A14 Nla
A14 Nla
ABSTRAK
Kadar air benih, jenis kemasan, dan kondisi lingkungan simpan, terutama
suhu dan RH, merupakan faktor penting yang mempengaruhi daya simpan benih.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan kadar air benih optimal dan
mengidentifikasi jenis kemasan yang tepat untuk mempertahankan viabilitas benih
kedelai selama penyimpanan terkontrol, serta mempelajari pengaruh interaksi dari
2 faktor perlakuan terhadap viabilitas benih. Benih kedelai varietas Tanggamus
dengan kadar air benih 7–9%, 9–11%, dan 11–13% dikemas dalam plastik
polypropylene, botol kaca, dan karung plastik, dan disimpan dalam kondisi
penyimpanan terkontrol dengan suhu 19–22 °C dan RH 64–67%. Benih disimpan
selama 6 bulan dan dilakukan evaluasi parameter viabilitas setiap bulan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kadar air optimal benih kedelai dalam kondisi
penyimpanan terkontrol (suhu 19–22 °C dan RH 64–67%) adalah 7–13% dengan
kadar air kesetimbangan ±10% pada RH 65%. DHL benih kedelai dengan kadar
air 11–13% secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan kadar air lain
setelah periode simpan 3 bulan. Interaksi antara 2 faktor perlakuan secara
signifikan hanya terjadi pada parameter DHL dengan periode simpan 5 dan 6
bulan, tetapi tidak untuk parameter viabilitas lainnya. Semua jenis kemasan (botol
kaca, plastik polypropylene, dan karung plastik) dapat digunakan untuk
mempertahankan mutu benih selama 6 bulan pada penyimpanan terkontrol.
Perlakuan kadar air benih dan jenis kemasan tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap viabilitas benih. Hal ini mengindikasikan bahwa benih kedelai dapat
disimpan pada suhu 19–22 °C dan RH 64–67% selama periode simpan 6 bulan.
ABSTRACT
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura
Disetujui oleh
Diketahui oleh
Tanggal Lulus:
2
v
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa
memberikan rahmat dan hidayat-Nya sehingga penelitian dan penulisan skripsi
dengan judul Penyimpanan Benih Kedelai (Glycine max (L.) Merr) pada Berbagai
Kadar Air Benih dan Jenis Kemasan dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini
merupakan bagian dari tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Pertanian dari Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Abdul Qadir, MSi dan
Ibu Dr Ir Faiza C Suwarno, MS selaku pembimbing yang telah memberikan
masukan dan bimbingan selama penelitian hingga penulisan skripsi ini, Bapak Ir
Baran Wirawan, MSc sebagai dosen penguji, Ari Wahyuni, SP, MSi yang telah
memberikan saran dan pengarahan selama kegiatan penelitian, serta Bapak Ir
Winarso D Widodo, MS PhD selaku dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan nasihat, motivasi, dan pengarahan.
Selain itu, ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada orang tua,
kakak, dan seluruh keluarga yang telah memberikan doa serta kasih sayang
sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih juga
penulis sampaikan kepada teman-teman, khususnya Nurul Azizah Ramadhani
yang telah membantu dalam proses sidang serta Keluarga Edelweiss AGH 47
yang telah memberikan semangat dan bantuan selama penelitian hingga skripsi.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kedelai (Glycine max (L.) Merr) merupakan salah satu komoditas tanaman
palawija penting di Indonesia. Copeland dan McDonald (2001) menyatakan
bahwa kedelai memiliki kandungan protein 37.9% dan lemak 18%. Menurut
Margono et al. (2000) kedelai memiliki kadar protein yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kacang hijau, beras, dan jagung.
Kebutuhan benih untuk mencukupi permintaan kedelai yang tinggi
mendorong berkembangnya teknologi benih yang menangani masalah produksi,
pengolahan, dan penyimpanan. Sasaran pokok teknologi benih adalah
menghasilkan benih bermutu yang mencakup mutu fisik, fisiologi, dan mutu
genetik. Tatipata et al. (2004) menyatakan bahwa mutu benih kedelai dipengaruhi
oleh proses penanganan dari produksi sampai akhir periode simpan.
