3
perkandangan karena merupakan salah satu agen berbahaya untuk keamanan dan
kesehatan ternak di dalam kandang (Arzey, 2007).
Telur
Telur ayam segar konsumsi menurut Dewan Standarisasi Nasional (1995)
dalam SNI 01-3926-1995 adalah telur ayam yang tidak mengalami proses
pendinginan dan tidak mengalami penanganan pengawetan serta menunjukkan tanda-
tanda pertumbuhan embrio yang jelas, kuning telur belum tercampur dengan putih
telur, utuh dan bersih.
Buckle (2007) menyatakan bahwa, telur ayam mempunyai struktur yang
sangat khusus yang mengandung zat gizi yang cukup untuk mengembangkan sel
yang telah dibuahi menjadi seekor anak ayam. Ketiga komponen pokok telur adalah
: kuning telur, putih telur atau albumen dan kuning telur. Secara lebih terperinci
struktur telur dapat dibagi menjadi 9 bagian, yaitu 1) Kulit telur dengan permukaan
yang agak berbintik-bintik; 2) Membran kulit luar dan dalam yang tipis, berpisah
pada ujung yang tumpul dan membentuk ruang udara; 3) Putih telur bagian luar yang
tipis dan berupa cairan; 4) Putih telur yang kental dan kokoh berbentuk kantung
albumen; 5) Putih telur bagian dalam yang tipis dan berupa cairan; 6) Struktur keruh
berserat yang terlihat pada kedua ujung kuning telur. Ini dikenal sebagai khalaza dan
berfungsi memantapkan posisi kuning telur; 7) Lapisan tipis yang mengelilingi
kuning telur, dan disebut membrane fitelin; 8) Benih atau bastodisc yang terlihat
sebagai bintik kecil pada permukaan kuning telur dan dalam telur yang terbuahi,
benih ini berkembang menjadi anak ayam; 9) Kuning telur, yang terbagi menjadi
kuning telur berwarna putih berbentuk vas, bermula dari benih ke pusat kuning telur,
dan kuning telur yang berlapis yang merupakan bagian terbesar.
Telur dan produknya merupakan makanan perantara yang paling sering
ditemukan sebagai media penyebaran Salmonella (Gantois et al.,2009). Telur sebagai
sumber protein hewani harus dijamin keamanan pangannya bagi konsumen sebab
telur merupakan media tumbuh yang baik bagi mikroba yang dapat menyebabkan
terjadinya keracunan makanan pada konsumen (Fardiaz, 1996).
4
Kutikula
Kerabang
Membran Luar
Kantong Udara
Membran Dalam
Putih Telur
Membran Vitelin
Kuning Telur
Putih Telur
Putih telur tersusun atas empat lapisan yang berbeda yaitu lapisan encer luar
(hampir dekat dengan membran luar kerabang) sebesar 23%, lapisan kental luar
sebesar 57%, lapisan encer dalam sebesar 19% dan lapisan kental sebesar 11%
dengan chalaziferus. Perbedaan kekentalan ini disebabkan oleh perbedaan
perbedaan kandungan air pada masing-masing lapisan tersebut. Bagian putih telur
yang mengikat putih telur dengan kuning telur adalah khalaza. Khalaza adalah
serabut-serabut protein telur yang berbentuk spiral. Susunan putih telur mungkin
berubah, tergantung pada induk, kondisi lingkungan, ukuran telur dan tingkat
produksi (Mine, 2008).
Selain kekenyalan yang cukup tinggi dari putih telur, menurut Humprey
(1994) putih telur memiliki pertahanan kimiawi antara lain: pH basa, lisosim, dan
ovotransferin.
Beberapa tahun belakangan ini, telah dilaporkan aktifitas “pore-forming”
yang merupakan mekanisme baru yang dimiliki oleh lisosim dan ovotransferin.
Lisosim menunjukan kemampuan melakukan penetrasi pada bakteri gram negatif
dengan mengurangi ikatan disulfida dan memperluas kemampuan hidrofobiknya
pada permukaan enzim lisosim, aktivitas ini terlepas dari aktivitas muramidase yang
dimilikinya. Sedangkan aktivitas bakterisidal ovotransferin lainnya, selain dari
kemampuan besi chelatnya adalah adanya kationik peptida dalam lobus N
ovotransferin yang mampu melintasi mebran terluar dari bakteri gram negatif dan
merusak membran sitoplasma bakteri tersebut (Lu et al. 2003 & Touch et al. 2004).
