Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN JIWA DENGAN GANGGUAN PERSEPSI


SENSORI: HALUSINASI

Untuk memenuhi tugas


Mata Kuliah Keperawatan Jiwa

Oleh:
Alfinda Karisma Widanti
P17210193092

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN MALANG
Oktober 2021
I. KASUS (MASALAH UTAMA)
GANGGUAN SENSORI PERSEPSI HALUSINASI
II. PROSES TERJADINYA MASALAH
2.1 Definisi
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana
klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu
penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu
penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa
stimulus eksteren: persepsi palsu (Maramis, 2005). Halusinasi adalah
kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart, 2007).
Dari beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli
mengenai halusinasi di atas, maka penulis  mengambil kesimpulan
bahwa halusinasi adalah persepsi klien melalui panca indera terhadap
lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata.
2.2 Rentang respon Halusinasi
Dari definisi yang telah jelaskan sebelumnya, dapat disimpulkan
bahwa halusinasi merupakan persepsi yang nyata tanpa adanya
stimulus. Gangguan sensori persepsi : halusinasi disebabkan oleh
fungsi otak yang terganggu. Respon individu terhadap gangguan
orientasi berfokus sepanjang rentang respon dari adaptif sampai yang
maladaptif, dapat dilihat dalam gambar dibawah ini:                             

Respon adaptif Respon mal adaptif

Pikiran logis Pikiran kadang Gangguan proses


menyimpang pikir/delusi/waham
Persepsi akurat Ilusi                           
                         
Emosi konsisten Reaksi emosional Ketidakmampuan untuk
dengan berlebih/kurang mengatasi emosi
pengalaman
Perilaku sesuai Perilaku ganjil Ketidak teraturan
Hubungan sosial Perilaku yang bisa Isolasi sosial
harmonis menyebabkan
Isolasi sosial
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-
norma sosial dan budaya secara umum yang berlaku didalam
masyarakat, dimana individu menyelesaikan masalah dalam batas
normal yang meliputi :Pikiran logis adalah segala sesuatu  yang
diucapkan dan dilaksanakan oleh individu sesuai dengan kenyataan.
1. Persepsi akurat adalah penerimaan pesan yang disadari oleh indra
perasaan, dimana dapat membedakan objek yang satu dengan yang
lain dan mengenai kualitasnya menurut berbagai sensasi yang
dihasilkan.
2. Emosi konsisten dengan pengalaman adalah respon yang diberikan
individual sesuai dengan stimulus yang datang.
3. Prilaku sesuai dengan cara berskap individu yang sesuai dengan
perannya.
4. Hubungan social harmonis dimana individu dapat berinteraksi dan
berkomunkasi dengan orang lain tanpa adanya rasa curiga, bersalah
dan tidak senang.
Sedangkan maladaptif adalah suatu respon yang tidak dapat
diterima oleh norma-norma sosial dan budaya secara umum yang
berlaku dimasyarakat, dimana individu dalam menyelesaikan  masalah
tidak berdasarkan norma yang sesuai diantaranya :
1. Gangguan proses pikir / waham adalah ketidakmampuan otak untuk
memproses data secara akurat yang dapat menyebabkan gangguan
proses pikir, seperti ketakutan, merasa hebat, beriman, pikiran
terkontrol, pikiran yang terisi dan lain-lain.
2. Halusinasi adalah gangguan identifikasi stimulus berdasarkan 
informasi yang diterima otak dari lima indra seperti suara, raba, bau,
dan pengelihatan
3. Kerusakan proses emosi adalah respon yang diberikan Individu tidak
sesuai dengan stimulus yang datang.
4. Prilaku yang tidak terorganisir adalah cara bersikap individu yang
tidak sesuai dengan peran.
5. Isolasi social adalah dimana individu yang mengisolasi dirinya dari
lingkungan atau tidak mau berinteraksi dengan lingkungan.
2.3 Penyebab
Menurut Mary Durant Thomas (2007), Halusinasi dapat terjadi
pada klien dengan gangguan jiwa seperti skizoprenia, depresi atau
keadaan delirium, demensia dan kondisi yang berhubungan dengan
penggunaan alkohol dan substansi lainnya. Halusinasi adapat juga
terjadi dengan epilepsi, kondisi infeksi sistemik dengan gangguan
metabolik. Halusinasi juga dapat dialami sebagai efek samping dari
berbagai pengobatan yang meliputi anti depresi, anti kolinergik, anti
inflamasi dan antibiotik, sedangkan obat-obatan halusinogenik dapat
membuat terjadinya halusinasi sama seperti pemberian obat diatas.
Halusinasi dapat juga terjadi pada saat keadaan individu normal yaitu
pada individu yang mengalami isolasi, perubahan sensorik seperti
kebutaan, kurangnya pendengaran atau adanya permasalahan pada
pembicaraan. Penyebab halusinasi pendengaran secara spesifik tidak
diketahui namun banyak faktor yang mempengaruhinya seperti faktor
biologis, psikologis, sosial budaya,dan stressor pencetusnya adalah
stress lingkungan, biologis, pemicu masalah sumber-sumber koping
dan mekanisme koping.
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
1. Faktor Predisposisi
a. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan
dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai
dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:
 Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan
keterlibatan otak yang lebih luas dalam perkembangan
skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik
berhubungan dengan perilaku psikotik.
 Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin
neurotransmitter yang berlebihan dan masalah-masalah
pada system receptor dopamin dikaitkan dengan
terjadinya skizofrenia.
 Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal
menunjukkan terjadinya atropi yang signifikan pada otak
manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia
kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi
korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum).
Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh
otopsi (post-mortem).
b. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan
yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah
penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
c. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita
seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan,
bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
2. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul
gangguan setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan,
isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya.
Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat
mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan
halusinasi adalah:

