Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN KASUS

ENCEPHALITIS

Diajukan Untuk Salah Satu Syarat


Guna Mengikuti Kepaniteraan Klinik

Penyusun :
Febrian Kukuh Prasetyo
19710007

Pembimbing :
dr. Arif Fakhrudin, Sp.A

KSM ANAK
RSUD IBNU SINA KABUPATEN GRESIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
2021

i
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Febrian Kukuh Prasetyo


NPM : 19710007
Fakultas : Kedokteran Umum
Universitas : Wijaya Kusuma Surabaya
Tingkat : Program Pendidikan Profesi Dokter
Bidang Pendidikan : KSM Anak
Periode Kepaniteraan Klinik : 31 Mei 2021 s/d 24 Juli 2021

Judul Lapsus : Encephalitis


Pembimbing : dr. Arif Fakhrudin, Sp.A

KSM Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya
Rumah Sakit Ibnu Sina Gresik

Disetujui Oleh

dr. Arif Fakhrudin, Sp.A

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Laporan
Kasus dengan judul “Encephalitis”. Penyusunan tugas Laporan Kasus ini untuk
memenuhi tugas kepaniteraan klinik di KSM Anak di RSUD Ibnu Sina Gresik.
Penulis berharap tugas Laporan Kasus ini akan berguna bagi kita semua,
khususnya bagi dokter muda yang sedang menjalani kepaniteraan klinik untuk
memperlancar studinya. Pada kesempatan ini penulis sampaikan terima kasih
kepada :
1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya
2. Direktur RSUD Ibnu Sina Gresik, atas kesempatan yang diberikan
sehingga penulis dapat menimba ilmu di Rumah Sakit ini.
3. dr. Ferry Andian Sumirat, selaku kepala bagian SMF Ilmu Kesehatan
Anak di RSUD Ibnu Sina Gresik.
4. dr. Arif Fakhrudin, Sp. A selaku pembimbing di SMF Ilmu Kesehatan
Anak di RSUD Ibnu Sina Gresik yang telah meluangkan waktu untuk
membimbing dan membantu dalam menyelesaikan tugas makalah ini.
Penulis menyadari atas keterbatasan dalam menyusun tugas makalah ini
masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis dengan senang hati akan
menerima semua kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan
tugas makalah ini.

Gresik, 07 Juni 2021

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman
COVER .................................................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv
BAB I ...................................................................................................................... 1
LAPORAN KASUS ................................................................................................ 1
1. Identitas Pasien ....................................................................................... 1

2. Anamnesa ............................................................................................... 1

A. Keluhan Utama .................................................................................. 1


B. Riwayat Penyakit Sekarang ............................................................... 1
C. Riwayat Penyakit Dahulu .................................................................. 2
D. Riwayat Imunisasi ............................................................................. 2
E. Riwayat Tumbuh Kembang .............................................................. 2
F. Riwayat Penyakit Keluarga ............................................................... 2
G. Riwayat Pengobatan .......................................................................... 2
3. Pemeriksaan Fisik Umum....................................................................... 3
4. Pemereiksaan Penunjang ........................................................................ 4

BAB II ..................................................................................................................... 6
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 6
A. Definisi ................................................................................................... 6
B. Insiden dan Epidemiologi ....................................................................... 6

C. Etiologi ................................................................................................... 7

D. Patogenesis ........................................................................................... 10

E. Manifestasi Klinis ................................................................................. 13

F. Diagnosis .............................................................................................. 15

G. Diagnosis Banding................................................................................ 17

iv
H. Penatalaksanaan .................................................................................... 17

I. Komplikasi dan Prognosis .................................................................... 18

J. Pencegahan ........................................................................................... 18

BAB III.................................................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 22

v
vi
vii
BAB I
LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. AN
Umur : 3 Tahun 11 Bulan
Tanggal lahir : 26 Juni 2017
Tanggal periksa : 3 Juni 2017
Alamat : Masjid Istiqmal Sembayat, Manyar, Kab. Gresik
No RM : 741522

2. ANAMNESA

A. Keluhan Utama

Kejang
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Ibu pasien mengatakan jika pasien An AN mengalami kejang pada
tanggal 30 Mei 2021 pukul 17.00 WIB (4 hari yang lalu) setelah pasien
pulang dari mengaji. Ibu pasien mengatakan pasien baru pertama kali
kejang, Durasi Kejang kurang lebih selama 50 menit. Kejang juga dominan
pada sisi kiri tubuh pasien saja. Awalnya pasien merasa badannya terasa
panas atau demam sejak tanggal 29 Mei 2021 (5 hari yang lalu) demam
dirasa menetap saat dirumah tidak dilakukan pengukuran suhu. Keluhan
diatas juga disertai dengan Pusing dan juga Muntah 2 kali dari tanggal 29-
30 mei 2021 muntah berisi makanan yang dimuntahkan.
Selain itu ibu pasien juga mengatakan jika pasien saat itu sempat
dibawa ke Klinik di daerah Manyar sudah diberi obat melalui dubur dan
juga injeksi tetapi anak masih juga kejang dan akhirnya pasien dirujuk ke
RSUD Ibnu Sina Gresik. Setelah sampai di IGD Ibnu Sina Gresik pasien
masih kejang tetapi intensitas kejang tidak seperti saat awal di Klinik
Manyar itu. Kemudian setelah sekitar 10 menitan di Bed IGD pasien sudah
tidak kejang dan juga tidak demam, tetapi pasien berubah jadi lemes dan
sering tidur. Pasien tertidur dan responnya agak sedikit ngelantur jika
diajak ngobrol dan pasien juga lemes dari awal di IGD smpai pasien