Kuning Telur
Kuning telur terletak di pusat telur dan berwarna kuning dan terdiri 30% dari
telur utuh. Kuning telur terdiri dari dua tipe emulsi lipoprotein yaitu kuning agak tua
dan kuning cerah. Kuning telur berwarna mulai dari kuning pucat sekali sampai
orange tua kemerahan. Hal ini disebabkan oleh pigmen dalam pakan ternak ayam,
seperti betakarotein (Brown, 2000). Menurut Yamamoto et al (1996) kuning telur
dikelilingi oleh membran vitellin. Kuning telur terdiri dari 2 tipe emulsi lipoprotein,
yaitu kuning telur yang sangat kuning dan kuning telur yang terang, kuning telur
yang sangat kuning dibentuk di siang hari, sedangkan kuning telur terang dibentuk
pada malam hari, saat konsentrasi protein di dalam serum darah lebih rendah
dibandingkan pada saat siang hari. Kuning telur tersusun dari lemak dan protein
yang bergabung membentuk lipoporotein. Enam puluh persen berat kuning telur
kering terdiri dari low density lipoproteins (LDL) dan sisanya terdiri dari produk
sintesis hati melalui mekanisme estrogen (Bell dan Weaver, 2002).
Salmonella spp
Salmonella adalah bakteri gram negatif yang tidak berspora, berbentuk
batang kecil dan tumbuh dengan optimum pada suhu 35ºC sampai 37ºC. Salmonella
diklasifikasikan ke dalam dua spesies, yaitu Salmonella enterica dan Salmonella
bongori. Unggas dapat terinfeksi oleh berbagai jenis Salmonella enterica, beberapa
jenisnya seperti S. pullorum dan S. gallinarum yang merupakan bakteri spesifik yang
dibawa oleh ayam. Adapun jenis lainnya seperti S. Thypimurium, S. enteritidis dan S.
heidelberg dapat menginfeksi lebih banyak inang seperti unggas, babi, sapi, telur
serta produk-produk segar lainnya (Hong et al., 2003).
Salmonella pada unggas biasanya diperoleh dari jaringan reproduksi, yaitu
ovarium dan oviduk sampai rongga selaput perut, selain itu bakteri ini dapat
ditemukan di saluran pencernaan seperti pada usus besar. Ayam yang mampu
bertahan akibat serangan Salmonella dapat menularkan bakteri dengan cara
menghasilkan telur ayam yang mengandung Salmonella. Kontaminasi Salmonella
pada telur ayam ras mulai dari pembentukan telur di dalam tubuh induk, karena
induknya terkena infeksi Salmonella di ovarium, oleh sebab itu, patogen ini disebut
dengan Salmonella transovarian. Selain melalui jalur vertikal, kontaminasi
Salmonella dapat juga terjadi secara horizontal melalui penularan yang berasal dari
ayam lain (Gantois et al., 2009). Sebagai sumber pencemaran dari saluran usus,
Salmonella dapat ditemukan di air, terutama air yang tercemar. Siklus ini
berlangsung terus sampai pengiriman produk dan pakan hewan ke luar negeri.
Pengiriman produk dan pakan hewan berperan terhadap penyebaran Salmonella (Jay
et al., 2005).
S. enteritidis dapat ditemukan di isi telur sehingga berdasarkan transmisi
tersebut, baik putih telur atau kuning telur dapat terkontaminasi. Letak yang
dominan dari kontaminasi S. enteritidis masih belum jelas. Secara umum, diyakini
bahwa kontaminasi secara vertikal ini terjadi di putih telur (Humphrey et al., 1991),
yaitu pada membran kuning telur (membran vitelin) yang berada di sekitar putih dan
kuning telur (Gast et al., 2002). Faktor yang memudahkan perpindahan menuju
kuning telur tersebut antara lain adanya struktur permukaan bakteri berupa fimbriae
dan flagella yang memudahkan motilitas bakteri bergerak menuju kuning telur
(Grijspeerdt et al., 2004).
