 1992. Commercial Chicken Production Manual. 4th
Edition. An AVI Book Published by Van Nostrand Reinhold, New York.
NRC. 1994. Nutrient Requirement of Poultry. National Academy Science,
Washington DC.

Nugroho dan I.G.Kt. Mayun. 1986. Beternak Burung Puyuh. Eka Offsets,
Semarang.

Pranata, A. 2015. Pengaruh pemberian bungkil inti kelapa sawit yang difermentasi
menggunakan isolat selulolitik dari belalang kembara pada pakan terhadap
penampilan produksi puyuh jantan. Buletin Peternakan (Edisi Februari)
39:49-56.

23
Progression, W. 2003. Burung Puyuh. http://warintek.progessio.or.id-byrans. Di
unduh 10 Desember 2016.

Putra. S.V.H. 2013. Perkembangan Ovarium Burung Puyuh (Coturnix coturnix


japonica) yang Diberi Variasi Warna Lampu Pencahayaan Selama 16 Jam.
Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Negeri Semarang, Semarang.

Radhitya, A. 2015.Pengaruh pemberian tingkat protein ransum pada fase grower


terhadap pertumbuhan puyuh (Cortunix cortunix japonica). Students e-
Journal.4(2): 1- 11.

Scaible, P.J. 1970. Poultry Feed and Nutrition. The AVI Publishing Company,
Inc. Westport, Connecticit.

Setiawan, D. 2006. Performa Produksi Burung Puyuh (Coturnix coturnix


japonica) pada Perbandingan Jantan dan Betina yang Berbeda. Skripsi.
Program Studi Teknologi Produksi Ternak Fakultas Peternakan Institut
Pertanian Bogor, Bogor.

Setyawan, A.E., E. Sudjarwo, E. Widodo, dan H. Prayogi. 2012. Pengaruh


penambahan limbah teh dalam pakan terhadap penampilan produksi telur
burung puyuh. Jurnal Ilmu-ilmu Peternakan. 23:7-10.

Shakila, S. and P.S. Reddy. 2014. Certain observations on nutritive value of palm
kernel meal in comparison to deoiled rice bran. International Journal of
Science, Environment and Technology. 3:1071-1075.

SNI 01-3907-2006. Pakan puyuh bertelur (quail layer). Badan Standardisasi


Nasional, Indonesia.

Starck, M.J. and G.H.A. Rahman. 2003. Phenotypic flexibility of structure and
function of the digestive system of Japanese quail. J. Exp. Biol. 206:1887-
1897.

Steel, R.G.D. and J.H. Torrie. 1993. Principle and Procedure of Statistics. Second
Edition. McGraw-hill Book Company Aukland, Newzealand.

Sudrajat D, D. Kardaya, E. Dihansih, dan S.F.S Puteri. 2014. Performa produksi


telur burung puyuh yang diberi ransum mengandung kromium organik.
JITV. 19(4): 257-262.

Supriyati, T. Pasaribu, H. Hamid, dan A.P. Sinurat. 1998. Fermentasi bungkil inti
sawit secara substrat padat dengan menggunakan Aspergillus niger. JITV
3:165-170.

Suryani, R. 2015. Beternak Puyuh di Pekarang Tanpa Bau. Cetakan I. Arcitra.


Yogyakarta.

24
Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusuma, dan S.
Lebdosoekojo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan ke-5. Gadjah
Mada University Press. Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta.

Triyanto. 2007. Performa Produksi Burung Puyuh (coturnix coturnix japonica)


Periode Produksi Umur 6-13 Minggu pada Lama Pencahayaan yang
Berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Utomo, J.W., A.A. Hamiyanti, dan E.Sudjarwo. 2014. Pengaruh penambahan


tepung darah pada pakan terhadap konsumsi pakan, pertambahan bobot
badan, konversi pakan serta umur pertama kali bertelur burung puyuh.
Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 24(2): 41-48.

Wheindrata, H.S. 2014. Panduan Lengkap Beternak Burung Puyuh Petelur. Lily
Publisher. Yogyakarta.

Yatno. 2009. Isolasi Protein Bungkil Inti Sawit dan Kajian Nilai Biologinya
Sebagai Alternatif Bungkil Kedelai Pada Puyuh. Disertasi. Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Yatno. 2011. Fraksinasi dan sifat fisiko-kimia bungkil inti sawit. Agrinak. 1(1):
11–16.

Zainudin, S. dan Syahruddin. 2012. Pemanfaatan Tepung Keong Mas sebagai


Substitusi Tepung Ikan dalam Ransum Terhadap Performa dan Produksi
Telur Puyuh. Laporan Penelitian. Fakultas Ilmu-Ilmu Pertanian
Universitas Negeri Gorontalo, Gorontalo.

25
LAMPIRAN

Lampiran 1. Analisis ragam dari data konsumsi ransum (gram/ekor/hari)


Ulangan
Perlakuan Jumlah Rataan
1 2 3 4 5
T1 24.64 29.60 25.15 26.11 26.24 131.73 26.35
T2 28.84 28.53 25.51 25.36 25.35 133.59 26.72
T3 26.65 26.25 25.64 30.45 25.96 134.95 26.99
T4 27.93 28.02 28.86 27.04 32.14 143.99 28.80
Jumlah 108.05 112.40 105.16 108.95 109.69 544.26

