Anda di halaman 1dari 5

Kriteria Diagnosis Jaundice

Jaundice biasanya muncul pada awal periode neonatal. Jaundice biasanya muncul mula-mula
di chepalocaudal, dimulai dari wajah lalu kebagian abdomen, lalu kaki. Penggunaan kriteria
Kramer biasanya dapat membantu menginterprestasikan kadar bilirubin, namun pemeriksaan
fisik tidak bisa secara pasti memastikan kadar bilirubin yang tepat.1

Tabel Kriteria Kramer1

kondisi jaundice pada neonatus yang harus waspadai sebagai non fisiologis jaundice, yaitu:
1. Jaundice yang terjadi sebelum usia 24 jam
2. Peningkatan bilirubin serum yang sangat tinggi sehingga memerlukan fototerapi
3. Peningkatan bilirubin serum >0,5 mg/dL/jam
4. Tanda-tanda penyakit dasar yang meyertai (muntah, letargis, malas menetek, apnea,
takipnea, kehilangan berat badan yang ekstrem, atau suhu yang tidak stabil)
Diagnosis Banding

Jaundice terdiri dari direct atau inderect bilirubin, itu terjadi saat kelahiran atau muncul dalam
24 jam setelah lahir. Hal ini harus membutuhkan perhatian cepat karena jaundice mungkin
bisa disebaban karena eritroblastosis fetalis, concealed-hemoraggik, sepsis atau infeksi
kongenital termasuk sifilis, sitomegalovirus, rubella dan toxoplasmosis.
Hemolisis dicurigai apabila terdapat peningkatan serum bilirubin yang cepat (>0,5
mg/dL/jam), anemia, pallor, retikulositosis, dan hepatomegaly.
Biasanya proporsi direct-reacting bilirubin termasuk karakteristik jaundice pada bayi yang
menerima tranfusi intrauterine untuk eritroblas fetalis.
Jaundice muncul setelah hari ke 3 dalam seminggu dapat dicurigai karena adanya sepsis
bakteri atau infeksi traktus urinarius, atau juga dapat infeksi yang lain seperti sifilis,
toxoplasmosis, cytomegalovirus.

Tatalaksana dan Planing

 Fototerapi
Fototerapi merupakan metode efektif dana man untuk mengurangi kadar bilirubin
indirek, terutama jika dimulai sebelum tinggi dan menyebabkan kernicterus. Pada
bayi cukup bulan,foto terapi dimulai bila kadar bilirubin indirek berada di antara 16
dan 18 mg/dL. Fototerapi dimulai pada bayi premature dengan kadar lebih rendah,
untuk mencegah konsentrasinya tinggi sehingga membutuhkan transfuse. Lampu sinar
biru dan putih efektif mengurangi kadar bilirubin.
Fototerapi dengan radiasi maksimal yang mempunyai panjang gelomban 425-475 nm,
mengubah bilirubin menjadi isomer yang larut dalam air serta mudah diekskresi.
 IV immunoglobulin
IV immunoglobulin merupakan terapi tambahan untuk hyperbilirubinemia karena
isoimmine hemolityc disease. IV immuglobulis digunakan sebagai rekomendasi saat
bilirubin serum mendekati level maksimal, dan tetap dengan fototerapi. Dosis IV
immunoglobulin (0,5-1,0 g/kg/dosis, diulang dalam 12 jam)
Penyakit hemolitik pada bayi baru lahir merupakan penyebab tersering dari ikterus
neonatarum. Namun banyak juga bayi baru lahir menjadi ikterus tanpa bukti hemolisis
dikarenakan belum sempurnanya mekanisme metabolisme bilirubin.
Bilirubin diproduksi dari proses katabolisme hemoglobin di sistem retikuloendotelial.
Cincin heme dipecah oleh heme oksigenase menjadi biliverdin dan karbonmonoksida yang
memiliki jumlah yang sama. Karena tidak ada sumber biologik lain yang menghasilkan
karbon monoksida, maka ekskresi gas ini yang diperiksa secara stoikiometrik identik dengan
bilirubin yang diprodulsi. Biliverdin dikonversi menjadi bilirubin oleh biliverdin reduktase.
Satu gram hemoglobin memproduksi 35 mg bilirubin. Dua puluh persen dari seluruh
produksi bilirubin berasal dasri hemoglobin yang bersikulasi. Sumber tersebut adalah
produksi hemoglobin yang tidak efisien dan lisisnya sel prekursor di sumsum tulang. Brea
dengan orang dewasa, bayi memproduksi bilirubin dua sampai 3 kali lebih banyak (6-10
mg/kg/24 jam vs 3 mg/kg/24 jam). Peningkatan karena masa SDM meningkat (hematokrit
lebih tinggi) dan usia eritrosit yang lebih pendek yaitu 70- 90 hari dibanding usia eritrosit
dewasa yaitu 120 hari.