a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang
mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme
pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan
untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh
otak untuk diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap
stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan
perilaku.
c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam
menanggapi stressor.
2.4 Tanda dan Gejala
Pasien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering
didapatkan duduk terpaku dengan pandangan mata pada satu arah
tertentu, tersenyum atau berbicara sendiri, secara tiba-tiba marah atau
menyerang orang lain, gelisah, melakukan gerakan seperti sedang
menikmati sesuatu. Juga keterangan dari pasien sendiri tentang
halusinasi yang dialaminya (apa yang dilihat, didengar atau
dirasakan). Berikut ini merupakan gejala klinis berdasarkan halusinasi
(Budi Anna Keliat, 1999) :
a. Tahap 1: halusinasi bersifat tidak menyenangkan
Gejala klinis:
1. Menyeriangai / tertawa tidak sesuai
2. Menggerakkan bibir tanpa bicara
3. Gerakan mata cepat
4. Bicara lambat
5. Diam dan pikiran dipenuhi sesuatu yang mengasikkan
b. Tahap 2: halusinasi bersifat menjijikkan
Gejala klinis:
1. Cemas
2. Konsentrasi menurun
3. Ketidakmampuan membedakan nyata dan tidak nyata
c. Tahap 3: halusinasi bersifat mengendalikan
Gejala klinis:
1. Cenderung mengikuti halusinasi
2. Kesulitan berhubungan dengan orang lain
3. Perhatian atau konsentrasi menurun dan cepat berubah
4. Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak mampu mengikuti
petunjuk).
d. Tahap 4: halusinasi bersifat menaklukkan
Gejala klinis:
1. Pasien mengikuti halusinasi
2. Tidak mampu mengendalikan diri
3. Tidak mamapu mengikuti perintah nyata
4. Beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

2.5 Akibat
Adanya gangguang persepsi sensori halusinasi dapat beresiko
mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan (Keliat, B.A,
2006). Menurut Townsend, M.C suatu keadaan dimana seseorang
melakukan sesuatu tindakan yang dapat membahayakan secara fisik
baik pada diri sendiri maupuan orang lain.
Seseorang yang dapat beresiko melakukan tindakan kekerasan pada
diri sendiri dan orang lain dapat menunjukkan perilaku :
Data subjektif :
a. Mengungkapkan mendengar atau melihat objek yang mengancam
b. Mengungkapkan perasaan takut, cemas dan khawatir
Data objektif :
a. Wajah tegang, merah
b. Mondar-mandir
c. Mata melotot rahang mengatup
d. Tangan mengepal
e. Keluar keringat banyak
f. Mata merah
III. Pohon Masalah dan Masalah Keperawatan

Resiko perilaku mencederai


diri sendiri

Halusinasi pendengaran dan


penglihatan

Sosialisasi sosial

Gangguan persepsi sensori :


halusinasi

IV.Diagnosa Keperawatan
(D.0085) Gangguan Persepsi Sensori
Definisi: perubahan persepsi terhadap stimulus baik internal maupun eksternal
yang disertai dengan respon yang berkurang, berlebihan, dan terdistrosi.
Penyebab:
1. Gangguan penglihatan
2. Gangguan pendengaran
3. Gangguan penghiduan
4. Gangguan perabaan
5. Hipoksia serebral
6. Penyalahgunaan zat
7. Usia lanjut
8. Pemajanan toksin lingkungan

Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif

1. Mendengar suara bisikan atau melihat bayangan


2. Merasakan sesuatu melalui indera perabaan, penciuman, perabaan, atau
pengecapan

Objektif

1. Distorsi sensori
2. Respons tidak sesuai
3. Bersikap seolah melihat, mendengar, mengecap, meraba, atau mencium
sesuatu

Gejala dan Tanda Minor

Subjektif

1. Menyatakan kesal

Objektif

1. Menyendiri
2. Melamun
3. Konsentrasi buruk
4. Disorientasi waktu, tempat, orang atau situasi
5. Curiga
6. melihat ke satu arah
7. Mondar-mandir
8. Bicara sendiri