Kendala dalam penyimpanan benih kedelai adalah kemunduran benih
kedelai secara cepat dan periode simpannya pendek, disebabkan oleh kandungan
lemak dan protein yang relatif tinggi (Tatipata et al. 2004). Penyimpanan benih
untuk menunggu musim tanam berikutnya akan menyebabkan turunnya viabilitas
dan vigor. Penelitian Kartono (2004) menunjukkan bahwa pada penyimpanan
terbuka (dalam karung goni dengan suhu ruang > 25 °C dan RH > 75%)
menyebabkan kerusakan benih yang tinggi, menurunkan daya berkecambah, dan
menurunkan daya simpan benih.
Penyimpanan benih dapat dilakukan dengan menggunakan sistem
penyimpanan terbuka atau sistem penyimpanan tertutup (terkontrol).
Penyimpanan terkontrol merupakan penyimpanan benih yang dilakukan dengan
mengatur kondisi lingkungan penyimpanan, terutama suhu dan RH. Kadar air
benih merupakan salah satu faktor yang berperan dalam mempertahankan
viabilitas benih selama penyimpanan. Justice dan Bass (2002) menyatakan bahwa
penyimpanan benih dengan tingkat kadar air aman untuk disimpan sangat penting.
Purwanti (2004) menambahkan bahwa kadar air yang aman untuk penyimpanan
benih kedelai dalam suhu kamar selama 6–10 bulan adalah tidak lebih dari 11%.
Menurut Copeland dan McDonald (2001) penggunaan kemasan kedap
sangat berperan dalam mempertahankan viabilitas benih selama penyimpanan.
Kartono (2004) menyatakan bahwa penyimpanan kedap dapat menghambat
kegiatan biologis benih, menekan pengaruh kondisi lingkungan seperti suhu dan
kelembapan, serta mengurangi ketersediaan oksigen, dan kontaminasi organisme.
Kadar air awal dan bahan kemasan sangat berpengaruh dalam mempertahankan
kadar air benih selama penyimpanan.
Penyimpanan benih kedelai secara terkontrol pada suhu dan RH tertentu
diharapkan dapat mengatasi kendala penyimpanan. Penelitian ini dilakukan
dengan menyimpan benih kedelai selama 6 bulan dalam kondisi suhu dan RH
terkontrol pada berbagai tingkat kadar air dan kemasan yang berbeda. Penelitian
ini diharapkan dapat memperoleh kadar air optimal dan jenis kemasan yang tepat
untuk mempertahankan mutu benih selama 6 bulan.
2
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kadar air benih optimal dan
mengidentifikasi jenis kemasan yang tepat untuk mempertahankan viabilitas benih
kedelai selama penyimpanan terkontrol, serta mempelajari pengaruh interaksi dari
2 faktor perlakuan terhadap viabilitas benih.
Hipotesis
1. Terdapat kadar air benih yang optimal dan jenis kemasan yang tepat untuk
mempertahankan viabilitas benih kedelai selama penyimpanan terkontrol
2. Terdapat interaksi antara kadar air benih dan jenis kemasan terhadap
viabilitas benih kedelai.
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Sadjad et al. (1999) viabilitas benih merupakan daya hidup benih
yang ditunjukkan melalui pertumbuhan benih atau gejala metabolismenya.
Viabilitas benih terdiri atas viabilitas potensial, vigor kekuatan tumbuh, vigor
daya simpan, viabilitas dorman, dan viabilitas total.
Menurut Sadjad (1993) daya berkecambah merupakan viabilitas absolut
yang mensimulasikan viabilitas potensial. Vigor kekuatan tumbuh (VKT)
merupakan vigor benih pada periode III (periode kritikal) saat benih mampu
tumbuh di lapang untuk menjadi tanaman normal dan berproduksi normal pada
kondisi sub-optimum, atau mampu berproduksi di atas normal pada kondisi
optimum. Vigor kekuatan tumbuh dapat dinyatakan dalam 3 tolok ukur yaitu
kecepatan tumbuh (KCT), keserempakan tumbuh (KKT), dan vigor spesifik (KKT
spesifik). Vigor daya simpan (VDS) merupakan parameter vigor benih yang
ditunjukkan dengan kemampuan benih untuk disimpan dalam kondisi sub-
optimum. Viabilitas dorman (VD) merupakan parameter vigor dalam keadaan
benih mengalami dormansi. Viabilitas total (VT) adalah viabilitas yang
menunjukkan gejala hidup baik langsung oleh fenomena pertumbuhan atau gejala
metabolismenya.