1
dirawat di Ruang Anggrek RSUD Ibnu Sina Gresik.
Saat dilakukan pemeriksaan di ruang Anggrek, ibu pasien mengatakan
anaknya lebih sering tidur, sulit diajak komunikasi, makan dan minum
tidak terlalu banyak, pasien juga sulit berjalan. Menurut ibu pasien sebelum
sakit ini pasien aktif dapat berbicara, berjalan, dan berlari.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


Ibu pasien mengatakan bahwa pasien tidak pernah sakit seperti ini
sebelumnya. Sakit cuman batuk pilek demam Dan diobati di klinik dokter
umum sudah selesai. Pasien NA merupakan anak pertama. Bayi NA lahir
di RSUD Ibnu Sina Gresik dengan Usia Kehamilan 9 bulan secara normal
pervaginam dengan berat badan lahir 3,0 kg. Riwayat adanya penyakit saat
hamil disangkal. Bayi lahir tidak menangis.
D. Riwayat imunisasi
Ibu pasien mengatakan bahwa pasien NA mengikuti imunisasisesuai jadwal
secara rutin dan lengkap.
E. Riwayat Tumbuh Kembang
Ibu Pasien mengatakan bahwa tumbuh kembang pada pasien sedikit
terlambat. Dengan rincian sebagai berikut :
1. Menegakkan kepala usia 6 bulan
2. Duduk 11 bulan
3. Berjalan 21 bulan
F. Riwayat Penyakit Keluarga
Ibu pasien mengatakan bahwa tidak ada keluarga yang mempunyai
keluhan serupa.
G. Riwayat Pengobatan.

Ibu Pasien mengatakan bahwa pasien sudah dibawa ke Klinik kesehatan di


daerah Manyar Gresik pada tanggal 30 Mei 2021, mendapat obat lewat
dubur dan juga injeksi tetapi pasien masih kejang.

2
3. PEMERIKSAAN FISIK UMUM.

KU : Lemah
Berat Badan : 12 kg
Tinggi Badan : 110 cm
Lingkar Kepala : 45 cm
Status Gizi : a. BB/U : -2 SD sampai dengan 2 SD = gizi baik
b. PB/U : -2 SD sampai dengan 2 SD = normal
c. BB/PB : -2 SD sampai dengan 2 SD = normal

TTV :
TD : 101/ 71 mmHg
Nadi : 148x/menit
RR : 30 x/menit
Suhu : 38,20 C

Kepala :
Mata : anemis (-), ikterik (-), Mata cekung(-)
Telinga : sekret (–)
Hidung : sekret (-)
Gigi/ Mulut : sianosis (-), stomatitis (-)
Tenggorokan : Hiperemi (-)
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening

Thorax :
Dinding Dada : simetris, retraksi (–)
Cor : S1/S2 TR, murmur (-), gallop (–)
Pulmo : ves/ves, rh -/-, wh -/-

3
Abdomen :
Dinding : soefl, distensi (-), nyeri tekan (-)
Hepar : Tidak ada pembesaran
Lien : Tidak ada pembesaran
Usus : BU + normal

Ekstremitas :
Keempat akral hangat kering merah
Tidak didapatkan edema pada keempat ekstremitas
CRT <2 detik
Luka (–)
Fraktur (-)

Neurologis :
Meningeal sign (-)
Refleks Patologis (-)

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG.

Tabel 1.1 Pemeriksaan Lab Darah pada tanggal 01 Juni 2021

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal


Darah Lengkap
Haemoglobin 11,2 11,7 g%-15,5 g%
Leukosit 14.000 3600-11000
LED 15 0-20
Hitung Jenis 0/0/0/60/29/11 2-4/0-1/3-5/50-70/25-50/2-8
PCV/Hematokrit 39 35-47%
Trombosit 332.000 150000-450000 /uL
MCV 75 80-100
MCH 26 26-34
MCHC 35 32-36

4
A. DIAGNOSA
Suspect Enchephalitis
B. RENCANA TERAPI
1. Rencana Pengobatan
a. Inf. D5 ¼ 1000cc/24 jam
b. Injeksi Ranitidine 2x10ml
c. Injeksi santagesic 175mg IV
d. Injeksi Ceftriaxone 2x 500 mg
e. Loading phenytoin 200 mg dlam 2 jam
C. RENCANA TINDAKAN
1. Monitor tanda – tanda vital setiap hari
2. Monitor keluhan kejang
3. Monitor input dan output cairan

D. EDUKASI
1. Cukupi anak dengan gizi yang baik dan seimbang
2. Batasi aktivitas sehari-hari
3. Kontrol rutin ke poli Anak
4. Pantau tumbuh kembang anak
5. Minum obat teratur
6. Jika pasien kejang segera dibawa ke faskes terdekat

