Anda di halaman 1dari 4

Hadirin jamaah salat Jumat, rahimakumullah.

Agama kita sebenarnya tidak mengakui dikotomi antara pengetahuan agama dan ilmu


pengetahuan umum. Semuanya saling mendukung dan sama-sama perlu dipelajari dan
dikembangkan. Namun begitu, dalam batas-batas tertentu Islam sering menekankan perlunya
mempelajari, mendalami, dan mengembangkan pengetahuan agama. Kegiatan mempelajari dan
menda-lami pengetahuan agama itu dalam tradisi keagamaan Islam dikenal dengan istilah at-
afaqquh fi d-dîn.
At-tafaqquh fi d-dîn memiliki kedudukan yang tinggi dalam pandangan agama. Orang yang
memiliki penge-tahuan dan wawasan keagamaan yang luas dinilai sebagai orang mulia dan
terhormat. Ini kita pahami antara lain dari sabda Rasulullah saw.:
‫ َم ْن ي ُِر ِد هللاُ بِ ِه َخيْراً يُفَقِّ ْههُ في الدِّين‬.
Orang yang dikehendaki baik oleh Allah, ia akan diberi pemahaman yang mendalam tentang
agama. (HR Bukhari dan Muslim).
Jadi, kedalaman wawasan keagamaan seseorang menjadi salah satu indikator baik-tidaknya
seseorang.
Pada kesempatan lain beliau juga bersabda, “Kelebihan (atau keutamaan) seorang alim (orang
yang berilmu) dibandingkan dengan orang ahli ibadah bagaikan keutamaan bulan purnama
dibandingkan dengan bintang-bintang.” Seperti kita saksikan, sinar bulan purnama jauh lebih
terang daripada sinar bintang yang redup, walaupun kedua-duanya sama-sama tinggi di atas
awan.
Lebih dari itu, di dalam Al-Qur’an bahkan Allah swt. menyebutkan secara khusus perlunya suatu
masyarakat untuk mendalami ilmu agama. Ada keharusan sebagian dari masyarakat untuk
mendalami ilmu agama agar kelak menjadi rujukan bagi anggota masyarakat yang lain. Allah
berfirman:

