Anda di halaman 1dari 6

hanya berlangsung sementara, kemudian akan berubah menjadi suatu proses

maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Pada stadium dini PGK,
terjadi kehilangan daya cadang ginjal, pada keadaan dimana basal laju filtrasi
glomerulus (LFG) masih normal atau malah meningkat. Secara perlahan tapi
pasti akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif.

E. Komplikasi
1. Kelebihan kalium ( hiperkalemia )

Komplikasi pertama yang mungkin terjadi ketika kamu di diagnosa


terkena gagal ginjal kronis adalah kelebihan kadar kalium dalam darah atau
dalam istilah medis disebut hiperkalemia. Seseorang yang mengalami gagal
ginjal kronis akan mengalami gangguan filtrasi (penyaringan awal) pada ginjal.
Hal ini mengakibatkan tubulus di ginjal tidak dapat lagi menukar ion K+/H+
dengan Na+, sehingga menyebabkan berlebihnya kadar kalium di dalam darah.

Kalium sendiri memang penting bagi tubuh yaitu untuk memperlancar


fungsi otot, syaraf dan jantung. Namun, dalam jumlah yang berlebih dapat
mengakibatkan terganggungnya fungsi jantung dan dapat menyebabkan jantung
berhenti berdetak, bahkan hingga kematian.

2. Pembengkakan Paru - Paru (Edema)alth.com

Keadaan seseorang yang menderita gagal ginjal kronis membuat ginjal


mengalami penurunan fungsi. Kerusakan ginjal dapat memicu penurunan kadar
albumin dalam tubuh (hipoalbuminemia) dan akan menyebabkan meningkatnya
permeabilitas kapiler. Hal ini menyebabkan penumpukan cairan secara cepat,
sehingga terjadi pembengkakan pada paru-paru. Pembengkakan ini terjadi pada
bagian interstitial dan alveolus paru.

Pada kondisi normal saat paru-paru mengembang maka akan terisi oleh
oksigen, namun karena terjadi penumpukan cairan maka cairanlah yang akan
terisi kedalam paru-paru. Hal ini menyebabkan penderita akan kesulitan dalam
bernafas bahkan bisa merasakan nyeri ketika bernafas.
3. Tingginya Kadar Asam Dalam Tubuh (Asidosis)

Ginjal bertugas untuk memfiltrasi darah dan melakukan reabsorbsi


(penyerapan kembali) pada ion-ion yang masih dibutuhkan oleh tubuh. Ion H+
seharusnya terikat pada HCO3- karena ion H+ perlu dikeluarkan dari tubuh untuk
menjaga keseimbangan pH dalam tubuh agar tidak terlalu asam. Kerusakan
ginjal menyebabkan gangguan di tubulus sehingga HCO3- tidak bisa di
reabsorbsi. Ha ini menyebabkan terjadinya penumpukan H+ di pembuluh darah
sistemik sehingga kadar asam meningkat (asidosis).

Asidosis menyebabkan gangguan pada tubuh seperti kelemahan otot, penurunan


refleks bahkan bisa menyebabkan kelumpuhan. Selain itu juga dapat memicu
pengendapan kalsium dalam darah dan berdampak pada pembentukan batu
ginjal.

4. Gangguan Pada Otak ( ensefalopati )

Umumnya di dalam tubuh terjadi metabolisme protein yang berasal dari


makanan dan terjadi di dalam saluran pencernaan (duodenum). Protein akan
dipecah menjadi asam amino dan zat sisa berupa amonia. Amonia merupakan
senyawa toksik yang akan didetoksifikasi (diubah menjadi senyawa tidak toksik)
di hati dan selanjutnya akan dieksresikan melalui ginjal dalam bentuk urin.

Pada pasien gagal ginjal kronis akan mengalami gangguan pada proses
eksresi (pengeluaran senyawa yang tidak digunakan lagi oleh tubuh) sehingga
menyebabkan amonia tidak dapat dikeluarkan dan akhirnya menumpuk di dalam
tubuh. Hal ini menyebabkan amonia dapat masuk ke dalam aliran darah sistemik
dan terbawa sampai ke otak. Amonia akan menyebabkan kerusakan pada otak
dan mengganggu kinerja otak. Tubuh akan mengalami perubahan kesadaran,
terganggunya aktivitas hingga paling parah dapat menyebabkan kejang-kejang.

5. Anemia

Anemia terjadi pada pasien gagal ginjal kronis yang dipicu oleh kerusakan
ginjal. Ginjal sebagai organ yang memproduksi eritropoietin yang berfungsi untuk
pembentukan sel darah merah. Terganggunya proses pembentukan sel darah
merah menyebabkan penurunan produksi sel darah merah yang menyebabkan
terjadinya anemia. Selain terganggunga produksi sel darah merah, faktor lain
yang menyebabkan anemia yaitu kekurangan zat besi, vitamin, dan masa hidup
eritrosit yang mengalami hemolisis akibat perdarahan.

Menurut penelitian, anemia merupakan komplikasi yang perlu


mendapatkan perhatian khusus. Hal ini disebabkan karena sebagian besar
pasien gagal ginjal kronis tidak menyadari jika terkena komplikasi anemia. Pasien
perlu waspada jika mengalami tanda atau gejala anemia seperti pusing, muka
pucat, badan lemas, sakit kepala atau jantung terasa berdebar.