METODE PENELITIAN
Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah benih kedelai varietas
Tanggamus (Lampiran 1) hasil panen September 2013 yang didapat dari Balai
Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, Malang. Kemasan botol kaca
(permeabilitas 0.0059 g m-2 hari-1), plastik polypropylene (permeabilitas 0.0287 g
m-2 hari-1), dan karung plastik (permeabilitas 0.4481 g m-2 hari-1) tercantum pada
Lampiran 2. Bahan lain yang digunakan adalah NaNO2, kertas stensil dan plastik
untuk mengecambahkan benih, aquabides, wrapping, dan label.
Peralatan Penelitian
Prosedur Percobaan
5. Respirasi benih
Pengujian respirasi benih dilakukan dengan menggunakan alat
Cosmotector XP-314. Benih kedelai sebanyak 100 butir dilembapkan selama
15 jam, selanjutnya diinkubasi selama 24 jam dalam kemasan.
Keterangan:
L : laju respirasi (mg CO2 kg-1 jam-1)
V : volume udara bebas dalam kemasan (V kemasan – V bahan) dalam ml
K : kadar CO2 setelah inkubasi – kadar CO2 awal (0.03%)
W : waktu inkubasi (jam)
B : bobot bahan (kg)
Nilai 1.76 merupakan konstanta gas
6. Uji daya hantar listrik (DHL)
Uji daya hantar listrik (μmhos cm-1 g-1) dilakukan dengan merendam 25
butir benih pada 125 ml aquabides selama 24 jam. Kemudian air rendamannya
diukur dengan alat Electric Conductivity Meter.
( )
( )
Keterangan:
X : daya hantar listrik air rendaman benih (µmhos cm-1)
Blangko : daya hantar listrik aquabides tanpa benih (µmhos cm-1)
Analisis Data
yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor
perlakuan. Faktor pertama adalah kadar air benih (α) yang terdiri atas 3 taraf,
yaitu kadar air 7–9% (α1), kadar air 9–11% (α2), dan kadar air 11–13% (α3).
Faktor kedua adalah jenis kemasan (β) yang terdiri atas 3 taraf, yaitu plastik
polypropylene (β1), botol kaca (β2), dan karung plastik (β3). Total kombinasi
perlakuan adalah 9 kombinasi dengan masing-masing perlakuan terdiri atas 3
ulangan dan pengamatan dilakukan 7 kali sehingga terdapat 189 satuan
percobaan.
Model rancangan yang akan digunakan dalam percobaan ini adalah:
Yij = µ + αi + βj + (αβ)ij + εij
Keterangan:
Yij : Nilai peubah yang diamati
µ : Nilai rata-rata umum
αi : Pengaruh kadar air benih pada taraf ke-i
βj : Pengaruh jenis kemasan pada taraf ke-j
(αβ)ij : Pengaruh interaksi kadar air benih pada taraf ke-i dan jenis kemasan
pada taraf ke-j
εij : Pengaruh galat kadar air benih pada taraf ke-i dan jenis kemasan pada
taraf ke-j.
Analisis data menggunakan uji F dan jika menunjukkan pengaruh yang
nyata, dilanjutkan dengan pengujian Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada
taraf 5%.
Benih yang disimpan harus memiliki tingkat kadar air (KA) benih sesuai
dengan KA yang telah ditentukan dalam faktor perlakuan, yaitu kadar air 7–9%,
9–11%, dan 11–13%. Penentuan KA benih ini dilakukan dengan melembapkan
benih kedelai hingga mencapai KA yang ditentukan. Kadar air benih sebelum
percobaan sebesar 6.89%. Kesetimbangan KA benih 7–9% dicapai dengan
menambahkan 1.21 ml aquades; KA benih 9–11% dicapai dengan menambahkan
3.47 ml aquades; KA benih 11–13% dicapai dengan menambahkan 5.83 ml
aquades pada 100 g benih. Benih tersebut disimpan dalam refrigerator selama 24
jam. Benih yang telah mencapai kesetimbangan KA dimasukkan ke dalam
kemasan plastik polypropylene, botol kaca, dan karung plastik sesuai dengan
perlakuan.