ِ ‫َو َما َكانَ ْال ُم ْؤ ِمنُونَ لِيَنفِرُوا َكافَّةً ۚ فَلَوْ اَل نَفَ َر ِمن ُك ِّل فِرْ قَ ٍة ِّم ْنهُ ْم طَائِفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُوا فِي الد‬
‫ِّين َولِيُن ِذرُوا قَوْ َمهُ ْم إِ َذا َر َجعُوا إِلَ ْي ِه ْم لَ َعلَّهُ ْم‬
َ‫يَحْ َذرُون‬
Tidak sepatutnya orang-orang mukmin pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa sebagian
dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi (tinggal bersama Rasulullah) untuk
memperdalam pengetahuan agama mereka dan memberi peringatan kepada kaumnya apabila
mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya? (QS At-Taubah [9]: 122).
Maka tidak mengherankan kalau kemudian ada ulama seperti Imam Az-Zuhri yang wafat pada
tahun 124 H pernah mengatakan, “Tidak ada bentuk ibadah kepada Allah yang setara nilainya
dengan ibadah mencari dan mempelajari ilmu agama.” Ulama yang lain, seperti Imam Syafi’i
(wafat tahun 204 H), mengatakan, “Mempelajari ilmu agama lebih afdal daripada mengerjakan
salat sunah.” Ulama yang lain lagi mengatakan, “Bagi saya, berkesempatan memperoleh sedikit
ilmu agama lebih saya sukai daripada berkesempatan untuk melakukan ibadah sunah.” Dan
masih banyak lagi ungkapan ulama lainnya yang semakna.
Karena itu, dapat kita mengerti kalau dari orang-orang seperti mereka lahir karya-karya keilmuan
yang begitu hebat, berbobot, dan bermanfaat secara luas. Buku-buku tulisan mereka bahkan
masih dijadikan rujukan sampai sekarang, menginspirasi generasi berikutnya. Ulama-ulama
seperti mereka seolah benar-benar menghayati dan mengamalkan firman Allah:
َ‫قُلْ هَلْ يَ ْست َِوي الَّ ِذينَ يَ ْعلَ ُمونَ َوالَّ ِذينَ اَل يَ ْعلَ ُمون‬
Katakanlah (Nabi Muhammad), “Apakah sama orang-orang yang mengetahui (hak-hak Allah)
dengan orang-orang yang tidak mengetahui (hak-hak Allah)?” (QS Az-Zumar [39]: 9).
Sidang Jumat rahimakumullah,
Keutamaan orang-orang yang mempelajari dan menda-lami ilmu agama itu tidak lain disebabkan
karena ilmu agama berperan dapat mendorong seseorang menjadi semakin bertakwa, menjadi
semakin takut dan khasyah kepada Allah.
28 :‫ (فاطر‬.‫إنما يخشى هللا من عباده العلماء‬
Di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya, hanyalah para ulama. (QS Fâthir [35]:
28).
Ibnu Katsir dalam Tafsirnya memahami bahwa ulama yang dimaksud pada ayat itu adalah orang-
orang yang mengerti dan mendalam pengetahuan keagamannya.
Pengetahuan yang mendalam tentang agama dapat membuat orang semakin tunduk dan taat
kepada Allah, semakin tidak berani dan enggan berbuat maksiat. Pengetahuan agama yang cukup
mendorong orang untuk peduli kepada masyarakatnya. Pengetahuan agama yang memadai dapat
mendorong seseorang untuk melawan kemunkaran  dan kezaliman dengan cara-cara yang bijak
sekaligus tepat. Keluasan wawasan keagamaan seseorang dapat mendorongnya untuk bersikap
toleran terhadap orang lain, tidak mudah menyalahkan pihak lain yang berbeda. Rasulullah saw.
bersabda, “Sungguh aku berharap menjadi orang yang paling takut (khasyyah) kepada Allah dan
orang yang paling mengerti tentang apa yang harus aku hindari.” Karena itu, Sofyan Ats-Tsauri
pernah berkata, “Suatu ilmu atau pengetahuan itu dipelajari agar dengannya kita semakin
bertakwa kepada Allah. Ilmu  agama lebih tinggi daripada yang lain semata-mata karena dengan
pengetahuan itu kita dapat menjadi semakin bertakwa kepada Allah.”
Karenanya pula, mempelajari ilmu secara umum dan ilmu-ilmu keagamaan secara khusus akan
membentangkan jalan lebar yang mengantarkan pelakunya ke surga, seperti sabda Rasulullah
saw.:
‫ب ْال ِع ْل ِم‬
َ ِ‫ َوإِ َّن طَال‬،‫ب ْال ِع ْل ِم‬
ِ ِ‫ض ُع أَجْ نِ َحتَهَا ِرضًا لِطَال‬
َ َ‫ َوإِ َّن ْال َماَل ئِ َكةَ لَت‬،‫ َسهَّ َل هَّللا ُ لَهُ طَ ِريقًا ِإلَى ْال َجنَّ ِة‬،‫ك طَ ِريقًا يَ ْلتَ ِمسُ فِي ِه ِع ْل ًما‬َ َ‫َم ْن َسل‬
ْ ْ َّ
‫ َحتى ال ِحيتَا ِن فِي ال َما ِء‬،‫ض‬ َ ‫أْل‬
ِ ْ‫يَ ْستَ ْغفِ ُر لهُ َم ْن فِي ال َّس َما ِء َوا ر‬.
َ