Kondisi Klinis Terkait

1. Glaukoma
2. Katarak
3. Gangguan refraksi (miopia, hiperopia, astigmastisma, presbipio)
4. Trauma okuler
5. Trauma pada saraf kranalis II, III, IV akibat stroke, aneurisma intrakranial,
trauma/tumor otak)
6. Infeksi okuler
7. Presnikusis
8. Malfungsi alat bantu dengar
9. Delerium
10. Demensia
11. Gangguan amnestik
12. penyakit terminal
13. Gangguan psikotik

V. Rencana Keperawatan

Ganggua persepsi sensori : Halusinasi b/d gangguan pendengaran d/d


mendengar suara bisikan atau melihat bayangan, bersikap seolah melihat,
mendengar mengecap, atau mencium sesuatu dan bicara sendiri.

A. Tujuan Umum
Tujuan umum dari masalah perilaku kesehatan adalag pasien dapat
mengendalikan atau mengatur emosi, pikiran dan perilaku dalam
menghadapi masalah serta melanjutkan hubungan peran sesuai dengan
tanggung jawabnya

B. Tujuan Khusus
a. TUK I : Klien dapat membina hubungan Saling percaya
kriteri hasil :
1. Klien mau membalas salam
2. Klien mau berjabat tangan
3. Klien mau menyebutkan nama
4. Klien mau kontak mata
5. Klien mau mengetahui nama perawat
6. Klien mau menyediakan waktu atau kontak

Intervensi :

1. Beri salam dan panggil nama klien


2. Sebutkan nama perawat sambil berjabat tangan
3. Jelaskan maksud hubungan interaksi
4. Jelaskan tentang kontrak yang dibuat
5. Beri rasa aman dam empati
6. Lakukan kontak singkat tapi sering

b. TUK II : Klien dapat megidentifikasi penyebab perilaku


kekerasan
Kriteria hasil :
1. Klien dapat mengungkapkan perasaannya
2. Klien dapat mengungkapkan penyebab perasaan jengkel
( dari diri sendiri, oranglain dan lingkungan)

Intervensi :
1. Beri kesempatan mengungkapkan perasaanya.
2. Bantu klien mengungkap perasaannya.

c. TUK III : Klien dapat mengidentifikasi tanda- tanda perilaku


kekerasan
Kriteria hasil :
1. Klien dapat mengungkapkan perasaan saat marah atau
jengkel
2. Klien dapat menyimpulkan tanda – tanda jengkel/ kesal yang
dialami

Intervensi :

1. Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami saat marah /


jengkel
2. Observasi tanda – tanda perilaku kekerasan pada klien
3. Simpulkan bersama klien tanda – tanda klien saat jengkel/
marah yang dialami.
4.
C. Intervensi (SLKI dan SIKI)
Luaran (SLKI): L.09083 Persepsi Sensori
Definisi: persepsi realitas terhadap stimulus baik internal maupun
eksternal
Ekspetasi: membaik
Kriteria Hasil:
1. Verbalisasi mendengar bisikan membaik
2. Verbalisasi melihat bayangan membaik
3. Verbalisasi merasakan sesuatu melalui indra peraba membaik
4. Verbalisasi merasakan sesuatu melalui indra penciuman membaik
5. Verbalisasi merasakan sesuatu melalui indra perabaan membaik
6. Verbalisasi merasakan sesuatu melalui indra pengecapan membaik
7. Distrosi sensori membaik
8. Perilaku halusinasi membaik
9. Menarik diri membaik
10. Melamun membaik
11. Curiga membaik
12. Mondar-mandir membaik
13. Respons sesuai stimulus membaik
14. Konsentrasi membaik
15. Orientasi membaik

Intervensi (SIKI): I.03112) Manajemen Halusinasi


Definisi: mengidentifikasi dan mengelola peningkatan keamanan, kenyamanan,
orientasi realita.
Observasi :
1. Monitor perilaku yang mengindikasi halusinasi/gangguan persepsi.
2. Monitor dan sesuaikan tingkat aktivitas dan stimulus lingkungan
3. Monitor isi gangguan/halusinasi.
Terapeutik :
1. Pertahankan lingkungan yang aman
2. Lakukan tindakan keselamatan ketika tidak dapat mengontrol perilaku
3. Diskusikan perasaan dan respons terhadap halusinasi
4. Hindari perdebatan tentang validasi halusinasi
Edukasi :
1. Anjurkan memonitor sendiri situasi terjadinya halusinasi.
2. Anjurkan bicara pada orang yang dipercaya untuk member dukungan dan
umpan baik korektif terhadap halusinasi
3. Anjurkan melakukan distraksi (dengar lagu, menyelesaikan kegiatan) 4.
Mengajarkan kontrol gangguan.
4. Ajarkan pasien dan keluarga cara mengontrol halusinasi
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian obat antipsikotik dan antiansietas

Anda mungkin juga menyukai