Salmonellosis
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan unggas rentan terhadap Salmonella
adalah umur unggas, jenis Salmonella dan banyaknya jumlah bakteri yang masuk,
stres yang disebabkan oleh lingkungan, transportasi, penyakit, adanya pakan aditif
seperti anti mikroba dan anti jamur, pH dalam perut rendah, dan latar belakang
genetik. Ayam sangat mudah terinfeksi Salmonella dan kolonisasi usus mulai dari
penetasan sampai umur 96 jam (Foley et al.,2008). Keparahan salmonellosis pada
unggas sangat tergantung pada serotype dan strain bakteri; umur, genetik inang; dan
pintu masuk infeksi (Gast, 2003).
Jay et al. (2005) menjelaskan bahwa khusus untuk S. enteritidis dapat
ditemukan di dalam telur dan ovarium ayam yang bertelur, dengan kemungkinan
jalur penularan, 1) Transovarium; 2) Translokasi dari peritonium ke kantong kuning
telur atau oviduk; 3) Menembus kerabang telur sewaktu telur bergulir menuju
kloaka; 4) Mencuci telur; 5) Pengolahan makanan.
Gejala penyakit pada ayam yang terinfeksi oleh Salmonella biasanya banyak
dilihat pada ayam yang masih muda. Ayam muda yang terinfeksi salmonellosis oleh
S. enteritidis atau S. Typhymurium dapat menunjukkan gejala seperti depresi,
kehilangan bobot badan, bergerombol dalam kelompok, tidak mau bergerak,
mengantuk, dehidrasi, feses berwarna putih dan noda pada kloaka. Selama dua
minggu awal kehidupan ayam akan mengalami gagal pertumbuhan dan menjadi
kerdil (Saeed, 1999). Dhillon et al., (1999) menyatakan bahwa infeksi 108 colony
forming unit (CFU) Salmonella pada ayam tidak menimbulkan gejala klinis
(subklinis). Oleh karena itu pengendalian salmonellsis merupakan masalah utama
pada industri peternakan khususnya peternakan ayam (Gast, 2003).
Proses perlekatan Salmonella pada sel epitel usus inang merupakan tahap
yang sangat penting yang mengawali terjadinya infeksi (Gast, 2003). Salmonella
dapat masuk ke dalam telur dengan dua cara, yaitu melalui jalur vertikal dan
horizontal. Jalur vertikal dimulai saat unggas dewasa kelamin, Salmonella
mengkoloni ovarium, dan saluran reproduksi ayam betina. Diantara berbagai jenis
Salmonella, jenis S. Typhymurium dan S. enteritidis dapat menginfeksi isthmus dan
masuk ke dalam telur selama proses pembentukan. Jalur horizontal dapat terjadi
melalui permukaan terluar kerabang telur. Kerabang telur dapat terkontaminasi oleh
Salmonella melalui feses, selain itu Salmonella dapat masuk ke dalam telur
khususnya saat berada di dalam inkubator dan mesin penetas (Chao et al., 2007;
Gantois et al., 2009). Jalur penyebaran Salmonella dapat dilihat pada Gambar 3.
Patogenesa Salmonella spp hingga menyebabkan terjadinya diare dbagi
dalam tiga tahap, yaitu (1) kolonisasi di usus, (2) perusakan lapisan epitel usus dan
invasi mukosa yang dapat meyebabkan terjadinya peradangan akut pada usus.
Peradangan akut ini dapat menghambat penyerapan air dan elektrolit terutama
natrium, meningkatkan motilitas kolon serta merangsang refleks defekasi. Tahap ini
terjadi pada bagian vili dari ileum dan kolon, (3) tahap penggertakan atau
pengeluaran cairan. Infeksi Salmonella spp akan menghasilkan enterotoksin serta
mengakibatkan aktivitas enzim adenilsiklase di mukosa usus. Aktivitas enzim
adenilsiklase dan enterotoksin dapat menginduksi respon sekretori dari sel epitel usus
untuk mengeluarkan air dan elektrolit sehingga terjadi akumulasi cairan dalam lumen
usus (Lay dan Hastowo 1992, Giannella 2006).