FK = (544.26)2/20
= 296220.08/20
= 14811.004
JKT = (24.64)2 + (29.60)2 + (25.15)2 + (26.11)2 +............. + (32.14)2 – FK
= 14887.93– 14811.004
= 76.92
JKP = (131.73)2 + (133.59)2 + (134.95)2+ (143.99)2 / 5 – FK
= 74144.02/ 5 – FK
= 14828.80– 14811.004
= 17.80
JKG = JKT – JKP
= 76.92- 17.80
= 59.12
F. Tabel
SK db JK KT F. Hit
0.05 0.01
Perlakuan 3 17.80 5.93
1.61tn 3,23 5,292
Galat 16 59.12 3.70
Total 19
Keterangan : tn = berpengaruh tidak nyata

26
Lampiran 2. Analisis ragam dari data umur bertelur pertama (hari)
Ulangan
Perlakuan Jumlah Rataan
1 2 3 4 5
T1 51 49 53 50 47 250 50
T2 49 46 54 47 49 245 49
T3 45 50 56 53 49 253 51
T4 51 48 57 54 53 263 53
Jumlah 196 193 220 204 198 1011

FK = (1011)2/20
= 1022121/20
= 51106.05
JKT = (51)2 + (49)2 + (45)2 + (51)2 +............. + (53)2 – FK
= 51313 – 51106.05
= 206.95
JKP = (250)2 + (245)2 + (253)2+ (263)2 / 5 – FK
= 255703/ 5 – FK
= 51140.6 – 51106.05
= 34.55
JKG = JKT – JKP
= 206.95 - 34.55
= 172.40
F. Tabel
SK Db JK KT F. Hit
0.05 0.01
Perlakuan 3 34.55 11.52
1.07 tn 3,23 5,292
Galat 16 172.40 10.78
Total 19
Keterangan : tn = berpengaruh tidak nyata

27
Lampiran 3. Analisis ragam dari data bobot telur (gram/butir)
Ulangan
Perlakuan Jumlah Rataan
1 2 3 4 5
T1 9.72 9.42 9.13 9.74 9.40 47.40 9.48
T2 9.70 9.07 8.93 8.80 8.93 45.42 9.08
T3 9.32 9.27 8.90 9.11 9.66 46.25 9.25
T4 9.58 9.44 8.21 9.16 9.19 45.57 9.11
Jumlah 38.32 37.19 35.17 36.80 37.18 184.65

FK = (184.65)2/20
= 34095.63/20
= 1704.78
JKT = (9.72)2 + (9.42)2 + (9.13)2 + (9.74)2 +............. + (9.19)2 – FK
= 1707.49– 1704.78
= 2.71
JKP = (47.40)2 + (45.42)2 + (46.25)2+ (45.57)2 / 5 – FK
= 8526.35/ 5 – FK
= 1705.27– 1704.78
= 0.49
JKG = JKT – JKP
= 2.71- 0.49
= 2.22
F. Tabel
SK Db JK KT F. Hit
0.05 0.01
Perlakuan 3 0.49 0.163
1.17 tn 3,23 5,292
Galat 16 2.22 0.139
Total 19
Keterangan : tn = berpengaruh tidak nyata

28
Lampiran 4. Analisis ragam dari produksi telur (%)
Ulangan
Perlakuan Jumlah Rataan
1 2 3 4 5
T1 15.20 13.07 12.16 20.06 28.88 89.36 17.87
T2 23.00 20.52 15.10 16.40 20.21 95.22 19.04
T3 25.18 13.98 12.46 19.72 16.72 88.05 17.61
T4 18.09 20.57 15.53 19.86 15.45 89.49 17.90
Jumlah 81.46 68.14 55.25 76.04 81.25 362.13

FK = (362.13)2/20
= 131138.80/20
= 6556.94
JKT = (15.20)2 + (13.07)2 + (12.16)2 + (20.06)2 +............. + (15.45)2 – FK
= 6918.29– 6556.94
= 361.35
JKP = (89.36)2 + (95.22)2 + (88.05)2+ (89.49)2 / 5 – FK
= 32815.28/ 5 – FK
= 6563.06– 6556.94
= 6.12
JKG = JKT – JKP
= 361.35- 6.12
= 355.23
F. Tabel
SK Db JK KT F. Hit
0.05 0.01
Perlakuan 3 6.12 2.04
0.09 tn 3,23 5,292
Galat 16 355.23 22.20
Total 19
Keterangan : tn = berpengaruh tidak nyata

29
Lampiran 5. Analisis ragam dari data konversi ransum
Ulangan
Perlakuan Jumlah Rataan
1 2 3 4 5
T1 16.58 21.34 23.10 13.29 9.79 84.10 16.82
T2 13.27 14.25 20.00 16.38 8.44 73.34 14.67
T3 13.40 19.76 24.87 17.96 15.72 91.70 18.34
T4 19.92 16.66 24.80 17.45 16.57 95.38 19.08
Jumlah 63.17 73.00 92.77 65.08 50.52 344.53

FK = (344.53)2/20
= 118699.96/20
= 5935.00
JKT = (16.58)2 + (21.34)2 + (23.10)2 + (13.29)2 +............. + (16.57)2 – FK
= 6310.46– 5935.00
= 375.46
JKP = (84.10)2 + (73.34)2 + (91.70)2+ (95.38)2 / 5 – FK
= 29959.34/ 5 – FK
= 5991.87– 5935.00
= 56.87
JKG = JKT – JKP
= 375.46- 56.87
= 318.59
F. Tabel
SK Db JK KT F. Hit
0.05 0.01
Perlakuan 3 56.87 18.96
0.95 tn 3,23 5,292
Galat 16 318.59 19.91
Total 19
Keterangan : tn = berpengaruh tidak nyata

30

Anda mungkin juga menyukai