Orang yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, ia akan dimudahkan jalan oleh Allah menuju
surga. Sungguh, para malaikat merendahkan sayapnya karena reda kepada pencari ilmu. Seorang
pencari ilmu dimintakan ampun oleh malaikat-malaikat di langit dan di bumi, bahkan ikan-ikan
di laut pun ikut beristigfar untuknya.
Dengan kata lain, jika kita ingin dibukakan jalan yang lebar untuk menuju surga, carilah ilmu.
Perdalamlah pengetahuan agama. Kembangkanlah wawasan keagamaan kita.
Jamaah Jumat rahimakumullah,
Kebutuhan kita terhadap ilmu agama secara khusus pada hakikatnya lebih besar daripada
kebutuhan kita terhadap makan dan minum. Ini seperti dikatakan oleh Imam Ahmad, “Manusia
lebih memerlukan ilmu daripada makan minum. Orang bisa bertahan hidup dengan makan
minum sekali atau dua kali sehari, tetapi orang selalu memerlukan ilmu pada setiap embusan
napasnya.” Setiap saat kita perlu ilmu untuk menghadapi beragam tantangan yang terus
berkembang dari hari ke hari.
Dalam kehidupan sehari-hari, tidak jarang kita temukan orang tidak membayar zakat karena
tidak mengerti kalau harta yang dimilikinya sudah memenuhi syarat untuk dikeluarkan zakatnya.
Tidak mengerti dan tidak menyadari kalau di dalam hartanya ada hak orang lain yang haram dia
makan. Banyak orang dengan mudah menjatuhkan talak kepada istrinya, lalu rujuk lagi, talak
lagi, rujuk lagi dan seterusnya, karena tidak tahu apa ketentuan agama mengenai talak. Di sebuah
wilayah di negeri kita belum lama ini bahkan kita mendengar ada seorang kakak laki-laki
menikahi adik perempuannya sendiri. Dan masih banyak lagi kasus-kasus miris yang terjadi
akibat rendahnya pengetahuan agama.
Jamaah Jumat rahimakumullah,
Pada bagian akhir khutbah ini, mari kita coba renungkan bahwa ilmu dan pengetahuan agama
adalah warisan tak ternilai dari Rasulullah saw. Jika orang tua kita mewariskan tanah atau harta
kepada kita, dan kita memperlakukan warisan itu sebagai sesuatu yang sangat berharga, maka
Rasulullah saw. telah mewariskan ilmu agama kepada kita. Tentu warisan Rasulullah saw. itu
harus kita ambil, harus kita jaga, harus kita manfaatkan dan kembangkan agar tidak musnah atau
hilang.
Rasulullah saw. bersabda,
ٍّ ‫ فَ َم ْن أَ َخ َذهُ أَخَ َذ بِ َح‬،‫ َولَ ِك ْن َو َّرثُوْ ا ْال ِع ْل َم‬،‫اَ ْل ُعلَ َما ُء َو َرثَةُ اأْل َ ْنبِيَا ِء َوإِ َّن اأْل َ ْنبِيَا َء لَ ْم يُ َو ِّرثُوْ ا ِد ْينَارًا َواَل ِدرْ هَا ًما‬
‫ظ َوافِ ٍر‬
Ulama adalah pewaris nabi. Para nabi tidak mewariskan dinar maupun dirham, tidak mewariskan
harta, tetapi mewariskan pengetahuan. Siapa yang mengambil dan memanfaatkan warisan itu, dia
sungguh telah memperoleh sesuatu yang sangat berharga. (HR Abu Dawud dan At-Tirmidzi).
Kedua, pengetahuan agama yang kita ajarkan kepada orang lain sehingga orang lain itu menjadi
baik kehidupannya, akan mengalirkan pahala yang tiada henti. Bahkan ketika kita sudah mati
sekalipun.
ُ‫ح يَ ْدعُو لَه‬ َ ‫ أَوْ َولَ ٍد‬،‫ أَوْ ِع ْل ٍم يُ ْنتَفَ ُع بِ ِه‬،‫اريَ ٍة‬
ٍ ِ‫صال‬ ِ ‫ص َدقَ ٍة َج‬ ٍ ‫إِ َذا َماتَ اإْل ِ ْن َسانُ ا ْنقَطَ َع َع َملُهُ إِاَّل ِم ْن ثَاَل‬
َ :‫ث‬
Apabila manusia meninggal dunia, seluruh pahala perbuatannya akan terputus kecuali tiga:
sedekah jariah (atau wakaf), ilmu pengetahuan yang bermanfaat, atau anak saleh yang
mendoakannya. (HR Muslim).
Mudah-mudahan kita bisa menyempatkan diri di tengah-tengah kesibukan kita masing-masing
untuk sedikit demi sedikit tetapi terus menerus mendalami pengetahuan agama kita.

Anda mungkin juga menyukai