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Ensefalitis merupakan suatu inflamasi parenkim otak yang biasanya
disebabkan oleh virus. Ensefalitis berarti jaringan otak yang terinflamasi
sehingga menyebabkan masalah pada fungsi otak. Inflamasi tersebut
mengakibatkan terjadinya perubahan kondisi neurologis anak termasuk konfusi
mental dan kejang.[1,2]
Ensefalitis terdiri dari 2 tipe yaitu: ensefalitis primer (acute viral
ensefalitis) disebabkan oleh infeksi virus langsung ke otak dan medulla spinalis.
Dan ensefalitis sekunder (post infeksi ensefalitis) dapat merupakan hasil dari
komplikasi infeksi virus saat itu.[3]
B. INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI
Usia, musim, lokasi geografis, kondisi iklim regional, dan sistem
kekebalan tubuh manusia berperan penting dalam perkembangan dan tingkat
keparahan penyakit. Di AS, terdapat 5 virus utama yang disebarkan nyamuk:
West Nile, Eastern Equine Encephalitis, Western Equine Encephalitis, La Crosse,
dan St. Louis Encephalitis. Tahun 1999, terjadi wabah virus West Nile
(disebarkan oleh nyamuk Culex)di kota New York. Virus terus menyebar
hingga di seluruh AS. Insidensi di USA dilaporkan 2.000 atau lebih kasus viral
ensefalitis per tahun, atau kira-kira 0,5 kasus per 100.000 penduduk.
Virus Japanese Encephalitis adalah arbovirus yang paling umum di dunia
(virus yang ditularkan oleh nyamuk pengisap darah atau kutu) dan bertanggung
jawab untuk 50.000 kasus dan 15.000 kematian per tahun di sebagian besar
dari Cina, Asia Tenggara, dan anak benua India.[4] Kejadian terbesar adalah pada
anak-anak di bawah 4 tahun dengan kejadian tertinggi pada mereka yang berusia
3-8 bulan.[1]

6
C. ETIOLOGI
Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan ensefalitis,
misalnya bakteria, protozoa, cacing, jamur, spirokaeta dan virus. Penyebab yang
terpenting dan tersering ialah virus. Beberapa mikroorganisme yang dapat
menyebabkan ensefalitis terbanyak adalah Herpes simpleks, arbovirus, Eastern
and Western Equine, La Crosse, St. Louis encephalitis. Penyebab yang jarang
adalah Enterovirus (Coxsackie dan Echovirus), parotitis, Lassa virus, rabies,
cytomegalovirus (CMV).[5,6]
Klasifikasi yang diajukan oleh Robin ialah :
1. Infeksi virus yang bersifat epidemik
a. Golongan enterovirus : Poliomyelitis, virus Coxsackie, virus ECHO.
b. Golongan virus ARBO : Western equine encephalitis, St. Louis
encephalitis, Eastern equine encephalitis, Japanese B encephalitis,
Russian spring summer encephalitis, Murray valley encephalitis.
2. Infeksi virus yang bersifat sporadik : Rabies, Herpes simplex, Herpes zoster,
Limfogranuloma, Mumps, Lymphocytic choriomeningitis dan jenis lain
yang dianggap disebabkan oleh virus tetapi belum jelas.
3. Ensefalitis pasca infeksi : pasca morbili, pasca varisela, pasca rubela, pasca
vaksinia, pasca mononukleosis infeksious dan jenis-jenis yang mengikuti
infeksi traktus respiratorius yang tidak spesifik.
Meskipun di Indonesia secara klinis dikenal banyak kasus ensefalitis, tetapi baru
Japanese B encephalitis yang ditemukan.
Klasifikasi berdasarkan penyebab
A. ENSEFALITIS SUPURATIVA
Bakteri penyebab ensefalitis supurativa adalah : staphylococcus aureus,
streptococcus, E.coli dan M.tuberculosa.

7
1. Patogenesis
Peradangan dapat menjalar ke jaringan otak dari otitis Media
,mastoiditis,sinusitis,atau dari piema yang berasl dari radang, abses di dalam
paru, bronchiektasi, empiema, osteomeylitis cranium, fraktur terbuka,trauma
yang menembus ke dalam otak dan tromboflebitis.Reaksi dini jaringan otak
terhadap kuman yang bersarang adalah edema,kongesti yang disusul dengan
pelunakan dan pembentukan abses. Disekeliling daerah yang meradang
berproliferasi jaringan ikat dan astrosit yang membentuk kapsula. Bila kapsula
pecah terbentuklah abses yang masuk ventrikel.
2. Manifestasi klinis
Secara umum gejala berupa trias ensefalitis ;
a. Demam
b. Kejang
c. Kesadaran menurun
Bila berkembang menjadi abses serebri akan timbul gejala-gejala infeksi
umum, tanda-tanda meningkatnya tekanan intracranial yaitu : nyeri kepala
yang kronik dan progresif,muntah, penglihatan kabur, kejang, kesadaran
menurun, pada pemeriksaan mungkin terdapat edema papil.Tanda-tanda
deficit neurologist tergantung pada lokasi dan luas abses.(2,3,4,5)

B. ENSEFALITIS VIRUS
Virus yang dapat menyebabkan radang otak pada manusia :
1. Virus RNA
Paramikso virus : virus parotitis, irus morbili
Rabdovirus : virus rabies
Togavirus : virus rubella flavivirus (virus ensefalitis Jepang B, virusdengue)
Picornavirus : enterovirus (virus polio, coxsackie A,B,echovirus)
Arenavirus : virus koriomeningitis limfositoria