F. Penatalaksanaan medis

1. Terapi spesifik terhadap penyakitnya


Waktu paling tepat adalah sebelum terjadi penurunan LFG sehingga
pemburukan fungsi ginjal tidak terjadi.
Pada ukuran ginjal masih normal secara USG, biopsi dan pemeriksaan
histopatologi dapat menentukan upindikasi yang tepat terhadap terapi
spesifik.

2. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid


Perlu pencatatan kecepatan penurunan LFG, untuk mengetahui
kondisi komorbid. Faktor komorbid antara lain gangguan keseimbangan
cairan, hipertensi tidak terkontrol, infeksi tract. urinarius, obstruksi tract
urinarius, obat –obatan nefrotoksik, bahan kontras atau peningkatan
penyakit dasarnya.

3. Menghambat perburukan fungsi ginjal


Faktor utama : hiperfiltrasi glomerulus, ada 2 cara untuk
menguranginya yaitu ;

a. PembatasanAsupan Protein mulai dilakukan LFG < 60 ml/mnt.


Protein diberikan 0,6 - 0,8/kgBB/hr. Jumlah kalori 30-35 kkal/kgBB/hr.

b. Terapi farmakologispemakaian OAH, untuk megurangi hipertensi


intraglomerulus dan hipertrofi glomerulus. Beberapa OAH terutama
ACEI, sebagai antihipertensi dan antiproteinuria.
G. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian
1. Identitas klien
2. Identitas penanggung jawab
3. Riwayat kesehatan masa lalu
a. Penyakit yang pernah diderita
b. Kebiasaan buruk: menahan BAK, minum bersoda
c. Pembedahan
4. Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan utama: nyeri, pusing, mual, muntah
5. Pemeriksaan fisik
a. Umum: Status kesehatan secara umum
b. Tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu tubuh
c. Pemeriksaan fisik
Teknik pemeriksaan fisik
1) Inspeksi
a) Kulit dan membran mukosa
Catat warna, turgor, tekstur, dan pengeluaran keringat.
Kulit dan membran mukosa yang pucat, indikasi gangguan
ginjal yang menyebabkan anemia. Tekstur kulit tampak kasar
atau kering. Penurunan turgor merupakan indikasi dehidrasi.
Edema, indikasi retensi dan penumpukan cairan.
b) Mulut
Stomatitis, nafas bau amonia.
c) Abdomen
Klien posisi telentang, catat ukuran, kesimetrisan, adanya masa
atau pembengkakan, kulit mengkilap atau tegang.
d) Meatus urimary
Laki-laki: posisi duduk atau berdiri, tekan gland penis dengan
memakai sarung tangan untuk membuka meatus urinary.
Wanita: posisi dorsal rekumben, litotomi, buka labia dengan
memakai sarung tangan.
2) Palpasi
a) Ginjal
b) Ginjal kiri jarang teraba, meskipun demikian usahakan untuk
mempalpasi ginjal untuk mengetahui ukuran dan sensasi.
Jangan lakukan palpasi bila ragu karena akan merusak jaringan.
1. Posisi klien supinasi, palpasi dilakukan dari sebelah kanan
2. Letakkan tangan kiri di bawah abdomen antara tulang iga
dan spina iliaka. Tangan kanan dibagian atas. Bila
mengkilap dan tegang, indikasi retensi cairan atau ascites,
distensi kandung kemih, pembesaran ginjal. Bila
kemerahan, ulserasi, bengkak, atau adanya cairan indikasi
infeksi. Jika terjadi pembesaran ginjal, maka dapat
mengarah ke neoplasma atau patologis renal yang serius.
Pembesaran kedua ginjal indikasi polisistik ginjal.
Tenderness/ lembut pada palpasi ginjal maka indikasi
infeksi, gagal ginjal kronik. Ketidaksimetrisan ginjal indikasi
hidronefrosis.
3. Anjurkan pasien nafas dalam dan tangan kanan menekan
sementara tangan kiri mendorong ke atas.
4. Lakukan hal yang sama untuk ginjal di sisi yang lainnya.
c) Kandung kemih
Secara normal, kandung kemih tidak dapat dipalpasi, kecuali
terjadi ditensi urin. Palpasi dilakukan di daerah simphysis pubis
dan umbilikus. Jika kandung kemih penuh maka akan teraba
lembut, bulat, tegas, dan sensitif.
3) Perkusi
a) Ginjal
1. Atur posisi klien duduk membelakangi pemeriksa
2. Letakkan telapak tangan tidak dominan diatas sudut
kostavertebral (CVA), lakukan perkusi di atas telapak tangan
dengan menggunakan kepalan tangan dominan.
3. Ulangi prosedur pada ginjal di sisi lainnya. Tenderness dan
nyeri pada perkusi merupakan indikasi glomerulonefritis atau
glomerulonefrosis.
b) Kandung kemih
1. Secara normal, kandung kemih tidak dapat diperkusi, kecuali
volume urin di atas 150 ml. Jika terjadi distensi, maka
kandung kemih dapat diperkusi sampai setinggi umbilikus.
2. Sebelum melakukan perkusi kandung kemih, lakukan
palpasi untuk mengetahui fundus kandung kemih. Setelah itu
lakukan perkusi di atas region suprapubic.
4) Auskultasi
Gunakan diafragma stetoskop untuk mengauskultasi bagian
atas sudut kostovertebral dan kuadran atas abdomen. Jika
terdengan bunyi bruit (bising) pada aorta abdomen dan arteri
renalis, maka indikasi adanya gangguan aliran darah ke ginjal
(stenosis arteri ginjal).

Anda mungkin juga menyukai