Tabel 4 Viabilitas benih kedelai dengan kadar air benih dan jenis kemasan yang
berbeda pada periode simpan 3 bulan
Tolok ukura
Perlakuan DB IV KA Respirasi DHL
(%) (%) (%) (mg CO2 kg-1 jam-1) (µmhos cm-1 g-1)
Kadar air
7–9 % 94.00 77.11 8.66c 486.8 52.59b
9–11 % 94.00 82.89 10.76b 402.8 51.25b
11–13 % 91.56 78.00 12.47a 411.1 56.51a
Uji F tn tn ** tn **
Kemasan
Plastik PP 94.44 76.22b 10.57 449.3 55.50a
Botol kaca 94.44 84.89a 10.61 400.8 52.78ab
Karung plastik 90.67 76.89b 10.71 450.7 52.06b
Uji F tn * tn tn *
Interaksi tn tn tn tn tn
KK 4.27 9.05 9.12 11.04b 5.27
a
Angka pada kolom yang sama, diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%
(uji selang berganda Duncan), bHasil transformasi logaritma.
Benih yang disimpan dengan KA 11–13% memiliki nilai DHL tertinggi.
Kadar air benih yang tinggi tersebut diduga memicu terjadinya kebocoran
membran pada benih. Hasil penelitian Ismattullah (2003) menunjukkan bahwa
pada benih kedelai, semakin tinggi KA benih maka nilai DHL yang terukur akan
semakin tinggi. Benih kedelai yang telah disimpan selama 7 bulan penyimpanan,
pada kondisi penyimpanan kamar dengan KA 9.37% dan DB 41.3% nilai
DHLnya lebih tinggi (184.8 µmhos cm-1 g-1) dibandingkan dengan benih yang
belum disimpan dengan KA 6.50% dan DB 80.0% (DHL 130.1 µmhos cm-1 g-1).
Hutahaean (2008) menyatakan bahwa tujuan pengemasan benih yaitu
melindungi benih dari kerusakan fisik maupun fisiologis. Jenis kemasan botol
kaca memiliki indeks vigor nyata lebih tinggi 84.89% dibandingkan plastik PP
dan karung plastik. Hal ini disebabkan karena kemasan botol kaca memiliki sifat
lebih kedap sehingga dapat melindungi benih dari uap air dan udara. Botol kaca
merupakan kemasan yang kedap uap air dan gas dengan nilai permeabilitas
0.0059 g m-2 hari-1. Menurut Justice dan Bass (2002) penyimpanan benih dalam
wadah kedap menyebabkan terjadinya akumulasi CO2 hasil respirasi benih.
Akumulasi CO2 tersebut menyebabkan berkurangnya metabolisme benih selama
penyimpanan sehingga cadangan makanan dapat digunakan untuk tumbuh
menjadi tanaman normal secara optimal. Nilai DHL tertinggi terdapat pada benih
yang dikemas dalam plastik PP dan yang terendah pada karung plastik.
Tabel 5 menunjukkan viabilitas benih pada periode simpan 4 bulan.
Analisis ragam menunjukkan bahwa faktor kemasan dan interaksinya dengan KA
benih tidak memberikan pengaruh terhadap semua tolok ukur viabilitas benih.
Perlakuan KA benih memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap KA dan
DHL. Benih berkadar air 11–13% memiliki nilai DHL 58.43 µmhos cm-1 g-1 yang
nyata lebih tinggi dibandingkan 7–9% dan 9–11%. Kadar air benih yang tinggi ini
11
diduga menyebabkan tingginya nilai DHL yang dihasilkan. Daya hantar listrik
merupakan salah satu komponen penilaian deteriorasi benih. Menurut Sianturi
(2011) salah satu penyebab deteriorasi benih dalam penyimpanan adalah kadar air
lingkungan yang dapat mempengaruhi KA benih, disamping komponen mutu
benih secara fisik dan fisiologis. Benih dengan KA tinggi diduga mengalami
kebocoran membran yang lebih tinggi dibandingkan benih dengan KA rendah.