8
2. Virus DNA
Herpes virus : herpes zoster-varisella, herpes simpleks,
sitomegalivirus,virus Epstein-barr
Poxvirus : variola, vaksinia
Retrovirus : AIDS
Manifestasi klinis :
Dimulai dengan demam, nyeri kepala, vertigo, nyeri badan, nausea,
Kesadaran menurun, timbul serangan kejang-kejang, kaku
kuduk,hemiparesis dan paralysis bulbaris.(1,2,3,4,5)

C. ENSEFALITIS KARENA PARASIT


1. Malaria serebral
Plasmodium falsifarum penyebab terjadinya malaria serebral.
Gangguan utama terdapat didalam pembuluh darah mengenai parasit. Sel
darah merah yang terinfeksi plasmodium falsifarum akan melekat satu
sama Lainnya sehingga menimbulkan penyumbatan-penyumbatan.
Hemorrhagic petechia dan nekrosis fokal yang tersebar secara difus
ditemukan pada selaput otak dan jaringan otak. Gejala-gejala yang timbul
: demam tinggi.kesadaran menurun hingga koma. Kelainan neurologik
tergantung pada lokasi kerusakan-kerusakan.
2. Toxoplasmosis
Toxoplasma gondii pada orang dewasa biasanya tidak
menimbulkan gejala –gejala kecuali dalam keadaan dengan daya
imunitas menurun. Didalam tubuh manusia parasit ini dapat bertahan
dalam bentuk kista terutama di otot dan jaringan otak.
3. Amebiasis
Amuba genus Naegleria dapat masuk ke tubuh melalui hidung ketika
berenang di air yang terinfeksi dan kemudian menimbulkan

9
meningoencefalitis akut. Gejala-gejalanya adalah demam akut, nausea,
muntah, nyeri kepala, kaku kuduk dan kesadaran menurun.
4. Sistiserkosis
Cysticercus cellulosae ialah stadium larva taenia. Larva menembus
mukosa dan masuk kedalam pembuluh darah, menyebar ke seluruh
badan. Larva dapat tumbuh menjadi sistiserkus, berbentuk kista di dalam
ventrikel dan parenkim otak. Bentuk rasemosanya tumbuh didalam
meninges atau tersebar didalam sisterna. Jaringan akan bereaksi dan
membentuk kapsula disekitarnya. Gejaja-gejala neurologik yang timbul
tergantung pada lokasi kerusakan.(2,4)
D. ENSEFALITIS KARENA FUNGUS
Fungus yang dapat menyebabkan radang antara lain : candida albicans,
Cryptococcus neoformans,Coccidiodis, Aspergillus, Fumagatus dan Mucor
mycosis. Gambaran yang ditimbulkan infeksi fungus pada sistim saraf pusat
ialah meningo-ensefalitis purulenta. Faktor yang memudahkan timbulnya
infeksi adalah daya imunitas yang menurun.(2,4)

D. PATOGENESIS
Virus masuk tubuh melalui beberapa jalan. Tempat permulaan masuknya virus
dapat melalui kulit, saluran pernapasan, dan saluran pencernaan. Setelah masuk
ke dalam tubuh virus akan menyebar dengan beberapa cara:
1. Setempat: virus hanya terbatas menginfeksi selaput lendir permukaan atau
organ tertentu.
2. Penyebaran hematogen primer: virus masuk ke dalam darah kemudian
menyebar ke organ dan berkembang biak di organ-organ tersebut.
3. Penyebaran hematogen sekunder: virus berkembang biak di daerah pertama
kali masuk (permukaan selaput lendir) kemudian menyebar ke organ lain.

10
4. Penyebaran melalui saraf: virus berkembang biak di permukaan selaput lendir
dan menyebar melalui sistem saraf.[5]
Pada keadaan permulaan akan timbul demam pada pasien, tetapi belum ada
kelainan neurologis. Virus akan terus berkembang biak, kemudian menyerang
[5]
susunan saraf pusat dan akhirnya diikuti oleh kelainan neurologis. HSV-1
mungkin mencapai otak dengan penyebaran langsung sepanjang akson saraf.[7]
Kelainan neurologis pada ensefalitis disebabkan oleh:
1. Invasi dan pengrusakan langsung pada jaringan otak oleh virus yang sedang
berkembang biak.
2. Reaksi jaringan saraf pasien terhadap antigen virus yang akan berakibat
demielinisasi, kerusakan vaskular dan paravaskular. Sedangkan virusnya
sendiri sudah tidak ada dalam jaringan otak.
3. Reaksi aktivitas virus neurotopik yang bersifat laten.[5]
Tingkat demielinasi yang mencolok pada pemeliharaan neuron dan
aksonnya terutama dianggap menggambarkan ensefalitis “pascainfeksi” atau
alergi. Korteks serebri terutama lobus temporalis, sering terkena oleh virus
herpes simpleks; arbovirus cenderung mengenai seluruh otak; rabies mempunyai
kecenderungan pada struktur basal.[7]
Seberapa berat kerusakan yang terjadi pada SSP tergantung dari virulensi
virus, kekuatan teraupetik dari system imun dan agen-agen tubuh yang dapat
menghambat multiplikasi virus.
Banyak virus yang penyebarannya melalui manusia. Nyamuk atau kutu
menginokulasi virus Arbo, sedang virus rabies ditularkan melalui gigitan
binatang. Pada beberapa virus seperti varisella-zoster dan citomegalo virus,
pejamu dengan sistem imun yang lemah, merupakan faktor resiko utama.
Pada umumnya, virus bereplikasi diluar SSP dan menyebar baik melalui
peredaran darah atau melalui sistem neural ( virus herpes simpleks, virus
varisella zoster ). Patofisiologi infeksi virus lambat seperti subakut skelosing
panensefalitis (SSPE) sanpai sekarang ini masih belum jelas.