Komplikasi
 Kernicterus atau bilirubin enchepalopaty ialah sindrom neurologik yang dapat
disebabkan oleh karena penumpukan bilirubin indirect pad sel ganglia basalis dan
nukleus di batang otak (brainstem).
 Kernikterus; kerusakan neurologis, cerebral palsy, RM, hyperaktif, bicara lambat,
tidak ada koordinasi otot, dan tangisan yang melengking.
 Retardasi mental - Kerusakan neurologis Efek Hiperbilirubinemia dapat menimbulkan
kerusakan sel-sel saraf, meskipun kerusakan sel-sel tubuh lainnya juga dapat terjadi.
Bilirubin dapat menghambat enzim-enzim mitokondria serta mengganggu sintesis
DNA. Bilirubin juga dapat menghambat sinyal neuroeksitatori dan konduksi saraf
(terutama pada nervus auditorius) sehingga menimbulkan gejala sisa berupa tuli saraf.
 Gangguan pendengaran dan penglihatan
 Kematian.

Prognosis
Hiperbilirubinemia baru akan berpengaruh buruk apabila bilirubin indirek telah
melalui sawar darah otak. Pada keadaan ini penderita mungkin menderita kern ikterus atau
ensefalopati biliaris. Kern ikterus (ensefalopati biliaris) adalah sindrom neurologis akibat
pengendapan bilirubin tak terkonjugasi di dalam sel-sel otak. Risiko pada bayi dengan
eritroblastosis foetalis secara langsung berkaitan dengan kadar bilirubin serum : hubungan
antara kadar bilirubin serum dan kern ikterus pada bayi cukup bulan yang sehat masih belum
pasti. Bilirubin indirek yang larut dalam lemak dapat melewati sawar darah otak dan masuk
ke otak dengan cara difusi apabila kapasitas albumin untuk mengikat bilirubin dan protein
plasma lainnya terlampaui dan kadar bilirubin bebas dalam plasma bertambah (Nelson, dkk,
2012).

Pada setiap bayi nilai persis kadar bilirubin yang bereaksi indirek atau kadar bilirubin
bebas dalam darah yang jika dilebihi akan bersifat toksik tidak dapat diramalkan, tetapi kern
ikterus jarang terjadi pada bayi cukup bulan yang sehat (Nelson, dkk, 2012).

Manifestasi klinis akut bilirubin ensefalopati pada fase awal bayi dengan ikterus berat
akan tampak letargis, hipotonik, dan reflek menghisap buruk, sedangkan pada fase
intermediate ditandai dengan moderate stupor, iritabilitas, hipertoni. Untuk selanjutnya bayi
akan demam, high-pitced cry, kemudian akan menjadi drowsiness dan hipotoni (Kosim,
2012).

Pada kernikterus, gejala klinik pada permulaan tidak jelas, antara lain dapat
disebutkan yaitu bayi tidak mau menghisap, letargi, mata berputar, gerakan tidak menentu
(involuntary movements), kejang, tonus otot meninggi, leher kaku dan akhirnya opistotonus.
Sumber

1. Dwi, P. (2015). UPDATE DIAGOSTIK DAN TATALAKSANA IKTERIK PADA


BAYI
2. Kliegman RM. Blood disorders. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB,.
(2016). Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-20 Vol 1. Philadelphia: Elsevier Inc.

Anda mungkin juga menyukai