3
2
Pengertian Probiotik
Probiotik merupakan mikroorganisme hidup yang diaplikasikan secara oral
dengan tujuan untuk meningkatkan kesehatan ternak dengan cara memanipulasi
komposisi bakteri yang ada dalam saluran pencernaan ternak. Alternatif penggunaan
probiotik yang dilakukan oleh para peternak disebabkan karena beberapa negara
telah melakukan pelaranggan penggunaan antibiotika sebagai growth promotor serta
kecenderungan terjadinya resistensi bakteri-bakteri patogen terhadap antibiotika
tertentu (Revolledo et al.,2006).
Sumber probiotik dapat berupa bakteri atau kapang yang berasal dari
mikroorganisme saluran pencernaan hewan (Lopez, 2000). Beberapa bakteri yang
telah digunakan sebagai probiotik yaitu Lactobacillus dan Bacillus subtilis.
Sedangkan kapang atau jamur yang dipergunakan sebagai probiotik adalah
Saccharomyces cerevisiae dan Aspergillus oryzae (Lopez, 2000). Probiotik tidak
menimbulkan residu, probiotik tidak diserap oleh saluran pencernaan inang dan tidak
menyebabkan mutasi pada mikroorganisme yang lain (Lopez, 2000).
Fungsi Probiotik
Sjofjan et al. (2003), juga menambahkan bahwa pemberian probiotik berguna
dalam meningkatkan produktivitas, mencegah penyakit dan mengurangi penggunaan
antibiotik bahkan dapat mengurangi bau amonia di dalam kandang.
Bakteri asam laktat (BAL) adalah kelompok bakteri yang mampu mengubah
karbohidrat (glukosa) menjadi asam laktat. Efek bakterisidal dari asam laktat
berkaitan dengan penurunan pH lingkungan menjadi 3 sampai 4,5 sehingga
pertumbuhan bakteri lain termasuk bakteri pembusuk akan terhambat.
Mikroorganisme umumnya dapat tumbuh pada kisaran nilai pH 6-8 (Buckle et al,
1987).
Karakteristik Probiotik
Karakteristik probiotik yang baik adalah mengandung bakteri atau sel kapang
(yeast) hidup dalam jumlah yang besar, strain yang spesifik dari inang, satu atau
lebih strain yang berspektrum luas, bakteri atau kapang harus dapat mencapai dan
berkolonisasi di dalam saluran pencernaan, tahan terhadap cairan gastrik dan asam
empedu dan ketika di dalam saluran pencernaan, bakteri atau kapang cepat menjadi
aktif dan mampu memberikan manfaat peningkatan performan inang serta stabil dan
dapat disimpan dalam waktu panjang pada kondisi lapangan (Fuller, 1992; Lopez,
2000).
Pemanfaatan BAL oleh manusia telah dilakukan sejak lama, yaitu untuk
proses fermentasi makanan salah satunya pada daging yang difermentasi sebagai
contoh sosis fermentasi atau salami. Bakteri asam laktat yang paling banyak
ditemukan dalam daging fermentasi adalah strain Lactobacillus, Leuconostoc,
Pediococcus, dan Streptococcus. Mikroorganisme ini merupakan bakteri yang bisa
terdapat dimana saja dan bersifat sangat kompetitif. Mikroorganisme ini
membutuhkan banyak nutrisi untuk tubuh, daging dapat meyediakan kebutuhan
tersebut. Mikroorganisme ini merupakan beberapa gula menjadi asam laktat dan hasil
metabolisme lainnya. Mikroorganisme ini bisa tumbuh dengan atau tanpa udara,
tetapi sangat cepat menghasilkan asam tanpa kehadiran udara. Bakteri asam laktat
juga sangat tahan terhadap garam dan tumbuh baik pada formulasi sosis (Food Safety
and Inspection Service, 2005).