11
Setelah melewati sawar darah otak,virus memasuki sel-sel neural yang
mengakibatjan fungsi-fungsi sel menjadi rusak, kongesti perivaskular, dan
respons inflamasi yang secara difus menyebabkan ketidakseimbangan substansia
abu-abu (nigra) dengan substansia putih (alba).
Adanya patologi fokal disebabkan karena terdapat reseptor-reseptor
membran sel saraf yang hanya ditemukan pada bagian-bagian khusus otak.
Sebagai contoh, virus herpes simpleks mempunyai predileksi pada lobus
temporal medial dan inferior.
Patogenesis dari ensefalitis herpes simpleks sampai sekarang masih
belum jelas dimengerti. Infeksi otak diperkirakan terjadi karena adanya transmisi
neural secara langsung dari perifer ke otak melaui saraf trigeminus atau
olfaktorius.
Virus herpes simpleks tipe I ditransfer melalui jalan nafas dan
ludah.Infeksi primer biasanya terjadi pada anak-anak dan remaja.Biasanya
subklinis atau berupa somatitis, faringitis atau penyakit saluran nafas.Kelainan
neurologis merupakan komplikasi dari reaktivasi virus.Pada infeksi primer, virus
menjadi laten dalam ganglia trigeminal.Beberapa tahun kemudian,rangsangan
non spesifik menyebabkan reaktivasi yang biasanya bermanifestasi sebagai
herpes labialis.
Plasmodium falsiparun menyebabkan eritrosit yang terifeksi menjadi
lengket.Sel-sel darah yang lengket satu sama lainnya dapast menyumbat kapiler-
kapiler dalam otak. Akibatnya timbul daerah-daerah mikro infark. Gejala-gejala
neurologist timbul karena kerusakan jaringan otak yang terjadi. Pada malaria
serebral ini, dapat timbul konvulsi dan koma.
Pada toxoplasmosis kongenital, radang terjadi pada pia-arakhnoid dan
tersebar dalam jaringan otak terutama dalam jaringan korteks. Sangatlah sukar
untuk menentukan etiologi dari ensefalitis, bahkan pada postmortem.Kecuali
pada kasus-kasus non viral seperti malaria falsifarum dan ensefalitis fungal,
dimana dapat ditemukan indentifikasi morfologik. Pada kasus viral, gambaran

12
khas dapat dijumpai pada rabies (badan negri) atau virus herpes (badan inklusi
intranuklear).

E. MANIFESTASI KLINIS
Trias ensefalitis yang khas ialah : demam, kejang, kesadaran menurun.
Manifestasi klinis tergantung kepada :
1. Berat dan lokasi anatomi susunan saraf yang terlibat, misalnya :
- Virus Herpes simpleks yang kerapkali menyerang korteks serebri, terutama
lobus temporalis
- Virus ARBO cenderung menyerang seluruh otak.
2. Patogenesis agen yang menyerang.
3. Kekebalan dan mekanisme reaktif lain penderita.
Umumnya diawali dengan suhu yang mendadak naik, seringkali
ditemukan hiperpireksia. Kesadaran dengan cepat menurun,. Anak besar, sebelum
kesadaran menurun, sering mengeluh nyeri kepala. Muntah sering ditemukan. pada

13
bayi, terdapat jeritan dan perasaan tak enak pada perut.Kejang-kejang dapat
bersifat umum atau fokal atau hanya twitching saja. Kejang dapat berlangsung
berjam-jam. Gejala serebrum yang beraneka ragam dapat timbul sendiri-sendiri
atau bersama-sama, misalnya paresis atau paralisis, afasia dan sebagainya. Gejala
batang otak meliputi perubahan refleks pupil, defisit saraf kranial dan perubahan
pola pernafasan. Tanda rangsang meningeal dapat terjadi bila peradangan
mencapai meningen.
Pada kelompok pasca infeksi, gejala penyakit primer sendiri dapat
membantu diagnosis.Pada japanese B ensefalitis, semua bagian susunan saraf
pusat dapat meradang.gejalanya yaitu nyeri kepala, kacau mental, tremor lidah
bibir dan tangan, rigiditas pada lengan atau pada seluruh badan, kelumpuhan dan
nistagmus.Rabies memberi gejala pertama yaitu depresi dan gangguan tidur, suhu
meningkat, spastis, koma pada stadium paralisis.
Ensefalitis herpes simpleks dapat bermanifestasi sebagai bentuk akut atau
subakut. Pada fase awal, pasien mengalami malaise dan demam yang berlangsung
1-7 hari. Manifestasi ensefalitis dimulai dengan sakit kepala, muntah, perubahan
kepribadian dan gangguan daya ingat. Kemudian pasien mengalami kejang dan
penurunan kesadaran. Kejang dapat berupa fokal atau umum. Kesadaran menurun
sampai koma dan letargi. Koma adalah faktor prognosis yang sangat buruk, pasien
yang mengalami koma sering kali meninggal atau sembuh dengan gejala sisa yang
berat. Pemeriksaan neurologis sering kali menunjukan hemiparesis. Beberapa
kasus dapat menunjukan afasia, ataksia, paresis saraf cranial, kaku kuduk dan papil
edema.