Tabel 5 Viabilitas benih kedelai dengan kadar air benih dan jenis kemasan yang
berbeda pada periode simpan 4 bulan
Tolok ukura
Perlakuan DB IV KA Respirasi DHL
(%) (%) (%) (mg CO2 kg jam ) (µmhos cm-1 g-1)
-1 -1
Kadar air
7–9 % 94.67 78.00 8.47c 452.2 53.32b
9–11 % 94.44 72.22 10.04b 714.0 58.27b
11–13 % 93.00 69.00 11.56a 741.8 70.11a
Uji F tn tn ** tn **
Kemasan
Plastik PP 94.22 77.78 10.02 578.1 63.76
Botol kaca 94.44 71.78 10.18 735.9 58.61
Karung plastik 93.50 69.75 9.65 575.5 57.98
Uji F tn tn tn tn tn
Interaksi tn tn tn tn *
KK 3.34 12.91 6.74 8.80b 10.38
a
Angka pada kolom yang sama, diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%
(uji selang berganda Duncan), bHasil transformasi logaritma.
60
7-9%
40 9-11%
11-13%
20
0
0 1 2 3 4 5 6
Periode simpan (bulan)
Gambar 2 Daya hantar listrik selama 6 bulan penyimpanan dengan tingkat
kadar air benih yang berbeda
Pada peubah daya hantar listrik, KA benih memberikan pengaruh
signifikan pada periode simpan 3 hingga 6 bulan. Nilai DHL meningkat pada
semua tingkat KA benih hingga akhir periode simpan. Gambar 2 menunjukkan
bahwa peningkatan DHL tertinggi terjadi pada KA benih 11–13%. Standar deviasi
nilai rataan DHL pada KA benih 11–13% berada di luar selang standar deviasi
nilai rataan DHL benih berkadar air 7–9% pada periode simpan 4 dan 6 bulan.
Tatipata et al. (2004) menyatakan bahwa KA benih yang tinggi akan
mengakibatkan meningkatnya permeabilitas membran. Selanjutnya Tatipata
(2008) menyatakan bahwa meningkatnya permeabilitas membran sel secara
langsung dan menurunnya integritas membran mitokondria secara tidak langsung
dapat diindikasikan oleh peningkatan DHL.
Gejala hidup benih dapat ditentukan melalui proses metabolismenya, yaitu
respirasi benih. Respirasi berbanding lurus dengan KA benih dan suhu. Benih
kehilangan viabilitasnya dengan cepat pada suhu dan KA benih tinggi. Tabel 10
menunjukkan persamaan regresi antara laju respirasi dan periode simpan dengan
faktor perlakuan KA benih.
Tabel 10 Persamaan regresi antara laju respirasi benih dan periode simpan
dengan faktor perlakuan KA benih
Perlakuan kadar air Persamaan regresi R2 P
7–9% y = 274.83 + 39.466x 0.31 0.194
9–11% y = 417.35 + 36.353x 0.46 0.094
11–13% y = 275.72 + 69.356x 0.54 0.058
Berdasarkan nilai P pada Tabel 10, hubungan antara laju respirasi benih
dengan periode simpan membentuk respon linier, kecuali pada perlakuan KA 7–
9%. Semakin tinggi KA benih akan meningkatkan laju respirasi yang
mengakibatkan perombakan cadangan makanan secara cepat. Persamaan regresi
pada perlakuan KA benih 11–13% menunjukkan bahwa setiap kenaikan satu
satuan periode simpan, laju respirasi akan meningkat sebesar 69.356 x satuan.
Melalui persamaan regresi tersebut KA benih 11–13% mengalami kenaikan laju
15
indeks vigor benih dapat dipertahankan > 65% hingga akhir periode simpan.
Tingkat KA benih 11–13% menunjukkan IV yang lebih fluktuatif selama 6 bulan
penyimpanan. Hal ini diduga disebabkan oleh KA benih yang terlalu tinggi
sehingga lebih peka terhadap kondisi lingkungan perkecambahan yang kurang
optimal. Hasil penelitian Asni (2010) menyatakan bahwa kadar air aman untuk
penyimpanan kedelai pada RH ≤ 65% adalah 5.39%–10.75%.