Secara umum grup inti bakteri asam laktat terdiri dari 4 genus yaitu
Lactobacillus, Leuconostoc, Pediococcus dan Streptococcus yang didasarkan pada
ciri morfologi, tipe fermentasi, kemampuan tumbuh pada suhu yang berbeda, sifat
stereospesifik (D atau L laktik), serta toleran terhadap asam dan basa. Klasifikasi
bakteri asam laktat terus berkembang, sehingga genus Lactobabacillus menjadi
Lactobacillus dan Carnobacterium. Genus Streptococcus menjadi 4 yaitu
Streptococcus, Lactococcus, Vagacoccus dan Enterococcus. Genus Pediococcus
menjadi Pediococcus, Tetratogenococcus, dan Aerococcus. Sementara pada genus
Leuconostoc tidak ada perubahan. Klasifikasi tersebut dihasilkan dengan
mempertimbangkan komposisi asam lemak pada membran sel, motilitas dan urutan
rRNA, serta persen guanin dan sitosin pada DNA. Klasifikasi spesies sering juga
dicantumkan toleransinya terhadap garam dan pH, pertumbuhan terhadap suhu yang
berbeda dan konfigurasi produksi asam laktat. Perbedaan fenotip atau sifat biokimia
dibedakan dalam kemampuan memfermentasi karbohidrat, hidrolisis arginin,
pembentukan asetosin, kemampuan tumbuh pada garam empedu, kemampuan
menghemolisis, produksi polisakarida ekstraseluler, faktor pertumbuhannya,
dihasilkannya beberapa enzim, kemampuan tumbuh pada susu dan perbedaan dalam
serologinya (Pot et al., 1994; Axelsson, 1998). Bedasarkan metabolismenya bakteri
dapat digolongkan dalam dua kelompok yaitu homofermentatif dan
heterofermentatif. Kelompok homofermentatif adalah kelompok bakteri asam laktat
yang mampu mengubah glukosa menjadi asam laktat dan kelompok bakteri asam
laktat heterofermentatif adalah yang memfermentasi glukosa menjadi asam laktat,
etanol/ asam asetat dan CO2 (Fardiaz, 1989). Terdapat monostrain, multistrain dan
multispecies probiotik. Monostrain probiotik mengandung satu species, multistrain
probiotik mengandung lebih dari satu strain bakteri dari satu species atau genus yang
sama, sedangkan multispecies probiotik mengandung beberapa strain bakteri dari
species atau genus yang berbeda (Timmerman et al., 2004).
Bakteri L. acidophilus merupakan salah satu spesies penyusun mikroflora
alami usus yang mampu melewati hambatan-hambatan di dalam saluran pencernaan.
Spesies ini resisten terhadap enzim dalam air liur, asam lambung dan asam empedu
sehingga mampu mencapai usus dalam keadaan hidup. L. acidophilus banyak
ditemukan pada bagian akhir usus halus dan bagian awal usus besar. Bakteri ini
mampu memproduksi berbagai zat metabolit, seperti : asam organik, hidrogen
peroksida dan berbagai bakteriosin yang dapat menghambat perkembangan bakteri
patogen (Kanbe, 1992). Karakteristik L. acidophilus adalah (1) tidak tumbuh pada
suhu 15ºC dan tidak memfermentasi ribosa, (2) optimum pertumbuhan pada suhu 35-
38ºC dan pH optimum 5,5-6,0 (3) pada susu sapi memproduksi 0,30%-1,90% DL
asam laktat, (4) dapat menggunakan komponen nutrisi, yaitu asetat (asam
mevalonat), riboflavin, asam pantothenat, kalsium, niasin dan asam folat, (5)
memproduksi threonin aldolase dan alkohol dehydrogenase yang akan
mempengaruhi aroma (Nakazawa dan Hosono, 1992).
L. acidophilus mempunyai ketahanan terhadap asam lambung buatan dengan
pH 2,5 selama 3 jam dan bakteriosin yang dihasilkan tetap aktif pada ph 3 sampai ph
10 (Oh dan Worobo, 2000). Secara fisiologis L. acidophilus adalah meningkatkan
mikroflora usus karena L. acidophilus dapat hidup di usus. Efek pertumbuhan yang
ditunjukkan adalah membentu memanfaatkan nutrisi secara efisien terutama dari
kalsium, protein, besi, dan fosfor pada proses fermentasi yang menghasilkan asam
laktat. Kerja intensif pada aktifitas β-galaktosidase lebih baik dalam hal menekan
bakteri penghasil gas dalam saluran pencernaan. L. acidophilus diduga menurunkan
kadar kolesterol, mengontrol pertumbuhan kanker melalui aktivitas enzimnya yang
mampu menurunkan produksi karsinogeni dan mencegah perkembangan kanker di
dalam pencernaan (Nakazawa dan Hosono, 1992).