14
F. DIAGNOSIS
1. Gejala Klinis
Manifestasi klinis ensefalitis sangat bervariasi dari yang ringan sampai
yang berat. Manifestasi ensefalitis biasanya bersifat akut tetapi dapat juga
perlahan-lahan.[5]
Mulainya sakit biasanya akut, walaupun tanda-tanda dan gejala sistem
saraf sentral (SSS) sering didahului oleh demam akut non spesifik dalam
beberapa hari. Pada anak, manifestasi klinik dapat berupa sakit kepala dan
hiperestesia, sedangkan pada bayi dapat berupa iritabilitas dan letargi. Nyeri
kepala paling sering pada frontal atau menyeluruh, remaja sering menderita nyeri
retrobulbar. Biasanya terdapat gejala nausea dan muntah, nyeri di leher,
punggung dan kaki, dan fotofobia. Masa prodromal ini berlangsung antara 1-4
hari kemudian diikuti oleh tanda ensefalitis yang berat ringannya tergantung dari
keterlibatan meningen dan parenkim serta distribusi dan luasnya lesi pada
neuron. Gejala-gejala tersebut dapat berupa gelisah, perubahan perilaku,
gangguan kesadaran, dan kejang. Kadang-kadang disertai tanda neurologis fokal
berupa afasia, hemiparesis, hemiplegia, ataksia, dan paralisis saraf otak. Tanda
rangsang meningeal dapat terjadi bila peradangan sampai meningen. Selain itu,
dapat juga timbul gejala dari infeksi traktus respiratorius atas (mumps,
enterovirus) atau infeksi gastrointestinal (enterovirus) dan tanda seperti exantem
(enterovirus, measles, rubella, herpes viruses), parotitis, atau orchitis (mumps
atau lymphocytic chotiomeningitis).[5,7,8]
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Pencitraan/ radiologi
Pencitraan diperlukan untuk menyingkirkan patologi lain sebelum
melakukan LP (lumbal punksi) atau ditemukan tanda neurologis fokal.
Pencitraan mungkin berguna untuk memeriksa adanya abses, efusi subdural,
atau hidrosefalus.[9] Pada CT-scan dapat ditemukan edema otak dan
hemoragik setelah satu minggu.Pada virus Herpes didapatkan lesi

15
berdensitas rendah pada lobus temporal, namun gambaran tidak tampak tiga
hingga empat hari setelah onset.CT-scan tidak membantu dalam
membedakan berbagai ensefalitis virus.[5]
MRI (magnetic resonance imaging) kepala dengan peningkatan
gadolinium merupakan pencitraan yang baik pada kecurigaan ensefalitis.
Temuan khas yaitu peningkatan sinyal T2-weighted pada substansia grisea
dan alba. Pada daerah yang terinfeksi dan meninges biasanya meningkat
dengan gadolinium.Pada infeksi herpes virus memperlihatkan lesi lobus
temporal dimana terjadi hemoragik pada unilateral dan bilateral.[8]
Gambaran EEG memperlihatkan proses inflamasi yang difus (aktivitas
lambat bilateral).Pada Japanese B encephalitis dihubungkan dengan tiga
tanda EEG: 1)gelombang delta aktif yang terus-menerus ;2)gelombang delta
yang disertai spike (gelombang paku) ;3)pola koma alpha.Pada St Louis
ensefalitis karakteristik EEG ditandai adanya gelombang delta yang difus
dan gelombang paku tidak menyolok pada fase akut.Dengan asumsi bahwa
biopsi otak tidak meningkatkan morbiditas dan mortalitas, apabila didapat
lesi fokal pada pemeriksaan EEG atau CT-scan, pada daerah tersebut dapat
dilakukan biopsi tetapi apabila pada CT-scan dan EEG tidak didapatkan lesi
fokal, biopsi tetap dilakukan dengan melihat tanda klinis fokal. Apabila
tanda klinis fokal tidak didapatkan maka biopsi dapat dilakukan pada daerah
lobus temporalis yang biasanya menjadi predileksi virus Herpes simpleks.[5]
b. Laboratorium
Biakan dari darah ,viremia berlangsung hanya sebentar saja sehingga sukar
mendapatkan hasil yang positif dari cairan likour srebrospinalis atau jaringan
otak ; dari feces untuk jenis enterovirus,sering didapatkan hasil positif.
Analisis CSS (cairan serebrospinal) menunjukkan pleositosis (yang
didominasi oleh sel mononuklear) sekitar 5-1000 sel/mm3 pada 95% pasien.
Pada 48 jam pertama infeksi, pleositosis cenderung didominasi oleh sel
polimorfonuklear, kemudian berubah menjadi limfosit pada hari berikutnya.