100
80
Indeks vigor (%)
60
7-9%
40 9-11%
11-13%
20
0
0 1 2 3 4 5 6
Periode simpan (bulan)
Gambar 4 Indeks vigor selama 6 bulan penyimpanan dengan tingkat kadar air
benih yang berbeda
B C
Gambar 5 Keragaan kecambah kedelai (A) normal, (B) abnormal, (C) abnormal
dan mati terserang cendawan
Faktor-faktor yang mempengaruhi viabilitas benih selama penyimpanan
dibagi menjadi faktor internal dan eksternal. Faktor internal mencakup sifat
genetik, viabilitas awal, kondisi kulit, dan kadar air benih awal. Faktor eksternal
antara lain kemasan benih, komposisi gas, suhu, dan kelembaban ruang simpan
17
(Copeland dan McDonald 2001). Kadar air benih merupakan faktor utama yang
menentukan daya simpan benih. Kerusakan benih selama penyimpanan
dipengaruhi oleh kandungan air di dalam benih (Justice dan Bass 2002). Gambar
6 menunjukkan bahwa standar deviasi nilai rataan DB seluruh tingkat KA benih
masih terletak dalam satu selang pada setiap periode simpan, dengan DB > 90%.
Hal tersebut menunjukkan bahwa KA benih tidak memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap DB selama penyimpanan terkontrol. Pada suhu dan RH
rendah, respirasi berjalan dengan lambat dibanding pada suhu dan RH tinggi
sehingga viabilitas benih dapat dipertahankan lebih lama.
100
Daya berkecambah (%)
80
60
7-9%
40 9-11%
11-13%
20
0
0 1 2 3 4 5 6
Periode simpan (bulan)
80
60
Plastik PP
40 Botol kaca
Karung plastik
20
0
0 1 2 3 4 5 6
Periode simpan (bulan)
Gambar 7 Daya hantar listrik selama 6 bulan penyimpanan dengan jenis
kemasan yang berbeda.
Gambar 7 menunjukkan bahwa perlakuan kemasan tidak memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap tolok ukur DHL. Standar deviasi nilai rataan
DHL pada semua jenis kemasan masih terletak dalam satu selang selama
penyimpanan 6 bulan. Selama periode simpan hingga 6 bulan terjadi peningkatan
DHL pada semua kemasan. Hal ini sesuai dengan penelitian Taliroso (2008)
bahwa terdapat pertambahan nilai DHL pada benih kedelai seiring dengan
lamanya periode simpan. Semakin lama benih disimpan maka nilai DHL semakin
tinggi, namun viabilitas dan vigor benih mengalami penurunan. Gambar 7
menunjukkan bahwa grafik memiliki garis yang berimpit pada 3 jenis kemasan
yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh kadar air benih yang telah mencapai
kesetimbangan dengan RH 65% sehingga tingkat kebocoran membran relatif
sama. Fitriningtyas (2008) menyatakan bahwa nilai DHL dipengaruhi oleh
varietas, periode imbibisi, jumlah benih yang digunakan, suhu imbibisi, dan kadar
air benih. Berdasarkan hasil penelitian tolok ukur DB pada Gambar 10, terlihat
bahwa DB benih masih tinggi hingga 6 bulan peyimpanan. Hal ini menunjukkan
bahwa tolok ukur DHL lebih dini dalam mendeteksi deteriorasi benih.
Menurut Woodstock dan Feeley (1965) dalam Copeland dan McDonald
(2001) respirasi merupakan serangkaian aktivitas enzim dalam merombak
cadangan makanan. Benih yang telah mengalami kemunduran memiliki laju
respirasi yang lemah dan menyebabkan hilangnya perkecambahan benih.
Respirasi juga memiliki korelasi dengan tingkat vigor benih. Tabel 11
menyatakan bahwa nilai koefisien determinasi atau R2 pada kemasan plastik PP
sebesar 55.9%. Hal ini dapat diartikan bahwa 55.9% variasi variabel y (laju
respirasi) dapat dijelaskan oleh variabel x (periode simpan) dan 44.1% dijelaskan
oleh faktor lain.