L. acidophilus mensekresikan senyawa metabolit, bakteriosin, asam organik
dan H2 O 2 yang dapat menghambat perlekatan dan pertumbuhan bakteri patogen,
serta molekul koagregasi yang menghambat penyebaran bakteri patogen. L.
acidophilus menghasilkan D(-) asam laktat yang berfungsi memperbaiki ketersediaan
biologis mineral, sehingga memperbaiki penyerapn mineral, terutama kalsium, sebab
kalsium lebih mudah diserap dalam kondisi asam (Surono, 2004).
Hingga saat ini, belum dapat dipastikan mekanisme kerja probiotik dalam
mengurangi infeksi bakteri patogen dalam tubuh induk semang. Lactobacillus
mempunyai kemampuan untuk mencegah perlekatan, perkembangbiakan dan
menurunkan patogenitas bakteri enterogen. Mekanisme lainnya, yaitu dengan
memproduksi rantai pendek asam lemak terbang sehingga akan menurunkan pH
lumen usus dimana hal ini merupakan konsisi yang tidak mendukung bagi
perkembangan bakteri enteropatogen, menghasilkan substansi yang bersifat
menghambat bakteri enteropatogen, menghasilkan substansi yang bersifat
menghambat metabolit yang diperlukan oleh bakteri patogen dan memproduksi
senyawa spesifik seperti bakteriosin yang bersifat bakterisidal.
Penelitian terhadap reaksi imunologi dari pemberian probiotik saat ini terus
dikembangkan, Lactobacillus mampu meningkatkan imunitas mukosal dan sistemik
saluran pencernaan terhadap bakteri enteropatogen dengan meningkatkan produksi
dari SigA (selkretory IgA). Efek immune-modulation bakteri yang terdapat dalam
probiotik juga dimiliki oleh mekanisme lain yang disebut dengn competitive
exclusion (CE) yaitu suatu mekanisme bakteri untuk memanipulasi komposisi
mikrobiota intestinal. Kedua mekanisme ini, mampu mencegah infeksi bakteri
enteropatogen seperti Salmonella dengan cara mempertahankan konsidi optimal dari
usus induk semang dan menjaga kestabilan mikroflora normal usus. Kondisi
kesehatan induk semang merupakan faktor penting yang mempengaruhi kinerja
probiotik untuk menghambat infeksi bakteri enteropatogen (Nemeth et al., 2006 &
Tellez et al., 2001). Mekanisme immuno-modulation probiotik dan competitive
exclusion dalam usus unggas, dapat dilihat pada Gambar 6.
KS
Gambar 6. Mekanisme Immuno-modulation Probiotik dan Competitive Exclusion dalam Usus Unggas.
SigA= Sekresi IgA; CE= Competitive Exclusion; SIL Intraepitelial; LB= Limfosit B; LT=
Limfosit T; KS= Komponen Sekresi. Sumber: Rovelledo et al.,( 2006).
Mekanisme kerja dari Gambar 6 adalah terjadinya penangkapan antigen : 1.
antigen dapat dikenali secara langsung oleh Intraepitelial Limfosit Intestinal (ILI)
yang kemudian mengirimkan sinyalnya pada lamina propia; 2. pada saat antigen
ditangkap oleh sel-sel M, terdapat 2 kemungkinan untuk menstimulasi terjadinya
respon imunologi; a) antigen langsung ditangkap oleh makrofag atau sel-sel dendrit,
yang mampu memproses untuk menghasilkan Limfosit T (LT) pada lamina propiar;
atau b) antigen akan mengaktifkan sel-sel B, yang akan menstimulasi LT pada
lamina propia; 3. Antigen dapat ditangkap oleh Sel Intraepititelial (SIL) melalui
proses endositosis. SIL mempunyai kemampuan seperti LT untuk memproses
antigen. SigA akan memproduksi: LT aktivitas dan menghasilkan sitokin yang akan
menghasilkan IgA. Pada akhirnya produksi IgA akan menghambat perlekatan
antigen di permukaan mukosa usus unggas (Rovelledo et al., 2006).