16
Kadar glukosa CSS biasanya dalam batas normal dan jumlah ptotein
meningkat. PCR (polymerase chain reaction) dapat digunakan untuk
menegakkan diagnosis ensefalitis.[8,9]
Pemeriksaan PCR (polymerase chain reaction) pada cairan serebrospinal
biasanya positif lebih awal dibandingkan titer antibody. Pemeriksaan PCR
mempunyai sensitivitas 75% dan spesifisitas 100% dan ada yang melaporkan
hasil postif pada 98% kasus yang telah terbukti dengan biposi otak.Tes PCR
untuk mendeteksi West Nile virus telah dikembangkan di California.PCR
digunakan untuk mendeteksi virus-virus DNA.Herpes virus dan Japenese B
encephalitis dapat terdeteksi dengan PCR.

G. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding dari ensefalitis adalah:
1. Sepsis dan bacteremia
2. Kejang demam
3. Measles
4. Mumps
5. Reye Syndrome[10]

H. PENATALAKSANAAN
Semua pasien yang dicurigai sebagai ensefalitis harus dirawat di rumah sakit.
Penanganan ensefalitis biasanya tidak spesifik, tujuan dari penanganan tersebut adalah
mempertahankan fungsi organ, yang caranya hampir sama dengan perawatan pasien koma
yaitu mengusahakan jalan napas tetap terbuka, pemberian makanan secara enteral atau
parenteral, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, koreksi terhadap gangguan asam
basa darah.
Bila kejang dapat diberi Diazepam 0,3-0,5 mg/kgBB IV dilanjutkan fenobarbital.
Paracetamol 10 mg/kgBB dan kompres dingin dapat diberikan apabila pasien panas.
Apabila didapatkan tanda kenaikan tekanan intrakranial dapat diberi Dexamethasone 1

17
mg/kgBB/hari dilanjutkan pemberian 0,25-0,5 mg/kgBB/hari. Pemberian Dexamethasone
tidak diindikasikan pada pasien tanpa tekanan intrakranial yang meningkat atau keadaan
umum telah stabil. Mannitol juga dapat diberikan dengan dosis 1,5-2 mg/kgBB IV dalam
periode 8-12 jam. Perawatan yang baik berupa drainase postural dan aspirasi mekanis
yang periodik pada pasien ensefalitis yang mengalami gangguan menelan, akumulasi
lendir pada tenggorokan serta adanya paralisis pita suara atau otot-otot pernapasan. Pada
pasien herpes ensefalitis (EHS) dapat diberikan Adenosine Arabinose 15 mg/kgBB/hari IV
diberikan selama 10 hari. Pada beberapa penelitian dikatakan pemberian Adenosine
Arabinose untuk herpes ensefalitis dapat menurunkan angka kematian dari 70% menjadi
28%. Saat ini Acyclovir IV telah terbukti lebih baik dibandingkan vidarabin, dan
merupakan obat pilihan pertama. Dosis Acyclovir 30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis
selama 10 hari.[5]

I. KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS


Dalam beberapa kasus, pembengkakan otak dapat menyebabkan kerusakan
otak permanen dan komplikasi tetap seperti kesulitan belajar, masalah berbicara,
kehilangan memori, atau berkurangnya kontrol otot.[11]
Prognosis tergantung dari keparahan penyakit klinis, etiologi spesifik, dan
umur anak. Jika penyakit klinis berat dengan bukti adanya keterlibatan parenkim
maka prognosisnya jelek dengan kemungkinan defisit yang bersifat intelektual,
motorik, psikiatri, epileptik, penglihatan atau pendengaran. Sekuele berat juga
harus dipikirkan pada infeksi yang disebabkan oleh virus Herpes simpleks.[7]
J. PENCEGAHAN
1. Early treatment (pengobatan awal) pada demam tinggi atau infeksi
2. Hindari menghabiskan waktu di luar rumah pada waktu senja ketika serangga
aktif menggigit.
3. Pengendalian nyamuk atau surveilans melalui penyemprotan
4. Indikasi seksio sesar jika ibu memiliki lesi aktif herpes untuk melindungi bayi
baru lahir

18
5. Imunisasi/vaksin anak terhadap virus yang dapat menyebabkan ensefalitis
(mumps, measles/campak)
6. Japanese Encephalitis dapat dicegah dengan 3 dosis vaksin ketika akan
berpergian ke daerah dimana virus penyebab penyakit ini berada. Menurut CDC
(Centers for Disease Control and Prevention), vaksin ini dianjurkan pada orang
yang akan menghabiskan waktu satu bulan atau lebih di daerah penyebab
penyakit ini dan selama musim transmisi. Virus Japanese Encephalitis dapat
menginfeksi janin dan menyebabkan kematian.[12]