19
Tabel 11 Persamaan regresi antara laju respirasi benih dan periode simpan
dengan perlakuan jenis kemasan
Perlakuan kemasan Persamaan regresi R2 P
Plastik PP y = 351.94 + 39.813x 0.559 0.053
Botol kaca y = 298.76 + 54.921x 0.491 0.080
Karung plastik y = 320.54 + 48.452x 0.456 0.096
Garis regresi pada Gambar 8 menunjukkan bahwa laju respirasi benih
yang disimpan pada semua kemasan cenderung meningkat hingga periode simpan
6 bulan.
800
Laju respirasi (mg CO2 kg-1 jam-1)
700
600
500
400 Plastik PP
300 Botol kaca
200 Karung plastik
100
0
0 1 2 3 4 5 6
Periode simpan (bulan)
Gambar 8 Laju respirasi selama 6 bulan penyimpanan dengan jenis kemasan
yang berbeda
Inkubasi benih dilakukan pada kondisi kamar dengan suhu dan
kelembapan yang fluktuatif. Semakin tinggi suhu dan kelembapan inkubasi,
semakin tinggi aktivitas enzim pada mitokondria benih. Menurut Justice dan Bass
(2002) suhu diatas 20 °C menyebabkan enzim aktif dan meningkatkan laju
respirasi benih. Suhu dan kelembapan inkubasi yang fluktuatif diduga menjadi
faktor lain yang menyebabkan laju respirasi cenderung meningkat selama periode
simpan. Inkubasi benih sebaiknya dilakukan pada kondisi terkontrol agar tidak
ada faktor lain yang mempengaruhi laju respirasi benih. Daya berkecambah
selama penyimpanan yang masih tinggi (> 90%) menghasilkan laju respirasi yang
tinggi. Penelitian Yulinda (2000) menyatakan bahwa semakin tinggi viabilitas
benih kacang hijau, maka laju respirasi yang dihasilkan juga semakin tinggi dan
kecenderungan yang sama juga terjadi pada benih jagung dan kedelai.
Vigor adalah kemampuan benih untuk tumbuh normal dan berproduksi
normal pada kondisi lingkungan yang sub-optimum. Menurut Sadjad (1993) vigor
benih dapat diklasifikasikan menjadi vigor genetis dan vigor fisiologis. Vigor
genetis adalah vigor benih dari satu galur genetik yang berbeda, sedangkan vigor
fisiologis adalah vigor yang dapat dibedakan dalam galur genetik yang sama.
220
100
80
Indeks vigor (%)
60
Plastik PP
40 Botol kaca
Karung plastik
20
0
0 1 2 3 4 5 6
Periode simpan (bulan)
Gambar 9 Indeks vigor selama 6 bulan penyimpanan dengan jenis kemasan
yang berbeda
Gambar 9 menunjukkan perilaku benih dalam berbagai kemasan selama
penyimpanan terkontrol 6 bulan yang ditunjukkan melalui tolok ukur IV.
Berdasarkan grafik tersebut, pengaruh perlakuan kemasan tidak berpengaruh
signifikan terhadap IV selama penyimpanan, kecuali pada periode simpan 1 bulan.
Pada periode simpan 1 bulan, standar deviasi nilai rataan IV pada benih yang
disimpan dalam botol kaca berada di luar selang standar deviasi nilai rataan IV
pada plastik PP. Pada periode simpan 1 bulan, IV terendah terdapat pada benih
yang disimpan dalam botol kaca. Menurut Copeland dan McDonald (2001) faktor
yang mempengaruhi vigor benih antara lain faktor genetik dan faktor lingkungan
selama perkembangan benih. Faktor genetik terdiri atas kekerasan benih,
kerusakan mekanik benih, dan komposisi kimia benih. Faktor lingkungan terdiri
atas kelembapan dan kesuburan tanah, tingkat kematangan benih, dan
penyimpanan benih.