19
BAB III
PEMBAHASAN

Ibu pasien mengatakan jika pasien An AN mengalami kejang pada tanggal


30 Mei 2021 pukul 17.00 WIB (4 hari yang lalu) setelah pasien pulang dari mengaji.
Ibu pasien mengatakan pasien baru pertama kali kejang, Durasi Kejang kurang lebih
selama 50 menit. Kejang juga dominan pada sisi kiri tubuh pasien saja. Awalnya
pasien merasa badannya terasa panas atau demam sejak tanggal 29 Mei 2021 (5 hari
yang lalu) demam dirasa menetap saat dirumah tidak dilakukan pengukuran suhu.
Keluhan diatas juga disertai dengan Pusing dan juga Muntah 2 kali dari tanggal 29-30
mei 2021 muntah berisi makanan yang dimuntahkan.
Selain itu ibu pasien juga mengatakan jika pasien saat itu sempat dibawa ke
Klinik di daerah Manyar sudah diberi obat melalui dubur dan juga injeksi tetapi anak
masih juga kejang dan akhirnya pasien dirujuk ke RSUD Ibnu Sina Gresik. Setelah
sampai di IGD Ibnu Sina Gresik pasien masih kejang tetapi intensitas kejang tidak
seperti saat awal di Klinik Manyar itu. Kemudian setelah sekitar 10 menitan di Bed
IGD pasien sudah tidak kejang dan juga tidak demam, tetapi pasien berubah jadi
lemes dan sering tidur. Pasien tertidur dan responnya agak sedikit ngelantur jika
diajak ngobrol dan pasien juga lemes dari awal di IGD smpai pasien dirawat di Ruang
Anggrek RSUD Ibnu Sina Gresik.
Saat dilakukan pemeriksaan di ruang Anggrek, ibu pasien mengatakan
anaknya lebih sering tidur, sulit diajak komunikasi, makan dan minum tidak terlalu
banyak, pasien juga sulit berjalan. Menurut ibu pasien sebelum sakit ini pasien aktif
dapat berbicara, berjalan, dan berlari.
Dari pemeriksaan fisik pasien didapatkan didpatkan KU lemah, suhu febris
yakni 38,2°C. Untuk pemeriksaan penunjang didapatkan tampak HB dibawah nilai
normal dengan nilai 11,2 g% dan juga leukositosis dengan nilai 14.000. Menurut
data dari anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang diatas dapat

20
disimpulkan bahwa pasien An. AN dapat didiagnosa dengan Suspect Encephalitis
Dan untuk terapi saya memberikan terapi medikamentosa berupa infus D5 1/4 ,
ranitidine, santagesik, ceftriaxone, dan juga phenytoin. Kemudian untuk rencana
tindakan monitor vital sign, dan juga keluhan kejang.

21
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

1. Saharso, Darto. Hidayati, Siti Nurul. Infeksi Virus Pada Susunan Saraf Pusat.
Soetomenggolo, Taslim S. Ismael, Sofyan. Dalam: Buku Ajar Neurologi Anak.
Cetakan ke-2. Jakarta. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2000;hal373-5.
2. Prober, Charles G. Meningoensefalitis. Nelson, Waldo E. Dalam: Nelson Ilmu
Kesehatan Anak Ed.15 Vol.2. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
1996;hal880-2.
3. Sevigny, Jeffrey MD. Frontera, Jennifer MD. Acute Viral Encephalitis. Brust,
John C.M. In: Current Diagnosis & Treatment In Neurology. International
Edition. New York. Mc Graw Hill. 2007;p449-54
4. Markam,S.Ensefalitis dalam Kapita Selekta Neurologi Ed ke-2,Editor
:Harsono.,Gadjah Mada University Press,Yogyakarta.2000;hal 155-6.
5. Arvin A.M Penyakit Infeksi dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson.Edtor:Wahab
SA.EGC Jakarta.2000;hal 1141-53
6. Jeffrey Hom, MD. Pediatric Meningitis and Encephalitis Differential Diagnoses.
Richard G, Bachur,MD. Updated on April 19th, 2011. Available from
http://emedicine.medscape.com/article/802760-differential. Accessed January 31,2012
7. Jeffrey Hom, MD. Pediatric Meningitis and Encephalitis Workup. Richard G,
Bachur,MD. Updated on April 19th, 2011. Available from
http://emedicine.medscape.com/article/802760-workup. Accessed January 31,2012
8. Jeffrey Hom, MD. Pediatric Meningitis and Encephalitis. Richard G,
Bathur,MD. Updated on April 19th, 2011. Available from
http://emedicine.medscape.com/article/802760-overview. Accessed January 31,2012
9. Kate M, Cronan.MD. Encephalitis. Updated: January 2010. Available from
http://kidshealth.org/parent/infections/bacterial_viral/encephalitis.html. Accessed on
January 31, 2012.

22
10. NINDS. Meningitis and Encephalitis Fact Sheet. Last updated on February 16,
2011 Available from
http://www.ninds.nih.gov/disorders/encephalitis_meningitis/detail_encephalitis_meningi
tis. Accessed January 31,2012
11. Soldatos, Ariane MD. Encephalitis. Available from
http://www.childrenshospital.org/az/Site832/mainpageS832P0.html. Accessed January
31,2012
12. Todd, Mundy.MD. Encephalitis causese. Michael D, Burg MD. 2012. Available
from http://www.emedicinehealth.com/encephalitis/page2_em.htm. Accessed on
January 31, 2012.
13. Todd, Mundy.MD. Encephalitis Prevention. Michael D, Burg MD. 2012.
Available from http://www.emedicinehealth.com/encephalitis/page9_em.htm.
Accessed on January 31, 2012.
14. Todd, Mundy.MD. Encephalitis. Michael D, Burg MD. 2012. Available from
http://www.emedicinehealth.com/encephalitis/. Accessed on January 31, 2012.

23

Anda mungkin juga menyukai