Perilaku benih kedelai yang disimpan selama 6 bulan dengan 3 jenis
kemasan yang berbeda ditunjukkan melalui tolok ukur daya berkecambah pada
Gambar 10. Gambar 10 menunjukkan bahwa penyimpanan benih terkontrol
dengan suhu 19–22 °C dan RH 64–67% dapat mempertahankan DB benih tetap
tinggi hingga akhir periode simpan pada semua kemasan. Selama periode simpan
6 bulan, DB benih masih > 90%, angka ini masih berada diatas DB standar
pengujian benih BPSB, yaitu 85%. Penyimpanan benih dengan kondisi terkontrol
(suhu 19–22 °C dan RH 64–67%) baik untuk penyimpanan benih karena
metabolisme dan aktivitas enzim dalam benih berjalan sangat lambat. Berdasarkan
analisis ragam, faktor kemasan tidak berpengaruh terhadap DB benih jika
disimpan dalam kondisi terkontrol. Pada penyimpanan terkontrol, suhu dan
kelembapan dipertahankan agar tidak ada aliran udara dan uap air dari luar
lingkungan penyimpanan sehingga mutu benih tetap tinggi walaupun
menggunakan kemasan yang porous (karung plastik).
21
100
60
Plastik PP
40 Botol kaca
Karung plastik
20
0
0 1 2 3 4 5 6
Periode simpan (bulan)
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Agrawal RL. 1980. Seed Technology. New Delhi (IN): Oxford and IBH
Publishing Company. 685 p.
Asni N. 2010. Kadar air yang aman untuk penyimpanan benih tanaman pangan
(jagung, kedelai, dan kacang tanah). Jambi (ID): Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian (BPTP). p 1-10.
Copeland LO, McDonald MB. 2001. Principles of Seed Science and Technology
4th edition. London (GB): Kluwer Academic Publishers. 467 p.
Fitriningtyas N. 2008. Studi daya hantar listrik pada benih kedelai (Glycine max
(L.) Merr) dan hubungannya dengan mutu fisiologis benih [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Hutahaean JE. 2008. Viabilitas benih kedelai (Glycine max (L.) Merr) dengan
varietas dan kemasan yang berbeda pada beberapa ruang penyimpanan
[tesis]. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara.
Indartono. 2011. Pengkajian suhu ruang penyimpanan dan teknik pengemasan
terhadap kualitas benih kedelai. Gema Teknologi. 16(3):158-163.
Ismatullah. 2003. Studi penciri mutu benih kedelai (Glycine max (L.) Merr)
varietas Wilis selama masa penyimpanan [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Justice OL, Bass LN. 2002. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih. Roesli R,
penerjemah. Jakarta (ID): Grafindo Persada. Terjemahan dari: Principles
and Practices of Seed Storage. 446 p.
Kartono. 2004. Teknik penyimpanan benih kedelai varietas Wilis pada kadar air
dan suhu penyimpanan yang berbeda. Bul. Tek. Pertanian. 9(2):79-82.
Kristiani S. 2012. Kajian suhu dan kadar air terhadap kualitas benih kedelai
(Glycine max (L.) Merr) selama penyimpanan [makalah]. Yogyakarta
(ID): Universitas Gadjah Mada.
Kusumadewi N. 1988. Studi perbandingan antara berbagai tolok ukur status
viabilitas benih dengan kapasitas respirasi kasus benih kedelai [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Margono T, Suryati D, Hartinah S. 2000. Pembuatan Bubuk Kedelai untuk
Minuman. Di dalam: Esti, Sediadi A, editor. Buku Panduan Teknologi
Pangan [Internet]. Jakarta (ID): Pusat Informasi Wanita dalam
Pembangunan PDII-LIPI; [diunduh 2013 Sept 5]. Tersedia pada:
http://www.iptek.net.id/ind/warintek/?mnu=6&ttg=6&doc=6c01
Purwanti S. 2004. Kajian suhu ruang simpan terhadap kualitas benih kedelai
hitam dan kedelai kuning [Study of storage temperature on the quality of
black and yellow soybean seed]. JIPI. 11(1):22-31.
Sadjad S. 1974/1975. Proses metabolisme perkecambahan benih II. Dalam S
Sadjad, H Suseno, SS Harjadi, J Sutakaria, Sugiharso, Sudarsono, editor.
Dasar-dasar Teknologi Benih Capita Selekta. Bogor (ID): Departemen
Agronomi, Institut Pertanian Bogor. p 58-77.
Sadjad S. 1993. Dari Benih Kepada Benih. Jakarta (ID): Grasindo. 144 p.
23
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP